Anda di halaman 1dari 28

Meet The Expert

TUMOR GANAS OKULER

Oleh

Zelshie Ansalsi 1740312613

Dita Viviant Sagith 1840312624

Rani Novelty 1840312625

Viton Surya Irlaks 1510312060

Aulia Khatib 1510312082

Preseptor:

dr. Ardizal Rahman, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunian-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan Meet the Expert yang berjudul “Tumor Ganas Okuler”.
Shalawat beriring salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada dr. Ardizal Rahman, Sp.M (K) selaku pembimbing dan semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan tulisan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 17 Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. 2

Daftar isi ...................................................................................................... 3

Daftar gambar ............................................................................................. 4

BAB 1 : PENDAHULUAN ........................................................................

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 6

1.2. Batasan Masalah ........................................................................... 7

1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................... 8

1.4. Metode Penulisan .......................................................................... 8

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7

2.1. Retinoblastoma.............................................................................. 9

2.1.1 Anatomi Retina ........................................................................... 9

2.1.2 Definisi........................................................................................ 11

2.1.3 Epidemiologi............................................................................... 11

2.1.4 Etiologi........................................................................................ 12

2.1.5 Patogenesis.................................................................................. 12

2.1.6 Manifestasi Klinis........................................................................ 12

2.1.7 Klasifikasi.................................................................................... 14

2.1.8 Diagnosis..................................................................................... 16

2.1.9 Diagnosis Banding....................................................................... 17


2.1.10 Tatalaksana................................................................................. 18
2.1.11 Komplikasi................................................................................. 20
2.1.12 Prognosis................................................................................... 21

3
2.2. Melanoma Koroid.......................................................................... 21

2.2.1 Definisi......................................................................................... 22
2.2.2 Epidemiologi................................................................................ 23
2.2.3 Patogenesis................................................................................... 23
2.2.4 Manifestasi Klinis........................................................................ 24
2.2.5 Diagnosis...................................................................................... 24
2.2.6 Terapi........................................................................................... 24
2.2.7 Prognosis...................................................................................... 25

BAB 3 KESIMPULAN................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 27

4
DAFTAR GAMBAR & TABEL

Gambar 2.1. Anatomi Retina................................................................ 9

Gambar 2.2. Lapisan pada Retina........................................................ 10

Gambar 2.3. Leukokoria ...................................................................... 13

Gambar 2.4. Buftalmus ........................................................................ 15

Gambar 2.5. Hasil Funduskopi Retinoblastoma................................... 16

Gambar 2.6. Melanoma Maligna Konjungtiva..................................... 22

Gambar 2.7 Melanoma Maligna Koroid.............................................. 23

Gambar 2.8 Melanoma dengan Iris Bagian Inferior............................ 23

Tabel 2.1. Diagnosis Banding Retinoblastoma................................. 17

5
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejadian tumor ganas pada mata relatif jarang.1 Retinobalstoma dan melanoma koroid
adalah keganasan intraokular yang paling umum diamati pada poplasi anak-anak dan
dewasa.2 Retinoblastoma adalah tumor ganas primer itraokuler yang paling umum terjadi
pada anak-anak, dan menempati 11% dari semua kanker dalam 1 tahun kehidupan. Di
Amerika penderita retinoblastoma 1 per 15.000 kelahiran hidup, di Eropa antara 44,2–67,9
per juta kelahiran dan di negara berkembang Afrika dan Asia dilaporkan terjadi pada 1 per
18.000–34.000 kelahiran hidup.3 Meskipun retinoblastoma dapat terjadi pada semua usia,
namun paling sering terjadi pada anak-anak sebelum usia 2 tahun. Sekitar 95% kasus
retinablastoma didiagnosis sebelum usia 5 tahun.4
Retinoblastoma secara tipikal didiagnosis selama tahun pertama kehidupan pada
kasus familil dan kasus bilateral sedangkan pada kasus unilateral secara sporadik didiagnosis
antara usia 1 dan 3 tahun. Onset setelah usia 5 tahun jarang namun dapat juga terjadi.
Retinoblastoma merupakan tumor yang dapat terjadi secara herediter (40%), dan non
herediter (60%). Retinoblastoma herediter meliputi pasien dengan riwayat keluarga positif
(10%) dan yang mengalami mutasi gen yang baru pada waktu pembuahan (30%). Bentuk
herediter dapat bermanifestasi sebagai penyakit unilateral atau bilateral. Pada bentuk
herediter, tumor cenderung terjadi pada usia muda. Tumor unilateral pada bayi lebih sering
dalam bentuk herediter, sedangkan anak yang lebih tua lebih sering mengalami bentuk non-
herediter. Tumor unilateral pada anak yang muda mengalami abnormalitas genetik yang
ringan dibandingkan pada anak yang lebih tua.3,4
Retinoblastoma dulunya dianggap berasal dari mutasi gen autosomal dominan, tetapi
pendapat terakhir menyebutkan bahwa kromosom alela nomor 13q14 berperan dalam
mengontrol bentuk hereditable dan non-hereditable (sifat menurun atau tidak menurun) suatu
tumor. Jadi pada setiap individu sebenarnya sudah ada gen retinoblastoma normal. Pada kasus
yang herediter, tumor muncul bila satu alela 13q14 mengalami mutasi spontan sedangkan
pada kasus yang non-herediter baru muncul bila kedua alela 13q14 mengalami mutasi
spontan.5,6
Pada saat ini banyak sekali pilihan terapi retinoblastoma. Pemilihan terapi tergantung
pada luasnya penyakit dalam mata dan penyebaran penyakit, baik ke otak atau bagian tubuh

6
yang lain. Oleh karena itu banyak sekali kontroversial dalam tata laksana terapi
retinoblastoma karena banyaknya pilihan terapi.4
Melanoma maligna adalah kanker yang berkembang dari sel-sel melanosit. Melanosit
adalah sel yang menghasilkan pigmen melanin berwarna gelap, yang bertanggung jawab
untuk warna kulit.7

Sebagian besar melanoma mulai tumbuh di kulit, tetapi juga memungkinkan untuk
melanoma untuk memulai di bagian lain dari tubuh, seperti mata. Melanoma pada mata dapat
tumbuh di beberapa tempat, meliputi seluruh saluran uveal mata, yaitu iris, badan siliar dan
choroid serta dapat terjadi pada konjungtiva.7

Melanoma adalah tipe yang paling umum tumor mata pada orang dewasa. Meskipun
demikian, melanoma primer mata jarang terjadi. Melanoma uvea adalah tipe yang paling
umum dari melanoma okular. Choroid merupakan bagian dari dinding bola mata. Choroid
berwarna gelap (pigmen) untuk mencegah cahaya dipantulkan di bagian dalam mata. Corpus
siliar berperan dalam akomodasi dengan mengubah bentuk lensa. Iris adalah cakram
berwarna jelas terlihat di depan mata, yang mengontrol jumlah cahaya yang masuk mata.
Semua struktur ini diwarnai dengan melanin. Melanoma juga dapat terjadi pada lapisan tipis
di atas bagian putih mata (konjungtiva) atau pada kelopak mata, tetapi ini sangat jarang
terjadi.7

Gambaran klinis biasanya tidak ada. Gejala yang mungkin timbul adalah pandangan
buram atau kabur, nyeri. Hasil diagnosis sangat menentukan pilihan pengobatan bagi
penderita. Faktor yang dipertimbangkan adalah lokasi dan ukuran dari melanoma, serta
kesehatan fisik penderita secara keseluruhan.7,8

Pengobatan yang dilakukan antara lain, radiasi, kemoterapi, transpupillary


thermoterapi, dan enukleasi. Prognosa tumor bergantung pada antara lain jenis sel tumor,
besar tumor, adanya metastase ke tempat lain dan usia penderita.7

1.2. Batasan Masalah

Meet the Expert (MTE) ini membahas mengenai Tumor ganas Okular meliputi definisi,
epidemiologi, etiopatogenesis, gejala klinis, diagnosis, tatalaksana dan prognosis

7
1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Meet the Expert (MTE) ini adalah untuk memahami mengenai definisi,
epidemiologi, etiopatogenesis, gejala klinis, diagnosis, tatalaksana dan prognosis dari tumor
ganas okular.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan dari Meet the Expert (MTE) ini adalah berupa hasil tinjauan kepustakaan
yang mengacu pada berbagai literatur termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

8
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Retinoblastoma

2.1.1 Anatomi Retina

Retina merupakan struktur mata yang sensitif terhadap cahaya yang terletak di segmen
posterior mata. Retina akan mengirimkan sinyal inisial visual ke otak dari serabut saraf retina
melalui saraf nervus optikus yang disebut dengan visual pathway. Retina memiliki fungsi
yang sama dengan film pada sebuah kamera, element element optic yang ada pada mata akan
memfokuskan bayangan pada retina. Retina terdiri dari lembaran jaringan saraf berlapis yang
tipis dan semi transparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga postrerior dinding bola
mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliaris dan berakhir pada ora
serrata dengan tepi yang tidak rata. Luas total dari retina diperkirakan 1100 mm2. Permukaan
luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga
berhubungan dengan membran Bruch, koroid, dan sklera. Retina melapisi bagian posterior
mata, dengan pengecualian bagian nervus optikus, dan memanjang secara sirkumferensial
anterior 360 derajat pada ora serrata. Tebal retina rata-rata 250 μm, paling tebal pada area
makula dengan ketebalan 400 μm, menipis pada fovea dengan ukuran 150 μm, dan lebih tipis
lagi pada ora serrata dengan ketebalan 80 μm.9,10,11

Gambar 2.1 Anatomi Retina

9
Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5-6 mm, yang secara klinis
dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh retina temporal.
Daerah ini ditetapkan sebagai area sentralis, yang secara histologis merupakan bagian retina
yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis.10 Permukaan luar retina
berhubungan dengan koroid, sedangkan permukaan dalamnya berhubungan dengan badan
vitreous. Retina memiliki 10 lapisan, yang terdiri dari (dari luar ke dalam)

Gambar 2.2 Lapisan pada Retina

1. Epitel pigmen retina

2. Sel Batang dan kerucut.

3. Membran limitans eksterna

4. Lapisan inti luar

5. Lapisan pleksiform luar

6. Lapisan inti dalam

7. Lapisan pleksiform dalam

8. Lapisan sel ganglion

9. Lapisan serat saraf

10. Membran limitans interna.

Retina mendapatkan vaskularisasi dari arteri sentralis retina (cabang pertama dari arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan arteri siliaris (berjalan bersama nervus optikus). Arteri

10
siliaris memberikan vaskularisasi pada lapisan luar dan tengah (sepertiga luar retina),
meliputi lapisan pleksiform luar, lapisan inti luar, lapisan fotoreseptor, dan lapisan epitel
pigmen. Serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina yang mendarahi dua pertiga dalam
retina.7 Fotoreseptor tersusun rapi pada bagian terluar retina dan banyak terjadi
perubahan biokimia untuk proses melihat. Komposisi sel kerucut lebih banyak pada bagian
makula (fovea) dan sedikit pada bagian perifer, sedangkan densitas sel batang berbanding
terbalik dengan sel kerucut. Sel kerucut berfungsi untuk melihat warna dan saat siang hari
sehingga fovea bertanggung jawab pada penglihatan warna dan cahaya banyak. Sel batang,
mengandung pigmen fotosensitif rhodopsin, berfungsi untuk melihat warna hitam-putih dan
saat malamsehingga bagian perifer bertanggung jawab untuk penglihatan gelap pada malam
hari.12,13,14

2.1.2 Definisi

Retinoblastoma merupakan tumor ganas intraokuler yang berkaitan dengan elemen embrional
retina dan terjadi pada anak umur di bawah 5 tahun. Sebagian besar diagnosis didapatkan
antara usia 6 bulan dan 2 tahun yang disebabkan oleh mutasi sporadis tetapi hampir 10 %
penyebabnya adalah herediter.15

2.1.3 Epidemiologi

Retinoblastoma dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus
bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom. Insiden retinoblastoma terjadi
pada 1 dalam 15.000 bayi lahir hidup.16
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia klien
saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus bilateral.
Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata yang
lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk memeriksa
klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya
pada usia dibawah 1 tahun.17

11
2.1.4 Etiologi

Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominan
protektif yang berada dalam pita kromosom 13 q 14. Bisa karena mutasi atau
diturunkan.18

2.1.5 Patogenesis

Retinoblastoma semula diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen dominan


otosom, tetapi sekarang diduga bahwa suatu alel di satu lokus di dalam pita
kromosom 13 q 14 mengontrol tumor bentuk herediter dan non herediter. Gen
retinoblastoma normal, yang terdapat pada semua orang, adalah suatu gen supresor
atau anti-onkogen. Satu alel terganggu di setiap sel tubuh jika seseorang individu
memiliki penyakit herediter. Tumor akan terbentuk jika terjadi mutase spontan pada
alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh. Kedua alel gen retinoblastoma
normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutase spontan pada kasus
retinoblastoma disebabkan non herediter.18

Pertumbuhan retinoblastoma bisa keluar (eksofitik) atau kedalam (endofitik).


Retinoblastoma endofitik kemudian meluas ke dalam korpus vitreum. Kedua jenis
secara bertahap akhirnya mengisi mata dan meluas melalui saraf optikus ke otak dan
jaringan orbita lainnya. Sebagian besar retinoblastoma terdiri dari sel-sel kecil berinti
besar sedikit sitoplasma yang tersusun rapat bundar ada yang polygonal, berwarna
gelap. Sel-sel ini kadang-kadang membentuk “rosette Flexner – Wintersteiner” yang
khas, yang merupakan indikasi diferensiasi fotoreseptor. Kelainan-kelainan
degeneratif sering dijumpai, disertai oleh nekrosis dan klasifikasi.18

2.1.6 Manifestasi Klinis

Gejala klinis subjektif pada pasien retinoblastoma sukar karena anak tidak
memberikan keluhan. Tapi kita harus waspada terhadap kemungkinan retinoblastoma.
Lebih dari 75% anak-anak dengan retinoblastoma yang pertama kali dicatat
mempunyai “pupil putih” yang mana dokter menyebutnya “Leukokoria” yang seolah
bersinar bila kena cahaya seperti mata kucing “Amaurotic cat’s eye”, atau strabismus,

12
atau kemerahan dan nyeri pada mata (biasanya disebabkan glaukoma). Jika dalam
perkembangan anak terjadi iritasi kemerahan yang menetap, hal ini dapat
menggambarkan inflamasi atau pseudo-inflamasi pada mata, 9% pasien
retinoblastoma dapat berkembang dengan symptom ini. Tanda lain yang jarang
diperlihatkan pada retinoblastoma termasuk anisokoria, perbedaan warna pada iris
(heterochromia), berair, penonjolan ke depan pada mata (proptosis), katarak, dan
pergerakan mata abnormal (nistagmus).19
Umunya terlihat pada usia 2 sampai dengan 3 tahun, sedangkan pada kasus
yang diturunkan melalui genetic gejala klinis dapat muncul lebih awal.
1. Leukokoria
Gejala yang ditimbulkan berupa refleksi tumor sehingga menimbulkan
cahaya berwarna putih di pupil. Gejala ini sering disebut sebagai “cat’s
eye”, dan mata seperti jeli. Refleksi bisa mengenai satu atau dua mata.
Warna putih bisa terlihat ketika anak melirik pada cahaya atau saat pupil
dalam keadaan semi midriasis.20

Gambar 2.3 Leukokoria


2. Strabismus
Merupakan gejala yang sering ditemukan setelah leukokoria.
Strabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah macula sehingga
mata tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya
berada diluar macula tetapi massa tumor sudah cukup besar.20

3. Mata merah
Gejala ini sering berkaitan dengan glaucoma sekunder akibat
retinoblastoma. Jika sudah terjadi glaucoma maka kemungkinan besar
tumor sudah menginvasi nervus optikus. Selain glaucoma, mata merah
juga bisa dsebabkan oleh gejala inflamasi okuler atau periokuler seperti
selulitis ortbita atau edoftalmitis karena adanya tumor yang nekrosis.20

4. Buftalmus

13
Peningkatan tekanan intraokuler akibat tumor yang semakin besar
dapat menimbulkan gejala buftalmus.20

Gambar 2.4 Buftalmus

5. Pupil midriasis
Saraf parasimpatik terganggu disebabkan oleh tumor.20

6. Proptosis
Pembesaran tumor intraokuler yang besar bisa menyebabkan gejala
mata menonjol.20

2.1.7 Klasifikasi

Klasifikasi kanker retinoblastoma bertujuan untuk membandingkan hasil tatalaksanan


yang berbeda dan memungkinkan untuk mengetahui prognosis. Retinoblastoma dibagi
kedalam dua kelompok utama

Pada retinoblastoma intraokuler, klasifiksai pertama yang digunakan adalah


klasifikasi yang diperkenalkan oleh Reese dan Ellsworth (R-E) pada 1960, klasifikasi ini
digunakan untuk memprediksi prognosis melalui tatalaksana dengan beam radiotherapy.
Reese dan Ellsworth membagi retinoblastoma menjadi 5 golongan, yaitu :21

1. Golongan I (prognosa sangat baik) :


1. Tumor soliter, berukuran < 4 diameter papil, terletak pada atau di
belakang equator.
2. Tumor multiple, berukuran tidak lebih besar dari 4 diameter papil,
terletak pada atau di belakang equator.
2. Golongan II (prognosis baik) :

14
1. Tumor soliter, berukuran 4-10 diameter papil, terletak pada atau
dibelakang equator.
2. Tumor multiple, berukuran 4-10 diameter papil, terletak dibelakang
equator.
3. Golongan III (prognosis meragukan) :
1. Beberapa lesi di depan equator.
2. Tumor soliter, berukuran > 10 diameter papil, terletak di belakang
equator.
4. Golongan IV (prognosis tidak baik) :
1. Tumor multiple, berukuran > 10 diameter papil.
2. Beberapa lesi meluas sampai ke ora seratta.
5. Golongan V (prognosis buruk) :
Tumor berkembang massive sampai separuh retina.
Ketika kemoterapi intravena untuk intraokular retinoblastoma mulai dikenalkan,
klasifikasi R-E tidak lagi sesuai. Klasifikasi baru yang dipakai yaitu Intraocular
Classification of Retinoblastoma (ICRB). ICRB skema membagi tumor dalam beberapa grup
yaitu A-E, klasifikasi ini membagi retinoblastoma berdasarkan ukuran, lokasi, dan munculan
tambahan. ICRB digunakan dalam memprediksi hasil kemoterapi intravena. Intraocular
Classification of Retinoblastoma (ICRB) membagi retinoblastoma menjadi :

A. Retinoblastoma ≤ 3 mm. (Risiko sangat rendah)


B. Tumor lebih besar dari 3 mm atau terdapat di makular (≤3 mm ke foveolar) atau
juxtapapillary (≤1.5 mm ke disk). Bisa disertai dengan cuff cairan subretsinal <3 mm
dari tumor dan tidak berhubungan dengan subretinal seeding. (Risiko rendah)
C. Retinoblastoma dengan subretinal seeds ≤ 3 mm dari tumor, Vitreous seeds ≤ 3 mm
dari tumor, terdapat subretinal dan vitreous seeds ≤ 3 mm dari tumor. (Risiko sedang)
D. Retinoblastoma dengan subretinal seeds > 3 mm dari tumor, Vitreous seeds > 3 mm
dari tumor, terdapat subretinal dan vitreous seeds > 3 mm dari retinoblastoma. (Risiko
tinggi)
E. Retinoblastoma meluas hingga >50% dengan glaucoma neovaskular, media opak dari
hemoragik di anterior chamber, vitreous, atau ruang subretinal serta invasi saraf optik
postlaminar, choroid, sklera, orbit, anterior chamber. (Risiko sangat tinggi).
Selanjutnya Retinoblastoma ekstraokuler. Keganasan ekstraokuler dibagi
menjadi retinoblastoma orbital (hanya menyebar ke rongga mata) dan retinoblastoma
metastasis (menyebar ke bagian lain tubuh seperti otak ataupun sumsum tulang).22

15
2.1.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dari retinoblastoma intraokuler hanya dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi, akan tetapi karena tindakan biopsy
merupakan kontraindikasi, maka untuk menegakkan diagnosis digunakan beberapa
sarana pemeriksaan sebagai sarana penunjang :
1. Pemeriksaan fundus okuli, ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina
disertai pembuluh darah pada permukaan maupun di dalam massa tumor
tersebut dan berbatas kabur.

Gambar 2.5 Hasil Funduskopi Retinoblastoma


2. Pemeriksaan foto rontgen, pada hampIr 60-70% kasus penderita
retinoblastoma menunjukkan adanya klasifikasi. Bila tumor mengadakan
infiltrasi ke nervus optikus, maka foramen optikum melebar.
3. Pemeriksaan CTscan dan MRI untuk mendeteksi penyebaran tumor sampai ke
intracranial.
4. Pemeriksaan onkologis opthalmik ultrasound dapat mendiagnosa
retinoblastoma intraokular lebih dari 95% kasus.
5. Pemeriksaan Enzim Lactic Acid Dehydrogenase (LDH), yaitu dengan
membandingkan kadar LDH humor akuos dengan serum darah. Bila rasio
lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma intraokuler
(pada keadaan normal rasio kurang dari 1).23
2.1.9 Diagnosis Banding

Retinoblastoma adalah diagnosis yang paling penting jika terdapat leukokoria pada anak.
Namun, penyakit Coat’s sering kali salah dikenali sebagai retinoblatoma karena adanya
leukokoria. Eksudat pada penyakit Coats lebih kuning karena adanya kolesterol.
Penyakit Coats biasanya unilateral dan dominan pada anak laki-laki antara 6

16
hingga 8 tahun yakni onset usia lebih tua dari anak dengan retinoblastoma . Fluorescein
angiography (FA) dapat membantu untuk membedakan antara retinoblastoma dan
penyakit Coats. Toxocariasis dapat menyebabkan retina putih dengan tampilan yang mirip
retinoblastoma. Toxocariasis biasanya bersifat unilateral, dan adanya tanda-tanda peradangan
pada fase akut. Riwayat demam, eosinofilia, pneumonitis, atau hepatosplenomegali sangat
sugestif untuk manifestasi sistemik larva migrans perifer. Serum titer positif bagi Toxocara
canis akan lebih mendukung diagnosis.

PFV merupakan suatu penyakit kongenital. Leukocoria biasanya terlihat pada masa awal
kehidupan, bahkan pada saat lahir. Biasanya bersifat unilateral, dan mata cenderung
microphthalmic. Katarak sering menyertai penyakit ini. USG bisa membantu
membedakan PFV dari retinoblastoma. B-scan ultrasonografi dapat membantu dalam
membedakan
retinoblastoma dari kondisi-kondisi ini. Adanya kalsifikasi intralesi difus yang berhubungan
dengan massa membantu diagnosis retinoblastoma. Massa retrolental yang tidak terkalsifikasi
dan aksial yang pendek dibandingkan mata kontralateral membantu menegakkan diagnosis
PFV.24

Tabel 2.1 Diagnosis banding retinoblastoma

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS OF RETINOBLASTOMA


1. Differential Diagnosis of Leukokoria
2. Coats’ disease
3. Persistent hyperplastic primary vitreous
4. Ocular toxocariasis
5. Cicatricial retinopathy of prematurity
6. Familial exudative vitreoretinopathy
7. Incontinentia pigmenti retinopathy
8. Norrie’s disease
9. Differential Diagnosis of Vitreous Seeds
10. Pars planitis (intermediate uveitis)
11. Microbial endophthalmitis or retinitis
12. Leukemic infiltration
13. Differential Diagnosis of Discrete Retinal Tumors
14. Astrocytoma of retina
15. Medulloepithelioma
16. Retinal capillary hemangioma
17. Focal patches of myelinated retinal nerve fiber

2.1.10 Tatalaksana

17
Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor, bilateral,
perluasan kejaringan ekstraokuler dan adanya tanda-tanda metastasis jauh.
1. Fotokoagulasi laser
Fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma stadium
sangat dini. Dengan melakukan fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh
darah yang menuju ke tumor tertutup, sehingga sel tumor akan menjadi mati.
Keberhasilan cara ini dapat dinilai dengan adanya regresi tumor dan
terbentuknya jaringan sikatrik korioretina. Cara ini baik untuk tumor yang
diameternya 4,5 mm dan ketebalah 2,5 mm tanpa adanya vitreous seeding.
Yang paling sering dipakai adalah Argon atau Diode laser yang dilakukan
sebanya 2 sampai 3 kali dengan interval masing-masingnya 1 bulan.24,25

2. Krioterapi
Dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan
ketebalan 3 mm tanpa adanya vitreous seeding, dapat juga digabungkan
dengan fotokoagulasi laser. Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya tanda-
tanda sikatrik korioretina. Cara ini akan berhasil jika dilakukan sebanyak 3
kali dengan interval masing-masing 1 bulan.26

3. Thermoterapi
Dengan mempergunakan laser infra red untuk menghancurkan sel-sel
tumor terutama untuk tumor-tumor ukuran kecil.26

4. Radioterapi
Dapat digunakan pada tumor-tumor yang timbul kerah korpus vitreus
dan tumor-tumor yang sudah berinervasi kea rah nervus optikus yang terlihat
setelah dilakukan enukleasi bulbi. Dosis yang dianjurkan adalah dosis fraksi
perhari 190-200 cGy dengan total dosis 4000-5000 cGy yang diberikan selama
4 sampai 6 minggu.26

5. Kemoterapi
Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi
yang pada pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada koroid dan atau
mengenai nervus optikus. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah
dilakukan eksentrasi dan dengan metastase regional atau metastase jauh.
Kemoterapi juga diberikan pada tumor ukuran kecil dan sedang untuk
menganjurkan penggunaan Carboplastin, Vincristine sulfat, dan Etopozide
phosphate. Beberapa peneliti juga menambahkan Cyclosporine atau

18
dikombinasi dengan regimen kemoterapi carboplastin, vincristine, etopozide
phosphate. Tehnik lain yang dapat digabungkan dengan metode kemoterapi ini
adalah :
 Kemoterapi, dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan dengan
termoterapi. Cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang berada pada
fovea dan nervus optikus dimana jika dilakukan radiasi atau
fotokoagulasi laser dapat berakibat terjadinya penurunan visus.
 Kemoradioterapi, adalah kombinasi antara kemoterapu dan radioterapi
yang dapat dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan sistemik.26

 Enukleasi bulbi
Dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola mata.
Apabila tumor telah berinervasi ke jaringan sekitar bola mata maka dilakukan
eksenterasi.26

 Berdasarkan ukuran tumor, penatalaksanaan dapat dibagi :


1. Tumor kecil
Ukuran tumor kecil dari 2 diameter papil nervus optikus tanpa infiltrasi
ke korpus vitreous atau sub retinal. Dapat dilakukan fotokoagulasi laser,
termoterapi, korioterapi, dan kemoterapi.

2. Tumor medium
a. Brakiterapi untuk tumor ukuran kecil dari 8 diameter papil nervus
optikus, terutama yang tidak ada infiltrasi ke korpus vitreous, juga
dipergunakan untuk tumor-tumor yang sudah mengalami regresi.
b. Kemoterapi
c. Radioterapi, sebaiknya hal ini dihindarkan, karena kompikasinya
dapat menyebabkan katarak, radiasi retinopati.

3. Tumor besar
a. Kemoterapi : untuk mengecilkan tumor dan ditambah pengobatan
local seperti krioterapi dan fotokoagulasi laser yang bertujuan
untuk menghindarkan enukleasi atau radioterapi. Tindakan ini juga
memberikan keuntungan apabila terdapat tumor yang kecil pada
mata sebelahnya.
b. Enukleasi bulbi dilakukan apabila tumor diffuse pada segmen
posterior bola mata dan yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadi
rekurensi.

19
4. Tumor yang sudah meluas kejaringan ekstraokuler maka dilakukan
eksenterasi dan diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.

5. Tumor yang sudah bermetastasis jauh, hanya diberikan kemoterapi saja.26

2.1.11 Komplikasi

Pasien dengan retinoblastoma memiliki risiko mendapatkan keganasan sekunder


sehingga pada tatalaksana membutuhkan tindak lanjut jangka panjang. Pada pasien yang
mendapatkan terapi radiasi memiliki risiko untuk menglami keganasan sekunder. Tumor
sekunder yang paling sering munculannya adalah osteosarcoma. Tumor lainnya adalah
fibrosarcoma, PNETs, dan melanoma.24

2.1.12 Prognosis

Pasien dengan retinoblastoma unilateral memiliki prognosis visus yang umumnya


baik. Sedangkan pada kasus bilateral, prognosis visus tergantung pada lokasi dan
luasnya keterlibatan mata. Sebuah studi melaporkan pasien dengan penyakit bilateral
setelah diobati secara konservatif, 50% diantaranya bisa mencapai visus 20/40.
Peningkatan taraf hidup meningkat pada pasien yang didiagnosa lebih dini yaitu
sebelum umur 2 tahun atau sebelum umur 7 tahun.27
Harapan hidup sangat tergantung pada durasi diagnosis ditegakkan dan terapi
yang dilakukan. Jika retinoblastoma masih terbatas di retina, kemungkinan hidup
adalah 95%. Jika sudah metastasis ke orbita, kemungkinan hidup 5% dan jika
metastase ke seluruh tubuh, kemungkinan hidup 0%.28

2.2 Melanoma Koroid

2.2.1 Definisi

Melanoma maligna merupakan jenis kanker yang sangat agresif dan bisa cepat
menyebar. Melanoma maligna berkembang dari sel-sel melanosit. Sel melanosit adalah sel
yang menghasilkan pigmen melanin berwarna gelap, yang bertanggung jawab untuk warna
kulit. Sebagian besar melanoma mulai tumbuh di kulit, tetapi juga memungkinkan untuk
melanoma untuk memulai di bagian lain dari tubuh, seperti mata. Melanoma pada mata dapat
tumbuh di beberapa tempat, meliputi seluruh saluran uveal mata, yaitu iris, badan siliar dan
choroid serta dapat terjadi pada konjungtiva.7

20
Melanoma maligna palpebra serupa dengan melanoma kulit di bagian manapun dan
terdiri atas tiga golongan berbeda: melanoma dengan penyebaran superfisial, melanoma
maligna lentigo, dan melanoma nodular. Karena tidak semua melanoma maligna berpigmer;
dan kebanyakan lesi berpigmen di kulit palpebra bukan melanoma, diperlukan biopsi untuk
menegakkan diagnosis. Prognosis melanoma kulit tergantung kedalaman invasi atau
ketebalan lesi. Tumor dengan ketebalan kurang dari 0,76 mm jarang bermetastasis.8

Melanoma maligna konjungtiva jarang ditemukan. Sebagian besar kelainan ini


muncul dari lokasi melanosis didapat primer; beberapa dari nevus konjungtiva; sebagian
kecil, tampaknya tumbuh de novo. Beberapa di antaranya bersifat melanotik, sisanya sangat
terpigmentasi. Banyak tumor dapat dieksisi secara lokal. Operasi yang lebih radikal (mis.,
eksenterasi orbita) tidak dengan sendirinya memperbaiki prognosis. Penggunaan krioterapi
atau mitomycin C pasca-eksisi tumor melanotik dapat membantu mencegah kekambuhan.27

Gambar 2.6 Melanoma Maligna Konjungtiva28

Melanoma dapat ditemukan pada stadium-stadium awal secara kebetulan saat


dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik rutin; mungkin juga menimbulkan penglihatan kabur
akibat terkenanya makula atau ablatio retinae sekunder. Metastasis secara hematogen dapat
terjadi setiap saat; hati merupakan tempat metastasis jauh yang paling sering terkena. Selain
itu, glaukoma bisa menjadi manifestasi lanjut tumor ini.8

Secara histologis, melanoma maligna terdiri atas satu atau dua jenis sel: sel-sel
berbentuk kumparan dengan atau tanpa nukleolus yang mencolok, dan sel-sel tumor
epitelioid besar. Tumor yang mengandung sel-sel bentuk kumparan memiliki prognosis lebih
baik; tumor yang terdiri atas sel-sel epitelioid besar memiliki prognosis yang lebih buruk.
Ada pula jenis yang terdiri atas campuran kedua jenis sel dan memiliki prognosis di antara
kedua jenis yang telah disebut sebelumnya. Melanoma maligna intraokular dapat meluas ke
jaringan intraokular di sekitarnya atau keluar mata melalui kanal-kanal sklera atau melalui
invasi intravaskular.8

21
Melanoma dapat timbul berupa lesi pigmen atau non pigmen pada dewasa. Dapat
timbul sebelumnya pada daerah yang tidak berpigmen % kasus, dari nevus yang timbul
sebelumnya 20% kasus, dari penyebaran primary acquired melanosis (PAM) 70% kasus.7

2.2.2 Epidemiologi

Melanoma maligna intraokular diperkirakan terjadi pada 0,02-0,06% dari seluruh populasi
pasien mata di AS. Tumor ini dapat mengenai bagian manapun dari traktus uvealis dan
merupakan tumor ganas intraokular tersering pada populasi kulit putih. Melahoma maligna
hampir selalu unilateral. Delapan puluh lima persen tumor ini tampak di koroid. 9% di corpus
ciliare, dan 6% di iris.8

Gambar 2.7 Melanoma maligna koroid. Diskus optikus pada bagian bawah kanan foto.8

Gambar 2.8 Melanoma dengan iris bagian inferior. Tampak sebuah rnata depan.8

Melanoma adalah jenis kanker yang paling sering pada mata, meskipun secara umum masih
sangat jarang. Sekitar 500 kasus baru melanoma okular yang didiagnosis di Inggris setiap
tahun. Insiden melanoma okular meningkat dengan usia, dan sebagian besar kasus yang
didiagnosis pada orang pada usia 50 tahunan. Umumnya melanoma terjadi pada pasien usia
pertengahan. Jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun. Lebih sering terjadi pada kulit
putih dan jarang pada kulit hitam. Tidak ada predileksi seks.7

22
2.2.3 Patogenesis

Melanoma koroid umumnya berbentuk kubah. Terdapat kelebihan epitelisasi pigmen retina,
dengan multipel lapisan sel epitel sel dan akumulasi lipofuscin. Diperkirakan 5% melanoma
koroid bersifat difus yang menyebar disekitar uvea tanpa membentuk nodul tebal.7

Melanoma koroid dapat juga terjadi karena metastasis keganasan di organ lain. Karena
tingginya pasokan darah yang dimiliki, koroid merupakan tempat yang sering terkena pada
metastasis hematogen. Pada wanita, karsinoma payudara adalah sumber tumor primer yang
tersering. Pada pria, tumor primernya biasanya berupa keganasan paru, genitourinaria, dan
gastrointestinal. Traktus uvealis bisa juga terlibat pada limfoma sistemik atau proses-proses
limfoproliferatif lainnya. Metastasis ke koroid biasanya muncul dalam 2 tahun setelah
diagnosis keganasan primer, tetapi kadang metastasis tersebut belum bermanifestasi sampai
bertahun-tahun kemudian. Gejala-gejala awal metastasis ke koroid yang umum ditemukan
adalah penurunan penglihatan dan fotopsia.8

2.2.4 Manifestasi Klinis

Pada stadium awal, biasanya melanoma koroid bersifat


asimptomatik.30 Namun, terdapat beberapa gejala yang dapat timbul,
seperti :

 Penurunan tajam penglihatan


 Kelainan lapang pandang
 Fotopsia
 Floater
 Nyeri

2.2.5 Diagnosis

Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan pada mata sederhana dan
menggunakan oftalmoskop. Adapun pemeriksaan lain yang dibutuhkan seperti laboratorium,
USG mata, CT scan, dan pemeriksaan patologi anatomi. 31

2.2.6 Terapi

Terdapat berbagai macam terapi melanoma koroid yang tergantung pada ukuran dan lokasi
tumor, diantaranya adalah :

23
1. Enukleasi masih merupakan terapi pilihan untuk mengatasi melanoma koroid dan
badan siliar berukuran besar, karena ukuran yang besar tidak efektif bila
menggunakan metode terapi lain.
2. Terapi dengan menggunakan radiasi eksternal terhadap melanoma koroid telah
dilakukan. Terapi ini dinyatakan dapat secara akurat mengatasi tumor berukuran
besar.
3. Termoterapi Transpupil (TT) merupakan metode terapi yang memberi harapan dalam
menangani melanoma koroid berukuran kecil.30

2.2.7 Prognosis
30-50% penderita melanoma koroid akan meninggal dalam waktu 10 tahun setelah
ditegakkan diagnosis sekaligus mendapatkan penanganan. Penyebab kematian biasanya
karena metastasis sekunder ke organ tubuh lain. Penderita melanoma koroid dengan
metastasis ke organ lain memiliki prognosis yang buruk.
Harapan hidup rata-rata penderita melanoma koroid dengan metastasis ke hati adalah 5-7
bulan. 31

24
BAB 3

KESIMPULAN
1. Retinoblastoma adalah tumor ganas primer itraokuler yang paling umum terjadi pada
anak-anak
2. Retinoblastoma diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen alel di satu lokus di
dalam pita kromosom 13 q 14
3. Diagnosis pasti dari retinoblastoma intraokuler hanya dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan patologi anatomi
4. Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor, bilateral,
perluasan kejaringan ekstraokuler dan adanya tanda-tanda metastasis jauh
5. Pasien dengan retinoblastoma unilateral memiliki prognosis visus yang umumnya
baik
6. Melanoma koroid adalah tumor ganas intraokular yang berasal dari melanosit di
koroid.
7. Tumor primer melanoma timbul dari sel-sel melanosit pada koroid. Kebanyakan dari
melanoma koroid berkembang dari adanya nevus melanosit yang sudah ada.
8. Terdapat berbagai macam terapi melanoma koroid yang tergantung pada ukuran dan
lokasi tumor, salah satunya adalah enukleasi.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. RC Eagle Jr. The pathology of ocular cancer. Nature Publishing Group. Eye. 2013;
27:128-136

2. Amy C Schefler., Ryan S Kim. Recent advancements in the management of


retinoblastoma and uveal melanoma. F1000Research. 2018; 7:476

3. Hendrian D. Soebagjo, Farouk Husein, Hari Basuki Notobroto, Sutiman B. Sumitro.


Histopathologic Profile Grading of Haematoxylene Eosin on Retinoblastoma
Stadium. Jurnal Oftalmologi Indonesia. 2011; 7: 194-198

4. Laya Rares. Retinobalstoma. Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal e-clinic. 2016; 4(2): 1-8

5. Pediatric Opthalmology and Strabismus, Basic and Clinical Science Course. Section 6;
American Academy of Opthalmology, 2006-7: Chapter 26; p. 390-9.

6. Kanski JJ. Clinical Opthalmology (5th). Philadelphia: Butterworth Heinemann International


Edition, 2007; p. 542-51.

7. Napitupulu. Paper Melanoma Maligna Mata. Medan: Departemen Ilmu Kesehatan Mata
USU: 2010.

8. Vaugan, Asburys. Oftalmolgi Umum. Edisi ke-17. Jakarta: Penerbit Buku EGC: 2010.

9. American Academy of Ophthalmology. Ophthalmic Pathology and


Intraocular Tumors. San Francisco: American Academy of Ophthalmology.
2007;

10. Augsburger, James, Taylor Asbury.. Aspek Genetik Penyakit Mata. In:
Riordan-Eva, P, John P. Whitcher. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta: Penerbit EGC. 2010; 369-370.

11. Clinical opthalmology, an Asian Perspective, a Publication of Singapore


National Eye Centre. 2007 : 687-696

12. Mescher, A.L. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. USA: McGraw Hill.
2010; 426.

13. Riordan-Eva, Paul. Anatomi dan Embriologi Mata. In: Riordan-Eva, P., John P. Whitcher.
Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit EGC. 2010; 7-14.
26
14. Mescher, A.L. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. USA: McGraw Hill. 2010; 426.

15. Shields J.A., Shields C.L. WB Saunders Company; Philadelphia, PA, USA: 1992.
Intraocular tumors – a text and Atlas

16. Bishop J.O., Madsen E.C. Retinoblastoma: review of current status. Surv Ophthalmol.
1975;19:342–366.

17. Melamud A., Palekar R., Singh A. Retinoblastoma. Am Fam Physician. 2006; 73
(6):1039-1044.

18. Augsburger, J., & Asbury, T. Primary Malignants of the Tumor. In Shetlar D.J. Vaughan
and Asbury’s general ophthalmology. Columbus: McGraw-Hill. 2008:17.

19. Abramson D.H., Frank C.M., Susman M., Whalen M.P., Dunkel I.J., Boyd N.W., 3rd.
Presenting signs of retinoblastoma. J Pediatr. 1998;132:505–508.

20. Abramson D, Beaverson K, Sangani P et al. Screening for retinoblastoma: presenting


signs as prognosticators of patient and ocular survival. Pediatrics. 2009;112(6): 1248–55

21.Abramson DH, Marr BP, Brodie SE, Dunkel I, Palioura S, et al. (2012) Ophthalmic Artery
Chemosurgery for Less Advanced Intraocular Retinoblastoma: Five Year Review. PLoS
ONE 7(4): e34120

22. Fabian I D, Reddy A, Sagoo M S. Classification and Staging of Retinoblastoma. Journal


community eye health. 2018;31(101). p.11-3

23. Pandey N.A.Retinoblastoma: An overview. Saudi J Ophthalmol. 2014 Oct; 28(4): 310–
315.

24. Corrêa ZM, Berry JL. Retinoblastoma 2016. Tersedia dari: https://www.aao.org/disease-
review/review-of-retinoblastoma, diakses pada 18 maret 2019

25. Galindo C.R, Wilson M.W, Haik B.G, et. al. Treatment of Intraocular Retinoblastoma
With Vincristine and Carboplati. Journal of Clinical Oncology, Vol 21, No 10 (May 15),
2003: pp 2019-2025

26. Chintagumpala M., Barrios C.P, Paysse A.E, et. al. Retinoblastoma : review of current
management. TheOncologist.2007;12:1237–124

27. Aerts I, Lumbroso-Le Rouic L, Gauthier-Villars M, Brisse H, Doz F, Desjardins L.


Retinoblastoma. Orphanet J Rare Dis. 2006;1:31
27
28. Bakri A.S, Prijanto. 1994. Retinoblastoma dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

29. Damato BE, Coupland SE. Ocular Melanoma. Saudi Journal of Ophtalmology. 2012:
26(2).

30. Basri S. Melanoma Koroid. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2014; vol.14: 119-127.

31. Valenzuela EG. Choroideal melanoma. Medscape Reference. 2011 diakses di


www.medscape.com. Pada tanggal 18 Maret 2019.

28

Anda mungkin juga menyukai