Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi
umat-Nya. Alhamdulilaah Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Karena terbatasnya ilmu yang dimiliki oleh penulis maka Makalah ini jauh
dari sempurna untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan.
Tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan Makalah ini. Semoga
bantuan dan bimbingan yang telh diberikan kepada kami mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Amin
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Ketapang, 10 Desember 2019

Punulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat


hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti
India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia
diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara
lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau
Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha,
yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai
abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit.
Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang
pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya
Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai
daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi
bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit
antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas
wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh
Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum
dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita
Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan
bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan
Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan
mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era
ini.

B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana awal mula munculnya Agama Hindu di Indonesia?
2. Bagaimana Proses perkembangan Agama tersebut di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Munculnya agama Hindu di Indonesia


Perkembangan agama Hindu-Budha tidak dapat lepas dari peradaban
lembah Sungai Indus, di India. Di Indialah mulai tumbuh dan berkembang agama
dan budaya Hindu dan Budha. Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan
kedatangan bangsa Aria (kulit putih, badan tinggi, hidung mancung) ke
Mohenjodaro dan Harappa (Peradaban Lembah Sungai Indus) melalui
celah Kaiber (Kaiber Pass) pada 2000-1500 SM dan mendesak
bangsa Dravida (berhidung pesek, kulit gelap) dan bangsa Munda sebagai suku
bangsa asli yang telah mendiami daerah tersebut. Bangsa Dravida disebut
juga Anasah yang berarti berhidung pesek dan Dasa yang berarti raksasa. Bangsa
Aria sendiri termasuk dalam ras Indo Jerman. Awalnya bangsa Aria
bermatapencaharian sebagai peternak kemudian setelah menetap mereka hidup
bercocok tanam. Bangsa Aria merasa ras mereka yang tertinggi sehingga tidak
mau bercampur dengan bangsa Dravida. Sehingga bangsa Dravida menyingkir ke
selatan Pegunungan Vindhya.
Orang Aria mempunyai kepercayaan untuk memuja banyak Dewa (Polytheisme),
dan kepercayaan bangsa Aria tersebut berbaur dengan kepercayaan asli bangsa
Dravida yang masih memuja roh nenek moyang. Berkembanglah Agama Hindu
yang merupakan sinkretisme (percampuran) antara kebudayaan dan kepercayaan
bangsa Aria dan bangsa Dravida. Terjadi perpaduan antara budaya Arya dan
Dravida yang disebut Kebudayaan Hindu (Hinduisme). Istilah Hindu diperoleh
dari nama daerah asal penyebaran agama Hindu yaitu di Lembah Sungai Indus/
Sungai Shindu/ Hindustan sehingga disebut kebudayaan Hindu yang selanjutnya
menjadi agama Hindu. Daerah perkembangan pertama agama Hindu adalah di
lembah Sungai Gangga, yang disebut Aryavarta (Negeri bangsa Arya)
dan Hindustan (tanah milik bangsa Hindu).
Dalam ajaran agama Hindu dikenal 3 dewa utama, yaitu:
· Brahma sebagai dewa pencipta segala sesuatu.
· Wisnu sebagai dewa pemelihara alam
· Siwa sebagai dewa perusak
Ketiga dewa tersebut dikenal dengan sebutan Tri Murti. Kitab suci agama Hindu
disebut Weda (Veda) artinya pengetahuan tentang agama. Pemujaan terhadap para
dewa-dewa dipimpin oleh golongan pendeta/Brahmana. Mereka mengenal
pembagian masyarakat atas kasta-kasta tertentu, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya
dan Sudra. Pembagian tersebut didasarkan pada tugas/ pekerjaan mereka.
· Brahmana bertugas mengurus soal kehidupan keagamaan, terdiri dari para
pendeta. Keberadaan kasta ini ada pada posisi paling penting dan punya peranan
yang sangat besar bagi berjalannya pemerintahan. Mereka adalah orang yang
paling mengerti menegnai seluk beluk agama Hindu, serta menjadi penasehat raja.
· Ksatria berkewajiban menjalankan pemerintahan termasuk pertahanan Negara.
Yang termasuk dalam kasta ini adalah para bangsawan, raja dan keluarganya, para
pejabat pemerintah. Kasta ini memiliki kedudukan yang penting dalam
pemerintahan, punya banyak hak tetapi tidak memiliki kewajiban untuk
membayar pajak, memberikan persembahan, dsb.
· Waisya bertugas berdagang, bertani, dan berternak. Mereka yang tergolong
dalam kasta ini adalah para pedagang besar (saudagar),para pengusaha. Dalam
golongan masyarakat biasa kasta ini cukup memiliki peran penting.
· Sudra bertugas sebagai petani/ peternak, para pekerja/ buruh/budak. Mereka
adalah para pekerja kasar. Mereka mempunyai banyak kewajiban terutama wajib
kerja tetapi keberadaannya kurang diperhatikan.
· Di luar kasta tersebut terdapat kasta Paria terdiri dari pengemis dan
gelandangan.
Pembagian kasta muncul sebagai upaya pemurnian terhadap keturunan bangsa
Aria sehingga dilakukan pelapisan yang bersumber pada ajaran agama. Pelapisan
tersebut dikenal dengan Caturwangsa/Caturwarna, yang berarti empat keturunan/
empat kasta. Pembagian kasta tersebut didasarkan pada keturunan. Dalam konsep
Hindu sesorang hanya dapat terlahir sebagai Hindu bukan menjadi Hindu.
Perkawinan antar kasta dilarang dan jika terjadi dikeluarkan dari kasta dan masuk
dalam golongan kaum Pariaseperti bangsa Dravida. Paria disebut
juga Hariyan dan merupakan mayoritas penduduk India.
Muncul dan berkembangnya Agama Budha
Agama Budha tumbuh di India tepatnya bagian Timur Laut. Muncul
sekitar 525 SM. Agama Budha muncul dan dikenalkan oleh Sidharta (semua
harapan dikabulkan). Agama Budha muncul disebabkan karena :
Sidharta memandang bahwa adanya sistem kasta dalam agama Hindu dapat
memecah belah masyarakat, bahkan sistem kasta dianggap membedakan derajat
dan martabat manusia berdasarkan kelahiran. Padahal setiap manusia itu sama
kedudukannya.
Itulah fenomena yang ada di lingkungannya sementara itu satu hal yang membuat
Sidharta akhirnya berusaha untuk menentang adat dan tradisi yang ada adalah
karena beliau melihat adanya kenyataan hidup bahwa manusia akan tua, sakit,
mati, dan hidup miskin yang intinya bahwa bagi Sidharta kehidupan adalah suatu
“PENDERITAAN”. Oleh karena itu manusia harus dapat menghindarkan diri dari
penderitaan (samsara), dan demi mencari cara atau jalan untuk membebaskan diri
dari penderitaan guna mencapai kesempurnaan maka beliau meninggalkan istana
dengan segala kemewahannya melakukan meditasi tepatnya di bawah pohon
Bodhi di daerah Bodh Gaya. Dalam meditasinya tersebut akhirnya Sidharta
memperoleh penerangan agung dan saat itulah terlahir/ tercipta agama Budha.
Agama Budha lahir sebagai upaya pengolahan pemikiran dan pengolahan diri
Sidharta sehingga menemukan cara yang terbaik bagi manusia agar dapat terbebas
dari penderitaan di dunia sehingga dapat mencapai kesempuirnaan (nirwana) dan
berharap tidak akan terlahir kembali di dunia untuk merasakan penderitaan yang
sama.
Menurut agama Budha kesempurnaan (Nirwana) dapat dicapai oleh setiap orang
tanpa harus melalui bantuan pendeta/ kaum Brahmana berbeda dengan ajaran
Hindu dimana hanya pendeta yang dapat membuat orang mencapai
kesempurnaan. Sidharta Gautama dikenal sebagai Budha atau seseorang yang
telah mendapat pencerahan. Sidharta artinya orang yang mencapai tujuan.
Sidharta disebut juga Budha Gautama yang berarti orang yang menerima bodhi.
Ajaran agama Budha dibukukan dalam kitab Tripitaka (dari bahasa
Sansekerta Tri artinya tiga dan pitakaartinya keranjang). Peristiwa kelahiran,
menerima penerangan agung dan kematian Sidharta terjadi pada tanggal yang
bersamaan yaitu waktu bulan purnama pada bulan Mei. Sehingga ketiga peristiwa
tersebut dirayakan umat Budha sebagai Triwaisak.
Dalam agama Budha tidak dikenal adanya sistem kasta sebab sistem ini
dipandang akan membedakan masyarakat atas harkat dan martabatnya. Sehingga
dalam Budha laki-laki ataupun perempuan, miskin atupun kaya sama saja
semuanya punya hak yang sama dalam kehidupan ini.
Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia
Terdapat beberapa teori mengenai siapakah yang membawa masuknya agama
Hindu di Indonesia. Teori-teori tersebut antara lain:
1. Teori Sudra (dikemukakan oleh Van Feber)
2. Teori Waisya (dikemukakan oleh NJ.Krom)
3. Teori Ksatria (dikemukakan oleh FDK Bosch)
4. Teori Brahmana (dikemukakan oleh J.C. Van Leur)
5. Teori Arus Balik (dikemukakan oleh M.Yamin)
Proses masuk dan berkembangnya agama dan budaya Hindu-Budha ke Indonesia
adalah sebagai berikut.
Agama Budha
Agama Budha masuk ke Indonesia dibawa oleh para pendeta didukung dengan
adanya misi Dharmadhuta, kitab suci agama Budha ditulis dalam bahasa rakyat
sehari-hari, serta dalam agama Budha tidak mengenal sistem kasta. Para pendeta
Budha masuk ke Indonesia melalui 2 jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan,
yaitu melalui jalan daratan dan lautan. Jalan darat ditempuh lewat Tibet lalu
masuk ke Cina bagian Barat disebut Jalur Sutra, sedangkan jika menempuh jalur
laut, persebaran agama Budha sampai ke Cina melalui Asia Tenggara. Selanjutnya
sampai ke Indonesia mereka akhirnya bertemu dengan raja dan keluarganya serta
mulai mengajarkan ajaran agama Budha, pada akhirnya terbentuk jemaat kaum
Budha. Bagi mereka yang telah mengetahui ajaran dari pendeta India tersebut
pasti ingin melihat tanah tempat asal agama tersebut secara langsung yaitu India
sehingga mereka pergi ke India dan sekembalinya ke Indonesia mereka membawa
banyak hal baru untuk selanjutnya disampaikan pada bangsa Indonesia. Unsur
India tersebut tidak secara mentah disebarkan tetapi telah mengalami proses
penggolahan dan penyesuaian. Sehingga ajaran dan budaya Budha yang
berkembang di Indonesia berbeda dengan di India.
Agama Hindu
Para pendeta Hindu memiliki misi untuk menyebarkan agama Hindu dan melalui
jalur perdagangan akhirnya sampai di Indonesia. Selanjutnya mereka akan
menemui penguasa lokal (kepala suku). Jika penguasa lokal tersebut tertarik
dengan ajaran Hindu maka para pendeta bisa langsung mengajarkan dan
menyebarkannya. Dalam ajaran agama Hindu konsepnya adalah seseorang terlahir
sebagai Hindu bukan menjadi Hindu maka untuk menerima ajaran agama Hindu
orang Indonesia harus di-Hindu-kan melalui upacara Vratyastoma dengan
pertimbangan kedudukan sosial/ derajat yang bersangkutan (memberi kasta).
Hubungan India-Indonesia berlanjut dengan adanya upaya para kepala suku/ raja
lokal untuk menyekolahkan anaknya/ utusan khusus ke India guna belajar budaya
India lebih dalam lagi. Setelah kembali ke tanah air mereka kemudian
menyebarkan kebudayaan India yang sudah tinggi. Bahkan tak jarang mereka
mendatangkan para Brahmana India untuk melakukan upacara bagi para penguasa
di Indonesia, seperti upacara Abhiseka, merupakan upacara untuk mentahbiskan
seseorang menjadi raja. Jika di suatu wilayah rajanya beragama Hindu maka akan
memperkuat proses penyebaran agama Hindu bagi rakyat di daerah tersebut.
Berikut kerajaan-kerajaan hindu yang pernah berdiri di Indonesia.

Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura merupakan kerajaan hindu
tertua di Indonesia, dengan aliran agama hindu-siwa. Letaknya di Muara Kaman
tepatnya pada hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Keberadaan kerajaan ini ditandai dengan adanya 7 buah prasasti, yang dinamai
prasasti yupa. Dengan palawa sebagai hurufnya,dan sansekerta sebagai bahasanya.
Pendirinya adalah Raja Kudungga. Setelah Raja Kudungga wafat, kerajaan
diambil alih oleh putranya, Raja Aswawarman. Dan setelah Raja Aswawarman
wafat, kerajaan diambil alih oleh putra Raja Aswawarman, yaitu Raja
Mulawarman.
Pada sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman telah
menyumbangkan 20.00 ekor sapi kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan
betapa dermawannya seorang Raja Mulawarman, oleh karena itu, dari sekian
banyak raja yang memimpin kerajaan Kutai, Raja Mulawarman lah yang paling
terkenal.
Keruntuhan kerajaan Kutai Martadipura disebabkan oleh tewasnya raja terakhir
Kutai Martadipura yang kalah memperebutan kekuasaan dari kerajaan Kutai
Kartanegara di bawah pimpinan Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Awalnya
Kutai Kartanegara merupakan bagian dari kerajaan Kutai Martadipura, namun
karena perbedaan kepercayaan, di mana Kutai Kartanegara menganut kepercayaan
agama islam, akhirnya perebutan kekuasaan pun terjadi dan berakhir dengan Kutai
Kartanegara sebagai pemenang.

Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan dengan nama asli Tarumanagara ini terletak di daerah Bekasi, Jawa
Barat bagian utara. Raja yang paling terkenal adalah raja yang ke-3, yaitu Raja
Purnawarman. Keberadaan kerajaan hindu dengan aliran hindu wisnu ini
diketahui dengan ditemukannya beberapa prasasti yang menceritakan tentang
keberhasilan-keberhasilan kerajaan. Prasasti-prasasti tersebut antara lain:
1. Prasasti Kebon Kopi, ditemukan di kebon kopi milik Jonathan Reck
2. Prasasti Tugu, ditemukan di daerah Bekasi, menceritakan tentang
penggalian Sungai Gomati oleh kerajaan Tarumanagara
3. Prasasti Cidanghiang, ditemukan di daerah Pandeglang
4. Prasasti Ciaruteun, ditemukan di aliran Sungai Ciampea,
menggambarkan betapa perkasanya seorang raja Purnawarman dengan telapak
kaki besarnya yang terukir di prasasti tersebut
5. Prasasti Muara Cianten, ditemukan di daerah Ciampea
6. Prasasti Jambu, ditemukan di daerah Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, ditemukan di daerah Cieteureun
Selain ditemukannya peninggalan-peninggalan berupa prasasti, ternyata
ditemukan pula peninggalan berupa candi yang dikenal dengan sebutan Candi
Jiwa, letaknya di daerah Karawang.
Selain peninggalan sejarah berupa prasasti dan candi, terdapat pula sumber-
sumber sejarah lain mengenai kerajaan ini seperti:
1. Fa hien, pada kitab Fa Kao Chi dari China
2. Dinasti Sui, tahun 528 dan 535 Masehi
3. Dinasti Tang, tahun 666 dan 669 Masehi
4. Naskah wangsakerta yang menceritakan tentang pendirian kerajaan
Tarumanegara
Akhir dari kerajaan ini disebabkan oleh keinginan Tarusbawa untuk
membawa kerajaan Tarumanagara kembali ke kerajaan Sunda, namun salah satu
saudara Tarusbawa yang bernama Galuh tidak setuju jika kerajaan Taruma
kembali ke kerajaan Sunda, akhirnya Galuh pergi dari kerajaan Taruma, dan
kembali datang untuk merebutnya kekuasaan kerajaan Sunda yang awalnya adalah
kekuasaan Kerajaan Tarumanagara, akhirnya kerajaan itu pun diubah menjadi
Kerajaan Sunda Galuh.

Mataram Kuno
Menurut Teori Van Bammalen, letak kerajaan ini berpindah-pindah, hal
ini disebabkan oleh 2 alasan, yaitu karena adanya bencana alam letusan Gunung
Merapi, dan karena adanya peperangan dalam perebutan kekuasaan. Awalnya,
pada abad ke-8 kerajaan ini terletak di daerah Jawa Tengah, kemudian setelah
Gunung Merapi meletus pada abad ke-10, kerajaan ini dipindahkan ke Jawa
Timur oleh Mpu Sindok.
Agama di kerajaan ini pun terbagi menjadi 2, yaitu hindu pada Dinasti Sanjaya
dan budha pada Dinasti Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja
Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya, Raja Sanjaya.
Setelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh
putranya yang bernama Rakai Panangkaran. Raja Mataram Kuno setelah Rakai
Panangkaran adalah Rakai Warak, kemudian Rakai Warak digantikan oleh Rakai
Garung (Samaratungga). Di tengah-tengah pemerintahan kerajaan Mataram Kuno,
Datanglah keinginan Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal sebagai
Dinasti Sanjaya. Persaingan antara Dinasti Sanjaya yang dipimpin Rakai Pikatan
dengan Dinasti Syailendra yang dipimpin Raja Samaratungga, membuat cita-cita
Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi
pertikaian antar kedua dinasti. Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan
kedua dinasti melalui pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya
dengan Pramodawardhani dari Dinasti Syailendra. Namun, pernikahan antara
Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani ternyata tidak membuahkan kedamaian,
malah justru membuat pertikaian antara Dinasti Sanjaya dengan Dinasti
Syailendra semakin sengit. Akhirnya, Rakai Pikatan sebagai Dinasti Sanjaya
berhasil menguasai kerajaan sedangkan Pramodawardhani bersama anaknya,
Balaputradewa melarikan diri ke Palembang, Sumatra Selatan untuk kemudian
mereka menjalankan sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan
Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah
oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga jadi
pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih ini di antaranya
adalah:
· Ratu, Datu, Sri Maharaja
· Rakryan Mahamantri I Hino
· Mahamantri Halu & Mahamantri I Sirikan
· Mahamantri Wko & Mahamantri Bawang
· Rakryan Kanuruhan
Raja Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang, kemudian dilanjutkan
oleh Dyah Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung
Dharmodaya Maha Dambhu sebagai Raja Mataram Kuno yang sngat terkenal.
Raja Balitung berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari
ancaman perpecahan. Di masa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan
struktur pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja
Mataram terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan
kanan raja yang didampingi oleh dua pejabat lainnya. Rakryan I Halu,dan
Rakryan I Sirikan. Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis
Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah
prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan
Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Mataram Kuno masih
mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan pindah ke
Jawa Timur. Mpu Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja Balitung menjabat
Rakryan i Hino,melakukan kudeta karena merasa bahwa ia adalah keturunan asli
Dinasti Sanjaya, kemudian Mpu Daksa digantikan oleh menantunya, Sri Maharaja
Tulodhong.
Kerajaan Mataram Kuno berakhir dengan sebuah peristiwa yang disebut
Peristiwa Mahapralaya. Saat itu, Raja Teguh Dharmawangsa sedang menikahkan
putrinya, dengan Raden Wijaya. Di tengah-tengah pesta, datang pasukan kerajaan
Sriwijaya dengan kerajaan kecil sekutunya, Kerajaan Wurawari. Raja Teguh
Dharmawangsa tewas, sedangkan putrinya yang sedang menikah lolos dan
berhasil melarikan diri ke Madura bersama suaminya, Raden Wijaya.

Kerajaan Kediri
Berdirinya Kerajaan Kediri berawal ketika Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan
kecil Wurawari berhasil meruntuhkan kerajaan Mataram Kuno lewat Peristiwa
Mahapralaya. Kekuasaan Kerajaaan Mataram Kuno diambil alih, dan nama
Mataram diubah menjadi Kediri. Kerajaan Kediri merupakan kerajaan turunan
Ajiwuwari. Raja pertamanya adalah Raja Sri Jayawarsha. Kemudian dilanjutkan
oleh Raja Bameswara. Dalam kitab Kakawin Smaradahana, karangan Mpu
Dharmaja, diceritakan bahwa Raja Bameswara adalah keturunan pendiri Dinasti
Isyana. Kemudian Raja Bameswara digantikan oleh mertuanya, Jayabhaya. Pada
masa pemerintahan Jayabhaya, terjadi perang saudara ini diabadikan dalam
bentuk Kakawin Bharatayuddha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Punuluh.
Jayabhaya berhasil memenangkan perang saudara tersebut sehingga wilayah
Kediri berhasil disatukan lagi dengan wilayah Jenggala. Peristiwa kemenangan ini
diabadikan dalam Prasasti Ngantang. Kemudian Raja Jayabhaya digantikan oleh
Raja Sarweswara dari Aryyeswara. Kemudian digantikan lagi oleh Raja Gandra.
Pada masa pemerintahannya, Gandra menyempurnakan struktur pemerintahan
yang diwariskan Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja Gandra, Kerajaan Kediri
dipimpin oleh Raja Kameshwara. Pemerintahan Kameshwara ditandai dengan
pesatnya hasil karya sastra Jawa. Pada masa pemerintahannya, cerita-cerita panji
atau kepehlawanan banyak dihasilkan. Raja kerajaan Kediri berikutnya adalah
Kertajaya atau Srengga. Pada masa pemerintahannya, Kediri mulai mengalami
masalah dan ketidakstabilan. Hal ini karena Kertajaya berusaha membatasi dan
mengurangi hak istimewa para kaum Brahmana, kemudian di daerah Tumapel
(sekarang Malang) muncul kekuatan baru di bawah pimpinan Ken Arok.
Perlahan-lahan, terjadi arus pelarian para Brahmana dari wilayah Kediri menuju
Tumampel. Kertajaya menyikapi arus pelarian ini dengan mengerahkan tentara
Kerajaan Kediri untuk menyerbu Tumapel. Perang antara pasukan Kertajaya dan
Ken Arok terjadi di Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan
kekuasaan pasukan Kertajaya. Atas kekalahan ini, Kerajaan Kediri memang
seolah-olah telah runtuh, namun ternyata, secara perlahan kerajaan Kediri masih
berdiri dibawah pimpinan Raja Jayakatwang, meskipun keberadaan mereka di
bawah kekuasaan Kerajaan Singasari.

Kerajaan Singasari
Berdirinya Kerajaan Singasari, saling berkaitan erat dengan Kerajaan Kediri dan
Majapahit. Ketika Ken Arok menjabat sebagai prajurit di Tumapel, di Kerajaan
Kediri sedang berlangsung perselisihan antara Raja Kertajaya dengan para
Brahmana. Para Brahmana tersebut melarikan diri ke Tumapel karena merasa
lebih nyaman berada di Tumapel, akhirnya terjadilah pertempuran antara Kerajaan
Kediri dengan paukan akuwu Tumapel. Dalam pertempuran di Ganter, Kerajaan
Kediri mengalami kekalahan dan Raja Kertajaya meninggal. Kemudian, Ken
Arok menyatukan sebagian wilayah Kerajaan Kediri dengan Tumapel, dan
mendirikan Kerajaan Singasari, dengan Tunggul Ametung sebagai rajanya. Ken
Arok bergelar Sri Rangga Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindrawangsa di Jawa
Timur. Istri pertamanya bernama Ken Umang, Ken Arok mempunyai empat orang
anak, yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi.
Awalnya, Ken Arok hanyalah seorang anak desa yang dilahirkan oleh seorang Ibu
bernama Ken Nduk. Ia dididik oleh para penjahat di lingkungan sekitarnya hingga
dewasa, sehingga ia tumbuh dan berkembang menjadi seorang penjahat yang suka
mabuk, mencuri, dan membunuh. Pada perjalan hidupnya, ia bekerja sebagai
seorang prajurit di daerah Tumapel, dan tertarik pada Ken Dedes, istri komandan
Tunggul Ametung. Timbul keinginan Ken Arok untuk memperistri Ken Dedes.
Singkat cerita, Ken Arok berhasil membunuh Tunggul Ametung dengan keris
yang dibuat Mpu Gandring, kemudian ia pun segera memperistri Ken Dedes.
Setelah sekian lama, Ken Dedes akhirnya menceritakan peristiwa pebunuhan
suaminya tersebut kepada anaknya dari Tunggu Ametung, Anusapati. Anusapati
marah, dan berniat balas dendam, akhirnya Anusapati berhasil membunuh Ken
Arok dengan keris buatan Mpu Gandring yang telah digunakan Ken Arok untuk
membunuh ayah kandungnya. Panji Tohjaya, anak kandung Ken Arok dengan
Ken Umang mengetahui peristiwa pembunuhan ayahnya yang dilakukan Tohjaya.
Akhirnya dengan keris yang sama, Tohjaya berhasil membunuh Anusapati.
Ranggawuni, yang merupakan saudara dari Anusapati, mengetahui pembunuhan
yang dilakukan Tohjaya, akhirnya dengan keris yang sama, Ranggawuni
membunuh Tohjaya.Setelah kejadian bunuh membunuh berantai ini, akhirnya
naik tahta lah Raja Kertanegara sebagai raja yang terkenal dan terbesar dari
kerajaan Singasari. Ia mempunyai semangat Ekspansionis. Kertanegara bercita-
cita memperluas Kerajaan Singasari hingga keluar Pulau Jawa yang disebut
dengan istilah Cakrawala Mandala. Pada tahun 1275, ia mengirim pasukan ke
Sumatra untuk menguasai Kerajaan Melayu yang disebut sebagai Ekspedisi
Pamalayu. Dalam ekspedisi tersebut, Kerajaan Melayu berhasil di taklukan.
Peristiwa ini diabadikan pada alas patung Amoghapasha di Padangroco (Sungai
Langsat).
Seorang utusan Cina bernama Meng K’i pulang ke Cina, dan menceritakan
pada kaisar Kubilai Khan bahwa Kerajaan Melayu yang awalnya menjadi
incarannya telah dikuasai dan ditaklukan oleh Kerajaan Singasari. Kaisar Kubilai
Khan begitu marah, ia segera mengirim pasukan untuk menyerang Kerajaan
Singasari. Mendengar wilayah kekuasaannya di bagian Sumatra akan diserang,
pasukan-pasukan Kerajaan Singasari segera dikirim ke Sumatra untuk
menghadapi serangan pasukan Cina. Sementara itu, Raja Jayakatwang dari
Kerajaan Kediri (kerajaan yang pernah dikalahkan Kerajaan Singasari) melihat
kesempatan baik untuk merebut kembali kekuasaan selagi pasukan-pasukan
Kerajaan Singasari dikirim ke Sumatra. Pada tahun 1292, Raja Jayakatwang
dengan pasukan Kerajaan Kediri langsung menyerang Ibu kota Kerajaan
Singasari.
Menurut cerita, pada saat serangan musuh datang, Raja Kertanegara beserta para
pejabat dan pendeta sedang melakukan upacara Tantrayana, sehingga dapat
dengan mudah mereka semua dibunuh oleh musuh. Kerajaan Singasari akhirnya
berhasil direbut kembali oleh Jayakatwang, Raja dari Kerajaan Kediri.

Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan hindu terakhir dan terbesar di Indonesia.
Letaknya di Pulau Jawa. Pendirinya adalah Raden Wijaya, menantu dari Raja
Teguh Dharmawangsa (Kerajaan Mataram Kuno) yang sempat melarikan diri ke
Madura bersama istrinya saat terjadi Peristiwa Mahapralaya.
Kerajaan Majapahit, awalnya hanyalah sebuah desa kecil bernama Desa
Tarik.Desa itu merupakan pemberian dari Raja Jayakatwang dari Kediri atas
kembalinya menantu Raja Teguh Dharmawangsa (Raden Wijaya) dari Kerajaan
Mataram Kuno yang telah lama dikuasai Kerajaan Kediri. Raden Wijaya telah
dimaafkan dan dipercaya tidak bersalah atas kesalahan generasi atasnya.
Singkat cerita, pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal
dengan 20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk
menyerang Raja Kertanegara yang telah merebut Kerajaan Melayu dan
menyatakan tidak mau tunduk pada Kaisar Kubilai Khan. Mereka tidak tau bahwa
Raja Kertanegara beserta Kerajaan Singasari itu telah meninggal dan hancur
dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kediri.
Mengetahui rencana penyerangan dari Cina ini, Raden Wijaya mengambil
kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan Singasari. Ia menggabungkan diri
dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di Kediri. Kerajaan Kediri
tidak mampu menghadapi serangan, sehingga Raja Jayakatwang berhasil
dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta
pora. Mereka tidak menyangka ketika sedang berpesta pora, pasukan Majapahit
balik menyerang mereka. Akhirnya pasukan armada Cina kalah, dan mereka
segera kembali ketanah airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majaphit mulai berkuasa.
Pada tahun 1295, berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga
lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu bisa
dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan
di dua tempat, yaitu Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura.
Setelah Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama
Jayanegara menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Pada awal
pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang meletus
dimasa ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja
Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin
oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager. Raja Jayanegara
wafat tahun1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang
bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan
oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi
Jayawishnuwardhani. Suaminya bernama Cakradhara yang berkuasa di Singasari
dengan gelar Kertawerdhana.
Dari kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di
masa pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling
berbahaya adalah pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun
pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada
bersumpah di hadapan Raja dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan
amukti palapa (memakan buah palapa), sebelum ia dapat menundukan seluruh
Nusantara di bawah naungan Majapahit. Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota
Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu
Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada
tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja Majapahit
dan bergelar Sri Rajasanagara dan Gajah Mada diangkat sebagai Patih
Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada,
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit
menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk
pada Majapahit, namun ada satu kerajaan kecil yang belum berhasil dikuasai
kerajaan Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda Galuh. Raja Hayam Wuruk bersama
Patih Gajah Mada berusaha untuk menaklukan kerajaan tersebut, namun ketika itu
Raja Hayam Wuruk terlanjur jatuh cinta pada putri dari Kerajaan Sunda Galuh
yang bernama Dyah Pitaloka. Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk menikahi
Dyah Pitaloka. Ia mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh datang ke
Kerajaan Majapahit untuk menikah dengan Dyah Pitaloka. Ketika keluarga besar
dari kerajaan Sunda Galuh tiba di Kerajaan Majapahit, terjadi kesalahpahaman.
Patih Gajah Mada mengira bahwa keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh ingin
menyerang Kerajaan Majapahit, akhirnya Patih Gajah Mada segera mengeluarkan
pasukan dan membunuh semua anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh. Hanya
Dyah Pitaloka yang tidak dibunuh. Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah
Pitaloka pun akhirnya melakukan belapati (bunuh diri) pada dirinya sendiri. Raja
Hayam wuruk yang mengetahui peristiwa kesalah pahaman tersebut menjadi
marah, terlebih ketika melihat calon istrinya mati karena bunuh diri atas kesalah
pahaman patihnya. Akhirnya, Raja Hayam Wuruk pun sakit, dan meninggal
karena sakit hati. Sejak kematian Raja Hayam Wuruk, maka Kerajaan Majapahit
mencapai masa kemunduran, perlahan-lahan kekuasaan Majapahit pun runtuh.
Pada salah satu versi cerita, dikisahkan Sang Patih, Gajah Mada pergi ke sebuah
gunung untuk berdiam diri dan menjadi pertapa karena merasa bersalah pada
rajanya.

. MASUKNYA AGAMA HINDU DAN BUDHA DI INDONESIA


Agama Hindu dan Budha berasal dari Jazirah India yang sekarang meliputi
wilayah negara India, Pakistan, dan Bangladesh. Kedua agama ini muncul pada
dua waktu yang berbeda (Hindu: ±1500 SM, Budha: ±500 SM), namun
berkembang di Indonesia pada waktu yang hampir bersamaan. Munculnya agama
Hindu dan Budha di Indonesia berawal dari hubungan dagang antara pusat Hindu
Budha di Asia seperti China dan India dengan Nusantara. Hubungan dagang
antara masyarakat Nusantara dengan para pedagang dari wilayah Hindu Budha
inilah yang menyebabkan adanya asimilasi budaya, sehingga agama Hindu dan
Budha lambat laun mulai berkembang di Nusantara.
Kepulauan Nusantara yang diapit oleh dua benua (Asia dan Australia) serta oleh
dua samudra (Hindia dan Pasifik), mempunyai letak yang sangat strategis dalam
jalur perdagangan dunia kala itu. Hal ini membuat para pedagang asing dari
negeri-negeri lain seperti Cina, India, Persia, dan Arab sering singgah di
kepulauan Nusantara. Para pedagang asing ini tidak hanya berkepentingan untuk
berdagang di Nusantara. Mereka juga menjalin interaksi secara sosial budaya
dengan masyarakat lokal, sehingga masuklah pengaruh-pengaruh kebudayaan
mereka ke Nusantara, termasuk pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha.
Sebenarnya ada beberapa teori yang diajukan oleh para ahli mengenai siapa
sebenarnya yang membawa agama Hindu dan Budha di Indonesia, berikut adalah
beberapa teori/hipotesa mengenai masuknya agama hindu dan budha di indonesia.
1. Teori Brahmana
Teori yang diprakarsai oleh Van Leur ini menyatakan bahwa kaum Hindu dari
kasta Brahmanalah yang mempunyai peran paling besar dalam proses masuknya
agama dan budaya Hindu di Indonesia. Hal ini mengingat bahwa Kitab Weda
ditulis dengan Bahasa Sansekerta yang hanya dipahami oleh kaum Brahmana.
Para Brahmana yang berasal dari pusat-pusat Hindu di dunia ini datang karena
undangan para penguasa lokal yang ingin yang ingin mengetahui lebih lanjut
mengenai agama Hindu. Para raja/penguasa pribumi tersebut adalah penganut
kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum datangnya pengaruh Hindu dan
Budha.
2. Hipotesa Ksatria
Menurut teori yang diusung oleh C.C. Berg ini, agama Hindu dibawa ke Indonesia
oleh kaum ksatria (kaum prajurit kerajaan). Hal ini terjadi karena pada awal abad
Masehi sering terjadi kekacauan politik di India sehingga sering terjadi perang
antargolongan di negeri ini. Para prajurit perang yang terdasak musuh atau telah
jenuh berperang akhirnya meninggalkan tanah air mereka. Diantara para ksatria
yang mencari tempat pelarian ini, sebagian ada yang mencapai Indonesia. Mereka
inilah yang kemudian membuat koloni dan beralkulturasi dengan penduduk lokal.
Hal ini membuat semakin banyak masyarakat lokal yang menganut agama Hindu,
pada perkembangan berikutnya, akhirnya lahirlah kerajaan Hindu di Nusantara.
3. Hipotesa Waisya
Menurut teori ini, kaum Hindu dari kasta Waisya adalah yang paling berjasa
dalam penyebaran agama Hindu di Indonesia. Kaum Waisya adalah mereka yang
berasal dari kalangan pekerja ekonomi seperti pedagang dan saudagar. Para
pedagang yang berasal dari India atau pusat-pusat Hindu lain di Asia ini banyak
melakukan hubungan dagang dengan masyarakat atau penguasa pribumi. Hali
inilah yang membuka peluang bagi masuknya agama Hindu di Indonesia. Teori
Waisya ini diprakarsai oleh Dr. N. J. Krom.
4. Hipotesa Sudra
Orang-orang yang tergolong dalam Kasta Sudra adalah mereka yang dianggap
sebagai orang buangan. Kaum Sudra ini diduga datang ke Indonesia bersama
kaum Waisya atau Ksatria. Karena datang dalam jumlah yang sangat besar, kaum
Sudra inilah yang telah memberikan andil paling besar terkait masuknya agama
Hindu ke Indonesia.

Meskipun disampaikan oleh para ahli, keempat teori diatas tetap mempunyai
kelemahannya masing-masing. Hal tersebutkarena kitab Weda yang merupakan
kitab suci agama Hindu ditulis menggunakan bahasa Sansekerta dan Pallawa yang
notabene hanya dikuasai oleh kaum Brahmana. Kaum Ksatria, Waisya, dan Sudra
tentu saja akan sangat kesulitan menyebarkan agama Hindu di Indonesia karena
mereka tidak memahami Bahasa Sansekerta yang merupakan bahasa dalam kitab
Weda. Namun demikian, menurut kepercayaan India kuno, kaum Brahmana tidak
boleh menyeberangi lautan sehingga hampir mustahil untuk kaum Brahmana
menyebarkan Hindu di Indonesia Secara langsung.
Karena keempat teori yang saya sampaikan diatas memiliki banyak kelemahan,
maka muncullah teori lain yaitu teori arus balik. Teori ini dicetuskan oleh F.D.K
Bosch, menurutnya Agama Hindu masuk ke Indonesia karena dibawa oleh orang
Indonesia sendiri. Orang-orang Indonesia yang membawa Agama Hindu ke
Indonesia ini berasal dari golongan pemuda yang memang sengaja dikirim oleh
para penguasa pribumi untuk mempelajari agama Hindu dan Budha di India.
Setelah selesai belajar di India, mereka kemudian pulang ke Nusantara lalu mulai
menyebarkan agama Hindu atau Budha.

B. MASUKNYA AGAMA ISLAM DI INDONESIA


Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M, kepemimpinan Islam
dipegang oleh para khalifah. Dibawah kepemimpinan para khalifah, agama Islam
mulai disebarkan lebih luas lagi. Sampai abad ke-8 saja, pengaruh Islam telah
menyebar ke seluruh Timur Tengah, Afrika Utara, dan Spanyol. Kemudian pada
masa dinasti Ummayah, pengaruh Islam mulai berkembang hingga Nusantara.
Sejarah mencatat, kepulauan-kepulauan Nusantara merupakan daerah yang
terkenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Hal tersebut
membuat banyak pedagang dari berbagai penjuru dunia datang ke Nusantara
untuk membeli rempah-rempah yang akan dijual kembali ke daerah asal mereka.
Termasuk para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat. Selain berdagang, para
pedagang muslim tersebut juga berdakwah untuk mengenalkan agama Islam
kepada penduduk lokal.
Menurut beberapa sejarawan, agama Islam baru masuk ke Indonesia pada abad
ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang muslim. Meskipun begitu, belum
diketahui secara pasti sejak kapan Islam masuk ke Indonesia karena para ahli
masih berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Setidaknya ada tiga teori yang
mencoba menjelaskan tentang proses masuknya Islam ke Indonesia yaitu teori
Mekkah, teori Gujarat, dan teori Persia.
Teori Gujarat, Teori yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje ini menyatakan
bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi yang
dibawa oleh para pedagang dari Kambay (Gujarat), India.
Teori Persia, Teori ini dipelopori oleh P.A Husein Hidayat. Teori Persia ini
menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Persia (sekarang
Iran) karena adanya beberapa kesamaan antara kebudayaan masyarakat Islam
Indonesia dengan Persia.
Teori Mekkah, Teori ini adalah teori baru yang muncul untuk menyanggah bahwa
Islam baru sampai di Indonesia pada abad ke-13 dan dibawa oleh orang Gujarat.
Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekkah
(arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7. Teori ini didasari oleh sebuah
berita dari Cina yang menyatakan bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah
perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.
Sebuah batu nisan berhuruf Arab milik seorang wanita muslim bernama Fatimah
Binti Maemun yang ditemukan di Sumatera Utara dan diperkirakan berasal dari
abad ke-11 juga menjadi bukti bahwa agama Islam sudah masuk ke Indonesia
jauh sebelum abad ke-13.
Proses Masuknya Islam di Indonesia
Proses masuknya islam ke Indonesia dilakukan secara damai dengan cara
menyesuaikan diri dengan adat istiadat penduduk lokal yang telah lebih dulu ada.
Ajaran-ajaran Islam yang mengajarkan persamaan derajat, tidak membeda-
bedakan si miskin dan si kaya, si kuat dan si lemah, rakyat kecil dan penguasa,
tidak adanya sistem kasta dan menganggap semua orang sama kedudukannya
dihadapan Allah telah membuat agama Islam perlahan-lahan mulai memeluk
agama Islam.

Proses masuknya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai dan dilakukan


dengan cara- cara sebagai berikut.
Melalui Cara Perdagangan
Indonesia dilalui oleh jalur perdagangan laut yang menghubungkan antara China
dan daerah lain di Asia. Letak Indonesia yang sangat strategis ini membuat lalu
lintas perdagangan di Indonesia sangat padat karena dilalui oleh para pedagang
dari seluruh dunia termasuk para pedagang muslim. Pada perkembangan
selanjutnya, para pedagang muslim ini banyak yang tinggal dan mendirikan
perkampungan islam di Nusantara. Para pedagang ini juga tak jarang mengundang
para ulama dan mubaligh dari negeri asal mereka ke nusantara. Para ulama dan
mubaligh yang datang atas undangan para pedagang inilah yang diduga memiliki
salah satu peran penting dalam upaya penyebaran Islam di Indonesia.
Melalui Perkawinan
Bagi masyarakat pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kelangan yang
terpandang. Hal ini menyebabkan banyak penguasa pribumi tertarik untuk
menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang ini. Sebelum menikah,
sang gadis akan menjadi muslim terlebih dahulu. Pernikahan secara muslim antara
para saudagar muslim dengan penguasa lokal ini semakin memperlancar
penyebaran Islam di Nusantara.
Melalui Pendidikan
Pengajaran dan pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam
terbentuk. Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing
oleh guru agama, ulama, ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke
kampung halamannya dan akan mendakwahkan Islam di kampung masing-
masing.

Melalui Kesenian
Wayang adalah salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada
penduduk lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandang yang
mementaskan wayang untuk mengenalkan agama Islam. Cerita wayang yang
dipentaskan biasanya dipetik dari kisah Mahabrata atau Ramayana yang kemudian
disisipi dengan nilai-nilai Islam.

C. AKULTURASI TRADISI HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA


Keragaman suku bangsa yang tersebar di Nusantara merupakan kondisi objektif
yang penting dan sangat berpengaruh dalam keseluruhan proses penyebaran dan
pembentukan tradisi Islam di Indonesia. Perbedaan suku bangsa itu tidak hanya
menyangkut perbedaan bahasa, adat istiadat, dan sistem sosio-kultural pada
umumnya, tetapi juga perbedaan orientasi nilai yang menyangkut sistem
keyakinan dan keragaman masyarakat.
Setiap suku bangsa, selain memiliki kepercayaan lokal masing-masing, juga
memiliki sistem pengetahuan dan cara pandang yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Masuknya unsur baru dalam kehidupan tentu saja mendapat reaksi yang
berbeda-beda. Adanya hukum adat yang terbentuk dari tradisi sosial budaya
masyarakat setempat merupakan bentuk paling jelas dari institusi lokal yang
mengatur tatanan masyarakat. Berdasarkan pengelompokan yang diperkenalkan
oleh pelopor studi hukum adat, Van Vollenhoven, terdapat Sembilan belas
wilayah hukum adat yang mengisyaratkan agama Islam tersosialisasikan dalam
masyarakat yang memiliki ciri adat tertentu. Interaksi antara hukum Islam dan
hukum adat yang tinggi telah ada sebelum Islam menjadi perdebatan diberbagai
daerah. Daerah yang keterkaitannya dengan adat begitu tinggi dan paling intens
menerima proses islamisasi antara lain Aceh, Sumatera Barat, dan Sulawesi
Selatan. Terutama menyangkut persoalan untuk mempertemukan atau
menyelaraskan agama dan adat dalam kehidupan sehari-hari.
Kepercayaan dan tradisi lokal dalam masyarakat yang masih terdapat sisa-sisa
tradisi meghalithikum (adalah kebudayaan yang menghasilkan bangunan-
bangunan dari batu besar, seperti menhir adalah tugu yang melambangkan arwah
nenek moyang sehingga menjadi benda pujaan. Dolmen adalah bentuknya seperti
meja batu berkakikan tiang satu dan merupakan tempat sesaji). Pada dasarnya
tertumpu pada keyakinan tentang adanya aturan tetap yang mengatasi segala yang
terjadi dalam alam dunia. Tradisi kepercayaan dan sistem sosial budaya adalah
produk masyarakat lokal dalam menciptakan keteraturan. Seperti tradisi lokal itu
adalah melakukan upacara adat, menghadirkan tata cara menanam dan memanen,
melakukan selamatan serta melakukan upacara peralihan hidup.
Contoh lain tradisi lokal:
Di Tapanuli, kepercayaan lokal dikenal dengan nama parmalim atau agama si
Raja Batak. Di Kepulauwan Mentawai disebut Sabulungan, di Dayak disebut
Kaharingan, di Toraja disebut Aluk to dolo. Di Sulawesi Tengah di sebut
Parandangan, di Sumbawa disebut Baramarapu, di Nias disebut Ono niha. Di Sika
(Maumere) disebut Ratu bita bantara. Kepercayaan lokal tersebut memang
berbeda di setiap daerah, hal itu menunjukkan keragaman budaya yang ada di
Indonesia.
Kemudian tadi dijelaskan mengenai kebudayaan megalithikum yang belum
disebutkan adalah ada juga arca-arca (ini mungkin melambangkan nenek moyang
mereka dan menjadi pemujaan), kubur batu (peti mayat dari batu yang keempat
sisinya berdindingkan papan-papan batu, alas dan bidang atasnya juga dari papan
batu). Punden berundap-undap (yaitu bangunan pemujaan yang tersusun
berttingkat-tingkat). Pada umumnya kebudayaan megalithikum ini terdapat di
seluruh Indonesia seperti di Sumatera, Bali, Jawa, dan Sulawesi. Di samping itu
masyarakat Jawa telah mengenal cerita wayang dan ini adalah merupakan asli
budaya Jawa.
Indonesia sejak zaman neolithikum atau zaman batu muda di mana alat yang
dibuat sudah diasah sehingga menjadi halus dan indah. Dikatakan bahwa sejak
zaman Neolithikum bangsa Indonesia telah mengenal:
1. Cara pertanian padi
2. Mengenal alat pemotong padi
3. Teknik pembuatan batik
4. Peternakan
5. Teknik pembuatan periuk belanga
6. Membuat alat-alat dari logam
7. Pembuatan rumah panggung
8. Mendirikan monument (bangunan pemujaan)
9. Sudah mengenal organisasi pemerintahan secara teratur yang dikepalai
Kepala Desa dan menurut Adat
10. Membuat/menggunakan mata uang.

D. PERPADUAN TRADISI LOKAL, HINDU-BUDHA, DAN ISLAM DI


INDONESIA
Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam, berkembang pula
kebudayaan Islam di Indonesia. Unsur kebudayaan Islam itu lambat laun diterima
dan diolah ke dalam kebudayaan Indonesia tanpa menghilangkan kepribadian
Indonesia, sehingga lahirlah kebudayaan baru yang merupakan akulturasi
kebudayaan Indonesia dan Islam. Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam itu
juga mencakup unsur kebudayaan Hindu-Budha. Perpaduan kebudayaan
Indonesia dan Islam, antara lain dapat dilihat sebagai berikut:
* Seni Bangunan. Misalnya bangunan makam. Makam sebagai hasil
kebudayaan zaman Islam mempunyai ciri-ciri perpaduan antara unsur budaya
Islam dan unsur budaya sebelumnya, seperti berikut ini;
Fisik Bangunan. Pada makam Islam sering kita jumpai bangunan kijing atau jirat
(bangunan makam yang terbuat dari tembok batu bata) yang kadang-kadang
disertai bangunan rumah (cungkup) di atasnya. Dalam ajaran Islam tidak ada
aturan tentang adanya kijing atau cungkup. Adanya bangunan tersebut merupakan
ciri bangunan candi dalam ajaran Hindu-Budha. Tidak berbeda dengan candi,
makam Islam, terutama makam para raja, biasanya dibuat dengan megah dan
lengkap dengan keluarga dan para pengiringnya. Setiap keluarga dipisahkan oleh
tembok dengan gapura (pintu gerbang) sebagai penghubungnya. Gapura itu
belanggam seni zaman pra-Islam, misalnya ada yang berbentuk kori agung
(beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi.
Tata Upacara Pemakaman. Pada tata cara upacara pemakaman terlihat jelas dalam
bentuk upacara dan selamatan sesudah acara pemakaman. Tradisi memasukkan
jenazah dalam peti merupakan unsur tradisi zaman purba (kebudayaan
megalithikum yang mengenal kubur batu) yang hidup terus menerus sampai
sekarang. Demikian pula, tradisi penaburan bunga di makam dan upacara
selamatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, dan seribu hari
untuk memperingati orang yang telah meninggal merupakan unsur Islam dan juga
unsur agama Hindu-Budha. Dan hingga saat ini tetap dilaksanakan oleh sebagian
masyarakat Islam.
Penempatan Makam. Dalam penempatan makampun terjadi akulturasi antara
kebudayaan lokal, Hindu-Budha dan Islam. Misalnya, makam terletak di tempat
yang lebih tinggi dan dekat dengan masjid. Contohnya, makam raja-raja Mataram
yang terletak di bukit Imogiri dan makam para wali yang berdekatan dengan
masjid. Dalam agama Hindu-Budha makam dalam candi.

* Bangunan Masjid. Bangunan masjid merupakan salah satu wujud budaya


Islam yang berfungsi sebagai tempat ibadah. Dalam sejarah Islam, masjid
memiliki perkembangan yang beragam sesuai dengan daerah tempat
berkembangnya. Di Indonesia, masjid mempunyai bentuk khusus yang merupakan
perpaduan budaya Islam dengan budaya setempat. Perpaduan budaya pada
bangunan masjid terlihat pada;
Bentuk Bangunan. Bentuk masjid di Indonesia, terutama di pulau Jawa,
bentuknya seperti pendopo (balai atau ruang besar tempat rapat) dengan
komposisi ruang yang berbentuk persegi dan beratap tumpang. Cirri khusus
bangunan masjid di Timur Tengah biasanya bagian atapnya berbentuk kubah,
tetapi di Jawa diganti dengan atap tumpang dengan jumlah susunan bertingkat
dua, tiga, dan lima.
Menara. Menara merupakan bangunan kelengkapan masjid yang dibangun
menjulang tinggi dan berfungsi sebagai tempat menyerukan azan, yaitu tanda
datangnya waktu shalat. Di Jawa terdapat bentuk menara yang dibuat seperti candi
dengan susunan bata merah dan beratap tumpang, seperti menara masjid Kudus
(Jawa Tengah).
Letak Bangunan. Dalam ajaran Islam, letak bangunanmasjid tidak diatur secara
khusus. Namun, di Indonesia, penempatan masjid khususnya masjid agung, diatur
sedemikian rupa sesuai dengan komposisi mocopat (yaitu masjid ditempatkan di
sebelah barat alun-alun), dan dekat dengan istana (keraton) yang merupakan
symbol tempat bersatunya rakyat dengan raja di bawah pimpinan imam. Selain
itu, adanya kentongan atau bedug yang dibunyikan di masjid Indonesia sebagai
pertanda masuknya waktu shalat. Hal itu juga menunjukkan adanya unsur
Indonesia asli. Bedug atau kentongan tidak ditemukan pada masjid di Timur
Tengah.
* Seni Rupa. Wujud akulturasi kebudayaan Indonesia dan islam pada seni
rupa dapat dilihat pada ukiran bangunan makam. Hiasan pada jirat (batu kubur)
yang berupa susunan bingkai meniru bingkai candi. Pada dinding rumah, makam
dan gapura terdapat corak dan hiasan yang mirip dengan corak dan hiasan yang
terdapat pada Pura Ulu Watu dan Pura Sakenan Duwur di Tuban (Jawa Timur).
Salah satu cabang seni rupa yang berkembang pada awal penyebaran agama Islam
di Indonesia adalah seni kaligrafi. Kaligrafi tersebut biasanya digunakan untuk
menghias bangunan makam atau masjid.
* Aksara. Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam dalam hal aksara
diwujudkan dengan berkembangnya tulisan Arab Melayu di Indonesia, yaitu
tulisan Arab yang dipakai untuk menulis dalam bahasa Melayu. Tulisan Arab
Melayu tidak menggunakan tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Tulisan
Arab Melayu disebut dengan istilah Arab gundul.
* Seni Sastra. Kesusastraan pada zaman Islam banyak berkembang di daerah
sekitar selat Malaka (daerah Melayu) dan Jawa. Pengaruh yang kuat dalam karya
sastra pada zaman Islam berasal dari Persia. Misalnya, Hikayat Amir Hamzah,
Hikayat Bayan Budiman, dn Cerita 1001 Malam. Di samping itu, pengaruh
budaya Hindu-Budha juga terlihat dalam karya sastra Indonesia. Misalnya,
Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama, Hikayat Kuda Semirang, dan Syair
Panji Semirang.
Cara penulisan karya sastra pada zaman Islam dilakukan dalam bentuk gancaran
dan tembang. Di Jawa, tembang merupakan suatu bentuk yang lazim, tetapi di
daerah Melayu, tembang dan gancaran ada semua. Cerita yang ditulis dalam
bentuk gancaran disebut hikayat, sedangkan cerita yang ditulis dalam bentuk
tembang disebut syair. Di daerah Melayu, karya sastra itu ditulis dengan
menggunakan huruf Arab, sedangkan di Jawa, naskah itu ditulis dengan
menggunakan huruf Jawa dan Arab (terutama yang membahas soal keagamaan).
* Sistem Pemerintahan. Pengaruh agama Islam di Indonesia juga terjadi
dalam bidang pemerintahan sehingga terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam
dan kebudyaan pra-Islam. Sebelum masuknya agama Islam, di Indonesia telah
berkembang sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan. Raja mempunyai
kekuasaan besar dan bersifat turun-temurun. Masuknya pengaruh Islam
mengakibatkan perubahan struktur pemerintahan dalam penyebutan raja. Raja
tidak lagi dipanggil maharaja, tetapi diganti dengan julukan sultan atau sunan
(susuhunan), panembahan, dan maulana. Pada umumnya nama raja pun
disesuaikan dengan nama Islam (Arab).
Akulturasi dalam penyebutan nama raja di Jawa lebih kelihatan karena raja tetap
memakai nama Jawa dibelakang gelar sultan, sunan, atau panembahan, seperti
Sultan Trenggono. Di samping itu, juga muncul tradisi baru di Jawa, yaitu
pemakaian gelar raja secara turun-temurun, sedangkan untuk membedakan raja
yang satu dengan yang lainnya ditentukan dengan menambah angka urutan di
belakang gelar, seperti Hamengkubuwono I, II, III, dan seterusnya.
Begitu pula, dengan sistem pengangkatan raja pada masa berdirinya kerajaan
Islam di Nusantara tetap tidak mengabaikan cara-cara pengangkatan raja pada
masa sebelumnya. Di Kerajaan Aceh, tata cara pengangkatan raja diatur dalam
permufakatan hukum adat.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

· Agama hindu-budha datang ke Indonesia melalui para pedagang


yang hendak pergi ke China. Para pedagang tersebut singgah cukup lama di
Indonesia untuk menunggu angin ke arah utara
· Selama mereka singgah di Indonesia mereka mengajarka agama
Hindu
· Lama kelamaan munculah berbagai kerajaan Hindu di Indonesia,
seperti Kerajaan Kutai, Tarumanagara, Mataram Kuno, Kediri, Singasari, dan
Majapahit.
· Kerajaan Kutai, adalah kerajaan Hindu pertama di Indonesia yang
letaknya di Kalimantan Timur dengan Raja Kudungga sebagai pendirinya, dan
Raja Mulawarman sebagai Raja yang paling terkenalnya. Peninggalannya berupa
Prasasti Yupa
· Kerajaan Tarumanegara, adalah kerajaan hindu yang terletak di
Bekasi dengan Raja Purnawarman sebagai rajanya yang paling terkenal. Prasasti
yang paling terkenalnya adalah Prasasti Ciaruteun dengan terukirnya telapak kaki
Raja Purnawarman yang begitu besar
· Kerajaan Mataram Kuno, adalah kerajaan yang letaknya di Jawa
Tengah dan sempat dipindahkan ke Jawa Timur, alasan perpindahannya telah
dijelaskan pada Teori Van Bamellen. Pernah terjadi pertikaian antara Dinasti
Sanjaya (Samaratungga) dengan Dinasti Syailendra (Pramodhawardani) yang
akhirnya membuat Pramodhawardani melarikan diri ke Sumatra. Terdapat
peristiwa bersejarah yang disebut Peristiwa Mahapralaya di mana Kerajaan ini
hancur diserang Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Wurawari ketika sedang
diadakan pesta pernikahan
· Kerajaan Kediri, adalah kerajaan yang telah berhasil merebut
kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno. Pernah terjadi pelarian kaum Brahmana ke
wilayah Tumapel karena mereka tidak dihargai di Kerajaan Kediri. Pelarian
Brahmana tersebut membuat Kerajaan Kediri mencetuskan peperangan dengan
pasukan Tumapel dan menuai kekalahan
· Kerajaan Singasari, adalah kerajaan yang awalnya adalah daerah
Tumapel yang kemudian berhasil membuat Kerajaan Kediri tunduk, dan dikuasai.
Kerajaan ini terkenal dengan kasus bunuh membunuh antarkeluarga, yang dipicu
oleh keinginan Ken Arok untuk memperistri Ken Dedes. Kerajaan ini
akhirnya dapat direbut kembali oleh Kerajaan Kediri yang memanfaatkan kasus
penyerangan pasukan Kubilaikhan ke Kerajaan ini.
· Kerajaan Majapahit, adalah Kerajaan Hindu terbesar dan terakhir di
Indonesia. Dengan Raden Wijaya sebagai pendirinya. Awalnya kerajaan ini hanya
sebuah desa kecil pemberian Jayakatwang, dari Kerajaan Kediri yang telah
berhasil merebut kekuasaan Kerajaan Singasari. Namun, berkat kecerdikan
Raden Wijaya, akhirnya Kerajaan Kediri dapat dikalahkan Majapahit dengan
siasat bekerjasama dengan pasukan Kubilaikhan dari Cina. Raja Majapahit yang
paling terkenal adalah Raja Hayam Wuruk bersama patihnya, Gajah Mada.
Dengan sumpah palapa, Gajah Mada beserta rajanya, Hayam Wuruk
berhasil menyatukan nusantara, kecuali untuk sebuah kerajaan kecil, yaitu
kerajaan Sunda. Berakhirnya Kerajaan Majapahit, adalah dengan meninggalnya
Raja Hayam Wuruk karena patah hati tidak bisa menikahi putri cantik dari
kerajaan Sunda, Dyah Pitaloka. Dyah Pitaloka bunuh diri karena keluarganya mati
dibunuh pasukan Majapahit yang diperintahkan Gajah mada atas sebuah
kesalahpahaman.
· Dengan berakhirnya kekuasaan Majapahit, maka berakhir pula
kekuasaan kerajaan hindu di Indonesia. Maka mulai bermunculanlah Kerajaan
Islam

DAFTAR PUSTAKA
· mustaqimzone.wordpress.com/2011/07/20/perkembangan-kerajaan-
hindu-budha-di-indonesia/
· www.google.co.id/#q=masuknya+kerajaan+hindu+budha+di+indon
esia+kelas+SMA&hl=id&prmd=imvns&ei=kz8ZT7mGBNDqrQep8oCtDA&sqi=
2&start=10&sa=N&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.,cf.osb&fp=76417af358131f0a&biw=
1366&bih=588
· www.google.co.id/imgresimgurl=http://sugionosejarah.files.wordpr
ess.com/2011/10/blitar2.jpg&imgrefurl=http://sugionosejarah.wordpress.com/201
1/10/15/kerajaan-
majapahit/&usg=__KByF88idkxbgY3wf0rQmXMukMn8=&h=350&w=336&sz=
43&hl=id&start=11&zoom=1&tbnid=FxdKvL4ZBlPk4M:&tbnh=120&tbnw=115
&ei=jfobT8yvC4jPrQfugo3nDQ&prev=/search%3Fq%3Dpeninggalan%2Bkeraja
an%2Bmajapahit%26hl%3Did%26sa%3DX%26biw%3D1366%26bih%3D631%
26tbm%3Disch%26prmd%3Dimvns&itbs=1

Anda mungkin juga menyukai