Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epilepsi merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal manusia dan merupakan

kelainan neurologis paling umum yang mempengaruhi individu- individu dari segala usia

(Banerjee et al., 2009). Epilepsi membawa banyak stigma negatif sehingga orang-orang

dengan epilepsi tidak dapat menjalani hidup dengan normal. Anak-anak dengan epilepsi sering

mengalami beban ganda karena ketidakmampuan belajar, gangguan kognitif, serta kinerja

skolastik yang miskin (Attumalil et al., 2011).

Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia dengan insidensi dan prevalensi yang

hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka lebih tinggi di negara

berkembang. Selain itu banyak juga ditemukan bahwa penderita laki-laki lebih banyak daripada

penderita perempuan, dan lebih sering dijumpai pada anak pertama (Tjahjadi et al., 2009).

Menurut Riyadi dan Sukarmin (2009) Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf

pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Serangan

dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas yang

berasal dari sekelompok sel-sel otak, bersifat sinkron dan berirama. Bangkitan kejang yang

terjadi pada pasien epilepsi terjadi akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron

saraf pusat. Lepasnya muatan listrik di otak dapat disebabkan oleh adanya kelainan dan

penyakit pada otak.

Data epilepsi yang dihimpun dari 108 negara mencakup 85,4% dari populasi dunia

terdapat 43.704.000 orang menderita epilepsi. Rata-rata jumlah orang penderita epilepsi per

1000 penduduk 8,93 dari 108 negara responden. Jumlah orang penderita epilepsi per 1000

penduduk berbeda-beda di setiap regional. Sementara itu data di regional Amerika dan Afrika
di dapatkan 12,59 dan 11,29. Data di regional Asia Tenggara di dapatkan sebesar 9,97.

Sedangkan data sebesar 8,23 didapatkan di regional Eropa. Jumlah rata-rata orang epilepsi per

1000 penduduk berkisar dari 7,99 di negara-negara berpendapatan tinggi dan 9,50 di negara-

negara berpendapatan rendah (WHO, 2010).

Di Indonesia, dengan jumlah penduduk berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah

penyandang epilepsi per tahunnya adalah 250,000. Angka prevalensi penyandang epilepsi

aktif antara 4-10 per 1000 penyandang epilepsi. Dari hasil studi diperkirakan prevalensi

epilepsi berkisar antara 0.5% sampai 4 %.Rata-rata prevalensi epilepsi 8.2 per 1,000

penduduk. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, namun menurun pada

dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat kembali pada kelompok usia lanjut.

Dengan prevalensi 0.5% dan penduduk 220 juta orang, terdapat 1,1 juta orang dengan epilepsi

di Indonesia ( Kustiowati, 2012).

Pengobatan epilepsi diantaranya bertujuan untuk membuat penderita terbebas dari

serangan, khususnya serangan kejang, sedini/seawal mungkin tanpa mengganggu fungsi

normal saraf pusat dan penderita dapat melakukan tugas tanpa bantuan. Terapi meliputi terapi

kausal, terapi dengan menghindari faktor pencetus, dan memakai obat anti konvulsi (

Jamalludin, 2014)

Menyusui dini di jam-jam pertama kelahiran jika tidak dapat dilakukan oleh ibu akan

menyebabkan proses menyusu tertunda, maka alternatif yang dapat dilakukan adalah memerah

atau memompa ASI selama 10-20 menit hingga bayi dapat menyusu. Tindakan tersebut dapat.

membantu memaksimalkan reseptor prolaktin dan meminimalkan efek samping dari

tertundanya proses menyusui oleh bayi (Evariny, 2017)

Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk membantu proses pengeluaran ASI. ASI

dapat di perah dengan mudah tanpa teknik apapun. Namun satu hal yang sering terlupakan
yaitu teknik yang tidak tepat akan merusak jaringan lemak pada payudara, membuat payudara

menjadi lecet. Bahkan kulit payudara menjadi memar atau kemerahan (Marmi, 2015)

Teknik memerah ASI yang dianjurkan adalah dengan mempergunakan tangan dan jari

karena praktis, efektif dan efisien dibandingkan dengan menggunakan pompa. (Roesli, 2015).

Mengingat pentingnya produksi ASI pada awal masa menyusui terhadap keberhasilan proses

menyusui, peneliti merasa perlu untuk melakukan proses “Asuhan Keperawatan pada ibu

Postpartum Primipara dengan menyusui tidak efektif di RSUD KRMT Wongsonegoro Kota

Semarang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam karya ilmiah ini adalah

“Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Partum Primipara Dengan Menyususi Tidak Efektif di

RSUD KRMT Wongsonegoro Kota Semarang”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

a. Menerapkan teknik marmet untuk meningkatkan produksi ASI Ibu Post Partum di RSUD

KRMT Wongsonegoro Kota Semarang

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik ibu post partum meliputi umur, paritas, pekerjaan dan

pendidikan.

b. Mengkaji produksi ASI pada ibu post partum sebelum dilakukan teknik breastcare

c. Mengkaji produksi ASI pada ibu post partum setelah dilakukan teknik breastcare
D. Manfaat

1. Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

peneliti mengenai pengaruh breastcare untuk meningkatkan produksi ASI ibu postpartum

sehingga dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

2. Bagi Ibu Post Partum

Ibu pot partum mendapatkan solusi dalam meningkatkan produksi ASI dengan

melakukan teknik breastcare.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

sekitar pengaruh breastcare untuk meningkatkan produksi ASI ibu postpartum sehingga

dapat menerapkan kepada anggota keluarga pada masa nifas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Definisi Masa Nifas

Masa nifas (postpartum / puerpurium) barasal dari kata latin yaitu dari kata “puer”

yang artinya bayi dan “parous” yang berarti melahirkan, yaitu masa pulih kembali, mulai

dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil lama masa

nifas berkisar sekitar 6-8 minggu (Sujiyatini, 2010). Masa nifas (puerperium) dimulai

setelah kelahiran plasenta berakhir dan ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil.
Masa nifas atau puerpurium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai

dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Anggraini, 2010). Masa setelah melahirkan plasenta

lahir dan berakhir katika alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa

nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saleha, 2009). Masa puerperium atau masa

nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir kira-kira setelah 6 minggu akan tetapi

seluruh alat genital akan pulih kembali seperti sebelum kehamilan dalam 3 bulan

(Wiknjosastro, 2006). Masa Nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang

dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan

waktu 6- 12 minngu (Varney, 2012).

2. Tahapan Masa Nifas

Menurut Suherni (2009), ada tiga tahapan masa nifas yaitu :

a) Puerperium dini

Yaitu dimana ibu sudah diperbolehkan berdiri dan berjalanjalan. Dalam agama islam,

dianggap telah bersih dan bekerja dalam 40 hari

b) Puerperium Intermedial

Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.

c) Remote puerperium

Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama

hamil atau persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa

berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.

3. Perubahan Fisiologi Masa Nifas

Menurut Bahiyatun (2008), ada perubahan pada masa nifas yaitu

a. Perubahan sistem reproduksi


1) Perubahan uterus Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar. Hal

ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasenta site) sehingga

jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan

lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi

sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali

pada ukuran sebelum hamil). Jika sampai 2 minggu postpartum,uterus belum

masuk panggul, curiga ada subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi

atau perdarahan lanjut (late post partum haemorrhage).

2) Perubahan Vagina dan Perineum

Vagina Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan atau

kerutan) kembali. Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka

perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,

tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat eskstraksi dengan cunam, terlebih apabila

kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat

pada pemeriksaan spekulum.

Perineum Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan

tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi

di garis tengah dan bias menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut

arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah

dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.

Lochea. Dengan involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi

tempat atau situs placenta akan menjadi nekrotik (layu/ mati), pelepasan jaringan

nekrotik disebabkan karena pertumbuhan endometrium. Decidua yang mati akan

keluar bersama sisa cairan suatu campuran antara darah yang dinamakan lochea,

yaitu suatu ekskresi cairan rahim selama masa nifas yang mempunyai reaksi basa
atau alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada

kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis (anyer),

meskipun tidak terlalu menyengat, dan volumenya berbeda-beda pada setiap

wanita. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi. Lochea adalah

cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina

dalam masa nifas.

3) Perubahan Sistem Pencernaan

Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya

disebabkan karena makanan padat dan kurangnya bersarat selama persalinan.

Disamping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada

perinium, jangan sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri. Buang air besar

harus dilakukan 3-4 hari setelah persalinan. Bilamana masih juga terjadi konstipasi

dan beraknya mungkin keras dapat diberikan obat per oral atau per rektal (Suherni,

2009).

4) Perubahan Perkemihan

Menurut Suherni (2009), Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai

8 minggu,tergantung pada :

a. Keadaan atau status sebelum persalinan

b. Lamanya partus kala 2 dilalui

c. Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan.

Tinjauan Teori Perawatan Payudara

1. Definisi

Perawatan payudara (Breast Care) adalah suatu cara merawat payudara yang

dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi ASI, selain itu untuk
kebersihan payudara dan bentuk putting susu yang masuk ke dalam atau datar. Puting susu

demikian sebenarnya bukanlah halangan bagi ibu untuk menyusui dengan baik dengan

mengetahui sejak awal, ibu mempunyai waktu untuk mengusahakan agar puting susu lebih

mudah sewaktu menyusui. Disamping itu juga sangat penting memperhatikan kebersihan

personal hygiene (Rustam, 2009). Payudara adalah pelengkap organ reproduksi wanita

dan pada masa laktasi akan mengeluarkan air susu. Payudara mungkin akan sedikit

berubah warna sebelum kehamilan, areola (area yang mengelilingi puting susu) biasanya

berwarna kemerahan, tetapi akan menjadi coklat dan mungkin akan mengalami

pembesaran selama masa kehamilan dan masa menyusui(Manuaba, 2011).

2. Tujuan Perawatan Payudara

Perawatan Payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara

semasa hamil, mempunyai tujuan antara lain:

a. Untuk Menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi

b. Untuk mengenyalkan putting susu, supaya tidak mudah lecet

c. Untuk menonjolkan putting susu

d. Menjaga bentuk buah dada tetap bagus

e. Untuk mencegah terjadinya penyumbatan

f. Untuk memperbanyak produki ASI

g. Untuk mengetahui adanya kelainan (notoadmojo, 2008)

3. Tehnik Perawatan Payudara

Beberapa keadaan yang berkaitan dengan teknik dan saat perawatan payudara Antara lain

:
a. Putting lecet

- Untuk mencegah rasa sakit, bersihkan puting susu dengan air hangat ketika

sedang mandi dan janganmenggunakan sabun, karena sabun bisa membuat puting

susu kering dan iritasi.

- Pada ibu dengan puting susu yang sudah menonjol dan tanpa riwayat abortus,

perawatnnya dapat dimulai pada usia kehamilan 6 bulan atas.

- Ibu dengan puting susu yang sudah menonjol dengan riwayat abortus,

perawatannya dapat dimulai pada usia kehamilan diatas 8 bulan.

- Pada puting susu yang mendatar atau masuk kedalam, perawatannya harus

dilakukan lebih dini, yaitu usia kehamilan 3 bulan, kecuali bila ada riwayat

abortus dilakukan setelah usia kehamilan setelah 6 bulan

b. Penyumbatan Kelenjar Payudara

Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian

perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hatilah pada area yang

mengeras. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui

bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui

dengan penuh semangat pada awal sesi menyusui, sehingga bias mengeringkannya

dengan efektif. Lanjutkan dengan mengeluarkan air susu ibu dari payudara itu setiap

kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang

sakit tersebut. Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada

payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari atau mandi dengan air hangat beberapa

kali, lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan

kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu (Prawirohardjo,

2010).

c. Pengerasan Payudara
Menyusui secara rutin sesuai dengan kebutuhan bisa membantu dan sudah

mencapai berat badan ideal, ibu mungkin harus melakukan sesuatu untuk mengurangi

tekanan pada payudara. Sebagai contoh, merendam kain dalam air hangat dan

kemudian di tempelkan pada payudara atau mandi dengan air hangat sebelum

menyuusi bayi. Mungkin ibu juga bisa mengeluarkan sejumlah kecil ASI sebelum

menyusui, baik secara manual atau dengan menggunakan pompa payudara. Untuk

pengerasan yang parah, gunakan kompres dingin atau es kemasan ketika tidak sedang

menyusui untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan mengurangi pembengkakan

(Manuaba, 2010).

d. vdghvdge

4. Cara Perawatan Payudara Agar Berhasil

Ada beberapa tips perawatan payudara antara lain:

a. Pengurutan harus dilakukan secara sistematis dan teratur minimal 2 kali sehari.

b. Merawat Puting Susu dengan menggunakan kapas yang sudah diberi baby oil lalu di

tempelkan selama 5 menit

c. Memperhatikan kebersihan sehari-hari.

d. Memakai BH yang bersih dan menyokong payudara .

e. Jangan mengoleskan krim, minyak, alcohol, atau sabun pada puting susu (Mustika,

2011).

5. Teknik dan Cara Perawatan Payudara

a. Massase

Pijat sel-sel pembuat ASI dan saluran ASI tekan 2-4 jari ke dinding dada, buat

gerakan melingkar pada satu titik di area payudara Setelah beberapa detik pindah ke
area lain dari payudara, dapat mengikuti gerakan spiral. mengelilingi payudarake arah

putting susu ataugerakan lurus dari pangkal payudara ke arah puting susu.

b. Stroke

1. Mengurut dari pangkal payudara sampai ke puting susu dengan jarijari atau telapak

tangan.

2. Lanjutkan mengurut dari dinding dada kearah payudara diseluruh bagian payudara.

3. Ini akan membuat ibu lebih rileks dan merangsang pengaliran ASI (hormon

oksitosin).

c. Shake (goyang)

Dengan posisi condong kedepan, goyangkan payudara dengan lembut, biarkan gaya

tarik bumi meningkatkan stimulasi pengaliran.

6. Cara Pengurutan Payudara

Cara Pengurutan payudara di Paparkan Oleh Prawirohardjo, 2010 dapat di lakukan

dengan cara sebagai berikut :

a. Licinkan telapak tangan dengan sedikit minyak/baby oil.

b. Kedua tangan diletakkan diantara kedua payudara ke arah atas, samping, bawah, dan

melintang sehingga tangan menyangga payudara, lakukan 30 kali selama 5 menit

c. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan kanan saling

dirapatkan Sisi kelingking tangan kanan memegang payudara kiri dari pangkal

payudara kearah puting, demikian pula payudara kanan lakukan 30 kali selama 5 menit

(Manuaba, 2010).

7. Perawatan buah payudara pada Masa Nifas

a. Menggunakan BH yang menyokong payudara


b. Apabila puting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang keluarpada sekitar

puting susu setiap kali

c. selesai menyusui, menyusui tetap dilakukan dimulai dari puting susu yang tidak

lecet.

d. Apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24 jam ASI dikeluarkan dan

diminumkan dengan menggunakan sendok.

e. Untuk menghilangkan rasa nyeri ibu dapat minum parasetamol 1 tablet setiap 4-6

jam.

f. Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan : pengompresan

payudara menggunakan kain basah dan hangat selama 5 menit, urut payudara dari

arah pangkal menuju puting susu, keluarkan ASI sebagian dari bagian depan

payudara sehingga puting susu menjadi lunak, susukan bayi setiap 2-3 jam, apabila

tidak dapat menghisap ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan letakkan kain dingin

pada payudara setelah menyusui.

8. Akibat Jika Tidak Melakukan Perawatan Payudara

Tidak Dilakukan Perawatan PayudaraBerbagai dampak negatif dapat timbul jika tidak

dilakukanperawatan payudara sedini mungkin. Dampak tersebut meliputi :

a. Puting susu kedalam

b. ASI lama keluar

c. Produksi ASI terbatas

d. Pembengkakan pada payudara

e. Payudara meradang

f. Payudara kotor

g. Ibu belum siap menyusui


h. Kulit payudara terutama puting akan mudah lecet (Prawirohardjo, 2011).

9. Penatalaksanaan Perawatan Payudara

a. Cara Mengatasi Bila Puting Tenggelam

Lakukan gerakan menggunakan kedua ibu jari dengan menekan kedua sisi puting dan

setelah puting tampak menonjol keluar lakukan tarikan pada puting menggunakan ibu

jari dan telunjuk lalulanjutkan dengan gerakan memutar puting ke satu arah. Ulangi

sampai beberapa kali dan dilakukan secara rutin.

b. Jika ASI belum keluar

Walaupun asi belum keluar ibu harus tetap menyusui. Mulailah segera menyusui sejak

bayi barulahir, yakni dengan inisiasi menyusui dini, Dengan teratur menyusui bayi maka

hisapan bayipada saat menyusu ke ibu akan merangsang produksi hormon oksitosin dan

prolaktin yang akan membantu kelancaran ASI. Jadi biarkan bayi terus menghisap maka

akan keluar ASI. Jangan berpikir sebaliknya yakni menunggu ASI keluar baru menyusui.

c. Penanganan putting susu lecet

Bagi ibu yang mengalami lecet pada puting susu, ibu bias mengistirahatkan 24 jam pada

payudara yang lecet dan memerah ASI secara manual dan ditampung pada botol steril

lalu di suapkan menggunakan sendok kecil . Olesi dengan krim untuk payudara yang

lecet. Bila ada madu, cukup di olesi madu pada puting yang lecet.

10. Cara Melakukan Perawatan Payudara

Adapun cara perawatan payudara Menurut Siti (2012), antara lain:

a. Tempelkan kapas yang sudah di beri minyak atau baby oil selama 5 menit, kemudian

putting susu di bersihkan.

b. Letakan kedua tangan di antara payudara


c. Mengurut payudara dimulai dari arah atas, kesamping lalu kearah bawah.

d. Dalam pengurutan posisi tangan kiri kearah sisi kiri, telapak tangan kearah sisi kanan. e.

Melakukan pengurutan kebawah dan kesamping.

e. Pengurutan melintang telapak tangan mengurut kedepan kemudian kedua tangan

dilepaskan dari payudara, ulangi gerakan 20 – 30 kali.

f. Tangan kiri menopang payudara kiri 3 jari tangan kanan membuat gerakan memutar

sambil menekan mulai dari pangkal payudara sampaipada puting susu, lakukan tahap

yang sama pada payudara kanan.

g. Membersihkan payudara dengan air hangat lalu keringkan payudara dengan handuk

bersih, kemudian gunakan bra yang bersih dan menyokong.

Hubungan Antara Perawatan Payudara dengan Bendungan ASI

Perawatan payudara (Breast care) adalah suatu cara merawat payudara yang

dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi ASI,selain itu untuk

kebersihan payudara dan bentuk putting susu yang masuk ke dalam atau datar. Puting susu

demikian sebenarnya bukanlah halangan bagi ibu untuk menyusui dengan baik dengan

mengetahui sejak awal, ibu mempunyai waktu untukmengusahakan agar puting susu lebih

mudah sewaktu menyusui. Disamping itu juga sangat penting memperhatikan kebersihsn

personal hygiene.Sekitar hari ketiga atau keempat sesudah melahirkan, payudara sering

terasa penuh,tegang, serta nyeri. Keadaan seperti itu disebut engorgement (payudara

bengkak) yang disebabkan oleh adanya statis di vena dan pembuluh darah bening (

Mansjoer, 2009).

Hal ini merupakan tanda bahwa ASI mulai banyak disekresi. Apabila dalam

keadaan tersebut ibu menghindari menyusui karena alasan nyeri lalu memberikan prelacteal

feeding (makanan tambahan) pada bayi, keadaan tersebut justru berlanjut. Payudara akan
bertambah bengkak atau penuh karena sekresi ASI terus berlangsung sementara bayi tidak

disusukan sehingga tidak terjadi perangsangan pada puting susu yang mengakibatkan reflex

oksitosin tidak terjadi dan ASI tidak dikeluarkan. Jika hal ini terus berlangsung, ASI yang

disekresi menumpuk pada payudara dan menyebabkan areola (bagian berwarna hitam yang

melingkari puting) lebih menonjol, puting menjadi lebih datar dan sukar dihisap oleh bayi

ketika disusukan. Bila keadaan sudah sampai seperti ini, kulit pada payudara akan nampak

lebih merah mengkilat, terasa nyeri sekali dan ibu merasa demam seperti influenza dan lain

sebagainya ( Manuaba, 2010).

Menurut penelitian yang di sampaikan oleh Yuliana Megawati ( 2008), adalah

Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke- 3 atau ke-4 ketika payudara telah

memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar,

karena bayi tidak cukup untuk menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan,

hubungan dengan bayi (bounding) kurang baik, dan dapat pula karena adanya pembantasan

waktu menyusui.

Penelitian yang di lakukan oleh Sastika (2012), adalah Penanganan utama pada

bendungan ASI adalah memulihkan keadaan dan mencegah terjadinya komplikasi yaitu

mastitis dan abses (bernanah) dan sepsis yang dapat terjadi bila penanganan terlambat atau

tidak tepat, kurang efektif. Laktasi tetap dianjurkan untuk melanjutkan pengosongan

payudara sangat penting untuk keberhasilan terapi. Terapi superpip seperti betres,

pemberian cairan yang cukup, anti nyeri dan anti inflamasi sangat dianjurkan. Pemberian

anti biotika secara ideal berdasarkan hasil kepekaan kultur kuman yang diambil dari air

susu sehingga keberhasilan terapi tetap terjamin. Karena kultur kuman yang tidak secara

rutin dilakukan, secara empiris pilihan pengobatan pertama terutama ditunjukkan pada

statifokakusaureus sebagai penyebab terbanyak dan streptokokus yaitu dengan penesilin

digunakan eritromisin atau sulfa. Pada sebagian kasus antibiotic dapat diberikan secara
peroral dan tidak melakukan perawatan rumah sakit. Pada umumnya dengan pengobatan

segera dan adekuat gejala untuk menghilangkan dalam 24-48 jam kemudian dan jarang

terjadi komplikasi. Untuk pencegahan dianjurkan perawatan payudara yang baik dan

membersishkan sisa air susu yang ada di kulit payudara. Sedangkan penelitian yang di

lakukan oleh Yuliana Intan (2010), adalah bendungan ASI dapat terjadi di karenakan oleh

sebab pengosongan ASI yang kurang efektif sehingga menyebabkan bendungan ASI. Untuk

mengatasi hal tersebut di atas, ibu perlu dianjurkan agar tetap menyusui bayinya supaya

tidak terjadi stasis dalam payudara yang cepat menyebabkan terjadinya Mastitis. Ibu perlu

mendapatkan pengobatan (Antibiotika, antipiretik/penurun panas, dan analgesik/pengurang

nyeri) serta banyak minum dan istirahat untuk mengurangi reaksi sistemik (demam).

Bilamana mungkin, ibu dianjurkan melakukan senam laktasi (senam menyusui) yaitu

menggerakkan lengan secara berputar sehingga persendian bahu ikut bergerak ke arah yang

sama. Gerakan demikian ini akan membantu memperlancar peredaran darah dan limfe di

daerah payudara sehingga statis dapat dihindari yang berarti mengurangi kemungkinan

terjadinya abses payudara ( Ayu Lestari Endang, 2015).

B. Tinjauan Islam yang Berkaitan dengan Masalah

Anak merupakan anugerah sekaligus amanah yang besar dari Allah swt kepada para

orang tua (ibu dan ayah). Karena begitu besarnya arti seorang anak, sampaisampai

kehadirannya sangat dinanti nanti oleh pasangan suamiistri yang telah menikah. Diantara

upaya untuk mendapatkan anak yang thayyibah sejak awal kelahirannya adalah dengan

memberikan ASI eksklusif. Menyusuisecaraeksklusifselamaenam bulan diketahui memiliki

banyak manfaat, baik untuk ibu maupun untuk bayinya. Meskipun manfaat-manfaat dari

menyusui ini telah dipublikasikan di seluruh dunia, angka cakupan ASI eksklusif masih jauh

dari yang diharapkan.


Berbagai faktor telah ditemukan berhubungan dengan rendahnya pemberian ASI

eksklusif yaitu factor sosial, psikologi, emosi dan lingkungan. Ditambahkan lagi berkaitan

dengan tempat tinggal, etnis ibu, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, pekerjaan ibu, status

merokok ibu, paritas, usia kehamilan, jumlah anak dibawah usia dua tahun, dukungan suami

dalam menyusui dan praktik berbagi tempat tidur. Sehingga beralih kepada asupan selain ASI,

baik susu formula maupun makanan penggani ASI lainnya

Disisi lain, Alquran sebagai hudan dan way of life dalam beberapa kesempatan

memerintahkan para ibu untuk menyusukan anaknya hingga dua tahun. Jika Alquran

memerintahkan suatu pekerjaan, tentu di dalamnya ada maslahat dan manfaat. Sebaliknya, jika

perintah tersebut diabaikan, akan memunculkan ketidaksempurnaan pada kehidupan manusia.

Perintah menyusui pertama kali ditemukan dalam urutan mushaf Alquran pada surat Al

Baqarah ayat 233

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang

ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada

para ibu dengan cara yang ma’ruf”, (QS. Al-Baqarah [2]: 233)

1. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Kala I (Fase Laten)

1) Pengakajian

a) Integritas ego : Klien tampak tenang atau cemas.

b) Nyeri atau ketidaknyamanan :Kontraksi regular, terjadi peningkatan frekuensi

durasi atau keparahan.


c) Seksualitas : Servik dilatasi 0-4 cm mungkin ada lender merah muda kecoklatan

atau terdiri dari flek lendir.

2) Diagnosa Keperawatan

a) Ansietas b/d krisis situasi kebutuhan tidak terpenuhi.

b) Kurang pengetahuan tentang kemajuan persalinan b/d kurang mengingat

informasi yang diberikan, kesalahan interpretasi informasi.

c) Risiko tinggi terhadap infeksi maternal b/d pemeriksaan vagina berulang dan

kontaminasi fekal.

d) Risiko tinggi terhadap kekurangan cairan b/d masukan dan peningkatan

kehilangan cairan melalui pernafasan mulut.

e) Risiko tinggi terhadap koping individu tidak efektif b/d ketidakadekuatan system

pendukung.

3) Intervensi

DIAGNOSA
N
KEPERAWATA NOC NIC
O
N

1. Ansietas b/d krisis Setelah dilakukan asuhan a. Orientasikan klien pada

situasi kebutuhan keperawatan selama 3 x 24 jam lingkungan, staf dan prosedur.

tidak terpenuhi. diharapkan ansietas pasien b. Berikan informasi tentang

berkurang dengan kriteria hasil: perubahan psikologis dan

a. TTV normal fisiologis pada persalinan.

b. Pasien dapat mengungkapkan c. Kaji tingkat dan penyebab

perasaan cemasnya. ansietas.


c. Lingkungan sekitar pasien tenang d. Pantau tekanan darah dan nadi

dan kondusif sesuai indikasi.

e. Anjurkan klien mengungkapkan

perasaannya.

f. Berikan lingkungan yang tenang

dan nyaman untuk pasien.

2. Kurang Setelah dilakukan asuhan a. Kaji persiapan,tingkat

pengetahuan keperawatan selama 3 x 24 jam pengetahuan dan harapan klien.

tentang kemajuan pengetahuan pasien tentang b. Beri informasi dan kemajuan

persalinan b/d persalinan meningkat dengan persalinan normal.

kurang mengingat criteria hasil: c. Demonstrasikan teknik

informasi yang Pasien dapat men-demonstrasikan pernapasan atau relaksasi

diberikan, teknik pernafasan dan posisi yang dengan tepat untuk setiap fase

kesalahan tepat untuk fase persalinan. persalinan.

interpretasi

informasi.

3. Risiko tinggi Setelah dilakukan asuhan a. Kaji latar belakang budaya klien.

terhadap infeksi keperawatan selama 3 x 24 jam b. Kaji sekresi vagina,

maternal b/d diharapkan infeksi maternal dapat pantau tanda-tanda vital.

pemeriksaan terkontrol dengan criteria hasil: c. Tekankan pentingnya mencuci

vagina berulang a. TTV dbn tangan yang baik.

dan kontaminasi b. Tidak terdapat tanda-tanda d. Gunakan teknik aseptic saat

fekal. infeksi. pemeriksaan vagina.


e. Lakukan perawatan perineal

setelah eliminasi.

4. Risiko tinggi Setelah dilakukan asuhan a. Pantau masukan dan haluaran.

terhadap keperawatan selama 3 x 24 jam, b. Pantau suhu setiap 4 jam atau

kekurangan cairan diharapkan cairan seimbang dengan lebih sering bila suhu tinggi,

b/d masukan dan kriterian hasil: pantau tanda-tanda vital. DJJ

peningkatan a. TTV dbn sesuai indikasi.

kehilangan cairan b. Input dan output cairan seimbang. c. Kaji produksi mucus dan turgor

melalui c. Turgor kulit baik. kulit.

pernafasan mulut. d. Kolaborasi pemberian cairan

parenteral.

e. Pantau kadar hematokrit.

5. Risiko tinggi Setelah dilakukan asuhan a. Tentukan pemahaman dan

terhadap koping keperawatan selama 3 x 24 jam harapan terhadap proses

individu tidak diharapkan koping pasien efektif persalinan.

efektif b/d dengan criteria hasil: b. Anjurkan mengungkapkan

ketidakadekuatan a. Pasien dapat perasaan.

system mengungkapkan perasaannya c. Beri anjuran kuat thd mekanisme

pendukung. koping positif.

d. Bantu relaksasi

b. Kala I (Fase Aktif)

1) Pengkajian

a) Aktivitas istirahat : Klien tampak kelelahan.


b) Integritas ego : Klien tampak serius dan tampak hanyut dalam persalinan ketakutan

tentang kemampuan mengendalikan pernafasan.

c) Nyeri atau ketidaknyamanan : Kontraksi sedang, terjadi 2, 5-5 menit dan berakhir 30-

40 detik.

d) Keamanan : Irama jantung janin terdeteksi agak di bawah pusat, pada posisi vertexs.

e) Seksualitas : Dilatasi servik dan 4-8 cm (1, 5 cm/jam pada multipara dan 1,2/ jam pada

primipara).

2) Diagnosa Keperawatan

a) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik dari bagian presentasi.

b) Perubahan eliminasi urin b/d perubahan masukan dan kompresi mekanik kandung

kemih.

c) Risiko tinggi terhadap koping individu tidak efektif b/d krisis situasi.

d) Risiko tinggi terhadap cedera maternal b/d efek obat-obatan pertambahan mobilitas

gastrik.

e) Risiko tinggi terhadap kerusakan gas janin b/d perubahan suplay oksigen dan aliran

darah.

3) Intervensi

DIAGNOSA
N
KEPERAWATA NOC NIC
O
N

1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan a. Kaji derajat ketidaknyamanan

berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, secara verbal dan nonverbal.

dengan tekanan b. Pantau dilatasi servik


mekanik dari diharapkan nyeri terkontrol dengan c. Pantau tanda vital dan DJJ.

bagian presentasi. criteria hasil: d. Bantu penggunaan teknik

a. TTV dbn pernapasan dan relaksasi.

b. Pasien dapat mendemonstrasikan e. Bantu tindakan kenyamanan

kontrol nyeri seperti:

f. Gosok punggung, kaki

g. Anjurkan pasien berkemih 1-2

jam.

h. Berikan informasi tentang

ketersediaan analgesic

i. Dukung keputusan klien

menggunakan obat-obatan/tidak.

j. Berikan lingkungan yang tenang

2. Perubahan Setelah dilakukan asuhan a. Palpasi di atas simpisis pubis.

eliminasi urin b/d keperawatan selama 3 x 24 jam, b. Monitor masukan dan haluaran.

perubahan diharapkan eliminasi urine pasien c. Anjurkan upaya berkemih

masukan dan normal dengan kriteria hasil: sedikitnya 1-2 jam.

kompresi a. Cairan seimbang. d. Posisikan klien tegak dan

mekanik kandung b. Berkemih teratur cucurkan air hangat di atas

kemih. perineum.

e. Ukur suhu dan nadi, kaji adanya

peningkatan.

f. Kaji kekeringan kulit dan

membrane mukosa.
3. Risiko tinggi Setelah dilakukan asuhan a. Tentukan pemahaman dan

terhadap koping keperawatan selama 3 x 24 jam, harapan terhadap proses

individu tidak diharapkan koping pasien efektif persalinan.

efektif b/d krisis dengan criteria hasil: b. Anjurkan mengungkapkan

situasi. a. Pasien dapat mengungkapkan perasaan.

perannya. c. Beri anjuran kuat terhadap

mekanisme koping positif dan

bantu relaksasi

4. Risiko tinggi Setelah dilakukan asuhan a. Pantau aktivitas uterus secara

terhadap cedera keperawatan selama 3 x 24 manual.

maternal b/d efek jam,diharapkan cidera terkontrol b. Lakukan tirah baring saat

obat-obatan dengan kriteria hasil: persalinan menjadi intensif.

pertambahan a. TTV dbn c. Hindari meninggikan klien tanpa

mobilitas gastrik b. Aktivitas uterus baik. perhatian.

. c. Posisi pasien nyaman d. Tempatkan klien pada posisi

tegak, miring ke kiri.

e. Berikan perawatan perineal

selama 4 jam.

f. Pantau suhu dan nadi.

g. Kolaborasi pemberian antibiotik

(IV).
5. Risiko tinggi Setelah asuhan keperawatan selama 3 a. Kaji adanya kondisi yang

terhadap x 24 jam, diharapkan janin dalam menurunkan situasi uteri

kerusakan gas kondisi baik dengan criteria hasil: plasenta.

janin b/d a. DJJ dbn b. Pantau DJJ dengan segera bila

perubahan suplay b. Presentasi kepala (+) pecah ketuban.

oksigen dan aliran c. Kontraksi uterus teratur c. Instuksikan untuk tirah baring

darah bila presentasi tidak masuk

pelvis.

d. Pantau turunnya janin pada jalan

lahir.

e. Kaji perubahan DJJ selama

kontraksi.

c. Kala II

1) Pengkajian

a) Aktivitas/ istirahat

- Melaporkan kelelahan.

- Melaporkan ketidakmampuan melakukan dorongan sendiri/ teknik relaksasi.

- Lingkaran hitam di bawah mata.

b) Sirkulasi : Tekanan darah meningkat 5-10 mmHg

c) Integritas ego : Dapat merasakan kehilangan kontrol / sebaliknya

d) Eliminasi : Keinginan untuk defekasi, kemungkinan terjadi distensi kandung kemih

e) Nyeri / ketidaknyamanan

- Dapat merintih / menangis selama kontraksi

- Melaporkan rasa terbakar / meregang pada perineum


- Kaki dapat gemetar selama upaya mendorong

- Kontraksi uterus kuat terjadi 1,5 – 2 menit

f) Pernafasan : Peningkatan frekwensi pernafasan

g) Seksualitas

- Servik dilatasi penuh (10 cm).

- Peningkatan perdarahan pervagina

- Membrane mungkin rupture, bila masih utuh

- Peningkatan pengeluaran cairan amnion selama kontraksi

2) Diagnosa Keperawatan

a) Nyeri akut b/d tekanan mekanis pada bagian presentasi

b) Perubahan curah jantung b/d fluktasi aliran balik vena

c) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d pada interaksi hipertonik.

3) Intervensi

DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b/d Setelah dilakukan asuhan a. Identifikasi derajat

tekanan mekanis keperawatan selama 3 x 24 jam, ketidaknyamanan.

pada bagian diharapkan nyeri terkontrol dengan b. Berikan tanda/ tindakan

presentasi kriteria hasil: kenyamanan seperti perawatan

a. TTV dbn kulit, mulut, perineal dan alat-

b. Pasien dapat mendemostrasikan alat tahun yang kering.

nafas dalam dan teknik mengejan. c. Bantu pasien memilih posisi

yang nyaman untuk mengedan.


d. Pantau tanda vital ibu dan DJJ.

e. Kolaborasi pemasangan kateter

dan anastesi.

2. Perubahan curah Setelah dilakukan asuhan a. Pantau tekanan darah dan nadi

jantung b/d fluktasi keperawatan selama 3 x 24 jam, tiap 5 – 15 menit.

aliran balik vena diharapkan kondisi cardiovaskuler b. Anjurkan pasien untuk inhalasi

pasien membaik dengan kriteria dan ekhalasi selama upaya

hasil: mengedan.

a. TD dan nadi dbn c. Anjurkan klien/ pasangan

b. Suplay O2 tersedia memilih posisi persalinan yang

mengoptimalkan sirkulasi.

3. Risiko tinggi Setelah asuhan keperawatan selama a. Bantu klien dan pasangan pada

terhadap kerusakan 3 x 24 jam, diharapkan integritas posisi tepat.

integritas kulit b/d kulit terkontrol dengan kriteria hasil: b. Bantu klien sesuai kebutuhan.

pada interaksi a. Luka perineum tertutup c. Kolaborasi epiostomi garis

hipertonik (epiostomi). tengah atau medic lateral.

d. Kolaborasi terhadap

pemantauan kandung kemih

dan kateterisasi.
d. Kala III

1) Pengkajian

a) Aktivitas / istirahat : Klien tampak senang dan keletihan

b) Sirkulasi : Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat dan kembali

normal dengan cepat.

- Hipotensi akibat analgetik dan anastesi.

- Nadi melambat

c) Makan dan cairan : Kehilangan darah normal 250 – 300 ml.

d) Nyeri / ketidaknyamanan : Dapat mengeluh tremor kaki dan menggigil

e) Seksualitas

- Darah berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas

- Tali pusat memanjang pada muara vagina.

2) Diagnosa Keperawatan

a) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kurang masukan oral,

muntah.

b) Nyeri akut b/d trauma jaringan setelah melahirkan.

c) Risiko tinggi terhadap cedera maternal b/d posisi selama persalinan.

3) Intervensi

DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN

1. Risiko tinggi Setelah dilakukan asuhan a. Instruksikan klien untuk mendorong

terhadap keperawatan selama 3 x 24 jam, pada kontraksi.

kekurangan volume diharapkan cairan seimbang b. Kaji tanda vital setelah pemberian

cairan b/d kurang denngan kriteria hasil: oksitosin.


masukan oral, a. TTV dbn c. Palpasi uterus.

muntah. b. Darah yang keluar ± 200 – 300 d. Kaji tanda dan gejala shock.

cc. e. Massase uterus dengan perlahan

setelah pengeluaran plasenta.

f. Kolaborasi pemberian cairan

parentral.

2. Nyeri akut b/d Setelah dilakukan asuhan a. Bantu penggunaan teknik

trauma jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam, pernapasan.

setelah melahirkan diharapkan nyeri terkontrol dengan b. Berikan kompres es pada perineum

kriteria hasil: setelah melahirkan.

a. Pasien dapat control nyeri c. Ganti pakaian dan liner basah

d. Berikan selimut penghangat.

e. Kolaborasi perbaikan episiotomy

3. Risiko tinggi Setelah dilakukan asuhan a. Palpasi fundus uteri dan massase

terhadap cedera keperawatan selama 3 x 24 jam, dengan perlahan.

maternal b/d posisi diharapkan cidera terkontrol b. Kaji irama pernafasan.

selama persalinan dengan kriteria hasil: c. Bersihkan vulva dan perineum

a. Plasenta keluar utuh. dengan air dan larutan antiseptik.

b. TTV dbn d. Kaji perilaku klien dan perubahan

system saraf pusat.

e. Dapatkan sampel darah tali pusat,

kirim ke laboratorium untuk

menentukan golongan darah bayi.


f. Kolaborasi pemberian cairan

parenteral.

e. Kala IV

1) Pengkajian

a) Aktivitas : Dapat tampak berenergi atau kelelahan

b) Sirkulasi

Nadi biasanya lambat sampai (50-70x/menit) TD bervariasi, mungkin lebih rendah

pada respon terhadap analgesia/anastesia, atau meningkat pada respon pemberian

oksitisin atau HKK,edema, kehilangan darah selama persalinan 400-500 ml untuk

kelahiran pervagina 600-800 ml untuk kelahiran saesaria

c) Integritas Ego : Kecewa, rasa takut mengenai kondisi bayi, bahagia

d) Eliminasi : Haemoroid, kandung kemih teraba di atas simfisis pubis

e) Makanan/cairan : Mengeluh haus, lapar atau mual

f) Neurosensori : Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada adanya anastesi

spinal.

g) Nyeri/ketidaknyamanan : Melaporkan nyeri, missal oleh karena trauma jaringan atau

perbaikan episiotomy, kandung kemih penuh, perasaan dingin atau otot tremor

h) Keamanan :Peningkatan suhu tubuh.

i) Seksualitas :Fundus keras terkontraksi pada garis tengah terletak setinggi umbilicus,

perineum bebas dan kemerahan, edema, ekimosis, striae mungkin pada abdomen,

paha dan payudara.

2) Diagnosa Keperawatan

a) Nyeri akut b/d efek hormone, trauma,edema jaringan, kelelahan fisik dan psikologis,

ansietas.
b) Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kelelahan/ketegangan miometri.

c) Perubahan ikatan proses keluarga b/d transisi/peningkatan anggota leluarga.

3) Intervensi

DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b/d efek Setelah dilakukan asuhan a. Kaji sifat dan derajat

hormone, trauma, keperawatan selama 3 x 24 jam, ketidaknyamanan.

edema jaringan, diharapkan nyeri terkontrol dengan b. Beri informasi yang tepat tentang

kelelahan fisik dan kriteria hasil: perawatan selama periode

psikologis, ansietas. a. Pasien dapat control nyeri. pascapartum.

c. Lakukan tindakan kenyamanan.

d. Anjurkan penggunaan teknik

relaksasi.

e. Beri analgesic sesuai

kemampuan.

2. Resiko tinggi Setelah dilakukan asuhan a. Tempatkan klien pada posisi

kekurangan volume keperawatan selama 3 x 24 jam, rekumben.

cairan b/d diharapkan cairan simbang dengan b. Kaji hal yang memperberat

kelelahan/ketegangan kriteria hasil: kejadian intrapartal.

miometri a. TD dbn c. Kaji masukan dan haluaran.

b. Jumlah dan warna lokhea dbn d. Perhatikan jenis persalinan dan

anastesi, kehilangan daripada

persalinan.
e. Kaji tekanan darah dan nadi

setiap 15 menit.

f. Dengan perlahan massase fundus

bila lunak.

g. Kaji jumlah, warna dan sifat

aliran lokhea.

h. Kolaborasi pemberian cairan

parentral.

3. Perubahan ikatan Setelah dilakukan asuhan a. Anjurkan klien untuk

proses keluarga b/d keperawatan selama 3 x 24 jam, menggendong, menyentuh bayi.

transisi/ peningkatan diharapkan proses keluarga baik b. Observasi dan catat interaksi

anggota keluarga. dengan kriteria hasil: bayi.

a. Ada kedekatan ibu dengan bayi. c. Anjurkan dan bantu pemberian

ASI, tergantung pada pilihan

klien.
C. Pathway
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Data Kasus Kelolaan

1. Data Umum Pasien

2. Hasil Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik


3. Hasil Pemeriksaan Penunjang

4. Farmakoterapi

B. Data Senjang Pada Kasus

C.

Anda mungkin juga menyukai