Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PAPER

PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR DESA DALAM PENGELOLAAN DANA


DESA

DISUSUN OLEH

NAMA : MUHAMMAD GHIFARI SYAFAAT

NO/NPM : 26/4301180139

KELAS : 2-09

PROGRAM STUDI : D III KEBENDAHARAAN NEGARA

JURUSAN : MANAJEMEN KEUANGAN


BAB I

Pendahuluan

Pembangunan desa akan semakin menantang dimasa depan dengan kondisi


perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih demokratis.
Akan tetapi desa sampai saat ini masih dipandang sebelah mata dalam hal ekonomi atau yang
lainnya . padahal perlu kita ketahui sebagia besar penduduk Indonesia berdiam di daerah
pedesaan dan berprofesi sebagai petani dan nelayan. Oleh karena itu sudah sewajarnya bila
pembangunan pedesaan harus menjadi prioritas utama dalam segenap recana strategi dan
kebijakan pembangunan di Indonesia.

Pembangunan desa mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam rangka
Pembangunan Nasional dan Pembangunan Daerah, Karena didalamnya adanya unsur pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya serta menyentuh secara langsung kepentingan sebagian
masyarakat. Dalam pembangunan desa pemerinta mempunyai peranan sebagai subsistem dari
sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, sehingga desa memiliki kewenangan, tugas
serta kewajiban untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sendiri atau lebih di
kenal dengan sebutan Otonomi Daerah.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa dukungan


keuangan yaitu dana desa yang merupakan dana atau dandes yang bersumber dari Anggran
Pendapatan Belanja Negara yang di peruntukkan bagi desa yang di transfer melalui Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah kabupaten/kota dan yang nantinya akan di pergunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemeberdayaan masyarakat (PP No 8 2016 tentang Dana Desa).

Terkait dengan masalah sebagian besar desa tidak mampu mengelola dana desa secara
tuntas, dan dapat di asumsikan bahwa tidak tuntasnya penyerapan anggaran mencapai 100%
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,pertama kurang adanya kerjasama antara kepala
desa sebagai pemegang kekuasaan pengelola keuangan dengan bendahara atau tim pelaksana
kegiatan. Kedua, rendahnya sumber daya manusia aparatur desa, karena kurangnya
pembimbinga. Ketiga, kepala desa tidak memiliki kemampuan menggerakan/ mempengaruhi
stafnya . Keempat, belum ada tim khusus dalam sebuah Sekretariat Bersama untuk mengawal
pengelolaan dana desa.
Bab II

Pembahasan

A. Desa dan Dana desa

Desa merupakan representasi dari kesatuan masyarakat hukum terkecil yang telah ada
dan tumbuh berkembang seiring dengan sejarah kehidupan masyarakat Indonesia dan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai wujud
pengakuan Negara terhadap Desa, khususnya dalam rangka memperjelas fungsi dan kewenangan
desa, serta memperkuat kedudukan desa dan masyarakat desa sebagai subyek pembangunan,
diperlukan kebijakan penataan dan pengaturan mengenai desa yang diwujudkan dengan lahirnya
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Saat ini Pemerintah Indonesia melalui nawacita berkomitmen untuk membangun


Indonesia dari pinggiran, di antaranya dengan meningkatkan pembangunan di desa. Program
Dana Desa ini bukan hanya yang pertama di Indonesia, namun juga yang pertama dan terbesar di
seluruh dunia

Guna mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi desa dalam penyelenggaraan


pemerintahan dan pembangunan desa dalam segala aspeknya sesuai dengan kewenangan yang
dimiliki, UU Nomor 6 Tahun 2014 memberikan mandat kepada Pemerintah untuk
mengalokasikan Dana Desa. Dana Desa tersebut dianggarkan setiap tahun dalam APBN yang
diberikan kepada setiap desa sebagai salah satu sumber pendapatan desa. Kebijakan ini sekaligus
mengintegrasikan dan mengoptimalkan seluruh skema pengalokasian anggaran dari Pemerintah
kepada desa yang selama ini sudah ada.

Dana Desa adalah dana APBN yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui
APBD kabupaten/kota dan diprioritaskan untuk :

• pelaksanaan pembangunan

• pemberdayaan masyarakat desa

Sumber Pendapatan Desa:

1. Pendapatan Asli Desa

2. Dana Desa yang Bersumber dari APBN

3. Bagian dari Hasil PDRD Kab/kota

4. Alokasi Dana Desa dari Kab/Kota

5. Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kab/Kota


6. Hibah dan Sumbangan Pihak Ke-3

7. Lain-Lain Pendapatan Desa yang Sah.

Dana Desa dihitung berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan dengan memperhatikan:

1. Jumlah Penduduk

2. Angka Kemiskinan

3. Luas Wilayah

4. Tingkat Kesulitan Geografis

Tujuan Dana Desa:

1. meningkatkan pelayanan publik di desa

2. mengentaskan kemiskinan

3. memajukan perekonomian desa

4. mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa

5. memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan

Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan dana desa adalah penyaluran dana desa dari
APBN ke Pemerintah Desa. Walaupun Dana Desa merupakan hak pemerintah desa, namun
dalam pelaksanaannya penyaluran Dana Desa tetap melibatkan peran dan fungsi Pemerintah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Untuk mewujudkan prinsip transparansi dan
akuntabilitas serta memastikan capaian penggunaan dana desa, proses penyaluran Dana Desa
mempersyaratkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi terlebih dahulu, baik oleh Pemerintah
desa sebagai pengguna dana desa maupun oleh kabupaten/kota. Ketentuan terkait penyaluran
dana desa diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
No. 112/PMK.07/2017.

Penyaluran dilakukan secara bertahap, mulai dari pemerintahan pusat (APBN),


Kabupaten kota/kabupaten (APBD), Desa (APBDes)

a. Penyaluran RKUN-RKUD dalam 3 tahap:

1) Tahap I = 20 % (Paling cepat bulan Januari paling lambat minggu ketiga bulan Juni)
Persyaratan Penyaluran:
• Perda APBD;
• Perkada tatacara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa
2) Tahap II = 40% (Paling cepat bulan Maret paling lambat minggu keempat bulan Juni)
Persyaratan Penyaluran:
• Laporan realisasi penyaluran TA sebelumnya;
• Laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output TA sebelumnya.
3) Tahap III = 40% (Bulan Juli)
Persyaratan Penyaluran:
• Laporan realisasi penyaluran DD s.d Tahap II rata-rata telah disalurkan 75%;
• Laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output TA sebelumnya s.d Tahap II rata-
rata 75% dan 50%.

b. Penyaluran RKUD-RKD dalam 3 tahap:

1) Tahap I = 20 % (Paling cepat bulan Januari paling lambat minggu ketiga bulan Juni)
Persyaratan Penyaluran: Perdes APBDes;
2) Tahap II = 40% (Paling cepat bulan Maret paling lambat minggu keempat bulan Juni)
Persyaratan Penyaluran: Laporan realisasi penyerapan dan capaian output TA sebelumnya.
3) Tahap III = 40% (Bulan Juli)
Persyaratan Penyaluran: Laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output TA
sebelumnya s.d Tahap II rata-rata 75% dan 50%.

Pemahaman mengenai pengelolaan dana desa di desa menjadi aspek penting dan
mendasar yang harus dimiliki para pemangku kepentingan di level pemerintah desa (pemdes),
khususnya perangkat desa dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan desa.
Prinsip dasar pengelolaan keuangan desa, dimulai dari tahap perencanaan sampai dengan
pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa serta tugas dan tanggung jawab para pejabat
pengelola.

Berdasarkan Pertauran Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa, pengelolaan dana desa itu harus dilakukan secara transparan,
akuntabel, partisipatif, tertib, dan disiplin anggaran. Jangka waktu pengelolaan dana desa dimulai
dari 1 Januari hingga 31 Desember tahun berjalan yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APBDesa). APBDesa terdiri atas pendapatan desa, belanja desa, dan
pembiayaan desa.

Perencanaan dalam pengelolaan keuangan desa itu disusun sekretaris desa (sekdes).
Dalam mekanisme perencanaan dalam pengelolaan keuangan desa, sekdes terlebih dulu
menyusun Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) APBDesa. Kemudian, kepala desa (kades)
menyampaikan Raperdes APBDesa kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk dibahas
dan disepakati bersama. Raperdes APBDesa yang telah disepakati, disampaikan kepada bupati
atau wali kota melalui camat. Bupati atau walikota lalu menetapkan hasil evaluasi Raperdes
APBDesa. Camat juga dapat mengevaluasi Raperdes APBDesa berdasarkan pendelegasian
wewenang dari bupati atau wali kota.

Peraturan Desa berlaku bila bupati atau wali kota tidak memberikan hasil evaluasi. Bila
mereka menyatakan hasil evaluasi Raperdes APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum
dan peraturan perundang-undangan, Kades harus melakukan penyempurnaan. Bupati atau wali
kota membatalkan Perdes bila kades tidak menindaklanjuti hasil evaluasi. Pembatalan Peraturan
Desa sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Kades
memberhentikan pelaksanaan Perdes dan selanjutnya Kades bersama BPD mencabut Perdes
yang dimaksud.

Dalam pengajuan pelaksanaan pembayaran, Sekdes berkewajiban untuk meneliti


kelengkapan permintaan pembayaran menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban
APBDdesa, menguji ketersediaan dana untuk kegiatan dimaksud dan menolak pengajuan
permintaan pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan.

Sementara, bendahara desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan, pengeluaran,


serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Bendahara desa wajib
mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban, yang disampaikan setiap
bulan kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Selanjutnya, kepala desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa ke


bupati atau wali kota melalui camat berupa Laporan Semester I dan Semester II. Laporan
realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa, wajib diinformasikan
kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses masyarakat.

Pemantauan merupakan tahapan penting untuk memastikan bahwa pengalokasian dana


desa dapat menjadi instrumen pemerataan pendapatan di desa dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa. Dengan demikian, maka kesenjangan pembangunan antara perdesaan dengan
perkotaan dapat berkurang. Pemantauan dan pengawasan juga ditujukan untuk mengidentifikasi
adanya penyimpangan sejak dini. Proses pemantauan melibatkan seluruh stakeholder
pengelolaan dana desa baik di tingkat pusat maupun daerah.

Agar pengeloloaan dana desa semakin akuntabel, maka diperlukan mekanisme


pengawasan. Semua pihak dapat terlibat dalam mekanisme pengawasan tersebut, yaitu
Masyarakat Desa, Camat, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bahkan dapat kita ikuti dalam
perkembangan terakhir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah melakukan
pengawasan pengelolaan dana desa. Untuk tingkat pusat, pengawasan tersebut telah dilakukan
sinergi dengan semua pihak. Agar mekanisme pengawasan tersebut semakin efektif maka
dimungkinkan diberikan sanksi kepada pihak-pihak yang tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana yang telah ditetapkan. Dengan adanya sanksi tersebut maka diharapkan dapat
meminimalisasi terjadinya pelanggaran dalam pengelolaan dana desa.
B. SDM aparatur desa

Dana desa adalah amanah, jadi harus dikelola untuk menggerakkan pembangunan desa
dan pemberdayaan masyarakat. Dengan mengambil langkah tersebu diharapkan dana tersebut
bisa membuat desa berkembang dan mensejahterakan masyarakat. Salah satu elemen terpenting
dalam pengembangan dana desa adalah SDM aparatur desa. Pengembangan dana desa yang
efektif tentunya berkat kerja para aparatur desa yang bekerja optimal.

Kualitas aparatur desa tentu akan berdampak pada efektivitas tata kelola pemerintahan
desa di Tanah Air. Begitu pula dalam mengelola dana desa yang digelontorkan pemerintah yang
terus bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2015, pemerintah telah mengucurkan dana desa
Rp20,7 triliun. Kemudian, pada tahun 2016 sebanyak Rp40,9 triliun, tahun 2018 Rp60 triliun,
dan rencananya tahun depan sebesar Rp90 triliun.

Salah satu masalah mendasar yang dihadapi desa saat ini adalah masih relatif rendahnya
kualitas sumber daya manusia (SDM) di desa, termasuk aparatur desa yang memegang
kekuasaan administrasi pemerintahan dan pengelolaan dana desa.

Tidak sedikit kalangan yang masih meragukan kualitas pemahaman dan penguasaan
aparatur desa terhadap tata kelola administrasi pemerintahan desa yang tertib dan tata kelola
keuangan desa yang transparan dan akuntabel. Sehingga timbul kekhawatiran terjadinya
ketidakcakapan yang berpotensi menimbulkan salah kelola dana desa yang berujung pada
munculnya masalah hukum di kemudian hari.

Pebandingan kualitas SDM aparatur desa antara kelebihan dan kelemahannya memang
terlihat sangat jomplang. SDM aparatur desa cenderung memiliki banyak kelemahan ketimbang
kelebihannya. Data menyebutkan bahwa apartur desa cenderung mendapatksn pandangan
negatif di mata masyarakat ketimbang aparatur daerah atau pusat. Pendapat itu tentnya beralasan,
mengingat bahwa banyak kasus-kasus pengelolaan keuangan keuangan desa yang tidak nerjalan
dengan baik.

1. Masalah penyelewengan dana desa

Sejak bergulir tahun 2015 hingga saat ini, dana desa yang sudah digelontorkan
pemerintah berjumlah Rp 186 triliun. Dana ini sudah disalurkan ke 74.954 desa di seluruh
wilayah Indonesia. Dalam perkembangannya, dana desa yang berlimpah tersebut rawan praktik
korupsi. Berdasarkan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch ( ICW) sejak tahun 2015
hingga Semester I 2018, kasus korupsi dana desa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Tercatat sedikitnya sudah ada 181 kasus korupsi dana desa dengan 184 tersangka korupsi dan
nilai kerugian sebesar Rp 40,6 miliar. Tercatat, ada 17 kasus pada tahun 2015. Pada tahun kedua,
jumlahnya meningkat menjadi 41 kasus. Sementara, pada 2017, korupsi dana desa melonjak
lebih dari dua kali lipat menjadi 96 kasus. Sementara pada semester I tahun 2018, terdapat 27
kasus di desa yang semuanya menjadikan anggaran desa sebagai objek korupsi. Dari segi pelaku,
kepala desa menjadi aktor terbanyak untuk kasus korupsi dana desa. Pada 2015, 15 kepala desa
menjadi tersangka, 2016 jumlahnya meningkat menjadi 32 kepala desa, dan jumlahnya
meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 65 orang pada 2017.

2. Kualitas aparatur desa

Salah satu kelemahan dalam penggunaan dana desa hingga terjadi masalah dalam
pelaporan untuk pertanggungjawaban penggunaan keuangan tersebut adalah akibat lemahnya
SDM pengelolaan keuangan desa. Aparatur desa dinili masih lemah dalam hal mengelola
keuangan ketimbang aparatur pemerintah pusat.

Banyak factor tentunya yang mempegaruhi hal tersebut. Salah satu kelemahan yang
cukup signifikan terlihat antara aparatur desa dan aparatur kota adalah kurangnya pemahaman
mengenai pengelolaan administrasi dan keuangan. Bagaimanapun seorang aparatur sipil Negara
harus paham mengenai pengelolaan administrasi dan keuangan. Pengelolaan yang baik akan
memberikan dampak yang postif bagi jalannya roda keuangan. Sebaliknya, dampak buruk akan
diporeloh jika para subjek yang berada di belakang kemudi keuangan tidak mampu menjalankan
tugasnya dengan baik.

Setiap masalah tentunya selalu ada penyebabnya, begitu pula mengenai hal ini. Mulai
dari kurangnya sosialisai dari pemerintah pusat mengenai apa itu administrasi dan keuangan,
bagaimana cara menjlankan system tersebut, dan yang paling pentik dampak apa yang akan
dirasakan ketika ada salah satu oknum yang keliru dalam menjalankan tata kelola keuangan. Lalu
penyebab selanjutnya karena kurangnya perhatian dari pemerintah pusat terhadap aparatur desa
dalam hal apapun sehingga segala bentuk tindakan dan perbuatan aparatur desa terbilang berbuat
sesuai kemauan sendiri dan cenderung tanpa pengawan sehingga pemerintah pusat lepas kontrol.
Mereka cenderung tanggap ketika adanya kasus negatif seperti contohnya korupsi, lebih baik
pemerintah pusat berupaya sekuat mungkin meminimalisir dengan melakukan pencegahan
daripada harus menunggu kejadian terjadi. Penyebab terakhir, masih banyak desa yang belum
mendapatkan akses teknologi yang baik, dalam hal ini internet sehingga para aparatur desa
kesuliutan mendapatkan informasi-informasi mengenai dunia keuangan dan menyebabkan
mereka ketinggalan informasi dengan daerah-daerah lain. Mungkin penyebab ini hanya sedikit
dialami oleh aparatur desa tertentu karena saat ini pembangunan desa terbilang cukup pesat
sehingga penyebab ini muncul pada desa-desa yang memang letaknya sangat terpencil dan belum
terjangkau oleh pemerintah pusat.

Namun ternyata disamping kelemaha ternyata juga ada kelebihan dari aparatur desa. Jika
dibandingkan dengan aparatur pusat , aparatur desa terbilang memiliki mental yang cukup kuat.
Aparatur desa akan terbiasa dengan fasilitas instansi yang seadanya disbanding aparatur pusat.
Tak hanya itu medan yang dilalui aparatur desa dalam menjalankan tugasnya juga terbilang ckup
beresiko sehingga membentuk mental mereka lebih kuat daripada aparatur pusat. Dan yang
paling terpenting adalah frekuensi interaksi dengn masyarakatnya akan lenih sering dan terjadi
kontak langsung sehingga aparatur desa cenderung lebih paham kondisi dari masyarakat
ketimbang aparatur pusat

3. Upaya untuk meningkatkan kelemahan aparatur desa

Dari pokok permasalahn solusi yang paling tepat dilakukan adalah diselenggarakan
pelaksanaan pembinaan dan pelatihan bagi aparatur desa. Pelaksanaan pembinaan dan pelatihan
tersebut sangat perlu dilakukan agar sumber daya manusia (SDM) aparatur desa mampu bersaing
dalam hal pengelolaan adaministrasi. Pembinaan dan pelatihan aparatur desa juga bertujuan agar
seluruh aparat desa mulai dari Kadus, Kaur, Kasi, Bendaraha, Sekdes berserta jajarannya
mengerti tentang tugas dan fungsinya masing-masing. Selama ini aparat desa kurang mengerti
tentang tugas dan fungsinya secara jelas. Dengan pelatihan, diharapkan aparat desa bisa
maksimal dalam bekerja dan meningkatkan kinerja dalam melayani masyarakat. Pemantapan
penyelenggaraan pemerintah desa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan
peningkatan kualitas aparatur pemerintah, baik wawasan, keterampilan dan moral.

Peningkatan aparatur desa akan terus diupayakan semaksimal mungkin melalui pembinaan
dan pengarahan agar kemampuan, wawasan dan ketrampilan aparatur desa dapat dikembangkan
dengan optimal. Hal ini mengingat aparatur pemerintah desa merupakan sumber daya yang
sangat menentukan berhasil tidaknya proses penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
sosial kemasyarakatan ditingkat bawah.
Bab III

Penutup

1. Kesimpulan

Bahwa dibalik desa yang maju tentunya terdapat tata kelola administrasi dan keuangan
yang cukup efektif. Tata kelola yang baik juga tentunya terjadi apabila subjek yang
menjalankannya (aparatur desa) paham mengenai teori tentang bagaiana cara menjalankan
administrasi keuangan dan yang terpenting bagaimana cara mempratekkannya. Aparatur
yang professional akan terbentuk jika terdapat pembimbingan dan pelatihan yang terbaik dari
pemerintah pusat dan yang terakhir juga perlunya pengawasan dan evaluasi dalam setiap
perjalanannya.

2. Saran

Pelatihan dan pembibinga menjadi factor penting dalan peningkatan kualitas aaratur desa
sehingga para aparatur sipil Negara di Indonesia memiliki kualitas yang sama di tiap daerah.
Diharapkan kedepannya kualitas para aparatur desa dapat ditingkatkan dan apabila sudah
maju dapat dipertahankan. Apabila semua itu telah terwujud bukan tidak mungkin semua
yang dicita-citakan bangsa Indonesia akan terwujud
Daftar Pustaka

http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?ufaq=apa-sasaran-dan-tujuan-dana-desa

https://www.kemenkeu.go.id

http://www.prfmnews.com/berita.php?detail=kemendagri-terus-fokus-tingkatkan-kualitas-sdm-
aparatur-desa

https://bppk.kemenkeu.go.id/id/berita-knpk/26378-pelatihan-peningkatan-kapasitas-sdm-
aparatur-pengelola-keuangan-dan-aset-desa-di-subulussalam-angkatan-v

Anda mungkin juga menyukai