Disusun Oleh :
2018
A. Landasan Filosofis Ibadah Mahdhah
a. Shalat
Secara etimologi berarti memohon (Do’a) dengan baik, yaitu
permohonan keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian hidup di
dunia dan akhirat kepada Allah swt. Secara keseluruhan, Sa’id al-
Qahthani dalam Shalatul Mu’min yang dikutip oleh al-Jifari
mengatakan, Shalat adalah doa yaitu, doa permohonan dan doa
ibadah. Maksudnya, memohon segala yang bermanfaat bagi pemohon,
baik perolehan suatu manfaat maupun pencegahan terhadap suatu
mudharat. Menurut istilah, ibadah shalat adalah suatu perbuatan yang
diawali dengan takbir serta diakhiri dengan salam, beserta
mengerjakan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Shalat merupakan
wahana berzikir dan bepikir, sebab zikir yang terbaik adalah di dalam
ibadah Shalat, boleh jadi zikir diluar ibadah Shalat memiliki
efektivitas dan efesiensi yang baik, tetapi hal itu tidak dapat
membatalkan atau mengurangi kewajiban Shalat. kepribadian
seseorang yang mengerjakan Shalat adalah kepribadian yang
senantiasa mengingat dan menyebut Allah swt di mana dan kapan saja
ia berada.
Adapun landasan filsofis dari ibadah shalat yaitu merupakan
oleh-oleh Rasulullah SAW setelah kembali dari Isra dan Mikraj. Nabi
Muhammad SAW menyebut ibadah ini tiang agama, yang wajib
dikerjakan setiap umat Islam. Shalat itu kita sedang melakukan
instropeksi. Shalat juga berfungsi sebagai sarana untuk memotivasi
setiap langkah hidup kita, sekaligus alat bagi kita untuk mencegah
perbuatan yang tidak benar. Alasan kenapa kita harus shalat karena
manusia itu jiwanya tidak akan stabil jika tidak menunaikan shalat
setiap harinya. Sedangkan yang sudah melaksanakan shalat setiap hari
saja kadang-kadang jiwanya dan imannya masih labil. Makanya Allah
menyatakan “faaqimish shalah lidzikri”, tegakkan shalat untuk
mengingat Aku. Manusia itu diciptakan dengan sifat lupa yang selalu
melekat dalam dirinya.. Apabila lupa telah menguasai dirinya, maka
dia mudah menjadi sombong. Bahkan yang mendapat kesusahan saja
juga sering lupa. Apabila orang yang ditimpa kesusahan ini lupa
kepada Allah, dia pasti mengalami frustasi, putus asa yang akan
menjerumuskannya pada jalan yang tidak di ridhoi Allah. Dengan
penghayatan yang mendalam terhadap makna yang terkandung dalam
ajaran shalat dan itu diulangi sebanyak lima kali setiap harinya, maka
hal ini akan membawa pengaruh pada kesehatan jiwa. Dengan shalat
jiwa kita menjadi suci. Tidak ada sifat keserakahan yang
menjerumuskan kita pada sikap merendahkan orang lain.
b. Zakat
Menurut etimologi berarti nama’ yang artinya kesuburan, taharah
berarti kesucian, barakah berarti keberkahan, dan tazkiyah berarti
mensucikan. Sedangkan secara terminologis zakat didefinisikan oleh
ulama ..... . Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam yang lima,
yang merupakan pilar agama yang tidak dapat berdiri tanpa pilar ini.
Zakat, hukumnya wajib ai’n (fardhu ai’n) bagi setiap muslim apabila
telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syari’at,
berdasarkan dalil Al-Qur’an, Hadist, dan Ijma’ sebagai dasar tersebut.
c. Puasa
Merupakan terjemah dari shoum yang berarti menahan diri dari
sesuatu. Sedangkan menurut istilah puasa adalah menahan diri dari
segala sesuatu yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar
(subuh) sampai terbenam matahari (maghrib). Puasa merupakan
ibadah mahdhah yang pelaksanaannya harus sesuai dengan apa yang
telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Oleh karena itu, kita tidak
boleh semaunya sendiri dalam mengerjakan puasa agar ibadah puasa
kita diterima oleh Allah Swt.
Landasan filosofis mengapa manusia harus melaksanakan puasa
diantaranya yaitu :
1. Penyempurnaan diri atau sering disebut takwa. Karena itu,
takwa sebagai tujuan akhir puasa, tidak sekadar berdimensi
ketuhanan (ilahiah) atau spiritual, tapi juga berdimensi
kemanusiaan (basyariyah), sosial.
2. Memupuk rasa kasih sayang antarsesama umat manusia.
Dengan menahan rasa lapar dan dahaga hati kita akan
tersentuh dan merasakan kesengsaraan kaum dhu’afa yang
senantiasa serba kekurangan dalam segala hal. Mereka
menanti uluran tangan dan kemurahan hati kita untuk
menyisihkan sebagian harta kita guna didermakan.
3. membina dan menata diri kita kaum Muslim agar senantiasa
hidup teratur, seperti dalam mengkonsumsi makanan dan
minuman atau dalam mengatur waktu.
d. Haji
Menurut etimologi, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan,
maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke
Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan -
amalan ibadah tertentu pula. Haji merupakan rukun (pilar agama)
Islam yang kelima. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual
tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu
(material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan
beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi dan Madinah
pada waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Zulhijah).
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Zulhijah ketika umat
Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada
tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar
batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Zulhijah.
b. Zakat
Artinya : “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’a lah untuk
mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi
mereka.” (At – taubah 10: 103)
Artinya : “ Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa
saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa – apa
yang kamu kerjakan.” (Al – Baqarah 02 : 110)
c. Puasa
Artinya :
d. Haji
b. Zakat
Pertama, pemungutan zakat dapat dipaksakan berdasarkan
Qur’an Surah At-Taubah : 103. Padahal satu-satunya lembaga
yang mempunyai otoritas untuk melakukan pemaksaan seperti
itu adalah negara lewat perangkat pemerintahan seperti halnya
pajak. Apabila hal ini disepakati maka zakat akan menjadi
salah satu sumber penerimaan negara.
Kedua, potensi zakat yang dikumpulkan dari masyarakat amat
besar. Menurut hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN
Syarif Hidayatullah dan Ford Foundation tahun 2005
mengungkapkan, jumlah potensi filantropi (kedermawanan)
umat Islam Indonesia mencapai 19,3 trilyun pertahun. [11]
Pada kenyataannya, dana zakat yang berhasil dihimpun dari
masyarakat masih jauh dari potensi yang sebenarnya. Sebagai
perbandingan, dana zakat yang berhasil dikumpulkan oleh
lembaga-lembaga pengumpul zakat hanya beberapa puluh
milyar saja. Itupun sudah bercampur dengan infak, hibah, dan
wakaf. Potensi yang sangat besar itu akan dapat dicapai dan
disalurkan kalau pelaksanaannya dilakukan oleh negara
melalui depertemen teknis pelaksana.
Ketiga, zakat mempunyai potensi untuk turut membantu
pencapaian sasaran pembangunan nasional. Dana zakat yang
besar sangat potensial untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat jika disalurkan secara terprogram dalam rencana
pembangunan nasional. Potensi zakat yang cukup besar dan
sasaran distribusi zakat yang jelas seharusnya dapat sejalan
dengan rencana pembangunan nasional tersebut.
Keempat, memberikan kontrol kepada pengelola negara yang
masih digerogoti penyalahgunaan uang negara (korupsi).
Penyalahgunaan ini disebabkan krisis iman, yang tidak tahan
menghadapi godaan untuk korupsi. Masuknya zakat ke dalam
perbendaharaan negara diharapkan akan menyadarkan, bahwa
diantara uang yang dikorupsi itu terdapat dana zakat yang tidak
sepantasnya dikorupsi. Petugas zakat juga tidak mudah disuap
dan wajib zakat juga tidak akan main-main dalam menghitung
zakatnya serta tidak ada tawar-menawar dengan petugas zakat
sebagaimana kerap terjadi dalam kasus pemungutan pajak.
c. Haji