Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Didalam tanah hidup berbagai jenis organisme yang dapat dibedakan menjadi
hewan (fauna) dan tumbuhan (flora), baik yang berukuran mikro (tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang) maupun makro. Organisme yang hidup didalam
tanah ini ada yang bermanfaat dan ada pula yang tidak bermanfaat. Beberapa jenis
organisme yang mengganggu pertumbuhan tanaman antara lain seperti tikus,
nematode parasit, pytium (penyebab penyakit akar), fusarium (penyakit layu pada
buah - buahan dan sayur – sayuran). Organisme yang bermanfaat antara lain
cacing tanah, bakteri yang dapat mengubah CO (karbon monoksida) yang beracun
menjadi CO2, atau mengikat N dari udara, algae dapat meningkatkan kadar bahan
organik tanah dan mengikat N diudara. Actinomycetes dapat menghasilkan
antibiotic dan sebagainya. Perubahan bahan organik kasar menjadi humus hanya
dapat terjadi berkat adanya organsme hidup didalam tanah baik hewan maupun
tumbuhan, makro maupun mikro.

Semua makhluk hidup didalam atau diatas tanah, hubungannya satu sama lain
serta hubungannya dengan faktor lingkungan, secara khusus dinyatakan sebagai
suatu ekologi tanah. Dalam proses pembentukan humus tersebut maka tumbuhan
yang mampu mengambil energi dan CO2 dari udara melalui fotosintesis disebut
produsen primer. Sisa – sisa dari tumbuhan ini dapat merupakan sumber makanan
bagi berbagai jinis fauna (hewan) dan mikoflora (konsumen primer) dimana
kotoran (faeces) dan sisa tumbuhan bila mati bersama dengan sisa – sisa tanaman
yang telah dihancurkan tersebut dapat menjadi humus. Konsumen primer ini dapat
menjadi sumber makanan bagi organisme yang lain yang disebut konsumen
sekunder, sedangkan konsumen sekunder dapat menjadi sumber makanan bagi
konsumen tertier, yang kesemuanya bila mati dan membusuk bersama kotoran
(faeces) dan bahan organik yang dihancurkan akan menjadi humus. Proses
pembentukan humus sebenarnya bukan hanya sekedar proses penghancuran bahan
organik kasar menjadi bahan organik halus (degradasi), tetapi juga merupakan

1
proses pembentukan senyawa – senyawa baru (sintesis) dari hasil dekomposisi
bahan organik tersebut.

Bahan organik adalah semua bahan yang berasal dari bagian tanaman atau
hewan yang ada dalam tanah atau diberikan kedalam tanah baik berupa padatan
maupun cairan ataupun bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan
suatu sistem yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman maupun
binatang yang terdapat didalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan
bentuk karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika dan kimia. Untuk
mempertahankan kandungan bahan organic tanah mineral masam, salah satu
usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan menambahkan pupuk kandang seperti
kotoran sapi, kuda, ayam, dan kambing.
Biologi tanah merupakan studi tentang biota (organisme) yang hidup dan
beraktivitas dalam tanah. Dengan aktivitas metaboliknya berperan dalam aliran
energi dan siklus hara yang berkaitan dengan produksi bahan organik. Bila
dikaitkan dengan dampak linkungan baik yang menguntung atau yang merugikan
keduanya dimediasi oleh proses-proses yang dilakukan mikroba tanah (Rachman,
2012).
Jumlah mikroorganisme sangat berguna dalam menentukan tempat organisme
dalam hubungannya dengan system perakaran, sisa bahan organic dan kedalam
profil tanah. Data ini juga berguna dalam membandingkan keragaman iklim dan
pengelola tanah terhadap aktifitas organisme didalam tanah (Anas, 1990).
Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat berfungsi penting dalam
kelangsungan hidup mahluk hidup. Bukan hanya fungsinya sebagai tempat
berjangkarnya tanaman, penyedia sumber daya penting dan tempat berpijak tetapi
juga fungsinya sebagai suatu bagian dari ekosistem. Selain itu, tanah juga
merupakan suatu ekosistem tersendiri. Penurunan fungsi tanah tersebut dapat
menyebabkan terganggunya ekosistem di sekitarnya termasuk juga di dalamnya
juga manusia (Waluyaningsih, 2008).

Bahan organik di dalam tanah akan mengalami penguraian (dekomposisi)


oleh organisme tanah. Dekomposisi bahan organik di dalam tanah melepaskan
unsur hara yang diikatnya menjadi senyawa sederhana yang mendekati kebutuhan

2
bagi tanaman dan selanjutnya dinyatakan bahwa fungsi dari bahan organik adalah
sebagai sumber makanan dan energi bagi mikro-organisme.

B. Rumusan masalah

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat


Dekomposisi Bahan Organik didalam Tanah yang menggunakan Pupuk Kandang
Ayam, Pupuk Kompos dan menggunakan Cacing sebagai Katalisator dengan
pengamatan selama 5 Minggu.

C. Manfaat dan tujuan penelitian

Sebagai bahan informasi untuk mahasiswa dan masyarakat umum

D. HIPOTESIS
Terdapat berbagai organisme tanah di tempat penelitian.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Dekomposisi Pupuk Kandang

Menyadari dampak negatif pada tanah dari pertanian yang boros energi
tersebut, maka berkembanglah pada akhir-akhir ini konsep pertanian organik,
yang salah satu langkah untuk pemeliharaan kesuburan tanahnya, adalah dengan
penggunaan kembali bahan organik. Walaupun penggunaan bahan organik sudah
bukan bahan yang baru lagi, namun mengingat betapa pentingnya bahan organik
dalam menunjang produktivitas tanaman dan sekaligus mempertahankan kondisi
lahan yang produktif dan berkelanjutan, maka pembahasan terhadap bahan
organik tidak henti-hentinya untuk dikaji. Bahan orgnik di samping berpengaruh
terhadap pasokan hara tanah juga tidak kalah pentingnya terhadap sifat fisik,
biologi dan kimia tanah lainnya. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan
kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat
menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan
lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik.

Peran bahan organik yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi :
struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting
adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi.

Pupuk Kandang, sejak peradaban paling awal, pupuk kandang dianggap


sebagai sumber hara utama. Di Amerika 73 % dari kotoran ternak yang dihasilkan
dalam kandang 157 juta ton diberikan dalam tanah sebagai pupuk. Taksiran total
N, P, dan K masing-masing sebesar 0,787; 0,572; dan 1,093 juta ton diberikan
setiap tahun, yang setara dengan 8, 21, 0,572 % kebutuhan pupuk setiap tahun
sebagai pupuk komersial (Power dan Papendick1997).

Pupuk kandang merupakan campuran kotoran padat, air kencing, dan sisa
makanan (tanaman). Dengan demikian susunan kimianya tergantung dari :

1) jenis ternak,
2) umur dan keadaan hewan,

4
3) sifat dan jumlah amparan, dan
4) cara penyimpanan pupuk sebelum dipakai.

Hewan hanya menggunakan setengah dari bahan organik yang dimakan, dan
selebihnya dikeluarkan sebagai kotoran. Sebagian dari padatan yang terdapat
dalam pupuk kandang terdiri dari senyawa organik serupa dengan bahan
makanannya, antara lain selulosa, pati dan gula, hemiselulosa dan lignin seperti
yang kita jumpai dalam humus ligno-protein. Penyusun pupuk kandang yang
paling penting adalah komponen hidup, yaitu organisme tanah, pada sapi perah
seperempat hingga setengah bagian kotoran hewan merupakan jaringan mikrobia
(Brady, 1990).

Pupuk kandang telah mengalami proses praperombakkan di dalam rumen


(perut besar). Chesson (1997) menjelaskan, di dalam rumen proses perombakan
bahan organic dapat berlangsung secara efisien karena mikrobia dapat bekerja
secara optimal. Hal ini ditunjang oleh rumen merupakan habitat yang ideal bagi
berlangsungnya perombakan, antara lain karena:

1) keadaan yang selalu terkontrol,


2) tidak terdapat faktor pembatas dalam suplai hara N dan P,
3) keadaan anaerob penuh,
4) jumlah dan macam mikroorganisme yang adaptif dalam rumen tinggi,
5) tersedia cukup air (aqueous) pada lingkungan rumen, dan
6) banyak bahan hijauan yang termakan.

Laju perombakan dalam rumen lebih cepat dibanding di tanah, waktu yang
diperlukan untuk merombak dinding sel dalam rumen hanya sehari, namun bila di
tanah perlu waktu mingguan.

Pupuk kandang sapi mengandung: 26,2 kg t-1 N; 4,5 kg t-1 P; 13,0 kg t-1 K;
5,3- 16,28 kg t-1 Ca; 3,5-12,8 kg t-1 Mg; dan 2,2-13,6 kg t-1 S. Kenyataan di
lapangan menunjukkan ketersediaan hara yang ada dalam tanah pengaruh dari
pupuk kandang sangat bervariasi lebar, yang tergantung oleh faktor:

a) sumber dan komposisi pupuk kandang,


b) cara dan waktu aplikasi,

5
c) jenis tanah dan iklimnya, dan
d) system pertaniannya.

Penanganan pupuk kandang yang benar harus memperhatikan keadaan alas


kandang dan cara penyimpananya, yang akan menentukan mutu pupuk dari
kehilangan hara yang berlebih (Power dan Papendick, 1997).

B. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Dekomposisi Pupuk Hijau

Pupuk hijau adalah tumbuhan atau bagian tumbuhan yang masih muda yang
dibenamkan dalam tanah, dengan maksud agar meningkatkan tersedianya bahan
organik dan unsur hara bagi pertumbuhan dan produksi tanaman serta menjaga
kelestarian tanah (Sutejo, 2002).

Tanaman yang digolongkan sebagai sumber pupuk hijau adalah tanaman yang
cepat menghasilkan bahan organik dalam jumlah yang banyak, tidak berkayu,
mudah busuk dan mengandung unsur hara yang cukup tinggi (Lingga, 1986;
Marsono dan Sigit, 2000).

Rinsema (1986) mengemukakan bahwa tujuan utama penggunan pupuk hijau


adalah memelihara dan memperbaiki struktur tanah. Sejalan dengan itu, Hakim,
dkk (1986) menyatakan bahwa bahan organik merupakan bahan penting dalam
menciptakan kondisi tanah baik secara fisik, biologi maupun kimia. Pupuk hijau
yang dibenamkan ke dalam tanah akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui
aktifitasnya dan akan menghasilkan asam-asam organik dan humus yang
berfungsi sebagai perekat.

Menurut Benggu dan Ishaq (2004) berdasarkan penelitiannya menjelaskan


bahwa perlakuan pembenaman bahan pupuk hijau sebelum tanam, nyata
meningkatkan N tanah total, P tersedia dan K tersedia. Selanjutnya dinyatakan
bahwa perlakuan pupuk hijau kirinyu memberikan N total tanah dan K tersedia
yang lebih tinggi di bandingkan pupuk hijau lamtoro dan gamal

6
C. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Cacing Tanah

Faktor-faktor ekologis yang mempengaruhi cacing tanah menurut Hanafiah


(2003) meliputi :
a. Kemasaman (pH) Tanah
Kemasaman tanah sangat mempengaruhi populasi dan aktifitas cacing
sehingga menjadi faktor pembatas penyebaran dan spesiesnya. Umumnya cacing
tanah tumbuh baik pada pH sekitar 7,0 namun L.terrestris dan A. caliginose
dijumpai pada pH 5,2 – 5,4; beberapa spesies tropis genus megascolex hidup pada
tanah masam ber pH 4,5 – 4,7 dan Bimastos lonnbergi pada pH 4,7 – 5,1 bahkan
Dendrobaena Octaedra tanah pada pH dibawah 4,3 sehingga dianggap spesies
yang tahan masam. Dilain pihak, Eiseinia foetida lebih menyukai pH 7,0 – 8,0
(Hanafiah, 2002).

Tabel 1. Beberapa karakter seleksi R dan seleksi K


Karakter Seleksi r Seleksi K
1. Iklim Bervariasi dan/atau tidak Cukup konstan dan/atau
terprediksi, tidak pasti terprediksi, lebih pasti
2. Kematian Sering akibat bencana alam Lebih langsung,
(katastrofi)/tidak langsung, tergantung pada
tidak tergantung kerapatan populasi
3. Ukuran populasi Bervariasi dengan waktu Setiap tahun relative
tak seimbang biasanya jauh konstan, seimbang,
dibawah kapasitas tamping pada atau mendekati
lingkungan, komunitas kapasitas tampung
belum jenuh atau sebagian lingkungan, komunitas
jenuh, secara ekologi jenuh, tidak perlu
vakum, rekolonisasi setiap rekolonisasi tahunan
tahun
4. Kompetisi Bervariasi, biasanya lemah Biasanya kuat
antar/interspesies
5. Kerapatan relative Sering tidak memenuhi Biasanya sesuai

7
model tongkat patah Mc.
Arthur.

Banyak bukti yang menunjukan bahwa pH kotoran tanah lebih netral


ketimbang tanah habitatnya, yang terkait dengan adanya netralisasi asam oleh :
1. Sekresi kelenjar kalsifera yang dikeluarkannya pada saat melintasi tanah.
2. Sekresi dari usus dan ammonium, tetapi bagaimana mekanismenya belum
jelas.
b. Kelengasan Tanah
Sekitar 75 – 90% bobot cacing tanah hidup adalah air (Gran cit. Anas 1990)
sehingga dehidrasi (pengeringan) merupakan hal yang sangat menentukan bagi
cacing tanah. Secara alamiah, cacing akan bergerak ketempat yang lebih basah
atau diam jika terjadi kekeringan tanah. Apabila tidak terhindar dari tanah kering,
ia tetap dapat bertahan hidup meskipun banyak kehilangan air tubuhnya. Sebagian
besar Lumbrisidae dapat hidup meski tubuhnya telah kehilangan hingga 50% air
bahkan L. Terrestris hingga 70% dan A. Chlorotica hingga 75%.

Tabel 2. Pengaruh kelengasan tanah terhadap produksi kokon A. Chlorotica


Lokasi Kelengasan (%) Rerata jumlah kokon
per 5 cacing
Bones Close 11,0 0,0
13,5 0,0
21,0 8,6
28,0 13,6
35,5 8,8
42,5 6,6

Westfield 1,6 0,0


24,5 0,6
33,0 8,4
42,0 9,4

8
50,0 3,0

Beberapa spesieslebih mampu berdaptasi terhadap kondisi kering, L terestris


ternyata hidup sama baiknya pada plot tanpa dan dengan irigasi, ketimbang A.
Caliginosa, dan A. Rosea yang tidak bertahan lama pada plot tanpa irigasi.

c. Temperatur
Aktifitas, pertumbuhan, metabolisme, respirasi dan reproduksi cacing tanah
dipengaruhi perbedaan temperature sebagai berikut :
a. Jumlah kokon produksi A Caliginosa dan beberapa spesies lumbridae lainya
berlipat 4 kali pada temperature 6 – 16 oC.
b. Penetasan kokon A. chlorotica hanya berlangsung 36 hari pda temperature 20
o
C, lebih cepat ketimbang 49 hari pada 15 oC dan 112 hari pada 10 oC
c. Priode dewasa lebih cepat,yaitu 13 minggu pada 18oC ketimbang 28-42
minggu pada ruang tanpa pemanasan dan 17-19 minggu pada 15oC; E foetida
perlu 6,5 pada 28 oC ketimbang 9,5 minggu pada 18o C.
d. Temperature permukaan tanah optimum untuk aktifitas cacing tanah di
malam hari adalah 10,5o C,berselesih minimal 2o Cdi atas rumput dan ada
hujan 4 hari sebelumnya.
e. Limit atas temperature kematian cacing tanah selah terpapar 48 jam adalah
28o untuk L.terretris, 26o C untuk A.caliginosa 25o C untuk E foetida (50%
mati pada 24,7o C) dan pheretima hupiensis (50%mati pada 24,9oC) serta
29,7o C untuk E. rosea (50%mati pada 26,3oC),dan 34-38,5oC untuk
H.africanus.
Tempertur berpengaruh terhdap distribusi cacing dalam profil tanah,di
England pada bulan januari dan februari ,waktu suhu sekitar 0oC kebanyakan
cacing tanah berada pada kedelaman 7,5 cm dan waktu suhu 5oC bermigrasi ke
kedalaman 10 cm. Pada kedelaman 10 cm ini spesies yang umumnya di jumpai
adalah cacing bsear yang meliputi A.clorotica, A.caliginosa dan A.rosea, serta
sedikit cacing kecil/ muda A.longa,A.nocturna dan L.terrestris sedangkan cacing
dewasa dari ketiga spesies kemudian ini,yang relative berukuran lebih kecil,telah
bermigrasi ke kedalaman 7,5 cm. Pada juni-oktober kebanyakan cacing tanah

9
bermigrasi kedalaman lebih dari 7,5 cm dan sebaliknya pada November, desember
dan april. Dua faktor yang mendorong migrasi cacing ke lapisan yang lebih
dalam,yaitu:
a. Permukaan tanah yang sangat dingin
b. Sangat kering
d. Aerasi dan CO2
Tekanan CO2 mempengaruhi distribusi cacing tanah meskipun distribusi
spesies seperti E.eiseni dan D.octaedra pada beberapa tempat lebih di batasi oleh
minimalnya tekanan oksigen yang terjadi pada musim-musim tertentu,tetapi
penemuan Satchell ini rancu dengan beberrapa faktor seperti Ph,kelengasan
tanah,jumlah bahan organic segar,penutupan tanah oleh tanaman,dan status
mikroba.E eiseni ini terlihat berkorelasi dengan potensial reduksi oksidas.
Pendapat ini juga terbantah oleh penemuan Boyton dan Rompton Bahwa tekanan
O2 pada kedalaman tanah di bawah 150 cm selama 6 bulan / pertahun dan
kedalaman 90 cm selama 11 minggu/tahun hanya kurang dari 10% dan ternyata
ada beberapa spesies yang masih tetap hidup dalam waktu yang lama
(Hanafiah,2003).
Namun di lain pihak, baru sedikit petunjuk yang membuktikan bahwa cacing
tanah tidak pindah ke tempat lain sebagai respons terhadap perubahan konsentrasi
CO2.E foetida tidak merspons meskipun konsentrasi CO2 naik 25%,limit
konsentrasi CO2 dalam tanah biasanya antara 0,01 – 11,5% sedangkan cacing
tanah hanya dapat hidup pada konsentrasi yang jauh lebih tinggi bahkan hingga
50% (Appelhof, 1980).
e. Bahan Organik
Distribusi bahan organic dalam tanah berpengaruh terhadap cacing
tanah,karena terkait dengan sumber nutrisinya sehingga pada tanah miskin bahan
organic hanya sedikit jumlah cacing tanah yang di jumpai. Namun apabila,cacing
tanah sedikit namun bahan organic segar banyak,pelapukannya akan
terhambat,seperti terlihat Wales, Australia yang tanpa cacing tanah,akumulasi sisa
rumput dapat setebal 4 cm,begitu cacing tanah diintroduksi akumulasi ini tidak
lagi terjadi (Subba Rao, 1994).

10
Populsi cacing tanah segera terpacu apabila tanah diberi kotoran
hewan,sebagaimana terlihat pada hasil-hasil percobaan (Gran cit. Anas, 1990)
yerlihat bahwa populasi cacing tanah yang di beri pupuk kadang dapat mencapai
3-15 kali lebih banyak ketimbang dalam tanah yang tidak diberi pupuk kandang
(Subba Rao, 1994).
f. Jenis Tanah
Hubungan jenis tanah dengan populasi dan spesies cacing tanah telah diteliti
Guld.di Skotlandia. Populasi cacing tanah paling banyak dijumpai pada tanah
lempung ringan, pasir ringan, dan lempung sedang, kemudian pada alluvial, liat,
dan lempung berkerikil serta paling sedikit pada tanah gambut. Kemudian dari
segi keragaman spesies, paling banyak terdapat pada tanah bertekstur pasir ringan,
serta pada tanah lempung, liat, dan alluvial (Hanafiah, 2003).
g. Suplai Pakan
Berdasarkan hasil-hasil penelitian, dalam menyuplai nutrisi atau pakan berupa
sisa-sisa tanaman (serasah bagi cacing tanah perlu diperhatikan palatabilitas
(derajat kesukaan) dedaunan tersebut.
a. ada yang lebih menyukai serasah segar yang berkalsium tinggi, seperti
L.rubellus (yang memiliki alat mekanik pengeksresi kalsium, sehingga
berperan penting dalam perbaikan kejenuhan basa dan pH) dan ada yang
menyukai serasah yang mulai melapuk, seperti A. caliginosa yang juga
memakan miselia jamur.
b. Umumnya lebih menyukai serasah berkarbohidrat-larut, gula dan berprotein
tinggi, L. terrestris lebih menyukai serasah tanaman Alnus glutinosa yang
berkadar N > 1.4% ketimbang serasah berkadar N < 1%.
c. Umumnya paling tidak menmyukai serasah conivera seperti daun pinus
jarum, cemara, larch, spruce, oak, dan beech, karena (a) bertanin pekat, (b)
berpolifenol larut air atau berfenol polihidrik tinggi, beralkaloid pahit atau
senyawa aromatic noxsions.
d. Urutan palabilitas (kelebihsukaan) terhadap serasah adalah daun selada, kale,
biet, elm, jagung, lime, birch, oak, dan beech.
e. Inokulasi sel-sel bakteri ke daun meningkatkan konsumsi serasah, sedangkan
penyemprotan pestisida kimiawi sebaliknya..

11
h. Peranan Cacing Tanah Terhadap Kesuburan Tanah
Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah.
Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan
populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan
aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme
yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan
aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan
dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa,
nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses
humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian, G. 1997). Mikro flora dan fauna tanah
ini saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik, kerena bahan
organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan
karbon sebagai sumber energi.
Pengaruh positip yang lain dari penambahan bahan organik adalah
pengaruhnya pada pertumbuhan tanaman. Terdapat senyawa yang mempunyai
pengaruh terhadap aktivitas biologis yang ditemukan di dalam tanah adalah
senyawa perangsang tumbuh (auxin), dan vitamin (Stevenson, 1982). Senyawa-
senyawa ini di dalam tanah berasal dari eksudat tanaman, pupuk kandang,
kompos, sisa tanaman dan juga berasal dari hasil aktivitas mikrobia dalam tanah.
Di samping itu, diindikasikan asam organik dengan berat molekul rendah,
terutama bikarbonat (seperti suksinat, ciannamat, fumarat) hasil dekomposisi
bahan organik, dalam konsentrasi rendah dapat mempunyai sifat seperti senyawa
perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh positip terhadap pertumbuhan
tanaman.

1. Dapat Mempercepat Pelapukan Sisa Sisa Tanaman.


Pelapukan adalah proses pengrusakan atau penghancuran kulit bumi oleh
tenaga eksogen. Pelapukan di setiap daerah berbeda-beda tergantung unsur-unsur
dari daerah tersebut. Misalnya di daerah tropis yang pengaruh suhu dan air sangat

12
dominan, tebal pelapukan dapat mencapai seratus meter, sedangkan daerah sub
tropis pelapukannya hanya beberapa meter saja.
Penyebabnya adalah proses organisme yaitu binatang tumbuhan dan manusia,
binatang yang dapat melakukan pelapukan antara lain cacing tanah,serangga.
Dibatu-batu karang daerah pantai sering terdapat lubang-lubang yang dibuat oleh
binatang. Pengaruh yang disebabkan oleh tumbuh tumbuhan ini dapat bersifat
mekanik atau kimiawi. Pengaruh sifat mekanik yaitu berkembangnya akar
tumbuh-tumbuhan di dalam tanah yang dapat merusak tanah disekitarnya.
Pengaruh zat kimiawi yaitu berupa zat asam yang dikeluarkan oleh akar- akar
serat makanan menghisap garam makanan. Zat asam ini merusak batuan sehingga
garam-garaman mudah diserap oleh akar. Manusia juga berperan dalam pelapukan
melalui aktifitas penebangan pohon, pembangunan maupun penambangan.

2. Kotoran cacing dapat meningkatkan kesuburan tanah atau kadar NPK pada
tanah yang dihuninya

Cacing tanah ternyata bisa menjadi bahan baku untuk pembuatan pupuk
kompos (kascing). Karena pupuk kompos yang dihasilkan dari Lumbricus
Rubellus ini memiliki unsur-sunur hara yang dibutuhkan tanaman, diantaranya
yaitu: Kotoran yang dikeluarkan oleh cacing tanah banyak mengandung unsur
hara yang dibutuhkan oleh tanaman seperti nitrogen, fosfor, mineral, dan
vitamin. Karena mengandung unsur hara yang lengkap, apalagi nilai C/N nya
kurang dari 20 maka kotoran cacing yang biasa disebut casting dapat digunakan
sebagai pupuk. Lahan pertanian yang mengandung cacing tanah pada umumnya
akan lebih subur karena tanah yang bercampur dengan kotoran cacing tanah sudah
siap untuk diserap oleh akar tanaman. Cacing tanah yang ada di dalam tanah akan
mencampurkan bahan organik pasir ataupun bahan antara lapisan atas dan bawah.
Aktivitas ini juga menyebabkan bahan organik akan tercampur lebih merata. Pada
tahun 1941 hasil penelitian T.C. Pun menyatakan, bahwa karena aktivitas cacing
tanah, maka N, P, K tersedia dan bahan organik dalam tanah dapat meningkat.
Unsur-unsur tersebut merupakan unsur pokok bagi tanaman. Tahun 1949 Stockli
dalam penelitiannya menjelaskan, bahwa humus dan mikroflora kotoran cacing
tanah lebih tinggi dari tanah aslinya. Demikian juga percobaan pada tanah-tanah

13
gundul bekas tambang di Ohio (Amerika Serikat) menunjukan, bahwa cacing
tanah dapat meningkatkan kadar K tersedia 19% dan P tersedia 165%. Tahun
1979, Wollny juga menyatakan bahwa cacing tanah mempengaruhi kesuburan dan
produktivitas tanah. Dengan adanya cacing tanah, kesuburan dan produkvitas
tanah akan meningkat. Selain itu cacing tanah juga dapat meningkatkan daya
serap air permukaan. Liang cacing tanah yang ditinggal dalam tanah berfungsi
memperbaiki aerasi dan drainase. Keduanya sangat penting dalam pembentukan
tanah. Cacing tanah juga membantu pengangkutan sejumlah lapisan tanah dari
bahan organik. Lapisan bawah permukaan dan mencampurkan tanah dari bahan
organik dengan bahan organik.

3. Lorong-lorong yang dibuatnya dalam tanah (Terutama pada lapisan top soil)
memungkinkannya udara sehat kedalam tanah dan terdesaknya kelebihan zat CO2
ke luar dalam tanah.

Cacing tanah juga dapat memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah.


Lubang-lubang cacing dan humus secara langsung menjadikan tanah gem-
bur. Cacing ini memakan oarganisme hidup yang ada di dalam tanah dengan cara
menggali tanah.Kemampuannya yang dapat menggali bermanfaat dalam
menggemburkan tanah.

14
III. METODE PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu

Pengamatan ini di laksanakan di kebun cengkeh kelurahan ngade pada


tanggal 28 oktober 2018. Dimana waktu pelaksanaannya mulai dari pukul 14.00
WIT sampai selesai.

B. Alat Dan Bahan

Adapun alat yang di gunakan adalah ; Alat tulis menulis, kamera Hp.
Sedangkan bahan yang di gunakan adalah ; Daun petai cina ,Air, Pupuk kandang
ayam 2 Kg, cacing kanah 10 Ekor, Pupuk kompos,

C. Metode Penelitian

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode pengamatan


visual.

D. Cara Kerja

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Setelah bahan semua telah disiapkan, langsung dimasukan kedalam kantung
kresek dengan susunan ( Daun petai cina-pupuk kompos-pupuk kandang
ayam-cacing tanah 5 ekor-pupuk kompos-cacing tanah 5 ekor-pupuk kandang
ayam)
3. Kemudian siram dengan Air secukupnya
4. Diamkan selama 5 minggu

E. Tenik Analisa Data

Metode analisa data yang digunakan adalah dengan teknik analisa data
deskriptif.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anas, 1990. Biologi Tanah. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Appelhof, M. 1980, “Pengomposan Dengan Cacing Tanah Pada Skala Kecil”.


dalam Anas (1990)

Atmojo, S.W, 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah Dan
Upaya Pengelolaann ya. Sebelas Maret University Press. Surakarta
Baechia, M.F, 2008. Agroekosistem tanah mineral masam. Gadja mada
universitas press. Yogyakarta.

Brady, N.C. (1990) The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing
Co., York.

Chesson, A. (1997) Plant Degradation by ruminan: parallels with litter


decomposition in soil, In Driven by Nature Plant Litter Quality and
Decomposition, Dapartment of Biological Sciences. (Eds Cadisch, G. And
Giller, K.E.), pp. 47-66. Wey College, University of London, UK.

Foth, H.D, 1994. Dasar-dasar ilmu tanah. Erlangga. Jakarta.

Hakim,N. Nykpk,M,Y. Lubis,A,M. Nogroho,S,G. Saul,M,R. Diha,M,A.


Hong,G,B. Bailey,H,H.1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung. Lampung
Hanafiah, K.A, 1989. Pengaruh Pupuk Kandang Dan Kapur Terhadap Agihan
Bentuk Dan Ketersediaan P. Pada Tanah Latosol. Thesis 52 Bidang
Kimia Dan Kesuburan Tanah, PS Ilmu Tanah, PPS UGM, Yogyakarta

_____________, 2002. Biologi Tanah. Rajawali Pers. Jakarta

_____________2003. BIOLOGI TANAH Ekologi Dan Makrobiologi Tanah.


Rajagrafindo Persada. Jakarta

2004, Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajagrafindo persada. Jakarta


.
Hardjowigeno, S, 2010. Ilmu Tanah. Akademika pressindo. Jakarta

http://udynhaddad.blogspot.co.id/2012/06/biologi-tanah.html

Hubbard, V.C., D. Jordan, and J.A. Stecker. 1999. Earthworm response rotation
and tillage in a Missouri claypan soil. Journal of Biol. Fertil. Soils 29:343-
347.

16
Kononora, M. M., 1966. Soil Organic Matter, Is Nature Is Role In Soil Formation
and In Soil Fertility. Pergamon Press. Oxford.

Power, J.F. and Papendick, R.I. 1997. Sumber – sumber organik hara. In
Teknologi Dan Penggunaan Pupuk, (Eds Engelstad O.P) (Transl. Didiek
Hadjar Goenadi), pp. 752 – 778. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Rachman, I.A, 2012. Kesuburan Tanah Dan Nutrisi Tanaman. Fakultas Pertanian,
Universitas Khairun Ternate. Lephair Press.

Rinsema, W.T, 1986. Pupuk dan cara pemupukan. Terjemahan H.M. Saleh.
Bhratara karya aksara, Jakarta

Soepardi, G.,1979. Sifat dan Ciri Tanah. Saduran dari The Nature and Properties
of Soil oleh N. C. Brady,1975.

Stevenson, F.T (1982) Humus Chemistry Jhon Wiley And Sons, New York

Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi kedua


(Terjemahan). UlPress. 353 hal.

Sutedjo, dan Kartasapoetra, (2005), Pengantar Ilmu Tanah, Rineka Cipta, Jakarta

Tian G. 1997. In Driven By Nature Plant Litter Quality Dan Decomposition,


Department Of Biological Science. (Eds Cadsch, G. And Giller, KE) PD.
125-134. Wey college, university oof London, UK

Wollni, 1979. Peran Cacing Dalam Tanah. http://google.com/Wikipedia/. 27 juni


2012

1. DOKUMENTASI PRAKTIKUM BIOLOGI TANAH

17

Anda mungkin juga menyukai