Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Lebih dari empat juta anak di seluruh dunia dilahirkan dengan cacat
lahir setiap tahunnya. Anomali kraniofasial salah satunya terdiri dari semua
cacat lahir seperti kelainan jantung bawaan dan kaki pengkor. Bibir sumbing
dengan atau tanpa langit-langit adalah cacat lahir kraniofasial yang paling
umum dengan sekitar seperempat juta bayi yang terkena setiap tahunnya.
Malformasi ini menunjukkan variasi yang cukup besar di seluruh wilayah
geografis dan kelompok etnis juga memiliki konsekuensi medis, psikologis,
sosial, dan ekonomi yang signifikan. Ini juga mengakibatkan masalah
kesehatan masyarakat yang mahal dengan biaya perawatan seumur hidup.
(Chigurupati R dkk, 2010)
Cleft Lip dan Cleft Palate atau Orofacial Cleft, yang biasa dikenal
dengan bibir sumbing ada suatu kondisi defek lahir dimana terbentuknya
pembukaan atau belahan yang tidak wajar pada bibir atau palatum. Terdapat
tiga jenis utama defek cleft lip cleft palate yaitu cleft lip (CL) dimana terjadi
belahan hanya pada bibir, cleft palate (CP) dimana terjadi belahan pada
daerah palatum, dan cleft lip palate (CLP), dimana belahan terjadi
menyeluruh dari palatum sampai bibir. Berdasarkan data CDC di Amerika
Serikat pada tahun 2004 hingga 2006 mengatakan bahwa kasus cleft palate
mengenai 2,650 bayi baru lahir dan cleft lip dan cleft lip palate mengenai kira-
kira 4,440 bayi baru lahir. Sebuah penelitian di Bandung menunjukkan dari
1596 pasien, ditemukan 50.53% pasien dengan cleft lip and palate, 25.05%
cleft palate, dan 24.42% cleft lip, dimana 20.08% dari keseluruhan pasien
memiliki riwayat keluarga dengan cleft lip dan cleft palate. (Prasetya MA,
2018)
Sampai saat ini, cleft lip dan cleft palate belum diketahui
penyebabnya atau bersifat idiopatik. Cleft lip dan cleft palate dicurigai
akibat mutasi pada gen pembentuk rongga mulut dan bibir pada bayi ketika
masa kandungan umur 4 bulan. Mutasi ini menyebabkan gagalnya
penyatuan jaringan yang membentuk palatum dan bibir atas, yang akhirnya
membentuk belahan yang terlihat jelas pada rongga mulut. Namun,
beberapa penelitian terbaru juga mencurigai diet dan pemakaian obat-
obatan pada ibu, kebiasaan merokok, dll. dapat menjadi faktor penyebab
terjadinya cleft lip dan cleft palate. Cleft lip and cleft palate dapat
mengakibatkan beberapa gangguan seperti gangguan makan, gangguan
berbicara, iritasi telinga, dan gangguan gigi dan mulut. (Prasetya MA, 2018)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Cleft Lip and Palate adalah suatu kondisi dimana terdapat celah
abnormal di bibir atas dan atap mulut yang terjadi ketika beberapa bagian
gagal bergabung bersama selama awal kehamilan. Bibir dan palatum
berkembang secara terpisah, sehingga memungkin bagi bayi untuk
dilahirkan hanya dengan bibir sumbir, hanya celah pada langit langit palatum
atau kombinasi keduanya. (Prasetya MA, 2018)
B. Epidemiologi
Bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit memiliki prevalensi
kelahiran rata-rata 1: 700 mulai dari 1: 500 hingga 1: 2000, tergantung pada
ras. Kejadian tertinggi di penduduk asli Amerika (3,6: 1000), diikuti oleh
orang Asia (2,1: 1000 kelahiran Jepang dan 1,7: 1000 kelahiran Cina),
Kaukasia (1: 1000), dan terendah pada keturunan Afrika (0,3 : 1000). Celah
langit-langit saja yang berbeda secara genetik dari celah bibir dan langit-
langit, memiliki tingkat prevalensi kelahiran 1: 2000. (Chigurupati R dkk,
2010)

Gambar 1. Epidemiologi Celah Bibir dan Langit-Langit


Bibir sumbing masih menjadi masalah cukup serius di Indonesia.
Masih belum ada data yang pasti. Kasus bibir sumbing/ celah pada palatum
(langit-langit) 1:600 kelahiran, sedangkan kasus pada palatum saa 1:1000
kelahiran. Tahun 2012 Pusat Pelatihan Celah Bibir dan Langit-langit
Internasional mecatat jumlah penderita kelainan bibir sumbing di Indonesia
mencapai 7500 orang per tahun.Hal ini menunjukan kasus bibir sumbing
merupaka masalah di kalangan masyarakat Indonesia. Angka kejadian terus
meningkat dari tahun ke tahun harus membutuhkan perhatian lebing dari
berbagai kalangan. (Prasetya MA, 2018)

C. Etiologi dan Faktor Resiko

Teratogen lingkungan dan faktor genetik terlibat dalam asal-usul


bibir sumbing dan langit-langit. Paparan intrauterin pada fenitoin
antikonvulsan dikaitkan dengan peningkatan 10 kali lipat dalam kejadian
bibir sumbing. Ibu merokok selama kehamilan mengalami 2 kali lipat dalam
insiden bibir sumbing. Teratogen lain, seperti alkohol, antikonvulsan, dan
asam retinoat, dikaitkan dengan pola malformasi yang meliputi bibir
sumbing dan langit-langit mulut. (Hopper RA dkk, 2013)

Faktor resiko terjadinya celah bibir pada anak bayi sudah ada sejak
bayi tersebut masih berada dalam kandungan. Beberapa faktor resiko bagi
janin untuk mengalami celah bibir adalah :

- Sang ibu merokok


- Sang ibu mengidap diabetes
- Konsumsi obat-obatan tertentu pada masa kehamilannya yang
meningkatkan kemungkinan anaknya untuk mengalami celah bibir
- Terinfeksi virus Rubella
- Terjadi kekurangan beberapa vitamin pada masa kehamilan. (Prasetya
MA, 2018)
D. Patogenesis
Pada morfogenesis wajah, sel neural crest bermigrasi ke daerah wajah
dimana mereka akan membentuk jaringan tulang, jaringan ikat, serta seluruh
jaringan pada gigi kecuali enamel. Bibir atas merupakan turunan dari
prosesus medial nasal dan maxillary. Kegagalan penggabungan prosesus
medial nasal dan maksila pada minggu kelima kehamilan, baik pada satu atau
kedua sisinya, berakibat cleft lip. Cleft lip biasanya terjadi pada pertemuan
antara bagian sentral dan lateral dari bibir atas. Cleft dapat memengaruhi
bibir atas saja atau bisa juga melebar lebih jauh ke maksila dan palatum
primer. Jika terjadi kegagalan pengabungan palatal shelves juga, terjadi cleft
lip dengan cleft palatum, yang membentuk kelainan Cleft Lip and Palate.
(Prasetya MA, 2018)
Normalnya, perkembangan palatum sekunder dimulai dari prosesus
palatal kanan dan kiri. Fusi palatal shelve dimulai pada minggu ke-8
kehamilan dan berlanjut sampai minggu ke-12 kehamilan. Cleft palate
terjadi karena kegagalan fusi total atau sebagian dari palatal shelve. Hal ini
dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu ada kelainan pada gen yang
mengatur diferensiasi sel, pertumbuhan, apoptosis, adhesi antar sel, dan
pensinyalan sel, serta adanya gangguan pada fungsi sel yang disebabkan
lingkungan yang teratogenik, atau gabungan keduanya. (Prasetya MA, 2018)
Faktor lingukungan dan genetik saling memengaruhi dan berperan
penting dalam patogenesis dari Cleft Lip and Palate (CLP). Ibu yang
merokok selama kehamilan berisiko melahirkan anak yang mengalami CLP
karena bisa terjadi mutasi gen TGF α. Merokok saat kehamilan juga
memengaruhi pertumbuhan embrionik dengan menghasilkan hipoksia
jaringan yang mengganggu pertumbuhan jaringan, khususnya pertumbuhan
palatum. Selain itu juga, serum folat juga dapat menurun pada ibu hamil
tersebut yang dapat terbentuknya celah atau cleft yang sering diasosiasikan
dengan defisiensi folat. (Prasetya MA, 2018)
Konsumsi alkohol pada kehamilan sering dikaitkan dengan pola
abnormalitas pada keturunannya yang disebut Fetal Alcohol Syndrome
(FAS). Hal ini dikarenakan konsumsi alkohol oleh ibu hamil dapat
memberikan efek teratogenik seperti retardasi mental, gangguan
kardiovaskuler, dan terkadang juga terjadi clefting atau terbentuknya celah
pada ronggal mulut bayinya. (Prasetya MA, 2018)
Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya CLP. Obat-obatan
kemoterapi seperti aminopterin, methotrexate, cyclophospamide,
procarbazine, dan turunan asam hydroxamic mengganggu sintesis DNA
yang menghasilkan malformasi pada fetus. Penggunaan obat-obatan anti
kejang, contohnya phenytoin, dapat menghambat pertumbuhan embrio
secara keseluruhan, termasuk facial prominences, yang ditandai dengan
menurunnya laju proliferasi sel mesenkimal pada facial prominences sekitar
50%. (Prasetya MA, 2018)
Kelainan genetik dapat menyebabkan sindrom yang meliputi celah
palatum primer atau sekunder. Sindrom paling umum yang terkait dengan
bibir sumbing dan langit-langit mulut adalah sindrom Van Der Woude.
Mikrodelesi kromosom 22q yang menghasilkan sindrom anomali
Velocardiofacial, DiGeorge, atau conotruncal adalah diagnosis paling
umum yang terkait dengan celah langit-langit mulut. Namun tetap ada bibir
sumbing dan atau langit-langit non syndromic dengan penyebab yang
multifaktorial. (Hopper RA dkk, 2013)
CLP non-sindrom memiliki etiologi multifakorial, yang dihasilkan
dari interaksi gen-gen dan gen-lingkungan. Identifikasi gen kunci yang
berkontribusi pada genesis celah orofasial akan membantu dalam diagnosis
dini, pencegahan penyakit, atau mungkin mengembangkan terapi tambahan.
Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa terdapat 3-14 gen berkontribusi pada
bibir sumbing dan langit-langit. Gen 20, 21 yang bertanggung jawab untuk
CLP non-sindrom telah diidentifikasi pada kromosom 1, 2, 4, 6, 11, 14, 17,
dan 19.22-24. Dua gen IRF6 dan MSX-1 terdapat pada sekitar 15% CLP.
Kontributor penting untuk CL / P adalah varian gen interferon regulatory
growth factor (IRF 6), yang fungsinya terkait dengan pembentukan jaringan
ikat. Mutasi pada IRF6 mengarah pada Van der Woude dan sindrom
pterygium popliteal. Mutasi pada gen lain, TBX22, FGFR1, dan P63 juga
berkontribusi terhadap kejadian CLP sidromik dengan mengubah sinyal
faktor pertumbuhan beta-3 (TGF-β3) dalam patogenesis langit-langit
sumbing. (Chigurupati R dkk, 2010)
Orang tua dengan anak dengan sumbing non syndromic, atau riwayat
keluarga sumbing, sering bertanya tentang risiko sumbing pada kehamilan
berikutnya. Risiko tergantung pada apakah pasien memiliki bibir sumbing
(CL), bibir sumbing dengan langit-langit sumbing (CLP), atau langit-langit
sumbing saja (CP). Jika keluarga memiliki satu anak yang terkena CLP,
risiko anak kehamilan berikutnya memiliki CLP adalah 4%. Jika dua anak
sebelumnya menderita CLP, risikonya meningkat menjadi 9%, dan jika satu
orang tua dan satu anak sebelumnya terkena, risiko pada anak-anak dari
kehamilan berikutnya adalah 17%. Untuk keluarga dengan riwayat CP,
risiko CP untuk anak-anak dari kehamilan berikutnya adalah 2% jika satu
anak yang terkena sebelumnya, 1% jika dua anak sebelumnya terkena, 6%
jika satu orang tua memiliki CP, dan 15% jika satu orang tua dan satu anak
sebelumnya memiliki CP. (Hopper RA dkk, 2013)

E. Embriologi
Perkembangan embriologis wajah dimulai pada 4 minggu setelah
konsepsi dari ecto-mesenchyme neural crest yang membentuk lima
penonjolan yaitu fronto-nasal serta rahang atas dan bawah. Selama minggu
kelima dan keenam perkembangan embrionik, proses maksila bilateral yang
berasal dari lengkung brachial pertama yang bergabung dengan nasal media
untuk membentuk bibir atas, alveolus, dan palatum primer. (Chigurupati R
dkk, 2010)

Gambar 2. (a) Embrio perkembangan wajah usia 6 minggu (b)


Mikroskop Elektron menunjukan perkembangan wajah embrio manusia
berusia 37 hari.

Proses hidung lateral membentuk struktur ala nasi. Bibir dan rahang

bawah dibentuk oleh proses mandibula. Proses pembentukan wajah ini

merupakan kaskade proses yang melibatkan proliferasi sel, diferensiasi sel,

adhesi sel, dan apoptosis. Kegagalan atau kesalahan dalam salah satu proses

seluler yang mengarah pada fusi medial nasal dengan proses lateral nasal dan

maxilary dapat menyebabkan celah orofacial. (Chigurupati R dkk, 2010)


Gambar 3. Celah orofasial akibat dari kesalahan selama perkembangan wajah
embrionik. (a) Unilateral sumbing pada bibir atas. (b) Bilateral sumbing bibir atas. (c)
celah garis tengah bibir atas dan hidung. (d) celah garis tengah rahang bawah.

Peristiwa molekuler yang mendasari proses seluler ini berada di bawah

kendali susunan gen yang meliputi fibroblast growth factor (FGF), sonic hedge-hog

(SHH), Bone Morphogenic Protein (BMPs), dan transforming growth factor beta

(TGF-β) serta faktor transkripsi lainnya. Pembentukan palatum sekunder dimulai

selama minggu keenam setelah konsepsi dari dua palatal shelves, yang memanjang dari

proses internal rahang atas. Selama minggu kedelapan, palatal shelves maksila bilateral

ini setelah naik ke posisi yang sesuai di atas lidah, menyatu satu sama lain dan langit-

langit primer. Gangguan dalam fusi komponen embrionik ini dapat terjadi karena

keterlambatan peningkatan palatal shelves dari vertikal ke horizontal, fusi palatal

shelves yang rusak atau pecahnya palatal shelves pasca fusi yang mengakibatkan celah

langit-langit sekunder. (Chigurupati R dkk, 2010)


Gambar 4. Foto-foto mikroskopis elektron embrio manusia menunjukkan tahap
pembentukan langit-langit mulut pada 8-9 minggu. (a) Perkembangan palatum yang
menunjukkan palatal shelves dan posisi lidah. (b) Orientasi vertikal palatal shelves di
kedua sisi lidah. (c) palatal shelves terangkat dan (d) bergabung satu sama lain dan
septum hidung di garis tengah

Daftar Pustaka

Prasetya, MA.2018. Cleft Lip and Palate. Karya Ilmiah : FKG Universitas Udayana

Hopper RA, Cutting C, Grayson B.2013. Cleft Lip and Palate. Congenital Anomalies and
Pediantric Plastic Surgery. 6th Ed : Chapter 23

Chigurupati R, Heggie A, Bonanthaya K.2010. Cleft Lip and Palate : An Overview.


http://ww.researchgate.net/publication/312125407 diakses tanggal 30 Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai