Anda di halaman 1dari 3

Memperingati Harjabo 200

Dua Abad Bondowoso: hendak kemana?


Oleh Amin Said Husni

Tidak lama setelah jabatan sebagai bupati berakhir, saya diundang ngopi oleh gabungan
kelompok tani kopi Bondowoso. Ngobrol ngalor ngidul, hingga nyaris lupa waktu.

Membaca berita dengan judul “Getar Desa Antarkan Bondowoso Raih PPD Terbaik Jatim”
beberapa waktu yang lalu (Radar Jember, 10/04/2019), saya dan publik Bondowoso pada
umumnya tentu merasa bangga dan sangat bersyukur. Betapa pun, menjadi yang terbaik se
Jawa Timur dalam hal perencanaan pembangunan daerah itu, merupakan sebuah prestasi
yang membanggakan, dan sekaligus mencuatkan optimisme bahwa Pemerintah Kabupaten
Bondowoso —di bawah kepemimpinan Kiai Salwa sebagai Bupati dan Mas Irwan sebagai
wakilnya— akan terus melahirkan inovasi-inovasi dan prestasi-prestasi baru di hari-hari
mendatang.

Optimisme dan harapan yang demikian itu penting dikemukakan, terutama di saat
Bondowoso sedang memasuki usia dua abad. Selama ini Bondowoso dikenal sebagai salah
satu kabupaten yang rajin membuat terobosan dan inovasi pembangunan, wabil
-khusus dalam hal pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi lokal. Sekedar
menyebut contoh, grup Jawa Pos tercatat beberapa kali menganugerahkan penghargaan
“Golden Otonomi Award” kepada Bupati Bondowoso, melalui The Jawa Pos Institute of Pro-
Otonomi (JPIP).

Selain itu, berbagai penghargaan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun
lembaga negara lainnya, menjadi bukti nyata dan juga pengakuan terhadap prestasi
Kabupaten Bondowoso yang merupakan hasil kerja keras seluruh elemen pemerintah
kabupaten dan masyarakat Bondowoso dalam melakukan terobosan (inovasi).

Salah satu contoh terobosan yang sangat fenomenal adalah Bondowoso Republik Kopi
(BRK). Berkat inovasi BRK ini, Bondowoso mendadak nge-hits (baca: melejit) tidak saja di
pentas nasional, tetapi ternyata juga menarik perhatian pecinta kopi dan industri perkopian
dunia. Dalam waktu yang relatif singkat, BRK telah menjadi magnet yang sangat kuat untuk
menarik kunjungan ke Bondowoso, baik untuk tujuan bisnis dan investasi, wisata, riset,
kunjungan keluarga, atau sekedar karena penasaran saja.

Tapi yang lebih penting lagi, adalah bahwa BRK telah menjelma sebagai pendorong dinamika
perekonomian lokal yang berbasis masyarakat. Tidak saja menggairahkan usaha tani dan
mendongkrak kesejahterakan petani, tetapi BRK juga telah menjadi prime mover bagi
bangkitnya industri pariwisata di Bondowoso. Bahkan lebih dari itu, BRK ternyata juga
menjadi pembangkit semangat enterpreunership di kalangan pemuda (pengolahan kopi,
pengusaha cafe & resto, barista, dll.).

Potensi plus kreatifitas

Dinamika ekonomi lokal yang sedang bergairah ini seyogyanya dipelihara dan terus
ditingkatkan. Peringatan Hari Jadi Bondowoso (Harjabo) ke-200 yang dirayakan setiap
tanggal 25 Syawal (dan tanggal 17 Agustus), merupakan momentum yang tepat untuk
memacu seluruh elemen masyarakat agar berlari makin kencang lagi untuk meraih
kemajuan dan meningkatkan kesejahteraan.

Kata kuncinya adalah kreatifitas. Ya, kreatifitas! Pemerintah dan masyarakat perlu terus
didorong untuk memaksimalkan kemampuannya mengolah dan mengelola potensi yang
biasa-biasa saja menjadi sesuatu yang luar biasa. Untuk itu, diperlukan sejumlah kebijakan
yang memungkinkan tumbuhnya kreatifitas dan munculnya insan-insan kreatif.

Kreatifitas ini mutlak diperlukan untuk mengatasi sejumlah kendala dan menyiasati
beberapa limitasi yang dihadapi oleh Bondowoso. Misalnya, untuk menyiasati keterpencilan
letak geografis, harus diciptakan magnet agar orang tetap tertarik untuk datang, baik untuk
kepentingan bisnis dan investasi, pariwisata, pendidikan, dan sebagainya. Magnet itu bisa
berupa kebijakan pemerintah daerah, komoditas bisnis dan investasi, obyek wisata, event
hiburan dan olahraga, dan lain-lain.

Selain menyiasati berbagai kendala dan limitasi, kita juga harus bisa memanfaatkan setiap
peluang secara kreatif. Diperlukan kejelian untuk menangkap peluang sekecil apa pun, lalu
mendayagunakannya menjadi sumber kekuatan yang dahsyat. Pembangunan jalan tol di
jalur pantura, misalnya, merupakan sebuah peluang yang sangat besar yang harus ditangkap
dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat Bondowoso.

Sinergi para stakeholder

Tentu saja, untuk melakukan semua itu tidaklah cukup dengan hanya mengandalkan
pemerintah daerah saja. Karena sumberdaya dan sumber dana pemerintah daerah sangat
terbatas. Pengalaman saya memimpin Kabupaten Bondowoso selama dua periode telah
membuktikan bahwa sesungguhnya sangat banyak potensi di luar pemerintahan yang dapat
disinergikan dengan pemerintah daerah untuk menggali potensi dan menggapai prestasi
demi kesejahteraan masyarakat.
Program Botanik (Bondowoso Pertanian Organik), BRK (Bondowoso Republik Kopi), Getar
Desa (Gerakan Pendidikan Kesetaraan Berbasis Desa), dan juga program pengembangan
industri pariwisata di era kepemimpinan saya, dapat disebut sebagai model-model best
practices tentang kekuatan sinergi itu.

Namun ada satu hal penting yang perlu dicatat untuk menutup tulisan ini, yaitu tentang
fokus pembangunan. Kita tidak mungkin menyelesaikan semua masalah dalam sekejap
mata. Dalam pembangunan daerah, tidak ada simsalabim abrakadabra! Maka, kita harus
menetapkan fokus pembangunan untuk mengarahkan pendayagunaan seluruh sumberdaya
dan sumber dana yang kita miliki secara efektif dan efisien.

Pertanyaan sederhananya, kita hendak kemana? Jawabannya sebenaranya tidak sulit, tetapi
memerlukan kearifan. Karena pembangunan itu pada hakikatnya adalah usaha terus
menerus dan berkelanjutan untuk memajukan daerah dan menyejahterakan rakyatnya.
Seperti lari estafet, seorang pelari menyerahkan tongkat kepada pelari berikutnya; pelari
yang berikutnya melanjutkan berlari dari titik di mana ia menerima tongkat dari pelari
sebelumnya. Tidak selalu start dari nol.

Dirgahayu Bondowoso!

*) Amin Said Husni adalah Bupati Bondowoso ke-30 (2008-2018)

Anda mungkin juga menyukai