Anda di halaman 1dari 9

POTENSIAL MEMBRAN DAN POTENSIAL AKSI

Semua sel tubuh punya potensial listrik yang melintasi membran yakni sel syaraf dan otot.
Kedua sel itu dapat dirangsang oleh impuls elektrokimia sehingga dapat menghantarkan
sinyal sepanjang membran.

Fisik dasar potensial membran

1. Potensial membran yang disebabkan oleh difusi

Konsentrasi K dalam membran tinggi ( hal ini disebabkan karena gradien konsentrasi ion
kalium dari dalam sel keluar sel besar). Mula-mula ion K berdifusi keluar sehingga muatan
positif keluar selanjutnyan elektropositif di luar sementara elektronegatif di dalam (karena
anion-anion negatif tetap tertinggal dan menolak ion K kembali ke dalam. Perbedaan
potensial dalam hal ini berkisar 94 mV dengan keadaan negatif di dalam membran serat

2. Potensial membran syaraf sewaktu istirahat

Potensial di dalam serat adalah 90 mV lebih negatif daripada potensial dalam cairan ekstrasel
di luar.

Transport aktif ion Na dan ion K melalui membran Na-K.

Semua membran sel tubuh punya pompa Na-K (dengan Na keluar dan K ke dalam).

– Pompa elektrogenik menyebabkan muatan positif lebih besar keluar daripada ke dalam.

– Pompa Na-K menyebabkan gradien konsentrasi besar untuk Na, K

Asal potensial membran istirahat normal :

a. Kontribusi potensial difusi kalium. Jika ion K satu-satunya faktor penyebab potensial
istirahat, potensial istirahat dalam serat – 94 mV

b. Kontribusi difusi Na melalui membran syaraf. Bila membran sangat permiabel terhadap K
+, permiabel terhadap Na+ sedikit dan dalam keadaan itu difusi K+ jauh lebih berperan
terhadap potensial membran ( K+ 100 kali dari Na+ ) yaitu sebesar -86 mV

c. Kontribusi pompa Na+ – K+ . Pompa Na- K mengakibatkan penambahan derajat


negativitas (-4 mV) di dalam.

Potensial membran istirahat, serat otot lurik besar dan syaraf besar = -90mV, pada serat
syaraf, otot kecil- otot polos, neuron SSP potensial membran -40 sampai dengan -60 mV.

(Guyton, 1997)

Potensial Aksi Syaraf

Sinyal syaraf dihantarkan melalui potensial aksi yang mengakibatkan perubahan cepat pada
potensial membran. Urutan tahap potensial aksi:
1. Istirahat

Membran dikatakan terpolarisasi karena ada potensial membran negatif yang besar.

2. Tahap depolarisasi

Membran permiabel terhadap ion Na sehingga Na+ mengalir ke dalam akson selanjutnya
potensial naik ke arah positif dan terjadilah depolarisasi. Serat syaraf besar melampaui batas
sehingga sedikit positif. Hal ini berlawanan dengan neuron SSP

3. Tahap repolarisasi

Setelah tadi membran permiabel terhadap Na, saluran Na tertutup dan saluran K terbuka lebih
dari normal sehingga terjadi difusi K+ dan repolarisasi membran. Nilai ambang terjadinya
potensial aksi adalah -65mV

Penjalaran potensial aksi. Dimulai dari kenaikan permiabilitas Na+ yang menyebabkan
muatan positif di dalam serat syaraf dan kenaikan voltase dalam serat bermielin sedalam 1-3
mm di atas ambang untuk mulai potensial aksi selanjutnya saluran Na terbuka. Proses
depolarisasi terjadi di seluruh serat yakni impuls syaraf atau otot.

(Guyton, 1997)

MEKANISME UMUM KONTRAKSI OTOT

a. Potensial aksi berjalan sepanjang syaraf motorik sampai ke ujungnya pada serat otot

b. Pada tiap ujung, saraf mensekresi substansi neurotransmiter, yaitu asetilkolin dalam jumlah
sedikit

c. Asetilkolin bekerja setempat pada membran serat otot membuka banyak saluran
bergerbang asetilkolin melalui molekul-molekul protei dalam membran serat otot.

d. Saluran asetilkolin terbuka menyebabkan ion Na+ masuk ke dalam membran dan potensial
aksi berjalan sehingga terjadi depolarisasi membran serat otot dan secara dalam potensial aksi
tersebut serat otot. Retikulum sarkoplasma banyak melepas ion Ca ke dalam miofibril. Ion Ca
memiliki kekuatan menarik antara aktin dan miosin sehingga terjadi proses kontraksi.

( Guyton, 1997)

EKSITASI OTOT RANGKA

Sekresi asetilkolin oleh terminal saraf. Impul saraf di sambungan neuromuskular


menyebabkan kurang lebih 25 kantong akan dilepas ke celah sinaps kemudian asetilkolin
ditangkap reseptor pada membran otot dan hal itu akan membuka saluran ion bergerbang ase
sehingga banyak ion masuk terutama Na+ ke dalam potensial lempeng akhir dan terjadi
potensial aksi ( Guyton, 1997)

KEJANG
Kejang adalah suatu gerakan anggota tubuh yang tidak disadari, dan ditimbulkan oleh
kontraksi sebagian atau seluruh otot-otot tubuh. Kontraksi otot-otot secara spontan ini tidak
dikendalikan dan biasanya disebabkan suatu rangsangan terhadap susunan syaraf.

Patofisiologi kejang kelangsungan hidup sel atau organ didapatkan dari hasil metabolisme.
Sedangkan bahan untuk metabolisme otak terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke
otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan H2O. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
permukaan dalamnya adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal,
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+ ) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+ ) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl- ). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel
neuron terdapat keadaaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim Na- K- ATP ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran
ini dapat diubah dengan adanya : a) perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, b)
rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari
sekitarnya, c) perubahan patofisiologi dari membran sendiri. Pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terlepasnya muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Perlu diketahui bahwa tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang
seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C sedangkan dengan anak
yang mempunyai ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada sushu 410C atau lebih.
Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebuh sering terjadi pada
pada ambang kejang yang rendah. ( Hasan, 2005 )

Selain itu di tingkat membransel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimia,
termasuk berikut ini : a) instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan, b) neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dn apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan, c) kelainan polarisasi
(polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan
oleh kebaikan asetikolin atau defisiensi GABA. d) ketidakseimbangan ion yang mengubah
keseimbangan asam basa atau elektrolit. ( Sylvia, 2006)

Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat.
( Hasan, 2005).
Klasifikasi kejang dibagi menjadi kejang parsial dan generalisata berdasarkan apakah
kesadaran utuh atau lenyap. Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya corteks
serebrum. Gejala kejang ini bergantung pada lokasi fokus di otak. Kejang parsial memiliki
ciri kesadaran utuh walaupun mungkin berubah fokus di satu bagian tetapi dapat menyebar ke
bagian seni. Kejang parsial dibagi atas parsial sederhana dan parsial kompleks.

Sedangkan untuk kejang generalisata mempunyai ciri khas dengan hilangnya kesadaran, tidak
ada awitan fokal, bilateral dan simetrik, tidak suara. Kejang generalisata melibatkan seluruh
korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral
dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai
kejang fokal.

Terdapat beberapap tipe kejang generalisata, antara lain : 1) kejang absence ynag ditandai
dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebih dari beberapa detik.
Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak, awitan jarang dijumpai setelah usia 20
tahun. Serangan mungkin menghilang setelah pubertas, dan digantikan dengan kejang tipe
lain, terutama tonik-klonik. 2) kejang tonik-klonik adalah epilepsi kejang yang klasik. Kejang
ini diawali dengan hilangnya kesadaran secara cepat. Kejang tonik-klonik demam atau yang
biasa disebut dengan kejang demam, paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5
tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hiperemia yang muncul secara
cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri . kejang ini umunya singkat dan
biasanya terdapat predisposisifamilial. Pada beberapa kasus kejang dapat berlanjut melewati
masa anak, dan anak mungkin mengalami kejang non-demam pada tahap
kehidupanselanjutnya. 3) kejang mioklonik, kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas
pada beberapa otot atau tungkai dan ecnderung singkat. 4) kejang atonik, hilangnya secara
mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh. 5) kejang klonik, gerakan menyentak,
repetitif, tajam, lambat, tunggal, atau multiple padabegian lengan, tungkai, atau torso. 6)
kejang tonik, peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, (kontraksi) ) wajah dan tubuh
bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai.

Manifestasi klinis. Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Mungkin
kadang tersirat pertanyaan bahwa kejang demam salah satu gejalanya dapat mengarah pada
epilepsi. Untuk menjawab hal ini, maka Livingstone membuat kriteria dan membagi kejang
demam atas 2 golongan, yaitu : 1) kejang demam sederhana dan 2) epilepsi yang diprovokasi
oleh demam. Kriteria tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menegakkan diagnosis
kejang demam sederhana, antara lain : 1) umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2) kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit 3) kejang bersifat umum
4) kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5) pemeriksaan saraf
sesudah dan sebelum kejang normal 6) pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu
sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan 7) frekuensi bangkitan kejang di dalam 1
tahun tidak melebihi 4 kali. ( Hasan, 2005 )
Diagnosis banding kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis,
ensefalitis, abses otak dan lainnya. ( Hasan, 2005 )
EPILEPSI
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak
secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.

Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 2 kelompok :

1) epilepsi idiopatik yang penyebabnya belum diketahui pasti dan merupakan penyebab dari
50% epilepsi pada anak, dimana awitannya pada usia lebih dari 3 tahun.

2) epilepsi simtomatik. Penyebab epilepsi dibedakan berdasarkan kelompok yaitu :

a) kelompok usia 0-6 bulan biasanya disebabkan karena : 1) kelainan intra-uterin, yang dapat
disebabkan oleh gangguan migrasi dan diferensiasi sel neuron 2) kelainan selama persalinan
berhubungan dengan asfiksia dan perdarahan intrakranial, biasanya kelainan maternal,
misalanya hipotensi, eklamsia 3) kelainan kongenital, dapat disebabkan oleh kromosom
abnormal, radiasi 4) gangguan metabolik, misalnya hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia, dan defisiensipiridoksin 5) infeksi susunan saraf pusat, misalnya ensefalitis,
meningitis.

b) kelompok usia 6 bulan – 3 tahun, biasanya disebabkan oleh cedera kepala, gangguam
metabolik, serta degenerasi serebral primer dapat terjadi oleh gangguan enzim yang
diturunkan secara genetik.

c) kelompok anak-anak sampai remaja biasanya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit
dan abse otak yang frekuensinya sampai 32 %, yang meningkat setelah tindakan operasi.

d) kelompok usia muda terjadi dikarenakan cedera kepala yang merupakan faktor primer,
disusul tumor otak dan infeksi

e) kelompok usia lanjut biasanya karena gangguan peredaran darah otak.

(Harsono, 1996)

Faktor Pencetus dan Ambang Rangsangan Serangan , ini biasanya disebabkan oleh kurang
tidur yang dapat mengganggu aktivitas sel otak; stress emosional;, infeksi dapat disertai
demam, dan demam inilah yang menyebabkan perubahan kimiawi di otak yang dapat
menimbulkan kejang; obat tertentu yang dapat menimbukan serangan kejang seperti obat-
obat antidepresan trisiklik, obat tidur atau fenotiasin; alkohol yang menyebabkan hilangnya
faktor penghambat terjadinya serangan; perubahan hormonal saat menstruasi, stress,
kehamilan; terlalu lelah yang dapat menimbulkan hiperfentilasi dan peningkatan CO2 dalam
darah sehingga menyebabkan penciutan pembuluh darah otak; foto sensitif, sensitif terhadap
kilatan cahaya kisaran 10-15 Hz ( seperti diskotik, pesawat televisi). ( Harsono 1996)
Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan. Sedangkan manifestasi laboratorik berupa kelainan gambaran EEG. Namun
demikian seringkali ditemukan kesulitan dalam menetapkan diagnosis epilepsi, misalnya
pada anak dengan serangan kejang demam yang berulang.

MANIFESTASI KLINIS

Epilepsi umum :

1. Major : Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder.
Epilepsi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi
klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada
tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada
epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan
letak fokus epileptogen pada permukaan otak. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang
kesadaran sehingga aktivitas pasien terhenti. Kemudian pasien mengalami kejang tonik. otot-
otot berkontraksi sangat hebat, pasien terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara
paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan
epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik. Kejang tonik-klonik
berlangsung 2-3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat,
midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara
berangsur-angsur dan pasien dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit
kemudian pasien bangun, termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam.
Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali.

2. Minor : Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang
idiopatik. Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik.
Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat
gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya pasien dapat melanjutkan
aktivitas semula. Bangkitan mioklonus, bangkitan berupa gerakan involunter misalnya
anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian
cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini
sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan akinetik, bangkitan berupa kehilangan
kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga pasien
jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini
(petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang pasien dan disebut trias
Lennox-Gastaut. Spasme infantile, timbul pada bayi 3-6 bulan dan lebih sering pada anak
laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan
otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan
pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi,
tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis
pupil, sianosis dan berkeringat.
Epilepsi parsial:

Bangkitan motorik, fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada
salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Pasien
seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan,
kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Bangkitan sensorik, bangkitan
yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato
sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada
salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu
anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan
dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang. Epilepsi lobus temporalis,
jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat


memastikan diagnosis epilepsi. Ada 4 macam frekuensi gelombang EEG yaitu gelombang
alfa saat bangun tidur, beta aktivitas, theta stress emosi, dan delta saat tidur. Sedangkan
gelombang patologis ada 5 yaitu gelombang runcing, tajam, runcing lambat, runcing
multipel, dan hipsaritmia.

Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan foto polos kepala yang berguna untuk
mendeteksi adanya fraktur tulang tengkorak; CT-Scan, pemeriksaan laboratorium
memastikan adanya kelainan sistemik seperti hipoglikemia, hiponatremia,uremia, dan lain-
lain, juga pemeriksaan psikologis dan psikiatrik.

DIAGNOSIS BANDING

Narkolepsi, serangan hipersomnia yang bisa beberapa hari. Di antara periode hipersomnia
pasien memperlihatkan kesadaran normal (Sidharta, 2003). Kejang demam, kejang demam
terbagi dua, yaitu kejang demam yang sederhana dan kejang demam yang akibat penyakit
lain atau gangguan dalam tengkorak kepala. Histeria, suatu keadaan dimana pasien (biasanya
wanita) mengalihkan pasienan jiwanya ke pasienan jasmani. Ciri-cirinya ialah setiap kali
serangan tak pernah sendirian, selalu ada orang lain di sekitarnya, terutama yang ada
hubungannya dengan konflik emosionalnya. Sinkope, Pada sinkope kesadaran menghilang
karena iskemi otak. Bila hipoksia/iskemi otak berlangsung lama dapat terjadi kejang. Tiga
penyebab utama sinkope ialah refleks vaskular yang abnormal, terganggunya refleks sipatik,
kelainan jantung yang menyebabkan aritmia/asistol.

PENATALAKSANAAN

Tujuan penanggulangan ialah mengatasi/mengendalikan serangan dengan atau tanpa obat,


serta mengurangi/meniadakan dampak psikososial. Pengobatan epilepsi diberikan
berdasarkan jenis epilepsi yang diderita. Beberapa obat epilepsi yang dapat digunakan antara
lain:
1. Grand mal : Phenobarbital, dlantin, mysolin, tegretol, mephenytoin (mesantoin),
mephobarbital, bromide, Na-valproat.

2. Petit mal : Ethosuximide, Na-valproat, clonazepam, trimethadione, paramethadione,


acetazolamide.

3. Lob. Temporalis : Tegretol, diantin, primidon, phenobarbital, mephobarbital, phenacemid.

4. Minor motor : Clonazepam, diazepam, mysoline, Na-valproat, ketogenik diet.

5. Fokal : Dilantin, mysoline, luminal.

6. Spasme infantil : ACTH, mogadon, kotikosteroid ( Sylvia, 2006 )

Untuk penanganan pertama kejang dilakukan :

Pemberian diazepam IV (0,3 mg/kgBB) atau diazepam rectal ( 10kg = 10mg). Apabila kejang
tidak berhenti, tunggu 15 menit, kemudian dapat diulang dosis dan cara yang sama. Apabila
kejang telah berhenti, berikan dosis awal fenobarbital. Untuk pengobatan rumat, 4 jam
kemudian diberikan dosis fenobarbital 8-10 mg/kgBB selama 2 hari dibagi 2 dosis, dan hari
selanjutnya diberikan fenobarbital 4-5 mg/kgBB dibagi 2 dosis.

( Hasan, 2005 )

Anda mungkin juga menyukai