Cedera Atau Trauma Kepala
Cedera Atau Trauma Kepala
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada
kepala. Cedera kepala merupakan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit
neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan lalu lintas. Resiko
utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera yang menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial.
Menghentikan pendarahan
Pendarahan dari kulit kepala biasanya banyak karena pembuluh darah berda di dalam
jaringna ikat padat sehingga sukar mencukup. Pendarahan dapat dihentikan dengan
memberikan tekanan pada tempat yang rendah sehingga pembulu-pembuluh darah tertutup,
kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat.
Bersihkan mulut dengan hidung dari muntah atau darah bila ada. Keluarkan protesis gigi,
kendorkan ikat pinggang, bila perlu hisap lendir dengan alat peng hisap. Miringkan kepala
supaya lidah tidak menghalangi faring. Bila pasien muntah letakan seluruh badan pasien
dalam sikap miring dan berikan O2.
Fisasi leher
Pada tiap kasus cedera kepala kulumna vetebralis servikalis harus diperiksa dengan teliti, bila
perlu foto rontgen. Bila diperkirakan kemungkinan adanya fraktur, leher harus difiksasi
dengan kerah fiksasi leher.
Tulang patah akan menimbulkan rasa nyeri pada pergerakan, karna itu harus difiksasi.
1. Apakah ada hubungannya cedera/ trauma kepala dengan terjadinya fraktur tulang
wajah? Jelaskan.
Ada, karena sinus-sinus tulang dapat pula mengalami cedera. Bila terjadi deformasi
sisnus, pasien mungkin memerlukan operasi untuk restorasi. Lubang sinus yang tersumbat
perlu dibuka supaya secret lender normal dapat mengalir ke dalam rongga hidung. Fraktur
mandibula dapat mengalami ramus, korpus maupun kolum mandibulae. Karena mandibula
dapat bergerak, maka pada fraktur mandibula tulang ini perlu difiksasi. Pendarahan di dalam
orbita dapat menyebakan eksoftalmus. Pendarahan ini akan mencair dan terserap di dalam
waktu beberpa minggu. Pendarahan sering pula terjadi di dalam liang telinga luar.
Pendarahan kecil biasanya akan berhenti dengan sendirinya.
1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat
menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada protuberans
tulang tengkorak.
2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
13. Berdasarkan morfologinya cedera kepala, apa saja yang anda ketahui?
1. Fraktur tengkorak; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak. Fraktur
dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan membentuk fragmen-
fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara normal
tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan perlakuan untuk
memperbaiki tulang tengkorak.
2. Lesi intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan subdural,
kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara bersamaan. Secara umum
untuk mendeskripsikan beratnya penderita cedera kepala digunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
Penilaian ini dilakukan terhadap respon motorik, respon verbal dan buka mata, dengan interval.
2. Komplikasi apa saja yang dirasakan oleh orang yang mengalami tauma kepala?
Koma . Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini,
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan
terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati
penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya,
menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar
dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih
dari satu tahun jarang sembuh.
Infeksi. Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan
ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain
Kerusakan saraf. Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada
nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf
untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda .
Penyakit Alzheimer dan Parkinson. Pada kasus cedera kapala resiko perkembangan
terjadinya penyakit alzheimer tinggi dan sedikit terjadi parkinson. Resiko akan semakin
tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.
1. Penatalaksanaan apa saja yang anda ketahui selama cedera kepala?
1. Breathing
Pada pasien dengan trauma kepala perlu dilakukan usaha pembebasan jalan nafas dan menjamin
ventilasi yuang baik di paru-paru dengan membaringkan pasien pada posisi miring untuk
menghindari aspirasi akibat muntah. Selain itu juga perlu tindakan penghisapan lendir, muntah
atau darah dari jalan nafas. Pemberian oksigen sebagai terapi perlu dievaluasi dengan
pemeriksaan analisa gas darah dan diusahakan P O2 > 80 mmHg, P CO2 tidak lebih dari 30
mmHg, dengan tujuan untuk mencegah vasokonstriksi pembuluh darah otak. Pemasangan pipa
endotrakheal dapat juga dilakukan. Tracheostomi terutama bila terjadi perdarahan pada jalan
nafas bagian atas, fraktur tulang muka atau trauma toraks.
2. Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium darah (Hb,Leukosit). Pada
kontusio cerebri 3-5 hari pertama terjadi ketidakseimbangan air dan natrium, di mana retensi air
melebihi natrium, sehingga terjadi hiponatremi relatif. Karena itu kemungkinan over dehidrasi,
dehidrasi, intoksikasi air perlu dipertimbangkan.
3. Brain
Penilaian GCS, dan bila menunjukan adanya perburukan perlu pemeriksaan mendalam mengenai
keadaan pupil (ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya) serta gerakan- gerakan bola mata.
Udema cerebri dapat dicegah dengan membebaskan jalan nafas, pembatasan jalan nafas,
hipotermia, pemberian obat anti udema. Obat-obat anti udema biasanya : manitol, diberikan
melalui infus, gliserol diberikan per infus/oral, kadang-kadang dapat menimbulkan hemolisis
intravaskuler bila diberikan melebihi 30 tetes/menit. Kortikosteroid, preparat yang umum dipakai
adalah Dexametason dan Metil Prednisolon.
4. Bladder
Kandung kemih perlu selalu dikosongkan karena kandung kemih yang penuh merupakan suatu
rangsangan untuk mengeden sehingga tekanan intrakranial cenderung lebih meningkat.
5. Bowel
Usus yang penuh cenderung akan meningkatkan tekanan intrakranial. Makanan diberikan
sesudah 48 jam, kalau pasien belum sadar beri makanan melalui sonde. Jumlah makanan
disesuaikan dengan cairan, elektrolit dan kalori yang dibutuhkan
2. Macam-macam Terapi yang dapat dilakukan pada cedera kepala?
Farmakologi
Cairan intravena : pertahankan status cairan euvolemik, hindari dehidrasi, jangan
menggunakan cairan hipotonis / glukosa
Hiperventilasi fase akut (option): pada peningkatan tekanan intrakranial pertahankan PaCO2
pada 25-30 mmHg, hindari Pa CO2< 25 mmHg (vasokonstriksi).
Terapi hiperosmoler -manitol (guideline): Merupakan osmosis diuretis. Efek ekspansi plasma,
menghasilkan gradient osmotik dalam waktu yang cepat dalam beberapa menit. Memberikan
efek optimalisasi reologi dengan menurunkan hematokrit, menurunkan viskositas darah,
meningkatkan aliran darah serebral, meningkatkan mikrosirkulasi dan tekanan perfusi serebral
yang akan meningkatkan penghantaran oksigen dengan efek samping reboun peningkatan
tekanan intrakranial pada disfungsi sawar darah otak terjadi skuestrasi serebral, overload
cairan, hiponatremi dilusi, takipilaksis dan gagal ginjal (bila osmolalitas >320 ml osmol/L.
Manitol diberikan pada pasien koma, pupil reaktif kemudian menjadi dilatasi dengan atau
tanpa gangguan motorik, pasien dengan pupil dilatasi bilateral non reaktif dengan
hemodinamik normal dosis bolus 1 g/kgBB dilanjutkan dengan rumatan 0,25- 1 g/kgBB
Usahakan pertahankan volume intravaskuler dengan mempertahankan osmolalitas serum <
320 ml osmol/L.
Koma barbiturat (guideline): koma barbiturat dilakukan pada pasien dengan peningkatan
tekanan intrakranial yang refrakter tanpa cedera difus, autoregulasi baik dan fungsi
kardiovaskular adekuat. Mekanisme kerja barbiturat: menekan metabolism serebral,
menurunkan aliran darah ke otak dan volume darah serebral, merubah tonus vaskuler,
menahan radikal bebas dari peroksidasi lipid mengakibatkan supresi burst.
Cairan garam hipertonis : cairan NaCl 0,9 %, 3%-27%.
Kureshi dan Suarez menunjukkan penggunaan saline hipertonis efektif pada neuro trauma
dengan hasil pengkerutan otak sehingga menurunkan tekanan intrakranial, mempertahankan
volume intravaskular euvolume.Dengan akses vena sentral diberikan NaCl 3% 75 cc/jam
dengan Cl 50%, asetat 50% target natrium 145-150 dengan monitor pemeriksaan natrium
setiap 4-6 jam. Setelah target tercapai dilanjutkan dengan NaCl fisiologis sampai 4-5 hari
Kortikosteroid: Tidak direkomendasikan penggunaan glukokortikoid untuk menurunkan
tekanan intrakranial baik dengan methyl prednisolon maupun dexamethason. Dearden dan
Lamb meneliti dengan dosis > 100 mg/hari tidak memberikan perbedaan signifikan pada
tekanan intracranial dan setelah 1-6 bulan tidak ada perbedaan outcome yang signifikan. Efek
samping yang dapat terjadi hiperglikemia (50%), perdarahan traktus gastrointestinal (85%).
NUTRISI (guideline): dalam 2 minggu pertama pasien mengalami hipermetabolik, kehilangan
kurang lebih 15% berat badan tubuh per minggu. Penurunan berat badan melebihi 30% akan
meningkatkan mortalitas. diberikan kebutuhan metabolism istirahat dengan 140% kalori/ hari
dengan formula berisi protein > 15% diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral feeding dapat
mencegah kejadian hiperglikemi, infeksi.
Terapi prevensi kejang (guideline): pada kejang awal dapat mencegah cedera lebih lanjut,
peningkatan TIK, penghantaran dan konsumsi oksigen, pelepasan neuro transmiter yang
dapat mencegah berkembangnya kejang onset lambat (mencegah efek kindling). Pemberian
terapi profilaksis dengan fenitoin, karbamazepin efektif pada minggu pertama. Harus
dievaluasi adanya faktor-faktor yang lain misalnya: hipoglikemi, gangguan elektrolit, infeksi.
Terapi suportif yang lain : pasang kateter, nasogastrik tube, koreksi gangguan elektrolit,
kontrol ketat glukosa darah, regulasi temperatur, profilaksi DVT, ulkus stress, ulkus dekubitus,
sedasi dan blok neuro muscular, induksi hipotermi
3. Apakah yang mempengaruhi mekanisme terjadinya fraktur pada trauma kapitis?
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrating. Sebetulnya tidak
benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak terdepres dapat dimasukkan kesalah
satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang. Istilah cedera kepala
tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera
kepala penetrating lebih sering dikaitkan dengan luka tembak dan luka tusuk.
4. Apa yang anda ketahui tentang pembagian Cedera kepala ?
Simple Head Injury
Tidak pingsan
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup
istirahat.
Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak
lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan
otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak
pucat.
Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak
tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami
kerusakan atau terputusLaceratio Cerebri. Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan
tersebut disertai dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya
perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat
dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing
atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio
tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala
yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
1. Kelainan apa saja yang terdapat pada trauma kranio serebral berat?
1. Perubahan pola pernafasan
Perubahan pernafasan yang terjadi adalah:
1. Pernafasan cheyne-stokes yang disertai priode pernafasan berhenti dan bernafas. Setelah
2. beberapa lamanya pernafasan berhenti, mulai bernafas lagi dengan amplitude yang mula-
mula kecil kemudian berangsur-angsur membesar lalu mengecil lagi dan berhenti.
3. Takipenia, frekuensi pernafasan tinggi lebih dari 25/ menit
4. Hipernea, amplitude pernafasan besar.
5. Pernafasan tak beratur.
6. Apnea, pernafasan terhenti. Pada keadaan ini bantuan pernafasan harus cepat dilakukan
untuk meno;ong jiwa pasien.
2. Apa yang anda ketahui tentang 3 Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak?
1. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat
fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada
selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura)
yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan
subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-
sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat
2. selaput arakhnoid
Selauput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.selaput arakhnoid
terletak anatara pia mater sebelah dalam dan dura meter sebelah luar yang meliputi otak.
Selaput ini dipisahkan dari dura meter oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan
dari pia mater oleh spatium subarachnoid yang terisi oleh liquor serebralis. Pendarahan
sub arakhnoid umunya disebabkan akibat cedera kepala.
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang
paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
1. Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, keadaan yang
anda ketahui apakah?
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
3. Factor-faktor apa saja yang memperburuk prognosis pada cdera kepala?
Terlambatnya penanganan awal/resusitasi, pengangkutan/transport yang tidak adekuat,
dikirim ke rumah sakit yang tidak adekuat, terlambatnya delakukan tindakan bedah dan
adanya cedera multipel yang lain
DAFTAR PUSTAKA
http://rusari.com/askep_cedera_kepala.html
http://iwansain.wordpress.com/2007/08/28/asuhan-keperawatan-klien-dg-trauma-kapitis/
http://yenibeth.wordpress.com/2008/08/05/askep-pada-trauma-kapitis/
http://pdskjijaya.com/index.php?option=com_content&task=view&id=123&Itemid=1
http://medlinux.blogspot.com/2007/11/cedera-kepala.html
http://muslimpinang.wordpress.com/2008/02/22/trauma-kepala-ringan-anak-jatuh/
M. Rudolph Abraham, I.E. Hoffman Julien, D. Rudolph Colin. Buku ajar pediatric Rudolph volume
1. jakarta : EGC. 2006
Bailey Hamilton. Ilmu bedah gawat darurat edisi II. Yogyakarta : gaja mada universiti pree. 1992
Prof. DR. Dr. Iskandar Wahidiyat, Prof. DR. Dr. Sudigdo Sastroasmoro, Prof. Dr. Corry S.
Matondang. Diagnosa Fisis Pada Anak Edisi ke 2. Jakarta : PT Sagung Seto. 2000
R. Sjamsuhidayat, WIm de jog. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC, 1997.
Soemarno markam, Djaja Surya Atmadja, Arif Budijanto. Buku cedera tertutup kepala. Jakarta:
fakultas kedokteran universitas Jakarta, 1999.