Anda di halaman 1dari 9

Aspergilus fumigatus

A. Pendahuluan
Aspergilosis pertama kali di laporkan oleh Virchow pada tahun 1956. Sejak itu
banyak kasus yang dilaporkan dari berbagai negara, salah satunya Indonesia. Aspergillosis
didefinisikan sebagai suatu kelompok mikosis yang disebabkan oleh berbagai macam
jamur patogen genus Aspergillus, salah satu jenisnya yang paling banyak menyebabkan
infeksi jamur sistemik yaitu Aspergillus fumigatus.
Infeksi sistemik ini umumnya dapat memperparah kondisi manusia yang
terinfeksi apabila dalam kondisi kekebalan tubuh rendah, sehingga Aspergillus fumigatus
tergolong jamur patogen oportunistik. Konidia jamur ini akan tumbuh dengan baik pada
salah satu bagian tubuh atau organ yang ditempelinya, umumnya dalam paru-paru, sebab
aspergillus memiliki suhu optimum untuk tumbuh dan berkembang pada rentang ± 30 oC,
hampir sama dengan suhu tubuh normal manusia yaitu 36,5-37,2oC
Spesies Aspergillus merupakan jamur yang umum ditemukan di materi organik.
Meskipun terdapat lebih dari 100 spesies, jenis yang dapat menimbulkan penyakit pada
manusia ialah Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger, kadang-kadang bisa juga
akibat Aspergillus flavus dan Aspergillus clavatus yang semuanya menular dengan
transmisi inhalasi.
Aspergillus fumigatus adalah jamur yang ditemukan dimana – mana pada tanaman
yang membusuk. Jamur ini dapat berkelompok kemudian memasuki jaringan kornea
yang mengalami trauma atau luka bakar, luka lain, atau telinga luar (oktitis eksterna).
Aspergillus fumigatus termasuk jamur oportunistik yang dapat menginfeksi salah
satu atau semua dari organ tubuh manusia. Konidia jamur ini seringkali ditemukan di
udara. Parasit endogen ini umumnya dapat menimbulkan penyakit pada manusia dengan
sistem kekebalan yang terganggu.
a. Taksonomi
Berikut taksonomi Aspergillus fumigatus:
Superkingdom : Eukariot
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Subfilum : Pezizomycotiana
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Keluarga : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus fumigatus

B. Morfologi Aspergillus fumigatus

Spesies keluarga Eurotiaceae genus khas Aspergillus ini memiliki morfologi


tertentu yang dapat diidentifikasi secara mikroskopik dan makroskopik. Pada
umumnya, antar Aspergillus sp. dapat dibedakan satu dengan yang lain dari warna dan
bentuk konidianya. Perbedaan warna hifa pada tiap jamur inilah yang digunakan sebagai
parameter karakterisasi yang khas dari tiap spesies Aspergillus sp.
Gambaran mikroskopik dari Aspergillus fumigatus memiliki tangkai – tangkai
panjang (conidiophores) yang mendukung kepalanya yang besar (vesicle). Di kepala ini
terdapat spora yang membangkitkan sel hasil dari rantai panjang spora. A. fumigatus ini
mampu tumbuh pada suhu 37°C (sama dengan temperatur tubuh). Pada rumput kering
Aspergillus fumigatus dapat tumbuh pada suhu di atas 50oC.
Jamur berfilamen ini dapat secara jelas diamati dengan mikroskop dengan
mewarnai konidia jamur menggunakan larutan lactophenol cotton blue yang
sebelumnya telah ditetesi alkohol 70% ke dalamnya. Oleh karena itu, seringkali
penampang mikroskopik Aspergillus fumigatus berwarna kebiruan.
C. Siklus Hidup
Aspegillus fumigatus mempunyai suatu haploid genome yang stabil, dengan tidak
mengalami siklus seksual. A. fumigatus bereproduksi dengan pembentukan conidiospores
yang dilepaskan ke dalam lingkungan. A. fumigatus ini mampu tumbuh pada suhu 37°C
(sama dengan temperatur tubuh). Spesies Aspergillus secara alamiah ada dimana-mana,
terutama pada makanan, sayuran basi, pada sampah daun atau tumpukan kompos.
Konidia biasanya terdapat di udara baik di dalam maupun di luar ruangan dan sepanjang
tahun. Aspergillus juga bisa tumbuh di daun-daun yang telah mati, gandum yang
disimpan, kotoran burung, tumpukan pupuk dan tumbuhan yang membusuk lainnya.
D. Penyebaran
Melalui inhalasi konidia yang ada di udara.

E. Penyakit
Patofisiologi ABPA sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Pada
pejamu yang alergi, keberadaan Aspergillus fumigatus di paru menimbulkan aktivasi sel
limfosit T, sitokin, pelepasan imunoglobulin dan mengundang sel inflamasi lain. Inflamasi
lokal yang terjadi dapat menyebabkan produksi mukus, hiperreaktivitas bronkus dan
bronkiektasis. Spora aspergillus sangat kecil berukuran 3-5 µm sehingga akan dapat
mencapai saluran napas distal jika spora atau miselia ataupun antigen aspergillus tersebut
terhirup.
Mekanisme tubuh pertama kali yang berperan untuk mengatasinya adalah aktivasi
innate immune response pada saluran napas yang terdiri dari opsonisasi oleh sistem
komplemen dan sIgA ataupun fagositosis oleh makrofag alveolar. Seiring dengan itu,
mekanisme bersihan mukosilier oleh kerja sel epitel bersilia dibantu oleh mukus juga aktif
dengan membawa spora/miselia tersebut ke saluran napas atas untuk 8-10 ditelan atau
dibatukkan. Pada kelompok dengan fibrosis kistik, lapisan mukus menjadi kental dan
terjadi pula disfungsi mekanisme bersihan mukosilier jalan napas sehingga mengganggu
proses bersihan spora dan akhirnya spora mudah terdeposisi dan berkembang dalam
saluran napas. Zat proteolitik yang dihasilkan aspergillus juga dapat mengganggu bersihan
saluran napas dan merusak pertahanan sel epitel.
Jika terjadi kolonisasi, aspergillus akan berkembang dan tumbuh sehingga antigen
yang dihasilkan semakin banyak. Sel dendritik merupakan sel utama yang mengolah dan
mempresentasikan spora dan miselia antigen (antigen presenting cell). Selama proses
tersebut sel dendritik akan mengeluarkan sitokin dan juga mempresentasikan antigen
jamur ke sel T melalui major histocompatibility complex class II. Pada pejamu normal
terjadi aktivasi sel T helper 1 (Th1) ataupun sel Th2. Respons sel Th1 ditandai dengan
aktivasi makrofag dan aktivasi netrofil, juga menginisiasi produksi antibodi imunoglobulin
G (IgG) dan imunoglobulin A (IgA) yang memproteksi terhadap infeksi aspergillus.
Pada pejamu yang memiliki bakat alergi dapat terjadi aktivasi Th2 yang
berlebihan dan menghasilkan sitokin dan imunoglobulin yang memicu terjadinya inflamasi
alergi. Hal ini terjadi pada pejamu yang alergi terhadap aspergillus dan pada ABPA. Sel
Th2 yang teraktivasi akan menghasilkan sitokin yang berperan memicu aktivasi respons
imun alergi. Interleukin (IL)-4 merupakan salah satu sitokin penting. Sitokin ini
berhubungan dengan konversi isotipe imunoglobulin (Ig) pada sel B sehingga
menghasilkan IgE, berhubungan dengan ekpresi molekul adhesi sel pada sel endotel dan
molekul ligan adhesi sel vaskuler pada eosinofil dan juga ekpresi Fc reseptor IgE dan
IgApada eosinofil.
Imunoglobulin E akan mengaktivasi sel mast jika mengikat antigen aspergillus,
bersama dengan IL-5 kemokin yang dihasilkan sel mast akan merekrut eosinofil. Eosinofil
merupakan sel yang dianggap memiliki peran penting pada ABPA. Degranulasi sel mast
dan eosinofil akan memicu pelepasan mediator vasodilator dan bronkokonstriksi. Sel B
dan sel T yang teraktivasi akan masuk ke dalam sirkulasi limfatik dan melepas sitokin ke
sirkulasi sistemik. Interleukin-4 dalam sirkulasi sistemik akan memicu produksi IgE dan
serum total IgE akan jauh meningkat melebihi kadar aspergillus-spesifik IgE. Antibodi IgE
dan IgG spesifik aspergillus juga dapat dideteksi dalam sirkulasi sistemik.

F. Diagnosa
Dari berbagai pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut :
 Jumlah eosinofil meningkat
 Kadar antibodi IgE meningkat (kadar IgE total dan IgE khusus untuk aspergillus)
 Tes kulit antigen aspergillus
 Antibodi aspergillus positif
 Rontgen dada menunjukkan adanya infiltrasi dan bayangan yang mengerupai jari
tangan
 CAT scan dada menunjukkan adanya bronkiektasis sentral atau sumbatan lendir
 Pewarnaan dan biakan dahak untuk jamur
 Bronkoskopi disertai pembiakan dan biopsi transbronkial
 Biopsi paru (jarang dilakukan).

G. Pengobatan
Prinsip pengobatan yang disebabkan oleh jamur Aspergillus fumigatus adalah
dengan menghilangkan jamur dan sporanya yang terdapat dalam tubuh.
Penderita ABPA diobati sesuai proses penyakitnya, karena ABPA terjadi akibat
proses hipersensitivitas, maka respon alergi harus dikurangi. Meskipun ABPA terjadi
karena pemakaian kortikosteroid terus-menerus, namun pengobatannya juga
menggunakan kortikosteroid, namun dengan oral, bukan lagi inhalasi. ABPA yang kronik
memerlukan antijamur semisal itraconazole yang dapat mempercepat hilangnya infiltrat.
ABPA yang berbarengan dengan sinusitis alergik fungal memerlukan tindakan operasi
jika terdapat polip obstruktif. Kadang-kadang dapat juga dibilas dengan amfoterisin
untuk mempercepat peyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Jawetz. E , Melnick & Adelberg.1996. Microbiologi Kedokteran, edisi 20, 631 – 632, EGC,
Jakarta.
Zaini, Jamal. 2013. Allergic Brochopulmonary Aspergillosis. Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia.
Cockrill BA, Hales CA. 1999. Allergic bronchopulmonary aspergillosis. Annu Rev Med.

Anda mungkin juga menyukai