Anda di halaman 1dari 16

STEP 1

1. METODE KRAMER

2. FOTOTERAPI
STEP 2 dan 3
1. Mengapa bayi nampak kuning dari wajah sampai dada, demam dan malas minum pada hari kedua
perawatan?
Jawab :
HIPERBILIRUBINEMIA DAN IKTERUS
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah
>5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor penyebab fisiologik dan
non-fisiologik.

MACAM-MACAM IKTERUS NEONATURUM

Ikterus fisiologik

Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi
pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang diberi susu formula, kadar bilirubin
akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dl pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan
menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai
2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar
yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4 minggu,
bahkan dapat mencapai 6 minggu.
Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin
dengan kadar puncak yang lebih tinggi dan bertahan lebih lama, demikian pula dengan
penurunannya bila tidak diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan kadar billirubin sampai 10-
12 mg/dl masih dalam kisaran fisiologik, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan
metabolism bilirubin.

Frekuensi ikterus pada bayi cukup bulan dan kurang bulan ialah secara berurut 50-60% dan 80%.
Umumnya fenomena ikterus ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologik
tidak disebabkan oleh faktor tunggal tetapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan
dengan maturitas fisiologik bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam
sirkulasi bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi pening- katan ketersediaan bilirubin dan
penurunan klirens bilirubin.

Ikterus non-fisiologik

Jenis ikterus ini dahulu dikenal sebagai ikterus patologik, yang tidak mudah dibedakan dengan
ikterus fisiologik. Ter- dapatnya hal-hal di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut, yaitu:
ikterus yang terjadi sebelum usia 24 jam; setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang
memerlukan fototerapi; peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5 mg/dL/jam; adanya tanda-
tanda penyakit yang men- dasar pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan
berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil); ikterus yang bertahan setelah
delapan hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.

Patofisiologi Ikterus

Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari katabolisme heme
dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Pada langkah pertama oksidasi, biliverdin terbentuk
dari heme melalui kerja heme oksigenase, dan terjadi pelepasan besi dan karbon monoksi- da. Besi
dapat digunakan kembali, sedang- kan karbon monoksida diekskresikan melalui paru-paru.
Biliverdin yang larut dalam air direduksi menjadi bilirubin yang hampir tidak larut dalam air dalam
bentuk isomerik (oleh karena ikatan hidro- gen intramolekul). Bilirubin tak terkonjuga- si yang
hidrofobik diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Bila terjadi gangguan pada ikatan
bilirubin tak ter- konjugasi dengan albumin baik oleh faktor endogen maupun eksogen (misalnya
obat- obatan), bilirubin yang bebas dapat me- lewati membran yang mengandung lemak (double
lipid layer), termasuk penghalang darah otak, yang dapat mengarah ke neuro- toksisitas.

Bilirubin yang mencapai hati akan di- angkut ke dalam hepatosit, dimana biliru- bin terikat ke
ligandin. Masuknya bilirubin ke hepatosit akan meningkat sejalan dengan terjadinya peningkatan
konsentrasi ligandin. Konsentrasi ligandin ditemukan rendah pa- da saat lahir namun akan
meningkat pesat selama beberapa minggu kehidupan.

Bilirubin terikat menjadi asam gluku- ronat di retikulum endoplasmik retikulum melalui reaksi
yang dikatalisis oleh uridin difosfoglukuronil transferase (UDPGT). Konjugasi bilirubin mengubah
molekul bilirubin yang tidak larut air menjadi molekul yang larut air. Setelah diekskresi- kan
kedalam empedu dan masuk ke usus, bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol yang tak berwarna
oleh mikroba di usus besar. Sebagian dekonjugasi terjadi di dalam usus kecil proksimal melalui
kerja B-glukuronidase. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke dalam
sirkulasi sehingga meningkatkan bilirubin plasma total. Siklus absorbsi, kon- jugasi, ekskresi,
dekonjugasi, dan reabsorb- si ini disebut sirkulasi enterohepatik. Proses ini berlangsung sangat
panjang pada neo- natus, oleh karena asupan gizi yang ter- batas pada hari-hari pertama kehidupan

Sumber : Stevry Mathindas. 2013. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Jurnal Biomedik, Volume 5,
Nomor 1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S4-10

2. Apa saja factor resiko terjadinya icterus?


Jawab :

Faktor risiko

1) ASI yang kurang

Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah karena tidak cukupnya
asupan ASI yang masuk ke usus untuk memroses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini
dapat terjadi pada bayi prematur yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI.

2) Peningkatan jumlah sel darah merah


Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko untuk terjadinya
hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki jenis golongan darah yang berbeda dengan
ibunya, lahir dengan anemia akibat abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis), atau mendapat
transfusi darah; kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami hiperbilirubinemia.

3) Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh

Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim
dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Kondisi ini dapat me- liputi infeksi kongenital virus
herpes, sifilis kongenital, rubela, dan sepsis

Sumber : Stevry Mathindas. 2013. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Jurnal Biomedik, Volume 5,
Nomor 1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S4-10

3. Bagaimana metabolisme bilirubin?


Jawab :

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.1 Bilirubin berasal dari
katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari
penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom,
katalase dan peroksidase.
Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin,
konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.1,9 Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang
dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar
terdapat dalam sel hati, dan organ lain.

Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin
reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat
tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan
albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar.
Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik. Pada saat kompleks bilirubin-albumin
mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian
bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin
juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik
bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.

Metabolisme bilirubin pada neonatus yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin
konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine
diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke
retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya. Setelah mengalami proses konjugasi,
bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan
diekskresikan melalui feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak
langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh
enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna
dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.

4. Mengapa bayi diberikan imunisasi hepatitis B?


Jawab :
Sumber : A. Alimul Hidayat. 2008. Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika.

5. Jelaskan interpretasi penilaian dengan metode Kramer!


Jawab :
6. Jelaskan interpretasi pemeriksaan laboratorium!
Jawab :
7. Mengapa bayi dipindahkan ke ruang perawatan bayi resiko tinggi untuk perawatan selanjutnya
dan rencana diberikan fototerapi?
Jawab :
FOTOTERAPI
Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat
di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat bahwa bayi – bayi yang mendapat sinar
matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan bayi – bayi
lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan
mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa
disamping pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai pengaruh dalam
menurunkan kadar bilirubin pada bayi – bayi prematur lainnya.

Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapilerkapiler superfisial dan ruang-
ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan tanpa metabolisme lebih
lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat
perkutan. Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit energi, sama halnya
seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang sama dengan
molekul obat yang terikat pada reseptor.

Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi fotokimia yang
relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan merubah bentuk molekul bilirubin dan
bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E
yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk
yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa
mengalami konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer
ini mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum.18 Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-
sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin. Reaksi fototerapi menghasilkan suatu
fotooksidasi melalui proses yang cepat. Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin
ini mengandung 2% sampai 6% dari total bilirubin serum. Lumirubin diekskresikan melalui
empedu dan urin. Lumirubin bersifat larut dalam air.
Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus kurang bulan
menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan membutuhkan fototerapi. Fototerapi diindikasikan
pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan
berat badan pada neonatus kurang bulan, sesuai dengan rekomendasi American Academy of Pediatrics
(AAP)

Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin direk yang
disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.
Penurunan Kadar Bilirubin dengan Fototerapi
Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain spektrum sinar yang
dihasilkan, besar intensitas sinar, luasnya permukaan tubuh yang terpapar, penyebab dari ikterus dan
kadar serum bilirubin pada saat fototerapi dimulai. Pada saat kadar bilirubin yang tinggi (lebih dari 30
mg/dL [513 µmol/L]) dengan menggunakan fototerapi ganda, kadar bilirubin akan mengalami
penurunan sekitar 10 mg/dL (171 µmol/L) dapat terjadi dalam beberapa jam

Garg AK dkk menyatakan fototerapi ganda lebih cepat menurunkan kadar bilirubin dibandingkan
dengan menggunakan fototerapi tunggal, selain mudah dilakukan dan lebih efektif. Dengan
menggunakan sinar biru jarak yang terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin adalah jarak 10 cm
dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 58% dibandingkan dengan jarak 30 cm dengan penurunan
kadar bilirubin sekitar 45% dan 50 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 13%

8. Bagaimana hubungan ibu demam 1 mgg sebelum melahirkan dg dx kasus di scenario?


9. Bagaimana tatalaksana dari kasus di scenario?
Jawab :

10. Bagaimana komplikasi dari kasus di scenario?


Jawab :
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau ensefalopati bilirubin adalah
sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin tidak
langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan nuclei batang otak. Patogenesis kern icterus
bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin indirek, pengikatan oleh
albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan melewati sawar darah otak, dan
suseptibilitas saraf terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak, asfiksia, dan perubahan
permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern icterus (Richard E. et al,
2003). Pada bayi sehat yang menyusu kern icterus terjadi saat kadar bilirubin >30 mg/dL dengan
rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya pada minggu pertama kelahiran tapi dapat tertunda
hingga umur 2-3 minggu.

Gambaran klinis kern icterus antara lain:


Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-2): menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase 2 (pertengahan minggu I): hipertoni otot ekstensor, opistotonus, retrocollis, demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I): hipertoni. Universitas Sumatera Utara 2)

Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic neck reflexes,
keterampilan motorik yang terlambat.
b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus, tremor), gangguan
pendengaran.

11. Bagaimana pencegahan dari kasus di scenario?


Jawab :
1) Pencegahan Primer
- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk beberapa hari
pertama.
- Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat
ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

2) Pencegahan Sekunder
- Wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk
antibody isoimun yang tidak biasa.
- Memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan
menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda – tanda
vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 j

Anda mungkin juga menyukai