Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

KONSEPSI IBADAH DALAM KONTEKS KEHIDUPAN SOSIAL

Dosen Pengampu : Rohmat Suprapto, S.Ag, M.Si

Disusun Oleh :

Nadiya Veronica Pravitasari (B2C017002)

Bunga Agneshinta Abidin (B2C017015)

Miftakhul Hidayati (B2C017021)

Vira Salsabila (B2C017025)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2018
A. Landasan Filosofis Ibadah Mahdhah
a. Shalat
Secara etimologi berarti memohon (Do’a) dengan baik, yaitu
permohonan keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian hidup di
dunia dan akhirat kepada Allah swt. Secara keseluruhan, Sa’id al-
Qahthani dalam Shalatul Mu’min yang dikutip oleh al-Jifari
mengatakan, Shalat adalah doa yaitu, doa permohonan dan doa
ibadah. Maksudnya, memohon segala yang bermanfaat bagi pemohon,
baik perolehan suatu manfaat maupun pencegahan terhadap suatu
mudharat. Menurut istilah, ibadah shalat adalah suatu perbuatan yang
diawali dengan takbir serta diakhiri dengan salam, beserta
mengerjakan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Shalat merupakan
wahana berzikir dan bepikir, sebab zikir yang terbaik adalah di dalam
ibadah Shalat, boleh jadi zikir diluar ibadah Shalat memiliki
efektivitas dan efesiensi yang baik, tetapi hal itu tidak dapat
membatalkan atau mengurangi kewajiban Shalat. kepribadian
seseorang yang mengerjakan Shalat adalah kepribadian yang
senantiasa mengingat dan menyebut Allah swt di mana dan kapan saja
ia berada.
Adapun landasan filsofis dari ibadah shalat yaitu merupakan
oleh-oleh Rasulullah SAW setelah kembali dari Isra dan Mikraj. Nabi
Muhammad SAW menyebut ibadah ini tiang agama, yang wajib
dikerjakan setiap umat Islam. Shalat itu kita sedang melakukan
instropeksi. Shalat juga berfungsi sebagai sarana untuk memotivasi
setiap langkah hidup kita, sekaligus alat bagi kita untuk mencegah
perbuatan yang tidak benar. Alasan kenapa kita harus shalat karena
manusia itu jiwanya tidak akan stabil jika tidak menunaikan shalat
setiap harinya. Sedangkan yang sudah melaksanakan shalat setiap hari
saja kadang-kadang jiwanya dan imannya masih labil. Makanya Allah
menyatakan “faaqimish shalah lidzikri”, tegakkan shalat untuk
mengingat Aku. Manusia itu diciptakan dengan sifat lupa yang selalu
melekat dalam dirinya.. Apabila lupa telah menguasai dirinya, maka
dia mudah menjadi sombong. Bahkan yang mendapat kesusahan saja
juga sering lupa. Apabila orang yang ditimpa kesusahan ini lupa
kepada Allah, dia pasti mengalami frustasi, putus asa yang akan
menjerumuskannya pada jalan yang tidak di ridhoi Allah. Dengan
penghayatan yang mendalam terhadap makna yang terkandung dalam
ajaran shalat dan itu diulangi sebanyak lima kali setiap harinya, maka
hal ini akan membawa pengaruh pada kesehatan jiwa. Dengan shalat
jiwa kita menjadi suci. Tidak ada sifat keserakahan yang
menjerumuskan kita pada sikap merendahkan orang lain.
b. Zakat
Menurut etimologi berarti nama’ yang artinya kesuburan, taharah
berarti kesucian, barakah berarti keberkahan, dan tazkiyah berarti
mensucikan. Sedangkan secara terminologis zakat didefinisikan oleh
ulama ..... . Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam yang lima,
yang merupakan pilar agama yang tidak dapat berdiri tanpa pilar ini.
Zakat, hukumnya wajib ai’n (fardhu ai’n) bagi setiap muslim apabila
telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syari’at,
berdasarkan dalil Al-Qur’an, Hadist, dan Ijma’ sebagai dasar tersebut.

c. Puasa
Merupakan terjemah dari shoum yang berarti menahan diri dari
sesuatu. Sedangkan menurut istilah puasa adalah menahan diri dari
segala sesuatu yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar
(subuh) sampai terbenam matahari (maghrib). Puasa merupakan
ibadah mahdhah yang pelaksanaannya harus sesuai dengan apa yang
telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Oleh karena itu, kita tidak
boleh semaunya sendiri dalam mengerjakan puasa agar ibadah puasa
kita diterima oleh Allah Swt.
Landasan filosofis mengapa manusia harus melaksanakan puasa
diantaranya yaitu :
1. Penyempurnaan diri atau sering disebut takwa. Karena itu,
takwa sebagai tujuan akhir puasa, tidak sekadar berdimensi
ketuhanan (ilahiah) atau spiritual, tapi juga berdimensi
kemanusiaan (basyariyah), sosial.
2. Memupuk rasa kasih sayang antarsesama umat manusia.
Dengan menahan rasa lapar dan dahaga hati kita akan
tersentuh dan merasakan kesengsaraan kaum dhu’afa yang
senantiasa serba kekurangan dalam segala hal. Mereka
menanti uluran tangan dan kemurahan hati kita untuk
menyisihkan sebagian harta kita guna didermakan.
3. membina dan menata diri kita kaum Muslim agar senantiasa
hidup teratur, seperti dalam mengkonsumsi makanan dan
minuman atau dalam mengatur waktu.

d. Haji
Menurut etimologi, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan,
maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke
Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan -
amalan ibadah tertentu pula. Haji merupakan rukun (pilar agama)
Islam yang kelima. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual
tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu
(material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan
beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi dan Madinah
pada waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Zulhijah).
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Zulhijah ketika umat
Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada
tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar
batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Zulhijah.

B. Dalil atau Hadits Ibadah Mahdhah


Adapun penjelasan dari ibadah Mahdhah terdapat didalam ayat
suci Alquran, diantaranya yaitu :
a. Shalat

Artinya : “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman :


Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezeki
yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang –
terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual
beli dan persahabatan (Ibrahim 14:31).”

Artinya : “ Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah


Allah di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah
merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan atas orang – orang
yang beriman (An – Nisa’ 04 : 103).

b. Zakat
Artinya : “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’a lah untuk
mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi
mereka.” (At – taubah 10: 103)

Artinya : “ Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa
saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa – apa
yang kamu kerjakan.” (Al – Baqarah 02 : 110)

c. Puasa

Artinya : “ Hai, orang – orang yang beriman, diwajibkan atas kamu


berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang – orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.” (Al – Baqarah 02 : 183)

Artinya :
d. Haji

Artinya : “ Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadahkan ke


langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu
sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja
kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang
– orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar
dari Tuhannya; dan Allah sekali – kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.

Artinya : “ Padanya terdapat tanda – tanda yang nyata, (di antaranya)


maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah) itu menjadi amanlah
dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Al – Imran 03 : 97)

C. Implementasi Ibadah Mahdhah dalam Konteks Sosial (kecuali Puasa)


a. Shalat
- Perintah untuk mentaati sesuatu yang ia lebih berkuasa dari
pada kita (pimpinan tertingi atau pemerintahan negara)

Kaitannya dengan sholat adalah sholat merupakan bentuk


ketaatan hamba dengan Rabb-nya. Sedangkan contoh real
dalam kehidupan sehari-hari adalah rakyat wajib mentaati
penguasanya. Tentunya dalam hal-hal yang tidak melanggar
aturan Allah. Karena menentang penguasa baik dengan metode
demonstrasi atau menyebarkan aib-aibnya bukanlah etika yang
terpuji. Bahkan akan menimbulkan dampak negatif yang begitu
besar sebagaimana yang telah terjadi di Indonesia.
Islam memerintahkan agar kita berakhlaq yang baik kepada
penguasa. Dan salah satunya adalah dengan mendoakan
kebaikan untuk beliau sang penguasa. Terlebih lagi di zaman
sekarang, penguasa sangat membutuhkan doa-doa kebaikan
dari rakyatnya. Akan tetapi sudahkah kita melakukannya?
Rakyat yang baik adalah rakyat yang mengerti bagaimana
harus membalas jasa kepada penguasa, mengerti bagaimana
harus berbuat baik kepada beliau dan mengerti bagaimana
harus menahan diri untuk tidak menyebarkan aib-aib penguasa
di tengah-tengah masyarakat.

- Perintah untuk tepat dalam ucapan dan perbuatan

Kaitannya dengan sholat, dalam sholat setiap bacaan wajib


ditempatkan pada waktu yang tepat. Semisal, bacaan ruku’
harus ia baca saat ruku’, bacaan sujud harus ia baca saat sujud.
Tidak boleh dibolak-balik.
Sedangkan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari adalah
ketika kita bergaul dengan orang lain hendaknya kita
memperhatikan karakteristik orang tersebut. Karena tidak
setiap orang bisa kita perlakukan dengan sikap yang sama.
Dalam sebuah syair dikatakan: Li kulli maqam maqal, li kulli
maqal maqam (setiap tempat ada ucapannya sendiri-sendiri dan
setiap ucapan ada tempatnya sendiri-sendiri).

- Hendaknya melakukan sesuatu yang berurutan mulai dari


yang pertama

Kaitannya dengan shalat, shalat adalah ibadah yang awalnya


dimulai dengan takbir. Karena takbir adalah sesuatu yang
utama. Bahkan wajib bertakbir sebelum memulai shalat.
Begitu juga dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita memiliki
banyak rencana maka pilihlah yang paling utama atau paling
manfaat atau yang paling wajib terlebih dahulu untuk kita
kerjakan.

- Perintah untuk disiplin dalam mengatur waktu

Kaitannya dengan shalat, shalat adalah ibadah yang telah


ditentukan waktunya. Seorang muslim tidak boleh
mengawalkan ataupun mengakhirkan pelaksanaannya ataupun
menjamaknya terkecuali karena sebab tertentu. Karena asalnya,
shalat ditunaikan tepat pada waktunya.
Dalam kehidupan sehari-hari, waktu merupakan sesuatu yang
harus dijaga oleh seorang muslim. Ia harus digunakan dalam
hal-hal yang mendatangkan manfaat baik itu dunia maupun
akhirat. Ketika seorang muslim telah merencanakan sesuatu
maka berusahalah untuk disiplin dalam pelaksanaannya.
Disiplin dalam mengatur waktu bukanlah pekerjaan yang
ringan bagi seorang manusia. Terkadang terjadi pertentangan
dalam batin kita antara keinginan untuk disiplin dengan tidak
disiplin. Dalam suatu kesempatan kita disiplin. Namun dalam
kesempatan yang lain seringkali kita tidak disiplin.
Demikianlah realita yang ada, manusia penuh dengan
keberagaman perilaku yang patut mendapatkan perhatian
khusus.
Ibnul Jauzi pernah berkata: “Waktu akan berharga bila dijaga
dengan baik. Akan tetapi aku melihat waktu itu sesuatu yang
paling mudah untuk dilalaikan”.
Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menjaga kualitas
dari waktu-waktu kita, amin.

- Anjuran untuk belajar suatu ilmu agar tingkatan-tingkatan


ilmu diatas tidak rusak

Kaitannya dengan shalat adalah shalat merupakan amalan


mendasar yang akan pertama kali dihisab oleh Allah. Jika
shalatnya buruk maka amalan yang lainnya menjadi buruk
pula. Jika shalatnya baik maka amalan yang lainnya menjadi
baik. Redaksi kalimat ini penulis ambil dari sebuah hadits
shahih riwayat Tirmidzi tentang amalan perdana yang akan
dihisab (diperhitungkan) oleh Allah.
Kaitannya dalam kehidupan sehari-hari atau contoh realnya,
sebagai thalabul ‘ilmi (pencari ilmu) jika ingin meraih
keberhasilan dalam sebuah studi dan menguatkan pemahaman
terhadap suatu ilmu hendaknya memulai belajar dari pelajaran
yang paling mendasar terlebih dahulu sebelum mempelajari
pelajaran yang diatasnya. Hal ini untuk mencegah rusaknya
pemahaman ilmu yang ada diatasnya.
Sebagai contoh, seorang pelajar yang ingin mempelajari
patofisiologi (ilmu tentang proses terjadinya penyakit) maka ia
harus paham terlebih dahulu tentang fisiologi (keadaan
normal dari tubuh sebelum ia terkena penyakit).

b. Zakat
Pertama, pemungutan zakat dapat dipaksakan berdasarkan
Qur’an Surah At-Taubah : 103. Padahal satu-satunya lembaga
yang mempunyai otoritas untuk melakukan pemaksaan seperti
itu adalah negara lewat perangkat pemerintahan seperti halnya
pajak. Apabila hal ini disepakati maka zakat akan menjadi
salah satu sumber penerimaan negara.
Kedua, potensi zakat yang dikumpulkan dari masyarakat amat
besar. Menurut hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN
Syarif Hidayatullah dan Ford Foundation tahun 2005
mengungkapkan, jumlah potensi filantropi (kedermawanan)
umat Islam Indonesia mencapai 19,3 trilyun pertahun. [11]
Pada kenyataannya, dana zakat yang berhasil dihimpun dari
masyarakat masih jauh dari potensi yang sebenarnya. Sebagai
perbandingan, dana zakat yang berhasil dikumpulkan oleh
lembaga-lembaga pengumpul zakat hanya beberapa puluh
milyar saja. Itupun sudah bercampur dengan infak, hibah, dan
wakaf. Potensi yang sangat besar itu akan dapat dicapai dan
disalurkan kalau pelaksanaannya dilakukan oleh negara
melalui depertemen teknis pelaksana.
Ketiga, zakat mempunyai potensi untuk turut membantu
pencapaian sasaran pembangunan nasional. Dana zakat yang
besar sangat potensial untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat jika disalurkan secara terprogram dalam rencana
pembangunan nasional. Potensi zakat yang cukup besar dan
sasaran distribusi zakat yang jelas seharusnya dapat sejalan
dengan rencana pembangunan nasional tersebut.
Keempat, memberikan kontrol kepada pengelola negara yang
masih digerogoti penyalahgunaan uang negara (korupsi).
Penyalahgunaan ini disebabkan krisis iman, yang tidak tahan
menghadapi godaan untuk korupsi. Masuknya zakat ke dalam
perbendaharaan negara diharapkan akan menyadarkan, bahwa
diantara uang yang dikorupsi itu terdapat dana zakat yang tidak
sepantasnya dikorupsi. Petugas zakat juga tidak mudah disuap
dan wajib zakat juga tidak akan main-main dalam menghitung
zakatnya serta tidak ada tawar-menawar dengan petugas zakat
sebagaimana kerap terjadi dalam kasus pemungutan pajak.
c. Haji

‫ضامر ُك ِّل َو َعلَى ر َج ًال َيأتُوكَ بال َح ِّج النَّاس في َوأَذِّن‬


َ َ‫َعميق فَ ِّج ُك ِّل من َيأتين‬

“ Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,


niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki,
dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap
penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj:27)
Betapa indahnya saling bersatu dan bertolong menolong sama-
sama berniat ibadah kepada Allah SWT. Lalu selama
melaksanakan ibadah haji, jama’ah diajak untuk memperkokoh
tingkat solidaritasnya, mempertebal rasa kebersamaan,
menjaga kekompakan, dan mengedepankan sikap saling tolong
menolong. Dibawah ini beberapa filosofi dalam pelaksanaan
haji yang dapat kita amati ini dapat berpengaruh dalam nilai
nilai sosial jama’ah yang ada didalamnya selama pelaksanaan
haji.
Dalam Thawaf, jama’ah belajar tentang makna disiplin,
keharusan mengikuti hukum dan aturan, mengedepankan
kebersamaan, menjauhkan egoisme, dan keharusan dalam
hidup untuk berkeliling menuju kepada Yang Satu,
menemukan Yang Esa, dan selalu berdekatan dengan-Nya.
Betapa dlam hidup ini, manusia mestinya mengikuti pola
aturan dalam thawaf itu. Dalam kehidupan mesti ada aturan
hukum yang dibuat dan ditaati. Ada syari’ah yang dijunjung
tinggi, dipatuhi dan ditegakkan. Manusia sejatinya berkeliling
berputar-putar dalam kehidupannya, menuju kepada yang satu,
kepada Yang Esa. Berbagai aktifitas dilakukan dalam
kehidupan itu, tapi hendaklah aktifitas itu sesuai dengan aturan
hukum, mentaati perintah Tuhannya hingga mendapat ridha
dari-Nya.
Bila sabilillah (jalan Allah) yang kita tempuh, maka sampailah
kita pada tujuan kebahagiaan, tapi bila sabilitthaghut (jalan
taghut) yang kita tempuh pasti kita tersesat menuju siksa Allah.
Sabilillah itulah jalan yang benar, Sabilithaghut itulah jalan
yang sesat. Firman Allah: “Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus...”. ( QS. Al-Baqarah:256)
Dalam Sa’i, jamaah belajar tentang pentingnya usaha, doa, dan
kepasrahan kepada Allah. Dengan usaha seseorang mendapat
apa yang di ingiinkan. Namun bila yang didapatkan itu tidak
persis sama dengan yang dikehendaki, setidaknya dia telah
berusaha. Bila Allah menghendaki berbeda, maka itu adalah
yang terbaik yang diberikan Allah kepadanya. Siti Hajar, isteri
Nabi Ibrahim AS, berlari-lari kecil berusaha mencarikan air
minum untuk putranya, Ismail. Bolak-balik Hajar mencari air
dari bukit shafa ke bukit Marwah. Dia tidak mendapat air,
namun usahanya telah dicatat sebagai usaha mulia. Usaha
mulia itu dibalas oleh Allah dengan diberikannya sumber air
jernih yang tidak jauh malah di dekat kaki Ismail, itulah sumur
Zamzam. Dalam kehidupan kita seringkali apa yang kita tidak
sesuai dengan yang kita usahakan. Namun usaha kita yang
sungguh-sungguh pasti dicatat Allah sebagai sebuah
kemuliaan. Allah akan memberi yang terbaik buat kita,
meskipun bisa jadi tidak sesuai dengan yang kita inginkan
belum tentu baik buat kita, dan Allah mengetahui apa yang
terbaik buat kita.
Dalam rangkaian ibadah haji, jamaah haji melaksanakan sa’i,
berjalan dari shafa ke Marwa sebanyak tujuh kali, berusaha
menempuh perjalanan mencari sesuatu yang dikehendaki.
Diharapkan setelah kembali ke tanah air, mereka terus
melaksanakan sa’i, berusaha dengan sungguh-sungguh,
menggapai keinginan dan cita-cita yang diridhai Allah.
Tanggal 9 Dzulhijjah, jama’ah haji memadati padang Arafah.
Semua jamaah berduyun-duyun menuju padang Arafah dengan
mengedarai bus, mobil, atau berjalan kaki. Satu persatu jamaah
memasuki tenda-tenda yang beralaskan kasur yang ditata
berhimpit-himpitan, atau sekedar beralas tikar seadanya.
Semua berada dalam kebersahajaan. Tidak mempunyai apa-
apa selain pakaian ihram yang dipakai.
Di Arafah, jamaah haji besimpuh menghadap Allah dalam
kesederhanaan. Mereka berkumpul laksana sedang di padang
Mahsyar, menyerahkan seluruh amal perbuatannya, yang baik
atau yang buruk, untuk mendapatkan pengadilan yang
sesungguhnya. Di Arafah, jamaah berwukuf menemukan
kesejatian hidup, menyerahkan laporan amal perbuatannya
kepada Allah, yang baiknya dan ditangisi dosa dan
kesalahannya. Sejak tergelincir matahari, mereka mengikuti
shalat Dzuhur dan Ashar, khutbah Arafah, dzikir dan doa
hingga terbenam matahari. Mereka berkomunikasi langsung
dengan Allah.
Di Muzdalifah, jamaah melakukan mabit (bermalam) di
lapangan terbuka. Udara dingin dan angin menerpa tidak
mengurungkan tekad mereka untuk tetap bertahan hingga pagi
hari. Di lapangan gelap itu mereka membentangkan tikar tipis
berbantal ransel, merebahkan diri, menatap langit, sambil
memanjatkan puja dan puji serta doa-doa. Di Muzdalifah juga,
jamaah mengumpulkan bekal, senjata berupa batu-batu kecil
yang akan digunakan untuk melempari setan di Jamarat Mina.
Setelah subuh, perjalanan dilanjutkan menuju Mina.
Pagi hari jamaah sampai di tenda Mina,dalam kondisi
kelelahan, meletakkan ransel, istirahat sebentar, lalu segera
bersiap-siap melakukan jumrah Aqabah, melempari tiang besar
sebagai bentuk peperangan terhadap setan, perlawanan
terhadap segala bentuk kejahatan dan kemaksiatan. Dengan
semangat, batu-batu itu dilemparkan tepat pada sasaran, sambil
membaca Bismillahi Allahu Akbar (Dengan nama Allah, Allah
Mahabesar). Seakan mereka sedang melempari nafsu setan
kesombongan dirinya, nafsu setan keserakahannya, nafsu setan
kerakusan, dan nafsu-nafsu jahat lainnya. Begitulah, dua hari
berikutnya, tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah (nafar Awwal), atau
sampai tanggal 13 Dzulhijjah (nafar Tsani), jamaah haji
membuat komitmen tegas melakukan perlawanan nyata
terhadap segala bentuk kejahatan, kemungkaran, dan
kemaksiatan, yang disimpulkan dengan melakukan lempar
jumrah. Bila perlawanan itu dilakukan terus menerus hingga
sampai di tanah air, maka mereka akan terhindar dari dosa
dalam kehidupannya setelah berhaji.

D. Implementasi Ibadah Puasa dalam Konteks Kepribadian


Pertama, puasa membiasakan untuk jujur dan adil. Jujur artinya
dapat dipercaya dan tidak melakukan bentuk kebohongan sekecil apapun.
Dalam hadits riwayat Bukhari Nabi Muhammad SAW bersabda
barangsiapa yang berpuasa tetapi tidak meninggalkan ucapan dan
perbuatan dusta, maka Allah tidak membutuhkan lapar dan hausnya
(puasanya). Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang
menyebabkan krisis multi dimensional adalah karena kita sudah tidak
memiliki sifat kejujuran. Akibatnya korupsi, manipulasi, kolusi, dan
nepotisme menjadi bagian dari karakter hidup. Puasa melatih untuk keluar
dari cengkraman virus tersebut. Sikap jujur dan adil dalam kehidupan
sangat penting sebagai bukti taqwa. Allah SWT mengingatkan,
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran/kejujuran) Karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(QS. Almaidah:8).
Kedua, puasa membiasakan untuk hidup disiplin. Puasa memiliki aturan
waktu yang sangat jelas. Misal pelaksanaannya mulai dari terbit fajar
sampai terbenam matahari. Sebelumnya disunahkan untuk sahur yaitu
makan dan minum sebelum fajar terbit. Terbenam matahari kemudian
berbuka puasa tidak harus maka menahan lagi saatnya untuk makan dan
minum sesuai kesukaannya asal tidak berlebihan. Malamnya setelah shalat
Isya disunahkan untuk shalat Tarawih (shalat sesudah suasana rileks
setelah menikmati santapan hidangan berbuka puasa), sehingga puasa
mengajarkan bagaimana membiasakan diri untuk disiplin dengan
rangkaian waktu yang jelas. Disiplin merupakan cerminan dari sebuah
masyarakat yang berbudaya maju. Oleh karena itu karakter disiplin
merupakan karakter orang yang sukses. Dengan demikian puasa melatih
dan membentuk disiplin setahap demi setahap. Biasanya sebuah kebaikan
seperti disiplin jika dibiasakan dalam beberapa waktu bahkan satu bulan
akan menjadi jiwa dan kepribadian seseorang ketika dijalani dengan penuh
kesabaran.

Ketiga, puasa membiasakan hidup bertoleransi. Puasa mengajarkan untuk


hidup dengan damai. Bahkan Rasulullah SAW mengingatkan ketika ada
orang yang memerangi diwaktu berpuasa dianjurkan untuk mengalah,
katakan saya sedang berpuasa. Artinya bagi orang-orang yang jelas
mengajak konflik dan memerangi saja harus mengalah apalagi kepada
orang-orang yang sama sekali tidak bermusuhan Nabi mengajarkan untuk
menghargainya dan berlaku baik dengan mereka.

Keempat, Puasa mengasah kepekaan sosial. Puasa mengenalkan untuk


merasakan lapar dan hausnya orang miskin dalam menjalani hidup. Bagi
orang yang berpuasa lapar dan dahaga hanya sepanjang hari dari pagi
sampai sore, tetapi bagi orang yang miskin mereka lapar dan dahaga
sepanjang waktu siang mapun malam. Maka pantas Rasulullah
mengingatkan bahwa Ramadhan merupakan bulan berderma atau
berfilantropi. Dengan ikut merasakan lapar dan dahaganya kekurangan
makanan dan minuman menjadikan nurani tersentuh untuk peka terhadap
situasi sosial di sekitarnya.

Kelima, Puasa membangun sikap bertanggung jawab. Dalam


pelaksanaannya ibadah puasa berbeda dengan ibadah-ibadah lain yang
mengharuskan pelibatan orang lain dan kontrol sosial. Seperti shalat yang
sangat dianjurkan dengan berjama'ah, artinya terlihat oleh orang lain.
Zakat bahkan ada panitianya (amil), sehingga orang yang berzakat pasti
akan diketahui oleh orang lain.

Anda mungkin juga menyukai