Disusun Oleh:
Pembimbing:
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, kasih sayang dan
Karunia kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Gangguan Psikotik Pada Penggunaan Amfetamin”. Laporan kasus ini disusun
sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian/SMF Ilmu
Kedokteran Jiwa RSJ Aceh, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Amfetamin adalah suatu stimulan dan menekan nafsu makan. Amfetamin
menstimulasi sistem saraf pusat melalui peningkatan zat-zat kimia tertentu di
dalam tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan heart rate dan tekanan
darah, menekan nafsu makan serta berbagai efek yang lain. Penggunaan
amfetamin dengan suatu kelainan psikiatri berhubungan dengan ketergantungan
dan penyalahgunaannya.1,5
Amfetamin adalah kelompok narkoba yang dibuat secara sintetis dan akhir-
akhir ini menjadi populer di Asia Tenggara. Amfetamin biasanya berbentuk bubuk
putih, kuning atau coklat dan kristal kecil berwarna putih. Cara memakai
amfetamin yang paling umum adalah dengan menghirup asapnya.1,5
Termasuk dalam kelainan yang disebabkan oleh amfetamin atau zat yang
mirip amfetamin antara lain intoksikasi amfetamin, gangguan akibat penghentian
penggunaan amfetamin, kelainan psikosis dengan delusi dan halusinasinyang
disebabkan oleh amfetamin, delirium karena intoksikasi amfetamin, kelainan
mood yang disebabkan oleh amfetamin, gangguan cemas karena penggunaan
amfetamin, gangguan tidur, dan disfungsi seksual.1,2,5
2.2 Epidemiologi
Pada banyak Negara, penggunaan obat terlarang lebih sering terjadai pada
orang yang berusia muda, laki-laki lebih sering dari npada perempuan, dan pada
orang dengan social ekonomi yang rendah, pada daerah dengan rata-rata masalah
social yang lebih tinggi4. Dilaporkan pada masa anak usia SMA (senior high
school) penggunaan stimulan lebih tinggi dari pada penggunaan kokain.4,5
National Household Survey and Drug Abuse (NHSDA) melporkan pada
tahun 1997 terdapat 4,5% dari orang yang berusia 12 tahun atau lebih
menggunakan stimulan bukan atas indikasi medis, hal ini menunjukkan
peningkatan yang drastic dari pada tahun sebelumnya. Persentasi yang paling
tinggi setelah penggunaan dalam 1 tahun (1,5%) antara umur 18-25 tahun,
kemudian diikuti oleh umur 12-17 tahun. Sample ini tidak cukup luas untuk
mendeteksi peningkatan dalam penggunaan amfetamin ini disesuaikan dengan
data dari ruang emergensi untuk keracunan yang berkaitan dengan amfetamin atau
program tes panghentian obat. 4,5
Survei dua populasi digunakan sebagai kriteria dianostik yang dapat
diterima untuk mengukur besernya penyalahgunaan dan ketergantungan yaitu
studi Epidemiologic Catchment Area (ECA). ECA melaporkankombinasi kategori
antara ketergantungan dan penyalahgunaan amfetamin dan obat yang mirip
amfetamin, yaitu: prevalensi 1 bulan, 6 bulan, dan seumur hidup berturut-turut 0,1;
0,2; dan 1,7 persen. Rata-rata ketergantungan seumur hidup untuk umur 15-54
tahun yaitu 1,7%; 15% responden memiliki kebiasaan penggunaan stimulant tanpa
indikasi medis. Diantara yang dilaporkan tanpa indikasi medis 11% ditemukan
criteria ketergantungan.4,5
2.3 Etiologi
Ketergantungan obat, termasuk amfetamin dan zat yang mirip anfetamin
dipandang sebagai suatu hasil dari sebuah proses interaksi dari banyak faktor
(social, psikologi, kultural, dan biologi) yang mempengaruhi kebiasaan
penggunaan obat. Proses ini pada beberapa kasus, kehilangan fleksibilitas yang
berkaitan dengan penggunaan obat merupakan tanda ketergantungan obat. Tetapi,
tidak semua orang sama tergantung bagaimana biasanya efek dari obat yang
diberikan apakah sama atau dari kesamaan faktor yang dipengaruhi. Faktor
farmakologi diyakini sangat penting dalam kelanjutan penggunaan dan menuju ke
arah ketergantungan dari obat tersebut. Amfetamin memiliki potensi untuk
meningkatkan mood dan efek euforigenik pada manusia dan efek menguatkan
pada hewan percobaan.
Faktor sosial, kultural, dan ekonomi merupakan faktor penentu yang sangat
berpengaruh terhadap alasan pemakaian, pemakaian yang berkelanjutan, dan
relaps. Pemakaian yang berlebihan lebih jauh berkaitan dengan ketersediaan
amfetamin atau obat yang mirip amfetamin.2,3,5
Metabolisme amfetamin dan metamfetamin terutama oleh hati, tapi banyak
yang dihirup diekskresikan tanpa diubah dahulu melalui urin. Waktu paruh
amfetamin dan metamfetamin akan sangat dipersingkat jika urin dalam keadaan
asam. Waktu paruh amfetamin pada dosis terapi berkisar antara 7-19 jam dan
untuk metamfetamin sedikit lebih panjang. Setelah dosis toksik, perbaikan dari
gejala mungkin akan lebih lama (sampai beberapa hari) dengan amfetamin
dibandingkan kokain, tergantung pada pH urine.
Toleransi dan sensitisasi dari kebanyakan pengguna amfetamin untuk terapi
memerlukan dosis yang semakin tinggi untuk memperoleh efek euforik yamg
sama, pada mereka terjadi peningkatan toleransi. Sebagian toleransi meningkatkan
efek kardiovaskular amfetamin.3,5
2.8 Penatalaksaan
2.9 Komplikasi
Penyalahgunaan amfetamin dalam kurun waktu yang cukup lama atau dengan
dosis yang tinggi dapat mengakibatkan timbul banyak masalah diantaranya psikosis,
kelainan psikologis dan perilaku, perubahan mood, dan kekurangan nutrisi. Dalam
keadaan keracunan akut, pengguna amfetamin pada umumnya merasakan euforia,
keresahan, agitasi, dan cemas berlebihan. Kira-kira 5 – 12% pengguna mengalami
halusinasi, keinginan untuk bunuh diri, dan kebingungan. Sebanyak 3% pengguna
amfetamin mengalami kejang-kejang.10
BAB III
LAPORAN KASUS
I IDENTITAS PASIEN
Nama : ZH
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 27/07/1999
Umur : 20 tahun
Alamat : Aceh Besar
Status Pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan Terakhir : SMP
Agama : Islam
Suku : Aceh
TMRS : 27 November 2019
Tanggal Pemeriksaan : 27 November 2019
II Identitas Sumber Alloanamnesis
Nama : RM
Alamat : Aceh Besar
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dg pasien : Kakak sepupu
E. Persepsi
1. Halusinasi
● Auditorik : (-)
● Visual : (+)
● Olfaktorius : (-)
● Taktil : (-)
2. Ilusi : (-)
F. Intelektual
1. Intelektual : Terganggu
2. Daya konsentrasi : Terganggu
3. Orientasi
● Waktu : Pasien tidak dapat menyebutkan jam, hari tanggal dan tahun
● Tempat : Pasien tahu sedang berada dimana
● Diri : Pasien mampu mengenali anggota keluarganya
4 Daya ingat
● Seketika : Tidak Terganggu
● Jangka Pendek : Tidak Terganggu
● Jangka Panjang : Tidak Terganggu
5. Pikiran Abstrak : Terganggu
H. Daya nilai
● Normo sosial : Terganggu
● Uji Daya Nilai : Terganggu
I. Pengendalian Impuls : Terganggu
J. Tilikan : T1
K. Taraf Kepercayaan : Dapat dipercaya
V. RESUME
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Aceh pada
tanggal 27 November 2019. Pasien tampak mengamuk. Pasien juga mengancam
keluarganya dengan pisau. Pasien sebelumnya telah tampak sering melamun, senyum-
senyum sendiri dan berbicara sendiri sekitar 1 bulan terakhir. Pasein sering menyendiri
dan mengatakan ada orang lewat dan ingin masuk ke dalam rumah untuk menyakitinya.
Karena itu pasien meminta agar pintu rumah ditutup. Pasien juga sempat tidak
mengenali anggota keluarganya. Pasien mengkonsumsi sabu-sabu sejak 2 tahun
terakhir. Pasien merupakan anak yang cenderung pendiam dan tertutup. Pada
pemeriksaan status mental didapatkan halusinasi visual.
IX. TATALAKSANA
A. Farmakoterapi
Haloperidon amp 5 mg /24 jam IM
Risperidon tab 2 mg/ 12 jam PO
Trihexyfenidil 2 mg/ 12 jam PO
Loraepam 2 mg/ 24 jam PO
B. Terapi Psikososial
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan menjelaskan pentingnya
kepatuhan minum obat bagi kesembuhan penyakit pasien.
2. Meningkatkan kemampuan sosial pasien seperti membina komunikasi
interpersonal yang baik.
3. Menjelaskan kepada keluarga & orang disekitar pasien mengenai kondisi pasien
dan meyakinkan mereka untuk selalu memberi dukungan kepada pasien agar
proses penyembuhannya lebih baik.
X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam
1. Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis psikiatri. Ilmu pengetahuan perilaku psikitri klinis
edisi 10. Alih bahasa: Widjaja kusuma. Jawa barat: Binarupa aksara
2. Departemen Kesehatan R I. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta.
3. Kusminarno, Ketut. 2002. Penanggulangan penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Cermin dunia kedokteran no. 135
hal 17-20. Jakarta.
4. Bramness JG, Gundersen OH, Gusterstam J, et al.: Amphetamine-induced
psychosis - a separate diagnostic entity or primary psychosis triggered in the
vulnerable?. BMC Psychiatry. 2012, 12:221. 10.1186/1471-244X-12-221
5. American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fifth Edition. American Psychiatric Association, Arlington, VA;
2013. 10.1176/appi.books.9780890425596
6. Yui K, Ikemoto S, Ishiguro T, Goto K: Studies of amphetamine or
methamphetamine psychosis in Japan: relation of methamphetamine psychosis to
schizophrenia. Ann N Y Acad Sci. 2000, 914:1-12. 10.1111/j.1749-
6632.2000.tb05178.x
7. Zarrabi H, Khalkhali M, Hamidi A, Ahmadi R, Zavarmousavi M: Clinical features,
course and treatment of methamphetamine-induced psychosis in psychiatric
inpatients. BMC Psychiatry. 2016, 16:44. 10.1186/s12888-016-0745-5
8. Early psychosis and psychosis. (2018). Accessed: February 22,
2019: https://www.nami.org/Learn-More/Mental-Health-Conditions/Related-
Conditions/Psychosis.
9. Lambert M, Conus P, Lubman DI, et al.: The impact of substance use disorder on
clinical outcome in 643 patients with first-episode psychosis. Acta Psychiatr Scand.
2005, 112:141-148. 10.1111/j.1600-0447.2005.00554.x
10. Vallersnes OM, Dines AM, Wood DM, et al.: Psychosis associate with acute
recreational drug toxicity: a European case series. BMC Psychiatry. 2016,
16:293. 10.1186/s12888-016-1002-7
11. Harris CR, Jenkins M, Glaser D: Gender differences in risk assessment: why do
women take fewer risks than men?. Judgm Decis Mak. 2006, 1:48-63.
12. Blumenfeld H: Neuroanatomy through Clinical Cases. Sinauer Associates,
Sunderland, MA; 2010.
13. Hsieh JH, Stein DJ, Howells FM: The neurobiology of methamphetamine induced
psychosis. Front Hum Neurosci. 2014, 8:537. 10.3389/fnhum.2014.00537
14. Myles N, Newall HD, Curtis J, Nielssen O, Shiers D, Large M: Tobacco use before,
at, and after first-episode psychosis: a systematic meta-analysis. J Clin Psychiatry.
2012, 73:468-475. 10.4088/JCP.11r07222
15. Brisch R, Saniotis A, Wolf R, et al.: The role of dopamine in schizophrenia from a
neurobiological and evolutionary perspective: old fashioned, but still in vogue.
Front Psychiatry. 2014, 5:47. 10.3389/fpsyt.2014.00047
16. Bousman CA, Glatt SJ, Everall IP, Tsuang MT: Methamphetamine-associated
psychosis: a model for biomarker discovery in schizophrenia. Handbook of
Schizophrenia Spectrum Disorders. Ritsner MS (ed): Springer Science+Business
Media B.V., Israel; 2011. 1:327-343. 10.1007/978-94-007-0837-2_15
17. Kishimoto M, Ujike H, Motohashi Y, et al.: The dysbindin gene (DTNBP1) is
associated with methamphetamine psychosis. Biol Psychiatry. 2008, 63:191-
196. 10.1016/j.biopsych.2007.03.019