Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi
umat-Nya. Alhamdulilaah Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Karena terbatasnya ilmu yang dimiliki oleh penulis maka Makalah ini jauh
dari sempurna untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan.
Tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan Makalah ini. Semoga
bantuan dan bimbingan yang telh diberikan kepada kami mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Amin
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Punulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana awal mula munculnya Agama Hindu di Indonesia?
2. Bagaimana Proses perkembangan Agama tersebut di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura merupakan kerajaan hindu
tertua di Indonesia, dengan aliran agama hindu-siwa. Letaknya di Muara Kaman
tepatnya pada hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Keberadaan kerajaan ini ditandai dengan adanya 7 buah prasasti, yang dinamai
prasasti yupa. Dengan palawa sebagai hurufnya,dan sansekerta sebagai bahasanya.
Pendirinya adalah Raja Kudungga. Setelah Raja Kudungga wafat, kerajaan
diambil alih oleh putranya, Raja Aswawarman. Dan setelah Raja Aswawarman
wafat, kerajaan diambil alih oleh putra Raja Aswawarman, yaitu Raja
Mulawarman.
Pada sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman telah
menyumbangkan 20.00 ekor sapi kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan
betapa dermawannya seorang Raja Mulawarman, oleh karena itu, dari sekian
banyak raja yang memimpin kerajaan Kutai, Raja Mulawarman lah yang paling
terkenal.
Keruntuhan kerajaan Kutai Martadipura disebabkan oleh tewasnya raja terakhir
Kutai Martadipura yang kalah memperebutan kekuasaan dari kerajaan Kutai
Kartanegara di bawah pimpinan Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Awalnya
Kutai Kartanegara merupakan bagian dari kerajaan Kutai Martadipura, namun
karena perbedaan kepercayaan, di mana Kutai Kartanegara menganut kepercayaan
agama islam, akhirnya perebutan kekuasaan pun terjadi dan berakhir dengan Kutai
Kartanegara sebagai pemenang.
Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan dengan nama asli Tarumanagara ini terletak di daerah Bekasi, Jawa
Barat bagian utara. Raja yang paling terkenal adalah raja yang ke-3, yaitu Raja
Purnawarman. Keberadaan kerajaan hindu dengan aliran hindu wisnu ini
diketahui dengan ditemukannya beberapa prasasti yang menceritakan tentang
keberhasilan-keberhasilan kerajaan. Prasasti-prasasti tersebut antara lain:
1. Prasasti Kebon Kopi, ditemukan di kebon kopi milik Jonathan Reck
2. Prasasti Tugu, ditemukan di daerah Bekasi, menceritakan tentang
penggalian Sungai Gomati oleh kerajaan Tarumanagara
3. Prasasti Cidanghiang, ditemukan di daerah Pandeglang
4. Prasasti Ciaruteun, ditemukan di aliran Sungai Ciampea,
menggambarkan betapa perkasanya seorang raja Purnawarman dengan telapak
kaki besarnya yang terukir di prasasti tersebut
5. Prasasti Muara Cianten, ditemukan di daerah Ciampea
6. Prasasti Jambu, ditemukan di daerah Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, ditemukan di daerah Cieteureun
Selain ditemukannya peninggalan-peninggalan berupa prasasti, ternyata
ditemukan pula peninggalan berupa candi yang dikenal dengan sebutan Candi
Jiwa, letaknya di daerah Karawang.
Selain peninggalan sejarah berupa prasasti dan candi, terdapat pula sumber-
sumber sejarah lain mengenai kerajaan ini seperti:
1. Fa hien, pada kitab Fa Kao Chi dari China
2. Dinasti Sui, tahun 528 dan 535 Masehi
3. Dinasti Tang, tahun 666 dan 669 Masehi
4. Naskah wangsakerta yang menceritakan tentang pendirian kerajaan
Tarumanegara
Akhir dari kerajaan ini disebabkan oleh keinginan Tarusbawa untuk
membawa kerajaan Tarumanagara kembali ke kerajaan Sunda, namun salah satu
saudara Tarusbawa yang bernama Galuh tidak setuju jika kerajaan Taruma
kembali ke kerajaan Sunda, akhirnya Galuh pergi dari kerajaan Taruma, dan
kembali datang untuk merebutnya kekuasaan kerajaan Sunda yang awalnya adalah
kekuasaan Kerajaan Tarumanagara, akhirnya kerajaan itu pun diubah menjadi
Kerajaan Sunda Galuh.
Mataram Kuno
Menurut Teori Van Bammalen, letak kerajaan ini berpindah-pindah, hal
ini disebabkan oleh 2 alasan, yaitu karena adanya bencana alam letusan Gunung
Merapi, dan karena adanya peperangan dalam perebutan kekuasaan. Awalnya,
pada abad ke-8 kerajaan ini terletak di daerah Jawa Tengah, kemudian setelah
Gunung Merapi meletus pada abad ke-10, kerajaan ini dipindahkan ke Jawa
Timur oleh Mpu Sindok.
Agama di kerajaan ini pun terbagi menjadi 2, yaitu hindu pada Dinasti Sanjaya
dan budha pada Dinasti Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja
Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya, Raja Sanjaya.
Setelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh
putranya yang bernama Rakai Panangkaran. Raja Mataram Kuno setelah Rakai
Panangkaran adalah Rakai Warak, kemudian Rakai Warak digantikan oleh Rakai
Garung (Samaratungga). Di tengah-tengah pemerintahan kerajaan Mataram Kuno,
Datanglah keinginan Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal sebagai
Dinasti Sanjaya. Persaingan antara Dinasti Sanjaya yang dipimpin Rakai Pikatan
dengan Dinasti Syailendra yang dipimpin Raja Samaratungga, membuat cita-cita
Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi
pertikaian antar kedua dinasti. Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan
kedua dinasti melalui pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya
dengan Pramodawardhani dari Dinasti Syailendra. Namun, pernikahan antara
Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani ternyata tidak membuahkan kedamaian,
malah justru membuat pertikaian antara Dinasti Sanjaya dengan Dinasti
Syailendra semakin sengit. Akhirnya, Rakai Pikatan sebagai Dinasti Sanjaya
berhasil menguasai kerajaan sedangkan Pramodawardhani bersama anaknya,
Balaputradewa melarikan diri ke Palembang, Sumatra Selatan untuk kemudian
mereka menjalankan sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan
Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah
oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga jadi
pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih ini di antaranya
adalah:
· Ratu, Datu, Sri Maharaja
· Rakryan Mahamantri I Hino
· Mahamantri Halu & Mahamantri I Sirikan
· Mahamantri Wko & Mahamantri Bawang
· Rakryan Kanuruhan
Raja Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang, kemudian dilanjutkan
oleh Dyah Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung
Dharmodaya Maha Dambhu sebagai Raja Mataram Kuno yang sngat terkenal.
Raja Balitung berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari
ancaman perpecahan. Di masa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan
struktur pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja
Mataram terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan
kanan raja yang didampingi oleh dua pejabat lainnya. Rakryan I Halu,dan
Rakryan I Sirikan. Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis
Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah
prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan
Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Mataram Kuno masih
mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan pindah ke
Jawa Timur. Mpu Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja Balitung menjabat
Rakryan i Hino,melakukan kudeta karena merasa bahwa ia adalah keturunan asli
Dinasti Sanjaya, kemudian Mpu Daksa digantikan oleh menantunya, Sri Maharaja
Tulodhong.
Kerajaan Mataram Kuno berakhir dengan sebuah peristiwa yang disebut
Peristiwa Mahapralaya. Saat itu, Raja Teguh Dharmawangsa sedang menikahkan
putrinya, dengan Raden Wijaya. Di tengah-tengah pesta, datang pasukan kerajaan
Sriwijaya dengan kerajaan kecil sekutunya, Kerajaan Wurawari. Raja Teguh
Dharmawangsa tewas, sedangkan putrinya yang sedang menikah lolos dan
berhasil melarikan diri ke Madura bersama suaminya, Raden Wijaya.
Kerajaan Kediri
Berdirinya Kerajaan Kediri berawal ketika Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan
kecil Wurawari berhasil meruntuhkan kerajaan Mataram Kuno lewat Peristiwa
Mahapralaya. Kekuasaan Kerajaaan Mataram Kuno diambil alih, dan nama
Mataram diubah menjadi Kediri. Kerajaan Kediri merupakan kerajaan turunan
Ajiwuwari. Raja pertamanya adalah Raja Sri Jayawarsha. Kemudian dilanjutkan
oleh Raja Bameswara. Dalam kitab Kakawin Smaradahana, karangan Mpu
Dharmaja, diceritakan bahwa Raja Bameswara adalah keturunan pendiri Dinasti
Isyana. Kemudian Raja Bameswara digantikan oleh mertuanya, Jayabhaya. Pada
masa pemerintahan Jayabhaya, terjadi perang saudara ini diabadikan dalam
bentuk Kakawin Bharatayuddha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Punuluh.
Jayabhaya berhasil memenangkan perang saudara tersebut sehingga wilayah
Kediri berhasil disatukan lagi dengan wilayah Jenggala. Peristiwa kemenangan ini
diabadikan dalam Prasasti Ngantang. Kemudian Raja Jayabhaya digantikan oleh
Raja Sarweswara dari Aryyeswara. Kemudian digantikan lagi oleh Raja Gandra.
Pada masa pemerintahannya, Gandra menyempurnakan struktur pemerintahan
yang diwariskan Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja Gandra, Kerajaan Kediri
dipimpin oleh Raja Kameshwara. Pemerintahan Kameshwara ditandai dengan
pesatnya hasil karya sastra Jawa. Pada masa pemerintahannya, cerita-cerita panji
atau kepehlawanan banyak dihasilkan. Raja kerajaan Kediri berikutnya adalah
Kertajaya atau Srengga. Pada masa pemerintahannya, Kediri mulai mengalami
masalah dan ketidakstabilan. Hal ini karena Kertajaya berusaha membatasi dan
mengurangi hak istimewa para kaum Brahmana, kemudian di daerah Tumapel
(sekarang Malang) muncul kekuatan baru di bawah pimpinan Ken Arok.
Perlahan-lahan, terjadi arus pelarian para Brahmana dari wilayah Kediri menuju
Tumampel. Kertajaya menyikapi arus pelarian ini dengan mengerahkan tentara
Kerajaan Kediri untuk menyerbu Tumapel. Perang antara pasukan Kertajaya dan
Ken Arok terjadi di Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan
kekuasaan pasukan Kertajaya. Atas kekalahan ini, Kerajaan Kediri memang
seolah-olah telah runtuh, namun ternyata, secara perlahan kerajaan Kediri masih
berdiri dibawah pimpinan Raja Jayakatwang, meskipun keberadaan mereka di
bawah kekuasaan Kerajaan Singasari.
Kerajaan Singasari
Berdirinya Kerajaan Singasari, saling berkaitan erat dengan Kerajaan Kediri dan
Majapahit. Ketika Ken Arok menjabat sebagai prajurit di Tumapel, di Kerajaan
Kediri sedang berlangsung perselisihan antara Raja Kertajaya dengan para
Brahmana. Para Brahmana tersebut melarikan diri ke Tumapel karena merasa
lebih nyaman berada di Tumapel, akhirnya terjadilah pertempuran antara Kerajaan
Kediri dengan paukan akuwu Tumapel. Dalam pertempuran di Ganter, Kerajaan
Kediri mengalami kekalahan dan Raja Kertajaya meninggal. Kemudian, Ken
Arok menyatukan sebagian wilayah Kerajaan Kediri dengan Tumapel, dan
mendirikan Kerajaan Singasari, dengan Tunggul Ametung sebagai rajanya. Ken
Arok bergelar Sri Rangga Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindrawangsa di Jawa
Timur. Istri pertamanya bernama Ken Umang, Ken Arok mempunyai empat orang
anak, yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi.
Awalnya, Ken Arok hanyalah seorang anak desa yang dilahirkan oleh seorang Ibu
bernama Ken Nduk. Ia dididik oleh para penjahat di lingkungan sekitarnya hingga
dewasa, sehingga ia tumbuh dan berkembang menjadi seorang penjahat yang suka
mabuk, mencuri, dan membunuh. Pada perjalan hidupnya, ia bekerja sebagai
seorang prajurit di daerah Tumapel, dan tertarik pada Ken Dedes, istri komandan
Tunggul Ametung. Timbul keinginan Ken Arok untuk memperistri Ken Dedes.
Singkat cerita, Ken Arok berhasil membunuh Tunggul Ametung dengan keris
yang dibuat Mpu Gandring, kemudian ia pun segera memperistri Ken Dedes.
Setelah sekian lama, Ken Dedes akhirnya menceritakan peristiwa pebunuhan
suaminya tersebut kepada anaknya dari Tunggu Ametung, Anusapati. Anusapati
marah, dan berniat balas dendam, akhirnya Anusapati berhasil membunuh Ken
Arok dengan keris buatan Mpu Gandring yang telah digunakan Ken Arok untuk
membunuh ayah kandungnya. Panji Tohjaya, anak kandung Ken Arok dengan
Ken Umang mengetahui peristiwa pembunuhan ayahnya yang dilakukan Tohjaya.
Akhirnya dengan keris yang sama, Tohjaya berhasil membunuh Anusapati.
Ranggawuni, yang merupakan saudara dari Anusapati, mengetahui pembunuhan
yang dilakukan Tohjaya, akhirnya dengan keris yang sama, Ranggawuni
membunuh Tohjaya.Setelah kejadian bunuh membunuh berantai ini, akhirnya
naik tahta lah Raja Kertanegara sebagai raja yang terkenal dan terbesar dari
kerajaan Singasari. Ia mempunyai semangat Ekspansionis. Kertanegara bercita-
cita memperluas Kerajaan Singasari hingga keluar Pulau Jawa yang disebut
dengan istilah Cakrawala Mandala. Pada tahun 1275, ia mengirim pasukan ke
Sumatra untuk menguasai Kerajaan Melayu yang disebut sebagai Ekspedisi
Pamalayu. Dalam ekspedisi tersebut, Kerajaan Melayu berhasil di taklukan.
Peristiwa ini diabadikan pada alas patung Amoghapasha di Padangroco (Sungai
Langsat).
Seorang utusan Cina bernama Meng K’i pulang ke Cina, dan menceritakan
pada kaisar Kubilai Khan bahwa Kerajaan Melayu yang awalnya menjadi
incarannya telah dikuasai dan ditaklukan oleh Kerajaan Singasari. Kaisar Kubilai
Khan begitu marah, ia segera mengirim pasukan untuk menyerang Kerajaan
Singasari. Mendengar wilayah kekuasaannya di bagian Sumatra akan diserang,
pasukan-pasukan Kerajaan Singasari segera dikirim ke Sumatra untuk
menghadapi serangan pasukan Cina. Sementara itu, Raja Jayakatwang dari
Kerajaan Kediri (kerajaan yang pernah dikalahkan Kerajaan Singasari) melihat
kesempatan baik untuk merebut kembali kekuasaan selagi pasukan-pasukan
Kerajaan Singasari dikirim ke Sumatra. Pada tahun 1292, Raja Jayakatwang
dengan pasukan Kerajaan Kediri langsung menyerang Ibu kota Kerajaan
Singasari.
Menurut cerita, pada saat serangan musuh datang, Raja Kertanegara beserta para
pejabat dan pendeta sedang melakukan upacara Tantrayana, sehingga dapat
dengan mudah mereka semua dibunuh oleh musuh. Kerajaan Singasari akhirnya
berhasil direbut kembali oleh Jayakatwang, Raja dari Kerajaan Kediri.
Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan hindu terakhir dan terbesar di Indonesia.
Letaknya di Pulau Jawa. Pendirinya adalah Raden Wijaya, menantu dari Raja
Teguh Dharmawangsa (Kerajaan Mataram Kuno) yang sempat melarikan diri ke
Madura bersama istrinya saat terjadi Peristiwa Mahapralaya.
Kerajaan Majapahit, awalnya hanyalah sebuah desa kecil bernama Desa
Tarik.Desa itu merupakan pemberian dari Raja Jayakatwang dari Kediri atas
kembalinya menantu Raja Teguh Dharmawangsa (Raden Wijaya) dari Kerajaan
Mataram Kuno yang telah lama dikuasai Kerajaan Kediri. Raden Wijaya telah
dimaafkan dan dipercaya tidak bersalah atas kesalahan generasi atasnya.
Singkat cerita, pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal
dengan 20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk
menyerang Raja Kertanegara yang telah merebut Kerajaan Melayu dan
menyatakan tidak mau tunduk pada Kaisar Kubilai Khan. Mereka tidak tau bahwa
Raja Kertanegara beserta Kerajaan Singasari itu telah meninggal dan hancur
dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kediri.
Mengetahui rencana penyerangan dari Cina ini, Raden Wijaya mengambil
kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan Singasari. Ia menggabungkan diri
dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di Kediri. Kerajaan Kediri
tidak mampu menghadapi serangan, sehingga Raja Jayakatwang berhasil
dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta
pora. Mereka tidak menyangka ketika sedang berpesta pora, pasukan Majapahit
balik menyerang mereka. Akhirnya pasukan armada Cina kalah, dan mereka
segera kembali ketanah airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majaphit mulai berkuasa.
Pada tahun 1295, berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga
lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu bisa
dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan
di dua tempat, yaitu Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura.
Setelah Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama
Jayanegara menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Pada awal
pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang meletus
dimasa ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja
Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin
oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager. Raja Jayanegara
wafat tahun1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang
bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan
oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi
Jayawishnuwardhani. Suaminya bernama Cakradhara yang berkuasa di Singasari
dengan gelar Kertawerdhana.
Dari kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di
masa pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling
berbahaya adalah pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun
pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada
bersumpah di hadapan Raja dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan
amukti palapa (memakan buah palapa), sebelum ia dapat menundukan seluruh
Nusantara di bawah naungan Majapahit. Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota
Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu
Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada
tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja Majapahit
dan bergelar Sri Rajasanagara dan Gajah Mada diangkat sebagai Patih
Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada,
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit
menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk
pada Majapahit, namun ada satu kerajaan kecil yang belum berhasil dikuasai
kerajaan Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda Galuh. Raja Hayam Wuruk bersama
Patih Gajah Mada berusaha untuk menaklukan kerajaan tersebut, namun ketika itu
Raja Hayam Wuruk terlanjur jatuh cinta pada putri dari Kerajaan Sunda Galuh
yang bernama Dyah Pitaloka. Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk menikahi
Dyah Pitaloka. Ia mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh datang ke
Kerajaan Majapahit untuk menikah dengan Dyah Pitaloka. Ketika keluarga besar
dari kerajaan Sunda Galuh tiba di Kerajaan Majapahit, terjadi kesalahpahaman.
Patih Gajah Mada mengira bahwa keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh ingin
menyerang Kerajaan Majapahit, akhirnya Patih Gajah Mada segera mengeluarkan
pasukan dan membunuh semua anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh. Hanya
Dyah Pitaloka yang tidak dibunuh. Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah
Pitaloka pun akhirnya melakukan belapati (bunuh diri) pada dirinya sendiri. Raja
Hayam wuruk yang mengetahui peristiwa kesalah pahaman tersebut menjadi
marah, terlebih ketika melihat calon istrinya mati karena bunuh diri atas kesalah
pahaman patihnya. Akhirnya, Raja Hayam Wuruk pun sakit, dan meninggal
karena sakit hati. Sejak kematian Raja Hayam Wuruk, maka Kerajaan Majapahit
mencapai masa kemunduran, perlahan-lahan kekuasaan Majapahit pun runtuh.
Pada salah satu versi cerita, dikisahkan Sang Patih, Gajah Mada pergi ke sebuah
gunung untuk berdiam diri dan menjadi pertapa karena merasa bersalah pada
rajanya.
Meskipun disampaikan oleh para ahli, keempat teori diatas tetap mempunyai
kelemahannya masing-masing. Hal tersebutkarena kitab Weda yang merupakan
kitab suci agama Hindu ditulis menggunakan bahasa Sansekerta dan Pallawa yang
notabene hanya dikuasai oleh kaum Brahmana. Kaum Ksatria, Waisya, dan Sudra
tentu saja akan sangat kesulitan menyebarkan agama Hindu di Indonesia karena
mereka tidak memahami Bahasa Sansekerta yang merupakan bahasa dalam kitab
Weda. Namun demikian, menurut kepercayaan India kuno, kaum Brahmana tidak
boleh menyeberangi lautan sehingga hampir mustahil untuk kaum Brahmana
menyebarkan Hindu di Indonesia Secara langsung.
Karena keempat teori yang saya sampaikan diatas memiliki banyak kelemahan,
maka muncullah teori lain yaitu teori arus balik. Teori ini dicetuskan oleh F.D.K
Bosch, menurutnya Agama Hindu masuk ke Indonesia karena dibawa oleh orang
Indonesia sendiri. Orang-orang Indonesia yang membawa Agama Hindu ke
Indonesia ini berasal dari golongan pemuda yang memang sengaja dikirim oleh
para penguasa pribumi untuk mempelajari agama Hindu dan Budha di India.
Setelah selesai belajar di India, mereka kemudian pulang ke Nusantara lalu mulai
menyebarkan agama Hindu atau Budha.
Melalui Kesenian
Wayang adalah salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada
penduduk lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandang yang
mementaskan wayang untuk mengenalkan agama Islam. Cerita wayang yang
dipentaskan biasanya dipetik dari kisah Mahabrata atau Ramayana yang kemudian
disisipi dengan nilai-nilai Islam.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
· mustaqimzone.wordpress.com/2011/07/20/perkembangan-kerajaan-
hindu-budha-di-indonesia/
· www.google.co.id/#q=masuknya+kerajaan+hindu+budha+di+indon
esia+kelas+SMA&hl=id&prmd=imvns&ei=kz8ZT7mGBNDqrQep8oCtDA&sqi=
2&start=10&sa=N&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.,cf.osb&fp=76417af358131f0a&biw=
1366&bih=588
· www.google.co.id/imgresimgurl=http://sugionosejarah.files.wordpr
ess.com/2011/10/blitar2.jpg&imgrefurl=http://sugionosejarah.wordpress.com/201
1/10/15/kerajaan-
majapahit/&usg=__KByF88idkxbgY3wf0rQmXMukMn8=&h=350&w=336&sz=
43&hl=id&start=11&zoom=1&tbnid=FxdKvL4ZBlPk4M:&tbnh=120&tbnw=115
&ei=jfobT8yvC4jPrQfugo3nDQ&prev=/search%3Fq%3Dpeninggalan%2Bkeraja
an%2Bmajapahit%26hl%3Did%26sa%3DX%26biw%3D1366%26bih%3D631%
26tbm%3Disch%26prmd%3Dimvns&itbs=1