Laporan Khusus Bab I-V
Laporan Khusus Bab I-V
PENDAHULUAN
1
S1. MLQ dari S1 kemudian diolah untuk mendapatkan Kina Bisulfat (B2). PT SIL
menetapkan untuk proses isolasi B1 dapat mengambil minimal 60% kina dari total
kandungan kina pada ekstrak encer, sedangkan 40% sisanya terbawa oleh MLQ
B1. Untuk proses isolasi S1, standar yang ditetapkan perolehan kina pada S1
minimal 25%, sedangkan 15% sisanya terbawa oleh MLQ S1.
1.3 Tujuan
Tujuan dari tugas khusus ini adalah mengevaluasi proses isolasi S1 dan
mengidentifikasi permasalahan yang menyebabkan yield kina pada MLQ S1
belum mencapai angka optimal.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PT. Sinkona Indonesia Lestari mengolah kulit kina menjadi garam kina dan
turunannya. Memproduksi garam kina dikerjakan oleh tiga unit, yaitu: unit
penggilingan dan ekstraksi, unit pengolahan dan unit alkaloid. Kulit kina dari
gudang dikirim ke unit penggilingan dan ekstraksi untuk digiling menjadi serbuk,
kemudian diekstrak menggunakan pelarut toluena. Ekstrak encer kemudian
dikirim keunit pengolahan untuk dipekatkan dengan menguapkan toluena yang
masih tersisa, kemudia senyawa kina diisolasi secara bertahap membentuk kina
bisulfat (B1/B2/B3) dan Kina Sulfat (S1/S2). Kina bisulfan dan kina sulfat
kemudian diolah menjadi garam kina dan dimurnikan. Sisa-sisa MLQ kemudian
dikirim ke unit Alkaloid untuk isolasi senyawa sinkonin dan sinkonidin.
3
Isolasi kina di PT SIL menggunakan toluena sebagai pelarut organiknya.
Kulit kina yang telah digiling menjadi serbuk kemudian di ekstraksi menggunakan
toluena di unit penggilingan dan ekstraksi. Ekstrak encer kemudian dikirimkan ke
unit pengolahan untuk dipekatkan dan meghasilkan ekstrak pekat. Isolasi B1
menggunakan ekstrak pekat dilakukan dalam reaktor berpengaduk pada suhu
70oC. natrium sulphate water (NSW) dan H2SO4 ditambahkan hingga pH
mencapai 3 kemudian larutan diaduk selama 30 menit. pH dan total alkaloid
larutan diuji dengan titrasi asam-basa. Jika pH dan total alkaloid sudah mencapat
nilai yang diinginkan, pengadukan dihentikan dan larutan didiamkan selama 15
menit hingga larutan membentuk 2 lapisan. Lapisan bawah merukan ekstrak I
yang kemudian dikeluarkan dari reaktor dan diendapkan untuk membetuk Kristal
selama 4 hari atau 96 jam, kemdian di sentrifugasi untuk memisahkan Kristal B1
dari MLQ B1. Lapirsan atas yang merupakan toluena dengan sisi senyawa kina
ditambahkan NSW untuk diambil kembali kinanya. Larutan akan membentuk dua
lapisan kembali. Lapisan bawah atau Ekstrak II dikeluarkan dari reaktor dan
nantinya akan digunakan untuk lot berikutnya.
MLQ B1 yang masih mengandung senyawa kina akan diolah kembali untuk
diambil senyawa kinanya. Proses ini dinamakan isolasi S1. Untuk satu lot isolasi
S1, dibutuhkan 2 lot MLQ B1. Dengan cara memasukan MLQ B1 kedalam
reaktor dan ditambahkan MLQ S1 kemudian diaduk pada temperatur 80oC.
Larutan Na2CO3 10% ditambahkan hingga pH larutan mencapai 6-7, kemudian
didiamkan selama 30 menit lalu didinginkan hingga temperatur ± 40 oC. Kristal S1
kemudian dipisahkan dari MLQ S1 menggunakan alat centrifuge. Kemudian
Kristal S1 digunakan untuk pembuatan kina bisulfat (B2) dan MLQ S1 diproses di
unit alkaloid untuk dijadikan sinkonin dan sinkonidin.
Secara keseluruhan, isolasi senyawa kina secara bertahap di unit pengolahan
berturut-turut menghasilkan B1, S1, B2, S2, dan B3. Block flow diagram
pengolahan B1, S1, B2, S2, dan B3 dapat dilihat pada Gambar 2.1.
4
Ekstrak MLQ B1 MLQ S1 Unit alkaloid
Isolasi B1 Isolasi S1
encer
Kristal B1
Pembuatan KC mentah
Kristal S1
MLQ S2
Isolasi B2 Isolasi S2
Kristal
B2
Kristal S2
MLQ S3
Isolasi B3
Kristal
B3
Gambar 2.1 Block Flow Diagram Isolasi B1, S1, B2, S2, dan B3
5
BAB III
METODOLOGI
Mulai
Hasil
6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Evaluasi Log Book Proses Isolasi Kina Bisulfat dan Kina Sulfat
Evaluasi log book proses isolasi dilakukan berdasarkan neraca massa kina
dari proses isolasi kina bisulfat (B1) dan kina sulfat (S1). Jumlah kina pada kristal
dan MLQ kemudian dibandingkan dengan jumlah input kina pada ekstrak encer,
sehingga didapatkan yield kina. Hasil pengolahan data log book periode Januari
2019 – Maret 2019 dapat dilihat dari Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Rata-rata perolehan kina PT. Sinkona Indonesia Lestari
Selama proses isolasi kina B1, tidak seluruhnya kandungan kina dapat
diekstrak sehingga dilakukan proses isolasi secara bertahap. Namun, pada tahap
isolasi masih terdapat loss process yang diakibatkan oleh terbawanya kandungan
kina bersama toluene selama proses evaporasi. Nilai loss process pada kina
bisulfat (B1) dapat dilihat pada Tabel 4.2
7
Tabel 4.2 Nilai Loss Process pada Isolasi Kina Bisulfat (B1)
4.2 Pembahasan
Tabel 4.1 menunjukan data hasil dari isolasi B1 dan S1, yaitu perolehan
kina pada kristal dan perolahan kina pada MLQ. Pada isolasi B1, total perolehan
kina pada kristal tidak 100% yang menandakan adanya loss selama proses
berlangsung. Hal ini terjadi karena kina yang masih tersisa dalam toluena setelah
ekstraksi dengan asam sulfat. Kina yang tersisa pada toluene ini nantinya akan
diekstrak kembali menjadi ekstrak II dan digunakan kembali pada isolasi B1 lot
berikutnya.
Standar yang ditetapkan oleh PT. SIL untuk isolasi B1 adalah perolehan
kina di kristal B1 minimal 60%, dan perolehan kina di MLQ B1 maksimal 40%.
Dari data pada Tabel 4.1, rata-rata perolehan kina dari bulan Januari hingga Maret
2019 belum memenuhi syarat yaitu 58,144% kina pada kristal dan 24,440% kina
pada MLQ. Hal tersebut disebabkan adanya loss process pada bagian pemisahan
lapisan toluene dan lapisan asam.
Sedangkan pada proses isolasi S1, standar yang ditetapkan oleh PT. SIL
adalah perolehan kristal S1 minimal 25% dan perolehan kina pada MLQ S1
maksimal 15%. Dari Tabel 4.1, rata-rata perolehan kina di kristal S1 sebesar
11,503%. Perolehan kina pada kristal S1 masih cukup jauh dari standar yang
ditetapkan. Hal ini terjadi karena adanya loss sehingga nilai yield kina pada MLQ
B1 (bahan baku pembuatan kristal S1) masih belum memenuhi standar yang
ditetapkan.
Pada proses isolasi B1 dan S1, terdapat banyak variabel tak terkontrol
yang dapat mempengaruhi perolehan kina. Salah satu variabel yang tak terkontrol
pada proses isolasi S1 adalah kandungan kina dalam input MLQ B1 yang
8
menyebabkan input proses berubah-ubah. Selain itu, hal lain yang menjadi
pengaruh pada proses isolasi S1 adalah larutan Na2CO3 yang digunakan dalam
isolasi S1. Dalam instruksi kerja yang diberikan, larutan Na2CO3 yang di
tambahkan adalah 10% wt. Namun pada kenyataannya operator mencampurkan 1
karung (sekitar 50 kg) Na2CO3 kemudian dilarutkan dalam 100 L air yang mana
hal ini tidak sesuai dengan instruksi kerja.
Pada Tabel 4.1 juga ditunjukkan standar deviasi perolehan. Standar deviasi
menunjukkan terdapat ketidakkonsistenan data. Variabel input proses berupa
kadar kina dalam MLQ B1 dan MLQ S1 yang tidak tetap atau tidak dapat
dikontrol. Hal tersebut disebabkan hasil analisis lab pada kadar kina di variabel
input baru dapat keluar paling cepat satu hari setelah proses produksi sehingga
komposisi variabel input tidak dapat dikontrol.
9
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan evaluasi pada data log book yang telah dilakukan, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Evaluasi pada proses isolasi B1 dan S1 dari log book unit pengolahan pada
periode Januari – Maret 2019 didapatkan rata – rata yield kina pada Kristal B1
sebesar 58,144%, rata – rata yield kina MLQ B1 sebesar 24,440%, rata – rata
yield kina pada Kristal S1 sebesar 11,503% dan rata – rata yield kina pada
MLQ S1 sebesar 17,233%.
2. Yield yang didapatkan tidak sepenuhnya sesuai dengan target. Ketidaksesuaian
tersebut disebabkan karena kandungan kina pada input tidak dapat dikontrol.
3. Konsentrasi Na2CO3 yang ditambahkan oleh operator pada proses isolasi S1
tidak sesuai dengan intruksi kerja. Larutan Na2CO3 yang digunakan memiliki
konsentrasi 50% (w/w), sementara pada Intruksi Kerja larutan Na2CO3 yang
digunakan seharusnya memiliki konsentrasi 10% (w/w).
5.2 Saran
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan
adalah sebagai berikut :
1. Larutan Na2CO3 yang diberikan sebaiknya sesuai dengan intruksi kerja,
yaitu 10% (w/w).
2. Penambahan H2SO4 sebaiknya lebih diperhatikan kembali dan disesuaikan
dengan Intruksi Kerja.
3. Pada proses pengolahan B1 seharusnya diberikan waktu jeda 30 menit
setelah penambahan Na2CO3, dan H2SO4 sebelum proses titrasi sampel
agar bahan kimia tersebut dapat bereaksi dengan baik.
4. Pengecekan pH dan penambahan NaOH sebaiknya disesuaikan dengan
Intruksi Kerja. Untuk mempermudah pengukuran volume larutan NaOH
yang akan ditambahkan sebaiknya digunakan gelas ukur 1000ml.
10
11