FIX Anastesi VSD
FIX Anastesi VSD
Oleh :
Muslim Thaher., S.Ked
R. Dicky Wirawan L, S.Ked
Pembimbing :
dr. Imam Gozali, M. Kes, Sp.An
DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MULUK
BANDAR LAMPUNG
2014
Daftar Isi :
1. Pendahuluan
a. Ventrikel Septal Defect
b. General Anestesi
2. Laporan Kasus
3. Pembahasan
4. Daftar Pustaka
1
PENDAHULUAN
A. Penyakit Jantung VSD
Insidens PJB berkisar 6 – 8 penderita tiap 1000 kelahiran hidup dan 1 tiap
1000 anak berumur kurang dari 10 tahun. Menurut kepustakaan ada 8 bentuk PJB
( 85% ) yang seringkali ditemukan yaitu defek septum ventrikel ( VSD ), defek
septum atrium ( ASD ), duktus atriosus persisten ( PDA), koartasio aorta ( KoA ),
stenosis pulmonal ( PS ), stenosis aorta ( AS ), Tetralofi of Fallot ( TOF ) dan
transposisi arteri besar ( TGA ). Sisanya ( 15% ) terdiri atas bentuk- bentuk yang
lebih kompleks dan jarang ditemukan. Di antara semua bentuk PJB, VSD
merupakan lesi yang paling banyak dilaporkan.Di antara kelompok PJB sianosis,
teranyata TF dan TGA menempati urutan pertama dan kedua terbanyak.2
Umumnya frekuensi PJB sama pada laki – laki dan perempuan, walaupun
beberapa lesi lebih sering terjadi pada anak laki – laki.PDA dan ASD lebih
banyak terlihat pada anak perempuan.Kalau ada anak dalam satu keluarga
2
menderita PJB maka kemungkinan anak berikutnya menderita PJB 3 – 4 kali lebih
banyak daripada keluarga yang tidak mempunyai riwayat PJB. Kebanyakan PJB
yang meninggal terjadi pada bulan – bulan pertama setelah kelahiran (30%) atau
sebelum mencapai umur 1 tahun ( 10%).2
Etiologi PJB masih belum jelas sampai saat ini, namun dipengaruhi oleh
beberapa faktor, termasuk genetik. Pembentukan jantung janin yang lengkap
terjadi pada akhir semester pertama potensial dapat menimbulkan gangguan
pembentukan jantung, terutama pada tiga bulan pertama usia kehamilan. Ada
beberapa faktor yang dapat menimbulkan gangguan jantung yang terjadi pada
masa kehamilan trimester pertama, antara lain paparan sinar rontgen, trauma fisik
dan psikis, serta minum jamu atau pil kontrasepsi. Kelainan jantung bawaan juga
dapat terjadi jika ibu dan janin berusia di atas 40 tahun, penderita DM, campak
dan hipertensi, serta jika ayah dan ibu merokok saat janin berusia 3 bulan dalam
rahim.6,7,10
II. PATOFISIOLOGI
VSD adalah suatu kelainan jantung bawaan di mana terdapat defek dengan
diameter 0,5 – 3 cm pada septum interventrikel sehingga terjadi pirau antara
ventrikel kanan dan kiri.
Gangguan Hemodinamik :
3
Gambar 1. Kelainan anatomis dan sirkulasi pada VSD 12
1) Pirau kiri ke kanan terjadi karena dalam keadaan normal terdapat tekanan
yang lebih besar pada ventrikel kiri daripada yang kanan pada waktu sistolik.
2) Pirau kanan ke kiri bila tahanan vakuler paru – paru menjadi lebih besar
daripada sistemik ( sindrom Eisenmenger ).
Pemeriksaan Fisik
4
Pertumbuhan yang kurang.Pada sebagian penderita terdapat sianosis ringan
atau kebiruan pada ujung jari. Deformitas toraks hampir selalu ditemukan.
Penderita tampak pucat dan banyak berkeringat.Pada palpasi, terapa impuls
ventrikel kiri kuat dan pulmonary tapping. Pada auskultasi, bunyi jantung I
terdengar keras, bunyi jantung II komponen pulmonal terdengar keras, pecah dan
singkat pada tepi sterna kiri. Bising yang terdapat adalah pansistolik kasarderajat
3-6/6 pada tepi sterna kiri bawah, menyebar ke seluruh toraks depan dan
punggung serta terdengar maksimal pada apeks. Kalu adau pirau kiri ke kanan
yang besar, maka dapat juga terdengar diastolic flow murmurpada apeks akibat
adanya stenosis mitralis yang realatif.
V. PENATALAKSANAAN
Bayi dengan VSD perlu dievaluasi secara periodik sebulan sekali selama
setahun mengingat besarnya aliran pirau yang dapat berubah akibat resistensi paru
yang menurun.Bila terjadi gagal jantung kongestif harus diberikan obar – obatan
anti gagal jantung yaitu digitalis, diuretika dan vasodilator.Bila medikamentosa
gagal dan tetap terlihat gagal tumbuh kembang atau gagal jantung maka sebaiknya
dilakukan tindakan operasi penutupan VSD secepatnya sebelum terjadi penyakit
obstruktif vaskuler paru. Indikasi operasi penutupan VSD adalah bila rasio aliran
darah ke paru dan sistemik lebih dari 1,5.6,7,8
5
B. ANESTESI PADA GANGGUAN JANTUNG
Premedikasi
Tujuan premedikasi pada pasien dengan defek septum tidak berbeda dengan
prosedur premedikasi pada pasien yang menjalani operasi lain baik operasi umum
ataupun operasi jantung, yaitu pasien yang tersedasi secara adekuat dan
kooperatif, disertai dengan rumatan stabilitas kardiovaskular dan respirasi.
Preparat oral, rektal, ataupun intramuscular dapat digunakan, bergantung pada
kondisi, pilihan, dan tingkat kooperatif pasien; serta prosedur operatif yang
direncanakan. Pemberian pentobarbital 2 – 4 mg/kg per oral atau per rektum 2 jam
sebelum operasi, ditambah dengan meperidine 2 mg/kg atau morfin 0,1 mg/kg,
6
dan scopolamine 0,1 mg intramuskular 1 jam sebelum operasi akan menghasilkan
tingkat sedasi dan hipnosis yang adekuat.
Pada pasien berusia kurang dari 1 tahun, dan pada pasien dengan derajat
kegagalan jantung yang signifikan, serta pada pasien dengan curah jantung yang
rendah, maka dosis yang dipergunakan dapat diturunkan, atau kadang dapat
dihilangkan. Sianosis pada pasien dengan defek septum murni mengindikasikan
terjadinya “shunt reversal”, bentuk stadium lanjut dari penyakit ini dimana
merupakan lesi yang relatif tidak dapat diterapi dengan prosedur pembedahan dan
membutuhkan perhatian khusus dalam premedikasi.
Teknik Induksi
Konsentrasi agen insoluble misalnya nitrous oksida relatif lebih tidak terpengaruh
oleh mekanisme ini, sehingga tidak terjadi akselerasi induksi. Agen intravena
dikatakan memiliki efek onset yang lebih lambat, karena terjadinya dilusi
tambahan oleh darah yang mengalami resirkulasi. Anestesiolog dapat
mengkompensai dampak adanya pintasan dengan meningkatkan konsentrasi agen
intra vena; meskipun terdapat risiko overdosis. Faktor–faktor tersebut, meskipun
nyata, namun memiliki aspek kepentingan klinis yang kecil dalam induksi
anestesi dibandingkan dengan faktor lain, seperti misalnya kecukupan
premedikasi dan mempertahankan volume ventilasi yang adekuat. Teknik induksi
pada pasien dengan pintasan kiri-ke-kanan bukanlah hal yang bersifat kritis dan
dapat disesuaikan menurut
7
keinginan pasien, tingkat kooperativitas, atau ada-tidaknya jalur infus intravena
pre-induksi.
Pasien yang telah terpasang infus ataupun menginginkan induksi intravena dapat
dengan aman diinduksi dengan menggunakan thiopental 2 – 4 mg/kg atau preparat
induksi intravena lainnya, diikuti dengan pemberian suksinilkolin atau
pancuronium sebagai agen blokade neuromuscular sebelum dilakukan intubasi.
Pada pasien dengan penyakit yang lebih parah (hipertensi pulmoner dengan gagal
jantung kanan) dapat diberikan fentanyl 5 – 10 μg/kg atau ketamin 1 – 2 mg/kg
untuk menggantikan thiopental sebagai agen induksi intravena. Setelah dilakukan
induksi, kemudian ditambahkan agen inhalasi sesuai dengan kebutuhan situasi
klinis.
Anestesi pada Ventrikel Septal Defek pilihan baru yang penting pada pasien tanpa
akses intravena induksi, pada mereka yang dengan suksinilkolin intramuskuler
adalah kontraindikasi atau tidak diinginkan. Pada bayi, anestesi juga dilakukan
dengan teknik inhalasi, jika pasien stabil. Namun, sebagian besar pasien bayi yang
menjalani operasi koreksi, mengalami gagal jantung derajat sedang dan telah
memiliki jalur intravena pre-operatif, sehingga digunakan teknik induksi
8
intravena. Diantara agen–agen indukai intravena, ketamin dan etomidat adalah
agen pilihan bagi pasien dengan fungsi ventrikuler yang lemah atau yang
sebaliknya memiliki risiko hemodinamik yang berbahaya dengan induksi anestesi.
Harus dicatat bahwa pada pasien yang ketergantungan terhadap katekolamin
tinggi, misalnya pasein pratransplantasi jantung yang mendapatkan agen inotropik
dalam jangka panjang, ketamin dapat bekerja langsung sebagai depresan
miokardial dan menyebabkan bahaya hemodinamik pada saat induksi. Etomidat
tampaknya jauh lebih dapat ditoleransi pada pasien–pasien tersebut, dan oleh
karena itu,menjadi agen pilihan untuk banyak keadaan seperti ini. Propofol dan
thiopental akan menyebabkan hipotensi, dan/atau depresi miokardial dan
bradikardia, dan tidak boleh digunakan pada semua pasien CHD dengan fungsi
ventrikel yang baik dan hemodinamik yang stabil kecuali yang paling “sehat.
Teknik inhalasi dengan agen yang poten secara teoritis memiliki kelemahan, yaitu
menurunkan curah jantung dan resistensi vaskular sistemik; serta memiliki potensi
membalik arah pintasan kiri-ke-kanan. Shunt reversal biasanya tidak terjadi jika
tidak didapatkan hipertensi pulmoner dan hipertrofi ventrikel kanan yang nyata.
Dengan memandang agen–agen anestesi inhalasi, penelitian in vitro mengenai
efek–efek pada kontraktilitas, mengindikasikan bahwa susunan efek depresan
kontraktilitas miokard langsung adalah halothane >> sevoluran = isofluran =
desfluran. Perbedaan diantara agen–agen tersebut terjadi karena efek yang
berbeda dalam aliran kalsium melalui saluran Ca++ tipe-L, keduanya
transarkolema (melalui membrane plasma), dan dalam reticulum sarkoplasmik.
Halothane menurunkan aliran Ca++ melalui sarkolema lebih banyak dibandingkan
isofluran, dengan hasil bersih yaitu kurangnya Ca++ intraseluler yang akan
berikatan dengan kompleks troponin-aktinmiosin yang akan menghasilkan
kontraksi miosit. Mekanisme lain adalah halothane,tetapi bukan isofluran, secara
langsung mengaktivasi saluran Ca++ reticulum sarkoplasmik (RS) sensitive-
ryanodin, dengan demikian menurunkan cadangan Ca++ di dalam RS dan
mengakibatkan berkurangnya Ca++ untuk dilepaskan selama kontraksi. Detail
dari efek sevofluran dan desfluran pada aliran Ca++ tidak banyak diteliti, tetapi
diantisipasi bahwa mereka mirip dengan halothane. Penggunaan dukungan
9
inotropik, inhibitor fosfodiesterase, yang paling baru milrinone dan enoxsimone,
telah diteliti dan digunakan lebih sering pada bayi dan anak – anak. Penelitian–
penelitian yang telah dipublikasikan dan pengalaman klinis dengan milrinone
menunjukkan bahwa agen tersebut secara rutin meningkatkan CO sebesar 30 -
50%, dan menurunkan resistensi vaskuler sistemik dan pulmonal sebesar 30 –
40% dengan perubahan minimal pada HR. Juga dilaporkan bahwa milrinone
memiliki insiden trombositopenia yang lebih rendah dibandingkan dengan
amrinone, yang penggunaannya pada pasien pediatri telah dibatasi. Hipotensi
sistemik sering terjadi jika dosis loading diinfus terlalu cepat.
10
LAPORAN KASUS
General Anastesi dengan VSD
Nama : An. ET
Umur : 8 tahun
Berat Badan : 54 kg
Register / RM : 1113162
Diagnosa : Atresia Ani post colostomy + Heart Compensated susp VSD +
bising sistolik grade I-II
MRS : 20-01-2014
Anamnesa
Riwayat trauma disangkal oleh pasien, tidak terdapat mulut membiru atau
ujung jari yang membiru. Riwayat demam tidak ada. Pasien lahir normal dengan
ditolong bidan. Riwayat keluarga yang menderita penyakit serupa disangkal.
11
Tanggal 28 Januari 2013
Airway : Bebas
Breathing : Spontan ; Respiratory rate : 16 x/menit
Circulation : TD : 120/80 mm Hg ; N : 86 x/menit, reguler, isi cukup
Disability : No Alert
Diagnosis : Atresia Ani post colostomy + Heart Compensated susp VSD +
bising sistolik grade I-II
Planning : Pasang infus RL gtt XX/menit
Lab lengkap
Rencana Pull Through dengan general anatesi
Konsul penyakit dalam dan anestesi
Pre Op anestesi
B1 : Airway bebas, Nafas spontan 16-20 x/menit, retraksi-/-, SN ves/ves,
Ronkhi -/-, Wheezing -/-, SpO2 100%
B2 : TD : 120/80 mmHg , MAP : 93,3 Nadi : 85 x/menit.
Bising sistolik grade I-II
B3 : GCS : E4 V5 M6
B4 : Terpasang kateter urine
B5 : Bising Usus +. Post Colostomi (bekas operasi terawat).
B6 : Edema kaki -/-
Laboratorium
Tanggal 20 Januari 2014
Hb : 12,4 g/dl
Leukosit : 6.200 /ul
Hematocrit : 33 %
Trombosit : 299.000 /ul
Hitung jenis : 0/0/0/52/39/9
BT : 2’
CT : 11’
12
GDS : 106 mg/dL
SGOT : 30 U/l
SGPT : 17 U/l
Ureum : 16 mg/dL
Kreatinin : 0,4 mg/dL
Konsul Anak :
Berat Badan : 18,5 kg. Batuk (-), Pilek (-). Didapatkan bising sistolik grade I-II
yang telah terkompensasi (Compensated Heart) dengan suspek VSD.
Saran :
Lakukan pemeriksaan lanjutan berupa Echocardiografi
Konsul Jantung :
Heart compensated. Pertimbangkan hasil pemeriksaan lain dengan
Echocardiografi. Jika dilakukan operasi dalam tahap seperti ini, akan didapatkan
risiko rendah.
Konsul anestesi :
Saat ini dalam bidang anestesi diharuskan pemeriksaan Echocardiografi. Dengan
hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal
Saran :
- Lakukan pemeriksaan lanjutan berupa Echocardiografi
13
PEMBAHASAN
VSD adalah suatu kelainan jantung bawaan di mana terdapat defek dengan
diameter 0,5 – 3 cm pada septum interventrikel sehingga terjadi pirau antara
ventrikel kanan dan kiri. Gangguan hemodinamik tergantung besarnya defek dan
perbedaan tahanan antara kedua ventrikel dapat terjadi pirau kiri ke kanan, pirau
kanan ke kiri atau pirau dua arah. Pada pasien ini defek yang terjadi minimal
karena pada pemeriksaan fisik didapatkan bising sistolik minimal (grade I), dan
tidak terdapat gangggua hantaran oksigen yang signifikan. Hal ini ditunjukkan
dari tidak terdapatnya sianosis pada bibir atau pada ujung ekstrimitas. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik dinyatakan benar untuk diagnosis VSD.
Pada pasien berusia anak-anak, dan pada pasien dengan derajat kegagalan jantung
yang signifikan, serta pada pasien dengan curah jantung yang rendah, maka dosis
yang dipergunakan dapat diturunkan, atau kadang dapat dihilangkan. Sianosis
pada pasien dengan defek septum murni mengindikasikan terjadinya “shunt
reversal”, bentuk stadium lanjut dari penyakit ini dimana merupakan lesi yang
relatif tidak dapat diterapi dengan prosedur pembedahan dan membutuhkan
perhatian khusus dalam premedikasi
Tujuan premedikasi pada pasien dengan defek septum tidak berbeda dengan
prosedur premedikasi pada pasien yang menjalani operasi lain baik operasi umum
ataupun operasi jantung, yaitu pasien yang tersedasi secara adekuat dan
kooperatif, disertai dengan rumatan stabilitas kardiovaskular dan respirasi.
Preparat oral, rektal, ataupun intramuscular dapat digunakan, bergantung pada
kondisi, pilihan, dan tingkat kooperatif pasien; serta prosedur operatif yang
14
direncanakan. Pemberian pentobarbital 2 – 4 mg/kg per oral atau per rektum 2 jam
sebelum operasi, ditambah dengan meperidine 2 mg/kg atau morfin 0,1 mg/kg,
dan scopolamine 0,1 mg intramuskular 1 jam sebelum operasi akan menghasilkan
tingkat sedasi dan hipnosis yang adekuat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Liu SS, McDonald SB. Current issues in spinal anesthesia. Dalam: Review article
American Society of Anesthesiologist. Anesthesiology. 2001; 94 (5): 888-906.
Morgan GE. Clinical Anesthesiology: 44th Edition.
Samodro R, Sutiyono D, Satoto HH. Mekanisme kerja obat anestesi lokal. Dalam:
Jurnal Anestesiologi Indonesia. Bagian anestesiologi dan terapi intensif FK
UNDIP/RSUP Dr.Kariadi. 2011; 3(1): 48-59.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed. 2. Jakarta:
ECG
Phibbs, Brendan, Human Heart, The : A Basic Guide to Heart Disease, In:
Conginetal Heart Disease, 2nd Edition. Philadelphia. Lippicott Williams &
Wilkins. 2007. Page: 121-129.
Pelupessy, JMCh. Kardiologi Anak, Bahan buku ajar untuk Mahasiswa FK-S1.
Dalam: Penyakit Jantung Bawaan.. Makassar: Fakultas Kedokteran Unhas. P: 1-
40
16