Anda di halaman 1dari 5

TUGAS POLITIK HUKUM

Oleh :

Gugud Ponco nugroho

1908018020

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2019
Judul tesis yang saya ingin angkat adalah KONSTRUKSI SISTEM HUKUM
KETENAGAKERJAAN DALAM PERSPEKTIF TEORI KEADILAN. Dengan semakin banyaknya unjuk
rasa para pekerja sawit dengan sistem buruh harian dan tenaga kerja musiman sehingga
beberapa tuntutan kesejahteraan tidak dipenuhi oleh perusahaan perkebunan sawit.

Lemahnya bargaining atau daya tawar dari pekerja membuat mereka selalu seperti
ditindas dan hal ini .

Dengan judul diatas saya mencoba mencari 2 jurnal Indonesia dan 2 jurnal internasional yang
kemudian saya analisis sebagai berikut :

JUDUL JURNAL

MEMAHAMI PERSPEKTIF TIONGKOK DALAM UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA


SELATAN
Faudzan Farhana

Peneliti Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jalan Jenderal Gatot
Subroto No. 10, Jakarta E-mail: faudzanfarhana@gmail.com Diterima: 26 Februari 2014;
direvisi: 25 Mei 2014; disetujui: 25 Juni 2014

Jurnal ini menjelaskan Buku berjudul “Solving Disputes for Regional Development and
Cooperation in the South China Sea” ini ditulis oleh Wu Sichun dengan harapan dapat
merepresentasikan sudut pandang Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mengenai permasalahan di
LCS tersebut. Dimana dalam buku ini Dr. Wu menjelaskan Tiongkok mengklaim kedaulatannya
atas keempat grup kepulauan di LCS dan lautan di sekelilingnya berdasarkan tiga hal: (1) hak
historis, (2) penyelenggaraan kekuasaan administratif yang berkelanjutan, serta (3) adanya
pengakuan atas kedaulatan Tiongkok dari komunitas internasional dan bahkan juga dari
beberapa negara pengklaim lainnya.

Diakhir buku Dr. Wu kemudian menyimpulkan bahwa dalam mengatasi tantangan ini,
negara-negara yang bersengketa harus menciptakan atmosfir yang lebih kondusif dalam
upaya penyelesaian sengketa dan juga lebih proaktif dalam kerja sama kawasan sehingga
perdamaian dan keamanan di LCS dapat terjaga. Sementara itu, dalam upaya penyelesaian
sengketa ini disarankan agar seluruh pihak dapat bekerjasama dalam menemukan resolusi
damai berdasarkan empat prinsip: (1) pengelolaan laut secara damai, (2) upaya selangkah-
demiselangkah, (3) pembagian keuntungan yang adil dan seimbang, serta (4) pengeksplorasian
yang ramah lingkungan.

JUDUL JURNAL
PERAN INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LAUT TIONGKOK SELATAN
Sandy Nur Ikfal Raharjo

Peneliti Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jalan Jenderal Gatot
Subroto No. 10, Jakarta E-mail: sandy.raharjo@gmail.com Diterima: 2 Agustus 2014; direvisi:
15 September 2014; disetujui: 2 Desember 2014

Jurnal ini menjelaskan mengeksplorasi dua bahasan utama. Pertama, bagaimana


sebenarnya gambaran umum dari sengketa Laut Tiongkok Selatan sehingga menjadi ancaman
bagi kepentingan nasional Indonesia. Kedua, bagaimana peran Indonesia dalam upaya
penyelesaian sengketa tersebut. Dimana Ada banyak kepentingan vital Indonesia yang
berpotensi terancam oleh sengketa tersebut. Pertama, dari sisi kedaulatan, sebenarnya
sebagian wilayah ZEE Indonesia masuk dalam klaim wilayah Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan
yang berbatasan dengan perairan Kabupaten Natuna. Kedua, dari sisi keamanan, jika sengketa
tersebut tereskalasi menjadi perang, sangat besar kemungkinan perang tersebut akan meluas
hingga ke wilayah Indonesia, sehingga menjadi ancaman militer yang serius. Ketiga, dari sisi
kepentingan ekonomi, perairan Indonesia di dekat Laut Tiongkok Selatan merupakan wilayah
dengan potensi perikanan terbesar secara nasional. Pecahnya perang di kawasan ini dapat
merusak ekosistem laut sehingga menurunkan jumlah produksi ikan. Selain itu, potensi
pariwisata bahari Indonesia juga terganggu jika terjadi perang di Laut Tiongkok Selatan.
Kemudian dari sisi ancaman sosial budaya, pecahnya perang di Laut Tiongkok Selatan
berpotensi menimbulkan arus pengungsi dari berbagai wilayah perang ke Indonesia. Hal ini
pernah terjadi sebelumnya ketika terjadi Perang Vietnam, sejumlah besar arus pengungsi
berdatangan ke Pulau Galang. Dengan berbagai dimensi ancaman dari sengketa tersebut,
sudah sepatutnya Indonesia mengambil peran dalam proses penyelesaiannya.

Namun demikian, Indonesia harus tetap optimis bahwa sengketa ini dapat diselesaikan
dalam koridor perundingan yang damai. Secara militer, Indonesia dan empat negara anggota
ASEAN yang terlibat sengketa memang tidak bisa menyaingi kekuatan militer Tiongkok. Akan
tetapi secara ekonomi, kelima negara tersebut merupakan mitra dagang yang sangat penting
bagi Tiongkok, terutama dalam kerangka ACFTA. Apalagi, resiko kerugian yang akan dialami
jika Laut Tiongkok Selatan menjadi ajang pertempuran militer sangatlah besar, mengingat jalur
ini digunakan untuk lalu lintas energi dan perdagangan negara-negara di sekitar kawasan. Dua
faktor ini diharapkan menjadi media bagi pembangunan kepercayaan (trust building) yang
dapat digunakan Indonesia untuk melanjutkan proses penyelesaian sengketa. Kini, target yang
perlu dicapai Indonesia hanya satu, yaitu mewujudkan aturan main (Code of Conduct) di Laut
Tiongkok Selatan. Jika aturan main tersebut disepakati, Indonesia akan mendapat dua
keuntungan sekaligus. Pertama, ancaman sengketa tersebut terhadap pertahanan negara
menjadi hilang. Kedua, peran Indonesia akan diakui secara khusus di tingkat regional ASEAN
dan Peran Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa secara umum di tingkat Internasional,
sehingga akan menaikkan posisi tawar Indonesia sebagai modal untuk memperjuangkan
kepentingan nasional selanjutnya.
JUDUL JURNAL

Indonesian Sea Power and Regional Maritime Security challenges


Marsetio

HANG TUAH UNIVERSITY, INDONESIA Email: spri.marsetio@gmail.com diterima : 15 juli 2017


di setujui : 16 juni 2017

Jurnal ini menjelaskan tentang kekuatan laut Indonesia di laut Tiongkok selatan, adanya
kegentingan di wilayah laut tiongkok selatan , dimana wilayah tersebut merupakan wilayah
yang penting bagi Indonesia karena memiliki sumber daya yang melimpah . Posisi Indonesia
sangatlah strategis karena itu indonesia di harapkan bisa ikut menjaga perdamaian yang ada di
laut Tiongkok selatan.

JUDUL JURNAL

Philippines – China Relations: The Case of the South China Sea (Spratly Islands) Claims
Mark Anthony M. Velasco

De La Salle University-Manila, Philippines mark_anthony_velasco@dlsu.edu.ph di terima :


October 13, 2014 di setujui : November 29, 2014

Jurnal ini menjelaskan tentang kasus laut Tiongkok selatan terutama mengenai kepulauan
spratly, Namun, dalam hubungan antara Filipina dan Cina, kedua negara tidak terhalang oleh
klaim sengketa mereka atas Kepulauan Spratly sebagaimana dibuktikan dalam dua keadaan.
Dari diskusi tentang perkembangan sejarah pada hubungan geopolitik Filipina-Cina, yang
pertama tidak pernah terlibat dalam konfrontasi agresif melalui penggunaan militer dengan
yang kedua. Kedua, secara meyakinkan ditunjukkan bahwa kedua negara mewujudkan upaya
bersama-sama dengan negara-negara penuntut lainnya untuk menggunakan langkah-langkah
hubungan diplomatik. Ini dapat digunakan sebagai indikator bahwa kedua negara mendukung
prinsip-prinsip kerja sama dan diplomasi preventif mengenai sengketa wilayah mengenai
Spratlys.

Melalui langkah-langkah membangun kepercayaan, hubungan antara Filipina dan Cina


melampaui hanya pada perselisihan atas pulau-pulau di Cina Selatan. Sebaliknya, kedua negara
terlibat dalam ikatan ekonomi yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi
regional. Oleh karena itu, dapat diharapkan bahwa kedua negara akan tetap menjadi pengaku
Kepulauan Spratly tetapi dengan upaya untuk melakukan eksplorasi bersama dan eksploitasi
sumber daya yang tersedia di pulau-pulau tersebut melalui penyelesaian damai. Hubungan
antara Filipina dan Cina ini secara optimis diharapkan dapat berkontribusi dalam perdamaian
dan stabilitas regional

Anda mungkin juga menyukai