Anda di halaman 1dari 22

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI

KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI


“Sistem Kristal”

TUGAS MAKALAH

OLEH : KELOMPOK I
SUCI RAMADHANTY F 121 15 010
MARLIANI F 121 14 006
TAKRIM F 121 15 026
OLVAN F 121 15 025
RIZKY FIRDAUS F 121 15 021

PALU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kristalografi adalah bagian dari ilmu mineralogy yang sangat
menarik. Kristalografi sendiri dapat diartikan secara sederhana sebagai
ilmu yang mempelajari tentang kristal. Pada zama dulu istilah kristal
hanya digunakan untuk kristal kuarsa saja, tetapi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, maka pengertian itu berkembang,
dimana istilah kristal juga digunakan untuk semua mineral yang
mempunyai ekspresi bentuk kristal yang sempurna.
Kristalografi secara sederhana dapat dibedakan menjadi tiga aspek,
yaitu ; geometri, kimia dan fisika. Pada studi kristalografi ini aspek
geometri lebih dibahas secara detail, sementara untuk aspek kimia dan
fisika akan dibahas lebih mendalam dalam mempelajari ilmu mineralogi.
Kristal adalah suatu bentuk regular yang polyhedral dan dibatasi
oleh permukaan yang rata, yang mencerminkan adanya keteraturan ikatan
ion-ion penyusunnya (komposisi kimia). Dimana ion-ion tersebut saling
berinteraksi dan pada kondisi lingkungannya yang cocok akan berubah
dari fase cair atau gas ke fase padat (solid). Sebuah polyhedral, secara
sederhana dapat diartikan sebagai suatu zat padat yang dibatasi oleh
bidang datar yang disebut muka kristal (“crystal faces”).
Sesuai dengan perkembangan sejarahnya, maka ada beberapa
definisi tentang kristal yang pada prinsipnya mempunyai pengertian yang
sama, yaitu: Kristal adalah zat padat homogen yang terdiri dari ikatan
atom-atom / ion-ion dalam bentuk tiga dimensi dengan susunan ( struktur
dalam ) yang tetap dan teratur. Selain itu juga dapat didefi-nisikan sebagai
suatu benda padat homogen yang berbentuk polihedral yang teratur,
dibatasi oleh bidang permukaan yang licin, tidak kasar yang merupakan
ekspresi dari bangun atau struktur dalamnya. Menurut Escher (1950)
kristal adalah benda padat homogen yang dibatasi atau ditutupi oleh
bidang-bidang rata yang merupakan perwujudan luar dari suatu pengaturan
dalam atom-atom atau ion-ion yang teratur. Sehingga semakin baik wujud
suatu kristal berarti semakin baik pula susunan dari atom-atom atau ion-
ionnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Menyebutkan 7 sistem kristal dengan masing-masing kelasnya.
2. Menggambarkan bentuk kristal.
3. Menyebutkan simbol mauguin dan schoenflish pada masing-masing
kelas.

1.3 Tujuan
1. Mengetahui macam-macam sistem kristal
2. Mengetahui kelas-kelas yang ada pada sistem kristal
3. Mengetahui bentuk sistem kristal dan simbol yang ada di dalamya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kristalografi


Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti
tetesan yang dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil
untuk menyeragamkan pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat
homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-
hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi hukum
geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan
teratur. Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang datar
yang jumlah dan kedudukannya tertentu. Keteraturannya tercermin dalam
permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang
mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang
muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling
berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik
letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-
sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan
yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal
tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.
Bila ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal,
mengandung pengertian sebagai berikut :
1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :
 Tidak termasuk didalamnya cair dan gas
 Tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh
proses fisika
 Terbentuknya oleh proses alam
2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-
bidangnya mengikuti hukum geometri :
 Jumlah bidang suatu kristal selalu tetap
 Macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap
 Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang
tetap.

Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak


mengikuti hukum-hukum diatas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak
dibentuk oleh proses alam (dibentuk secara laboratorium), maka zat atau
bahan tersebut bukan disebut sebagai kristal.

2.2 Proses Pembentukan Kristal


Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan
kristal. Proses yang di alami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-
sifat dari kristal tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar
serta kondisi lingkungan tempat dimana kristal tersebut terbentuk.
Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya
terjadi pada pembentukan kristal :
1. Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi
pada skala luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini
cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau
memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh
perubahan suhu lingkungan.
2. Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap
tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan
kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal
yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena
perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari
aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena perubahan
temperature.
3. Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal
dibawah pengaruh tekanan dan temperatur (deformasi). Yang berubah
adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap
(rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk
sebelumnya karena terkena tekanan dan temperatur yang berubah
secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk dan
unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak
berubah karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan
dan temperatur.

2.3 Sistem Kristal


Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail,
perlu diadakan pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokkan itu
didasarkan pada perbangdingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta
nilai sumbu tegaknya.
Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang
simetri dan sumbu simetri) dibagi menjadi tujuh sistem, yaitu : Isometrik,
Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan Triklin.
Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas
kristal. Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang
dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas,
sistem Tetragonal mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki
tiga kelas, Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal lima kelas. Selanjutnya
Monoklin mempunyai tiga kelas dan Triklin dua kelas.
Pembagian system kristal menjadi 6 atau 7 sistem didasarkan pada
sudut yang dibentuk antara sumbu yang dibedakan menjadi 4 ( empat )
kombinasi, dan pada satuan ( parameter ) atau panjang sumbu yang
dibedakan menjadi ( tiga ) kombinasi. Sehingga dapat dinyakan bahwa
pembagian system kristal menjadi 7 berdasarkan pada 4 kombinasi
panjang sumbu.
1. Empat kombinasi letak sumbu tersebut adalah :
a. Ketiga sumbui saling tegak lurus
b. Atau dari keempat sumbu tegak lurus pada bidang yang ditempati
tiga atau sumbu lainnya dengan sudut antar sumbu 1200 .
c. Atau dari ketiga sumbu tegak lurus pada bidang yang ditempati
sumbu laiun dengan sudut antar sumbu 1200.
d. Ketiga sumbu membentuk sudut antar sumbu lebih besar dari 900 .

Gambar1. Bentuk kisi yang dapat dihasilkan sebagai hasil susunan dari lima pola
net dua dimensi dalam arah tiga dimensi

Gambar 2. Bentuk kisi yang dapat dihasilkan sebagai hasil susunan dari lima pola
net dua dimensi dalam arah tiga dimensi.
Gambar 3. Kisi Kristal menurut Bravais pada sistem kristalografi

Gambar 4. Kisi Kristal menurut Bravais serta kedudukan sumbu kristalografinya


Berikut ini merupakan 7 sistem utama dari system Kristal tersebut :
1. Triclinic : semua contoh dari triclinic tidak mebutuhkan syarat- syarat
tertentu sepertisistem kristal yang lain. Tidak ada simetri selain simetri
translasi meskipun demikian inverse tetaplah sangat mungkin terjadi.
2. Monoclinic : membutuhkan satu sumbu rotasi rangkap dua atau satu
bidng cermin.
3. Orthorhombic : membutuhkan tiga buah sumbu rotasi rangkap dua
atau 1 buah sumburotasi rangkap dua dan dua buah bidang cermin.
4. Tetragonal : membutuhkan satu buah sumbu rotasi rangkap empat.
5. Trigonal : membutuhkan satu buah sumbu rotasi rangkap tiga.
6. Hexagonal : membutuhkan satu buah sumbu rotasi rangkap enam.
7. Isometric : membutuhkan empat buah sumbu rotasi rangkap tiga.

2.3.1 Sistem Isometrik


Pada Sistim ini terdiri aTas tiga surnbu kristal yang mempunyai
satuan sumbu yang sama panjang yang dibsri simbol a,b,c serta letak
ketiga sumbu Lersebut saling tegak lurus, atau dapat ditulis dengan ( a
┴ b ┴ c ) dan a = b = c, dengan sudut λ = β = γ = 900 , dimana λ
adalah sudut yang dibentuk antara sumbu b dan sumbu c.

Gambar 5. Sistem Isometrik

Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini


adalah gold, pyrite, galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992).
2.3.2 Sistem tetragonal
Sistirn ini terdiri atas tiga sumbu, dimana ketiga sumbu terletak
saling tegak lurus dan satu sumbu (c) tidak sama panjang dengan dua
sumbu lainnya ( a dan b ) atau dapat juga ditulis dengan ( a ┴ b ┴ c )
dan a = b ≠ c, dengan sudut λ = β = γ = 900.

Gambar 6. Sistem Tetragonal

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini


adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris:
1992).

2.3.3 Sistem Hexagonal


Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak
lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-
masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b,
dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat
lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial
ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu
a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ
= 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus
dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Gambar 7. Sistem Hexagonal

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini


adalah quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite.
(Mondadori, Arlondo. 1977).

2.3.4 Sistem Orthorombik


Pada sistim ini memiliki tiga sumbu kristal dimana letak ketiga
sumbu adalah saling tegak lurus, tetapi panjang ketiga sumbu tersebut
tidak sama, serta λ = β = γ = 900 , dapat juga ditulis a ┴ b ┴ c, dimana
a ≠ b ≠ c, serta λ = β = γ = 900.

Gambar 8. Sistem Orthorombik

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Orthorhombik


ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant,
Chris: 1992).
2.3.5 Sistem Monoklin
Sistim kristal monoklin terdiri atas tiga sumbu kristal, dimana
ketiga sumbu mempunyai panjang yang tidak sama, sedangkan
kedudukan ketiga sumbu tersebut adalah satu sumbu terletak tegak
lurus terhadap bidang yang ditempati dua sumbu yang lainnya, dapat
juga dituliskan dengan (a ≠ b ≠ c) dan b ┴ (c,a) serta λ = γ = 90° dan β
≠ 90°.

Gambar 9. Sistem Monoklin

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah


albite, anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase
(Pellant, chris. 1992).

2.3.6 Sistem Triklin


Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang
lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-
masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-
sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.
Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti,
pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan
yang lainnya.
Gambar 10. Sistem Triklin

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah


albite, anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase
(Pellant, chris. 1992).

2.3.7 Sistem Trigonal


Pada dasarnya sistim trigonal ini adalah sama dengan sistim
hexagonal, baik itu kedudukan keempat sumbu maupun parameter
sumbunya, tetapi dibedakan dengan sistim hexagonal adalah pada
sistim hexagonal parameter sumbu c adalah bernilai 6, sedangkan pada
sistim trigonal sumbu c berniiai 3, sehingga dapat ditulis (a, b, d) ┴ c,
dengan <(a, b, d) = 120°, serta (a = b = d) ≠ c, dimana c adalah bernilai
3. Penarikan Sb a sama dengan pada Sistem Hexagonal.

Gambar 11. Sistem Trigonal

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini


adalah tourmaline dan cinabar (Mondadori, Arlondo: 1977).
2.4 Sudut,Sumbu dan Bidang Simentri
Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat
kristal, dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu
putaran penuh akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang
sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu : gire, giroide, dan
sumbu inversi putar.

Sudut simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam


sebuah kristal. Sudut-sudut ini berpangkal (dimulai) pada titik persilangan
sumbu-sumbu utama pada kristal yang akan sangat berpengaruh pada
bentuk dari kristal itu sendiri.

Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah


kristal menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu
merupakan pencerminan (refleksi) dari bagian yang lainnya. Bidang
simetri ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu bidang simetri aksial dan
bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial bila bidang tersebut
membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal).

2.5 Proyeksi Orthogonal


Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang
digunakan untuk mempermudah penggambaran. Proyeksi orthogonal ini
dapat diaplikasikan hamper pada semua penggambaran yang berdasarkan
hukum-hukum geometri. Contohnya pada bidang penggambaran teknik,
arsitektur, dan juga kristalografi. Pada proyeksi orthogonal, cara
penggambaran adalah dengan menggambarkan atau membuat persilangan
sumbu. Yaitu dengan menggambar sumbu a,b,c dan seterusnya dengan
menggunakan sudut-sudut persilangan atau perpotongan tertentu. Dan
pada akhirnya akan membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis
sumbu tersebut dan membentuk bidang-bidang muka kristal.
2.6 Jumlah Unsur Simetri
Jumlah unsur simetri adalah notasi-notasi yang digunakan untuk
menjelaskan nilai-nilai yang ada dalam sebuah kristal, nilai sumbu-
sumbunya, jumlah bidang simetrinya, serta titik pusat dari kristal
tersebut. Dengan menentukan nilai jumlah unsur simetri, kita akan dapat
mengetahui dimensi-dimensi yang ada dalam kristal tersebut, yang
selanjutnya akan menjadi patokan dalam penggambarannya.
Unsur simetri yang diamati adalah sumbu, bidang, dan pusat
simetri. Cara penentuannya adalah sebagai berikut:
1. Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya, lakukan
pengamatan terhadap nilai sumbu simetri yang ada. Pengamatan dapat
dilakukan dengan cara memutar kristal dengan poros pada sumbu
utamanya.
2. Perhatikan keterdapatan sumbu simetri tambahan, jika ada tentukan
jumlah serta nilainya. Menentukan nilainya sama dengan pada sumbu
utama.
3. Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan sumbu
simetri yang ada pada kristal.
4. Amati bentuk kristal terhadap susunan persilangan sumbunya,
kemudian tentukan ada tidaknya titik pusat kristal.
5. Jumlahkan semua sumbu dan bidang simetri (yang bernilai sama)
yang ada.

2.7 Herman – Mauguin


Dalam pembagian Sistem kristal, ada 2 simbolisasi yang sering
digunakan. Yaitu Herman-Mauguin dan Schoenflish. Simbolisasi tersebut
adalah simbolisasi yang dikenal secara umum (simbol Internasional).
Simbol Herman-Mauguin adalah simbol yang menerangkan ada
atau tidaknya bidang simetri dalam suatu kristal yang tegak lurus terhadap
sumbu-sumbu utama dalam kristal tersebut. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengamati sumbu dan bidang yang ada pada kristal tersebut.
Pemberian simbol Herman-Mauguin ini akan berbeda pada
masing-masing kristal. Dan cara penentuannya pun berbeda pada tiap
Sistem Kristal.
1. Sistem Isometrik
 Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu utama, mungkin bernilai 2, 4,
atau 4.
 Bagian 2 : Menerangkan Sumbu tambahan pada arah 111, apakah
bernilai 3 atau 3.
 Bagian 3 : Menerangkan sumbu tambahan bernilai 2 atau tidak
bernilai yang memiliki arah 110 atau arah lainnya yang terletak
tepat diantara dua buah sumbu utama.
2. Sistem Tetragonal
 Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin mungkin bernilai
4 atau 4.
 Bagian 2 : Menerangkan nilai sumbu utama horizontal.
 Bagian 3 : Menerangkan nilai sumbu tambahan yang terletak tepat
diantara dua sumbu utama lateral.
3. Sistem Hexagonal dan Trigonal
 Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 6 atau 3.
 Bagian 2 : Menerangkan nilai sumbu utama horizontal.
 Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu tambahan yang
terletak tepat diantara dua sumbu utama horizontal, berarah 1010.
4. Sistem Orthorhombik
Terdiri atas tiga bagian, yaitu dengan menerangkan nilai
sumbu-sumbu utama dimulai dari sumbu a, b, dan kemudian c.
5. Sistem Monoklin
Pada sistem ini hanya terdiri dari satu bagian, yaitu hanya
menerangkan nilai sumbu b.
6. Sistem Triklin
Untuk sistem ini hanya mempunyai dua kelas simetri yang
menerangkan keterdapatan pusat simetri kristal.
Keseluruhan bagian tersebut diatas harus diselidiki ada tidaknya
bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada,
maka penulisan nilai sumbu diikuti dengan huruf “m” (bidang simetri)
dibawahnya. Kecuali untuk sumbu yang bernilai satu ditulis dengan “m”
saja.
Berikut ini adalah beberapa contoh penulisan simbol Herman-
Mauguin dalam pendeskripsian kristal :
 6/m : Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang
simetri yang tegak lurus.
 6 : Sumbu simetri bernilai 3, namun tidak ada bidang simetri yang
tegak lurus terhadapnya.
 m : Sumbu simetri bernilai 1 atau tidak bernilai dan terhadapnya
terdapat bidang simetri yang tegak lurus.

2.8 Schoenflish
Simbolisasi Scoenflish digunakan untuk menandai atau memberi
simbol pada unsur-unsur simetri suatu kristal. Seperti sumbu-sumbu dan
bidang-bidang simetri. Simbolisasi Schoenflish akan menerangkan unsur-
unsur tersebut dengan menggunakan huruf-huruf dan angka yang masing-
masing akan berbeda pada setiap kristal.
Berbeda dengan Herman-Mauguin yang pemberian simbolnya
berbeda-beda pada masing-masing sistemnya, pada Schoenflish yang
berbeda hanya pada sistem Isometrik. Sedangkan system-sistem yang
lainnya sama cara penentuan simbolnya.
1. Sistem Isometrik
Pada sistem ini, simbolisasi yang dilakukan hanya terdiri dari 2
bagian, yaitu :
a. Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, apakah bernilai 2 atau 4.
 Bila bernilai 4, maka dinotasikan dengan huruf O (Octaheder)
 Bila bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf T (Tetraheder)
b. Bagian 2 : Menerangkan keterdapatan bidang simetri.
 Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertical dan
diagonal. Maka diberi notasi huruf h.
 Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertical. Maka
diberi notasi huruf h.
 Jika mempunyai bidang simetri vertical dan diagonal. Maka
diberi notasi huruf v.
 Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal. Maka diberi
notasi huruf d.
2. Sistem Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan
Triklin
Pada sistem-sistem ini, simbolisasi Schoenflish yang dilakukan
terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a. Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu lateral atau sumbu tambahan, ada
2 kemungkinan :
 Kalau bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf D (Diedrish)
 Kalau tidak bernilai, maka dinotasikan dengan huruf C
(Cyklich)
b. Bagian 2 : Menerangkan nilai dari sumbu c. penulisan dilakukan
dengan menuliskan nilai angka nilai sumbu c tersebut didepan huruf D
atau C (dari bagian 1) dan ditulis agak kebawah.
c. Bagian 3 : Menerangkan keterdapatan bidang simetri. Penulisan
dilakukan dengan menuliskan huruf yang sesuai sejajar dengan huruf
dari bagian 1.
 Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertical dan diagonal.
Maka dinotasikan dengan huruf h.
 Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertical. Maka
dinotasikan dengan huruf h.
 Jika mempunyai bidang simetri vertical dan diagonal. Maka
dinotasikan dengan huruf v.
 Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal saja. Maka
dinotasikan dengan huruf d.
Tabel.1 Contoh Simbolisasi Schoenflish

No Kelas Simetri Notasi (Simbolisasi)


1 Hexotahedral Oh
2 Ditetragonal Bipyramidal D4h
3 Hexagonal Pyramidal D6h
4 Trigonal Pyramidal C3v
5 Rhombik Pyramidal C2v
6 Rhombik Dipyramidal C2h
7 Rhombik Disphenoidal C2
8 Domatic Cv
9 Pinacoidal C
10 Pedial C

2.9 Indek Miller – Weiss


Indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat
penting, karena indeks ini digunakan pada ancer semua ilmu matematika
dan struktur kristalografi. Indeks Miller dan Weiss pada kristalografi
menunjukkan adanya perpotongan sumbu-sumbu utama oleh bidang-
bidang atau sisi-sisi sebuah kristal. Nilai-nilai pada indeks ini dapat
ditentukan dengan menentukan salah satu bidang atau sisi kristal dan
memperhatikan apakah sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu
utama (a, b dan c) pada kristal tersebut.
Selanjutnya setelah mendapatkan nilai perpotongan tersebut,
langkah yang harus dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai dari
indeks Miller dan Weiss itu sendiri. Penilaian dilakukan dengan
mengamati berapa nilai dari perpotongan sumbu yang dilalui oleh sisi atau
bidang tersebut. Tergantung dari titik dimana sisi atau bidang tersebut
memotong sumbu-sumbu kristal.
Pada dasarnya, indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda. Karena
apa yang dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu tentang
perpotongan sisi atau bidang dengan sumbu simetri kristal. Yang berbeda
hanyalah pada penentuan nilai indeks. Bila pada Miller nilai perpotongan
yang telah didapat sebelumnya dijadikan penyebut, dengan dengan nilai
pembilang sama dengan satu. Maka pada Weiss nilai perpotongan tersebut
menjadi pembilang dengan nilai penyebut sama dengan satu. Untuk indeks
Weiss, memungkinkan untuk mendapat nilai indeks tidak terbatas, yaitu
jika sisi atau bidang tidak memotong sumbu (nilai perpotongan sumbu
sama dengan nol). Dalam praktikum laboratorium Kristalografi dan
Mineralogi jurusan Teknik Geologi, ITM, disepakati bahwa nilai tidak
terbatas ( ~ ) tersebut digantikan dengan atau disamakan dengan tidak
mempunyai nilai (0). Indeks Miller-Weiss ini juga disebut sebagai ancer
bentuk. Hal ini adalah karena indeks ini juga akan mencerminkan
bagaimana bentuk sisi-sisi dan bidang-bidang yang ada pada kristal
terhadap sumbu-sumbu utama kristalnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem kristal terbagi menjadi 7 sistem kristal dengan masing-
masing sistem memiliki beberapa kelas yakni sistem isometrik 5 kelas,
hexagonal 7 kelas, rhombohedral 5 kelas, tetragonal 7 kelas, orthorhombic
3 kelas, monoklin 3 kelas, triklin 2 kelas. Dengan total keseluruhan 32
kelas.
DAFTAR PUSTAKA

http://phiin.wordpress.com/2010/10/11/penggolongan-mineral-berdasarkan-
bentuk-kristal-yangmembangunnya/

http://furqanwera.blogspot.com/2012/12/tujuh-sistem-kristal-beserta-gambar-
dan.html
http://geoenviron.blogspot.com/2012/02/kristalografi-sistem-kristal.html
http://ceweperminyakantoraja.blogspot.com/2013/01/7-sistem-kristal-pada-
mineral.html
http://nationalinks.blogspot.com/2008/11/macam-macam-sistem-kristal-
dankelasnya.html

http://medlinkup.wordpress.com/2011/02/26/sistem-kristal/

Anda mungkin juga menyukai