Anda di halaman 1dari 16

FISIOLOGI JANIN

Sewaktu mudigah tumbuh, yolk sac, yang pada permulaan mempunyai peranan dalam
pembentukan dan peredaran darah, hanya berfungsi hingga kehamilan sepuluh minggu.
Limpa, ginjal, hati dan sumsum tulang ikut menghasilkan sel-sel darah. Sesudah kehamilan
16 minggu, sumsum tulang yang menjadi penghasil utama sel-sel darah.

Hemoglobin yang dibuat oleh janin adalah hemoglobin fetal (tipe F) dan hemoglobin
orang dewasa (tipe A). Pembuatan hemoglobin tipe A ini makin lama makin banyak.
Perbedaan diantara kedua tipe hemoglobin ini adalah eritrosit yang mengandung hemoglobin
F mempunyai daya penarik yang lebih tinggi terhadap O2 daripada eritrosit yang
mengandung hemoglobin A dalam keadaan pO2 dan pH darah yang sama.

Pada kehamilan 8-10 minggu pembuluh darah janin mulai terbentuk. Dengan alat –
alat modern dewasa ini, seperti fetal electrocardiography dan ultrasonografi dapat diketahui
sedini mungkin apakan jantung janin telah berdenyut atau belum. Umumnya denyut jantung
dicatat pada minggu ke 12 sedangkan dengan stetoskop Laenec baru dapat terdengar pada
kehamilan 20 minggu.

Janin mempunyai basal metabolic rate (BMR) yang tinggi, sehingga lebih banyak
membutuhkan oksigen dibandingkan dengan bayi yang telah lahir. Hal ini dapat diatas
dengan konsentrasi hemoglobin fetus in utero yang lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi hemoglobin pada bayi yang baru lahir. Daya penarik oksigen meningkat untuk
mengatasi anemia fisiologik pada ibu.

Dalam beberapa minggu setelah dilahirkan, keadaan darah janin in utero kembali ke
yang lazim yang ditemukan pada orang dewasa. Hal ini terjadi oleh karena sel darah merah
neonatus kurang lama dapat bertahan dibandingkan dengan eritrosit orang dewasa, disamping
menurunnya kapasitas sumsum tulang menghasilkan eritrosit. Hemolisis yang terjadi, segera
setlah bayi dilahirkan , menimbulkan hiperbilirubinemia dan ikterus neonatorum.
Dikemukakan bahwa sepertiga dari bayi-bayi yang dilahirkan ditemukan ikterus fisiologik
ini. Ini disebabkan oleh karena ketidakmampuan hepar untuk meniadakan sampah
hemoglobin itu. Lebih-lebih pada bayi yang prematur.
Pernapasan

Barcroft mempelajari pusat pernapasan janin. Janin dalam kandungan telah


mengadakan gerakan-gerakan pernapasan, yang dapat dipantau dengan ultrasonografi. Pusat
pernapasan ini dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam tubuh janin
itu. Apabila saturitas oksigen meningkat hingga melebihi 50% maka terjadi apnoe, tidak
tergantung pada konsentrasi karbon dioksida. Bila saturasi oksigen menurun, maka pusat
pernapasan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan karbondioksida. Pusat itu menjadi
lebih sensitif bila kadar oksigen turun dan saturasi oksigen mencapai 25%.

Keadaan ini dipengaruhi oleh sirkulasi uteroplasenter (pengaliran darah antara uterus
dan plasenta). Apabila terdapat gengguan pada sirkulasi uteroplasenter sehingga saturasi
oksigen lebih menurun, misalnya pada kontraksi uterus yang tidak sempurna, eklamsia dan
sebagainya, maka terdapatlah gangguan-gangguan dalam keseimbangan asam basa janin
tersebut, dengan berakibat dapat melumpuhkan pusat pernapasan janin.

Pada permukaan paru-paru yang telah matur ditemukan lipoprotein yang berfungsi
untuk mengurangi tahanan pada permukaan alveoli dan memudahkan paru-paru berkembang
pada penarikan napas pertama oleh janin. Pengembangan paru-paru ini disebabkan oleh
adanya tekanan negatif di dalam dada lebih kurang 40 cm air, karena tekanan paru-paru
waktu lahir, sewaktu bayi menarik napas pertama kali.

Adanya lipoprotein tersebut di atas, khususnya kadar lesitin yang tinggi,


mencerminkan paru-paru tersebut telah matur. Pada waktu partus per vaginam, khususnya
pada waktu badan melalui jalan lahir, paru-paru seakan tertekan dan diperas, sehingga cairan-
cairan yang mungkin ada di jalan pernapasan dikeluarkan secara fisiologik dan mengurangi
adanya bagian-bagian paru-paru yang tidak berfungsi segera oleh karena tersumbat.

Sirkulasi

Mula-mula darah yang kaya oksigen dan nutrisi yang berasal dari plasenta, melalui
vena umbilikalis, masuk ke dalam tubuh janin. Sebagian besar darah tersebut melalui duktus
venosus Arantii akan mengalir ke vena kava inferior pula. Di dalam atrium dekstra sebagian
besar darah ini akan mengalir secara fisiologik ke atrium sinistra, melalui foramen ovale yang
terletak di antara atrium dekstra dan atrium sinistra. Dari atrium sinistra, selanjutnya darah ini
akan mengalir ke ventrikel kiri yang kemudian dipompakan ke aorta. Hanya sebagian kecil
darah dari atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan bersama-sama dengan darah yang
berasal dari vena kava superior. Karena terdapat tekanan dari paru-paru yang belum
berkembang, sebagian besar darah dari ventrikel kanan ini, yang seyogyanya mengalir
melalui arteria pulmonalis ke paru-paru, akan mengalir melalui duktus Botalli ke aorta.
Sebagian kecil akan menuju ke paru-paru, dan selanjutnya ke atrium sinistra melalui vena
pulmonalis. Darah dari aorta akan mengalir ke seluruh tubuh untuk memberi nutrisi dan
oksigenasi pada sel-sel tubuh. Darah dari sel-sel tubuh yang miskin oksigen serta penuh
dengan sisa-sisa pembakaran dan sebagainya kana dialirkan ke plasenta melalui 2 arteria
umbilikalis. Seterusnya diteruskan ke peredaran darah di kotiledon dan jonjot-jonjot dan
kembali melalui vena umbilikalis ke janin. Demikian seterusnya, sirkulasi janin ini
berlangsung ketika janin berada di dalam uterus.

Ketika janin dilahirkan, segera bayi menghisap udara dan menangis kuat. Dengan
demikian, paru-parunya akan berkembang. Tekanan dalam paru-paru mengecil dan seolah-
olah darah terhisap ke dalam paru-paru. Dengan demikian duktus Botalli tidak berfungsi lagi.
Demikian pula, karena tekanan dalam atrium kiri meningkat, foramen ovale akan tertutup,
sehingga selanjutnya foramen tersebut tidak akan berfungsi lagi.

Akibat dipotong dan diikatnya tali pusat, arteri umbilikalis dan duktus venosus Arantii
akan mengalami obliterasi. Dengan demikian, setelah bayi lahir, maka kebutuhan oksigen
dipenuhi oleh udara yang diisap ke paru-paru dan kebutuhan nutrisi dipenuhi oleh makanan
yang dicerna dengan sistem pencernaan sendiri.

Traktus Digestivus

Pada kehamilan empat bulan alat pencernaan ini telah terbentuk dan janin telah dapat
menelan air ketuban dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga dengan demikian janin
membantu pula dalam perputaran air ketuban. Absorbsi air ketuban terjadi melalui mukosa
seluruh traktus digestivus. Bahwa janin menelan air ketuban, dapat dibuktikkan dengan
adanya lanugo, verniks kaseosa di mekonium setelah bayi dilahirkan.

Warna hijau tua pada mekonium disebabkan oleh penghancuran bilirubin. Mekonium
dapat keluar per anum bila hipoksia berat, sehingga usus-usus mengadakan peristaltik,
sedangkan muskulus sfingter ani dalam keadaan lumpuh. Dengan demikian mekonium
mencampuri likuor amnii, yang kemudian berwarna kehijau-hijauan. Juga bila ada tekanan di
dalam uterus yang meningkat hingga menekan isi abdomen, umpamanya pada janin dalam
letak sungsang, mekonium secara mekanik keluar dari anus.
Juga obat yang meningkatkan mekanisme peristaltik pada ibu, dapat pula melalui
plasenta dan memberi akibat yang sama pada janin. Pada umumnya janin menelan rata-rata
450 ml air ketuban setiap harinya.

Hepar janin dalam kehamilan 4 bulan mempunyai peranan dalam hemopoiesis,


demikian pula mulai berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Glikogen mulai disimpan
dalam hati, yang pada akhir triwulan semakin meningkat. Sesudah bayi dilahirkan, simpanan
glikogen ini cepat terpakai. Vitamin A dan D juga disimpan dalam hati.

Sebagian kecil bilirubin diolah oleh hepar janin dan disalurkan ke usus melalui
saluran empedu dimana dioksidasi dijadikan bilverdin. Pigmen inilah yang membuat warna
mekonium kehijau-hijauan. Pada umumnya plasenta dapat meniadakan dengan cepat bekas-
bekas metabolisme bilirubin. Akan tetapi pada keadaan dimana hemolisis darah terlalu cepat,
umpamanya dalam hal eritroblastosis fetalis, mekanisme di plasenta tidak dapat
mengatasinya. Akan timbul hiperbilirubinemia dengan pigmen yang akibatnya dapat
diitemukan dalam air ketuban.

Pankreas telah mulai berfungsi meskipun amat terbatas. Insulin telah dapat
ditemukanpada kehamilan 13 minggu dan produksinya meningkat dengan tuanya kehamilan.
Pada ibu dengan diabetes mellitus tampak adanya hipertrofi sel-sel Langerhans. Akan tetapi,
bukti bahwa insulin janin membantu ibunya dalam hal diabetes mellitus belum ada.

Traktus Urinarius

Glomerulus di ginjal mulai dibentuk dalam korteks renalis pada janin umur 8 minggu.
Jumlahnya pada kehamilan 20 minggu diperkirakan 350.000 dan pada akhir kehamilan
jumlahnya 820.000.

Ginjal janin mulai berfungsi pada kehamilan 3 bulan dan di dalam kandung kencing
janin telah dapat dijumpai air kencing yang kemudian dikeluarkan ke likuor amnii. Air
kencing yang dikeluarkan oleh ginjal janin itu amat hipotonik dan berisi sedikit sekali
elektrolit oleh karena alat ekskresi pada waktu kehamilan adalah plasenta. Pada bayi berumur
3 hari ginjalnya tidak dipengaruhi oleh pemberian air. Baru sesudah 5 hari, ginjal bayi cukup-
bulan maupun yang prematur dapat dipengaruhi oleh pemberian air, seperti pada orang
dewasa.
Assali dan kawan-kawan mengaitkan fungsi ginjal di atas dengan peredaran darah
janin dimana ginjal tidak mendapatkan cukup darah. Baru setelah bayi dilahirkan, tali pusat
diikat, lebih banyak darah mengalir ke ginjal, brulah ginjal dapat berfungsi lebih baik. Pada
umumnya peredaran darah di ginjal dan penyaringan bahan-bahan di glomerulus masih lebih
rendah daripada apa yang ditemukan pada dewasa.

FISIOLOGI IBU

Pada kehamilan terdapat perubahan pada seluruh tubuh wanita, khususnya pada alat
genitalia eksterna dan interna pada payudara (mamma). Dalam hal ini hormon somatotropin,
estrogen, progesteron mempunyai peranan penting seperti telah dikemukakan dalam bab
terdahulu. Perubahan yang terdapat pada wanita hamil adalah sebagai berikut.

Sirkulasi darah

Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta,
uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang membesar pula. Seperti telah
dikemukakan, volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologik. Volume darah
akan bertambah banyak, kira-kira 25 % pada kehamilan 32 minggu, diikuti dengan cardiac
ouput yang meninggi sebanyak kira-kira 30 %.Akibat hemodilusi tersebut, yang mulai jelas
pada kehamilan 16 minggu, ibu yang mempunyai penyakit jantung dapat jatuh ke dalam
keadaan dekompensasio kordis.

Eritropoiesis dalam kehamilan juga meningkat untuk memenuhi keperluan


peningkatan transpor zat yang dibutuhkan dalam kehamilan. Meskipun ada peningkatan
dalam volume eritrosit secara keseluruhan, tetapi penambahan volume plasma jauh lebih
besar sehingga konsentrasi hemoglobin dalam darah menjadi lebih besar. Hal ini tidak boleh
dinamakan anemia fisiologik dalam kehamilan, oleh karena jumlah hemoglobin pada wanita
hamil dalam keseluruhannya lebih besar daripada sebelum hamil.

Jumlah leukosit meningkat sampai 10.000 per ml dan produksi trombosit pun
meningkat pula.

Gambaran protein dalam serum berubah; jumlah protein, albumin dan gamma globulin
menurun dalam triwulan pertama dan baru meningkat secara perlahan-lahan pada akhir
kehamilan, sedangkan betaglobulin dan bagian-bagian fibrinogen terus meningkat. Laju
endap darah pada umumnya meningkat sampai empat kali, sehingga dalam kehamilan tidak
dapat dipakai sebagai ukuran. Segera setelah post partum, sirkulasi antara uterus dan plasenta
berhenti, sejumlah darah untuk sirkulasi umum akan membebani jantung dan bila ada visium
kordis akan timbul dekompensasio kordis. Setelah partus dapat pula terjadi hemokonsentrasi
dengan puncaknya pada hari ke 3-5 postpartum. Hal ini juga harus diperhatikan jika
berhadapan dengan ibu yang menderita visium kordis. Dengan adanya hemokonsentrasi dapat
diduga bahwa ada konsantrasi trombosit sehingga dapat dimengerti mengapa ada
kecenderungan ke arah tromboflebitis postpartum.

 Sindrom kompresi atau penekanan aorto caval (Aorto Caval compression syndrome)

Sindrom hipotensi pada posisi telentang(supine hypotension syndrome)

 Derajat kompresi atau penekanan


Tergantung pada posisi telentang yang mengakibatkan obstruksi komplit atau hampir
komplit, dan posisi lateral yang mengakibatkan obstruksi sebagian. Pada orang hamil,
kalau posisi telentang maka uterus jatuh ke bawah, padahal di bawahnya terdapat vena
cava inferior yang mudah tertekan (karena dindingnya lebih tipis sehingga mudah
kolaps) sehingga pengisian jantung menurun mengakibatkan stroke volume menurun
sehingga cardiac output juga ikut menurun yang berakibat hipotensi.
 Dapat terjadi sejak minggu 13-16 dari kehamilan
 Berkurang segera setelah kepala janin turun ke pintu atas panggul
 Kompresi vena cava inferior yang mengakibatkan aliran balik vena menurun
 Kompresi aorta
Setinggi lordosis (lengkungan ke dalam ) dari vertebra lumbalis (L3-L5) pada posisi
telentang. Juga terjadi peningkatan tahanan dari pembuluh darah karena aliran darah
dari jantung meningkat.
 Aliran darah
Pada ekstremitas atas tidak ada perubahan, pada uterus berkurang 20% dan pada
ekstremitas bawah berkurang hingga 40%. Terdapat perbedaan tekanan darah di tangan
dan kaki. Dimana pada tangan lebih tinggi dikarenakan aliran darah tidak sampai ke
bawah.
Perfusi pada uterus tidak terlalu dipengaruhi dibandingkan dengan ekstremitas bawah.
Tekanan vena uterina (di uterus) lebih rendah daripada tekanan vena femoralis.
Kompresi vena cava tidak mengobstruksi aliran balik keluar vena uterina melalui vena-
vena ovarian (di ovarium).
Pada posisi telentang bradikardi dan hipotensi didahului oleh takikardi sebagai
kompensasi. Ini terjadi akibat dari sangat menurunnya aliran balik vena yang tidak
dapat dikompensasi sistem kardiovaskular.
Sistem respirasi

Seorang wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh tentang
rasa sesak dan pendek napas. Hal ini ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas, hal ini
karena usus-usus tertekan oleh uterus yang membesar ke arah diafragma, sehingga diafragma
kurang leluasa bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat kira-kira 20
%, seorang wanita hamil selalu bernapas lebih dalam dan bagian toraks nya juga melebar ke
sisi, yang sesudah partus kadang-kadang menetap jika tidak dirawat dengan baik.

Traktus digestivus

Pada bulan-bulan pertama kehamilan terdapat perasaan enek (nausea). Mungkin ini
akibat kadar hormon estrogen yang meningkat. Tonus otot-otot traktuus digestivus menurun,
sehingga motilitas seluruh traktus digestivus juga berkurang. Makanan lebih lama berada di
dalam lambung dan apa yang telah dicernakan lebih lama berada dalam usus-usus. Hal ini
mungkin baik untuk resorbsi, akan teapi menibulkan pula obstipasi yang memang merupakan
salah satu keluhan pada waniat hamil. Tidak jarang juga dijumpai pada bulan-bulan pertama
kehamilan gejala muntah (emesis). Biasanya terjadi pada pagi hari, dikenal sebagai morning
sickness. Emesis, bila terlampau sering dan terlalu banyak dikeluarkan disebut hiperemesis
gravidarum.

Traktus Urinarius

Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang
mulai membesar, sehingga timbul sering kencing. Keadaan ini hilang dengan makin tuanya
kehamilan bila uterus gravidus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, bila
kapala janin mulai turun ke bawah pintu atas panggul, keluhan sering kencing akan timbul
lagi karena kandung kencing tertekan kembali.

Dalam kehamilan ureter kanan dan kiri membesar karena pengaruh progesteron. Akan
tetapi ureter kanan lebih membesar daripada ureter kiri, karena mengalami lebih banyak
tekanan dibandingkan dengan ureter kiri. Hal ini disebabkan karena uterus lebih sering
memutar ke arah kanan. Akibat tekanan pada ureter kanan tersebut, lebih sering dijumpai
hidroureter dekstra atau pielitis dekstra.

Di samping sering mencing di atas terdaat pula poliuria. Poliuria disebabkan oleh
adanya peningkatan sirkulasi darah di ginjal pada kehamilan, sehingga filtrasi glomerulus
meningkat. Reabsorbsi ddi tubulus tidak berubah, sehingga lebih banyak dapat dikeluarkan
urea, asam urat, glukosa, asam amino dan asam folat dalam kehamilan.

ANESTESIA OBSTETRIK

Evaluasi penderita kebidanan


Nyeri selama persalinan kala I adalah akibat dilatasi serviks dan kontraksi uterus.
Serabut saraf sensoris dari uterus, servik dan vagina bagian atas berjalan melalui ganglion
Frankenhauser yang berada di lateral servik menuju pleksus pelvikus dan kemudian ke dalam
pleksus iliaka interna medialis dan superior. Dari sini,serabut saraf berjalan ke dalam rantai
simpatis lumbal dan thoracic bawah untuk kemudian masuk ke dalam spinal cord untuk
bergabung dengan saraf T10 sampai T12 dan L1. Pada awal persalinan rasa nyeri akibat
kontraksi uterus disebarkan terutama melalui T11 dan T12.
Nyeri pada kala II berasal dari pelebaran vulva dan perineum. Daerah ini dipersarafi
oleh saraf pudendus, cabang periferal dari nervus tersebut memberikan inervasi sensorik pada
perineum, anus, vulva dan klitoris. Nervus Pudendus berjalan di bawah permukaan posterior
ligamentum sacrospinosum. Serabut sensoris nervus Pudendus berasal dari rami ventralis
nervus S2 sampai S 4.
Perubahan fisiologik yang diutamakan adalah selama proses persalinan aktif.
Kebutuhan O2 naik sampai 100 % dan curah jantung naik 80 % di atas nilai sebelum
persalinan. Ini adalah akibat autotransfusi plasenta sebanyak 300-500 ml darah selama
kontraksi uterus. Tekanan vena sentral naik 4-6 cm H2O akibat kenaikan sementara volume
darah ibu.
Perubahan denyut jantung janin (DJJ) bisa terjadi selama proses persalinan, yaitu
meningkat atau menurun. Variasi normal DJJ adalah 110-160 kali / menit. Adanya
peningkatan merupakan suatu tanggapan normal terhadap rangsangan ini, namun bila terjadi
penurunan bisa merupakan pertanda gawat janin.
Pertimbangan anestetik selama kehamilan
Gerakan diafragma. Gerakan diafragma ke bawah terganggu oleh adanya pembesaran uterus.
Selama proses bernapas, gerakan dada memegang peranan penting. Terutama pada kehamilan
ganda, hidramnion atau kehamilan normal pada wanita kecil.
Aliran darah. Curah jantung akan meningkat selama kehamilan. Uterus makin lama makin
besar, penekanan pada vena kava inferior akan menurunkan aliran balik ke jantung sehingga
curah jantung dan tekanan darah bisa menurun secara dramatis. Hal ini terutama terjadi
bilamana si ibu berbaring terlentang atau yang biasa disebut sebagai sindroma kkompresi
kaval. Keadaan ini dapat diatasi dengan cara memiringkan si ibu.
Perubahan biokimia. Kehamilan biasanya disertai oleh alkalosis respiratorik akibat dari
hiperventilasi. Pada periode akhir dari kehamilan dan awal pasca kelahiran, kolinesterase
serum menurun dan kadang-kadang sangat rendah. Akibatnya si ibu sangat sensitif terhadap
obat pelumpuh otot golongan depolarisasi.
Perpindahan obat melaui plasenta. Perpindahan obat narkotik melalui plasenta bisa
mengakibatkan depresi bayi setelah lahir. Morfin atau derivatnya hendaknya dihindarkan
apabila kelahiran dapat diatasi dalam 2 jam. Pada awal kelahiran bayi, observasi secara ketat
harus dilakukan untuk melihat adanya gejala depresi pernapasan. Apabila diperlukan analgesi
narkosis, maka dapat diberikan melalui vena umbilikalis.
Eter, Halothane, Enflurane, Isoflurane dan N20. Pemberian zat anestetik inhalasi uap seperti

Blok Pudendal

Indikasi

 Persalinan sungsang spontan pervaginam atau dengan menggunakan peralatan


 Episiotomi dan perbaikan robekan perineum
 Kraniotomi
 Plasenta manual

Peringatan

 Pastikan bahwa pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap lignocain dan obat lain
yang berhubungan
 Jangan menyuntikkan lignocain ke dalam pembuluh darah

Teknik:
1. Digunakan jarum no 22 sepanjang 15 cm didalam tabung pengarah jarum (lowa
trumpet). Tabung pengarah jarum dengan ujung berlubang yang memungkinkan
keluarnya ujung jarum no 22 sepanjang 1-1,5 cm untuk mencapai nervus pudendus
2. Dua jari dimasukkan ke dalam vagina mengarah pada spina ischiadica kiri
3. Tabung pengarah jarum dengan jarum di dalamnya dimasukkan ke dalam vagina
dengan menelusuri cekungan antara jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri mengarah
ke bagian medial dan bawah spina ischiadica
4. Jarum di dalam tabung pengarah ditekan masuk agar keluar sepanjang 1 cm sehingga
menembus ligamentum sacrouterina
5. Dilakukan aspirasi untuk memastikan bahwa tidak ada pembuluh darah yang tertembus
6. Dilakukan infiltrasi 10 ml lignocaine 0,5 %
7. Jarum ditarik masuk ke dalam gtabung pengarah dan tindakan yang sama dilakukan
pada sisi sebelah kanan. Setelah 3- 4 menit kemudian dilakukan pengujian keberhasilan
anestesi dengan menjepit vulva bagian posterior

Kesulitan

 Bila kepala janin sudah engage jauh ke dalam pintu atas panggul

Komplikasi:

 Toksisitas sistemik akibat injeksi langsung ke dalam pembuluh darah.


 Hematoma akibat tertembusnya pembuluh darah(terutama pada pasien dengan
gangguan pembekuan darah)
 Infeksi

Modifikasi:

- Blok pudenda dapat dilakukan tanpa menggunakan tabung pengarah jarum

- Blok pudenda dapat dilakukan transperineal

Blok Paraservikal

Penghilang rasa nyeri pada persalinan kala 1 yang efektif, namun pada kala II perlu
analgesia tambahan oleh karena tidak terdapat blokade dari nervus pudendus. Digunakan
injeksi lidokain atau chlorprocaine 1 % 5-10 ml diinjeksikan di bagian forniks lateral pada
posisi jam 10-8-2-4.
Indikasi:

 Dilatase dan kuretase


 Manual vacum aspirasi

Peringatan:

 Pastikan tidak ada riwayat alergi lidokain


 Jangan menyuntik ke dalam pembuluh darah
 Komplikasi maternal: hematoma dan infeksi
 Komplikasi janin: fetal bradikardi

Infiltrasi Nervus Perineus

Infiltrasi nervus perineus dilakukan dengan menggunakan jarum no 22 panjang 7,5 cm.
Digunakan larutan lignocaine 0,5-1 % sebanyak 20 ml. Jarum ditusukkan ke dalam
commisura posterior dan dengan pola menyebar. Analgesia akan efektif dalam 3 menit dan
bertahan selama 45-90 menit.

Blokade Spinal (Subarachnoid)

Sejak waktu yang lama sudah digunakan metode memasukkan obat anestesi ke dalam ruang
subarachnoid untuk mengatasi rasa nyeri persalinan.

Keuntungan:

 Prosedur pelaksanaan singkat


 Onset blokade saraf berlangsung dengan cepat
 Angka keberhasilan tinggi

Kontraindikasi:

 Hipotensi maternal yang bersifat refrakter


 Koagulopathia maternal
 Pengobatan dengan heparin BM rendah dalam 12 jam terakhir
 Bakteremia yang belum diobati
 Infeksi kulit pada daerah punggung yang akan ditusuk
 Kenaikan tekanan intrakranial akibat tumor kepala
Komplikasi:

 Hipotensi (blokade simpatis yang menyebabkan vasodilatasi)


 Nyeri kepala pasca tindakan (berkurangnya cairan cerebrospinal)
 Pruritus
 Gagal
 High Spinal Block(akibat dosis obat anestesi yang besar)
 Kemikal meningitis atau abses / hematoma epidural

Blokade Epidural

Tindakan untuk memasukkan obat anestesi ke dalam ruang epidural.Ruang epidural


berisi jaringan kendor,lemak,saluran limfe dan pleksus venosus.meski umunya anestesi hanya
diberikan berupa satu kali injek,namun kadang-kadang dapat dilakukan pula dengan
memasukkan kateter sehingga dapat diberikan obat anestesi secara intermiten.

Faktor yang menyebabkan asfiksia atau mendepresi janin

Pada umumnya, kesejahteraan bayi baru lahir rendah sering karena pengaruh zat
anestetika dan analgetika lokal pada pemberian yang terlalu besar. Karena zat tersebut mudah
melewati sawar plasenta. Hal ini karena bersifat mudah larut dalam lemak, berat molekulnya
kecil (kurang dari 1000 g/mole), sukar terionisasi, sukar diikat oleh protein plasma.
1. Zat anestetika parenteral
Zat ini digunakan untuk induksi atau hipnosis atau analgesi. Misalnya tiopenton 4
mg/kg BB, diazepam 0,1 mg/kg BB, petidin 1 mg/kgBB, diberikan intravena. Pada
pemberian dosis klinis ini pengaruh terhadap bayi sangat minimal. Tetapi efeknya nyata
pada bayi prematur atau yang berat badannya tidak sesuai dengan umur kehamilan. Bila
tiopenton diberikan sampai 8 mg/kgBB dapat menyebabkan bayi baru lahir terlambat
waktu mulai menangis, tidak bernafas, dan refleks protektif menurun. Ketamin diberikan
lebih dari 2 mg/kgBB akan menyebabkan sulit nafas, karena rigid otot nafas. Pemberian
diazepam lebih dari 0,2 mg/kg BB menyebabkan hipotoni, hipotermi dan hipoaktiviti.
Dosis petidin melebihi 2 mg/kgBB akan menyebabkan hipoventilasi dan asidosis
respiratorik.
2. Zat anestetika inhalasi
Saat ini zat anestetika inhalasi yang sering dipergunakan di beberapa kota besar
Indonesia yaitu halotan, enfluran, isofluran dan dinitrogen oksida, sedangkan di kota kecil
masih digunakan eter dan kloretil.
Pengaruh terhadap bayi tergantung pada dosis yang diberikan dan masa mulai
induksi sampai bayi lahir. Makin besar dosis dihirup makin nyata efek depresi, dan makin
lama masa mulai induksi sampai bayi lahir makin besar pengaruhnya pada bayi. Misalnya
pemberian dinitrogen oksida melebihi 70% atau mulai induksi sampai bayi baru lahir lebih
dari 20 menit menimbulkan asfiksia. Perbandingan pemberian dinitrogen oksida dengan
oksigen yang aman adalah tidak melebihi 70% : 30%
Golongan zat anestetika berhalogen seperti halotan, enfluran dan isofluran yang
diberikan dengan dosis kecil, kurang dari 1 volume %, sebagai zat anestetika penambah
pada pemberian dini trogenoksida. Pada dosis ini, tidak mendepresikan janin. Bahkan
dapat memperbaiki sirkulasi utero-plasenta dan perfusi oksigen ke janin.
Di kota kecil ,dimana fasilitas anestesi masih terbatas, eter masih digunakan.
Keuntungan eter adalah mempunyai efek hipnosis dan analgesi kuat. Karena eter cepat
melewati sawar plasenta, maka konsentrasi yang diberikan jangan melebihi 2 volume %,
sebelum bayi lahir. Pada kosentrasi lebih besar menyebabkan bayi tidur dan kurang
tanggap terhadap rangsangan menangis.
3. Zat pelumpuh otot
Zat ini dipergunakan untuk mempermudah intubasi endotrakea, dan mempermudah
kerja operator. Hampir semua zat pelumpuh otot sukar melewati sawar plasenta, kecuali
galamin. Hal ini karena zat pelumpuh otot mudah terionisasi dan berat molekul lebih
besar. Pengaruh terhadap otot lurik bayi hampir tidak ada ,pada pemberian dosis klinis.
Dosis klinis suksinilkolin 2 mg/kg BB, digunakan untuk mempermudah intubasi. Jangan
diberikan lebih dari 10 mg/kg BB , akan menimbulkan kelumpuhan otot lurik bayi baru
lahir.
4. Analgetika lokal
Teknik analgesia regional yang biasa dilakukan pada pasien obstetri adalah blok
spinal, epidural, kaudal, dan paraservikal.
Pengaruh langsung analgetika lokal terhadap bayi tergantung pada teknik dosis yang
diberikan dan macam zat analgetika yang digunakan. Blok paraservikal sering
menimbulkan bradikardi pada janin, karena zat analgetika cepat diabsorpsi dan langsung
masuk sirkulasi utero-plasenta. Sedangkan blok subaraknoid, efeknya tidak ada, karena
pada teknik ini dosis yang dipakai sangat kecil.
Daya tiap zat analgetika lokal menembus sawar plasenta berbeda beda. Hal ini
karena sifat keterikatan pada protein plasma tidak sama. Misalnya mepivakain lebih
mudah melewati sawar plasenta dibandingkan dengan bupivakain. Sehingga pengaruh
mepivakain terhadap janin lebih kuat dibandingkan dengan bupivakain.
5. Insufisiensi sirkulasi utero-plasenta
Penurunan sirkulasi utero-plasenta bisa menyebabkan gangguan kesejahteraan janin.
Pada tahap awal timbul hipoksia dan asidosis respiratorik. Bila tidak segera diatasi, akan
diikuti asfiksia dan asidosis metabolik dan akan diakhiri dengan kematian janin.
Gangguan ini dapat terjadi pada ibu yang mengalami:
 Hipotensi yang disebabkan oleh obstruksi aorto-kava pada ibu yang berbaring
terlentang, blok simpatis selama analgesia regional, hipovolemia, dan perdarahan
antepartum
 Vasokontriksi pembuluh darah uterus karena hipokarbia ,manipulasi uterus yang
lama, kontraksi uterus kuat dan lama, dan pemberian vasokontriktor (kecuali
efedrin).

Komplikasi pada ibu


Kemungkinan komplikasi pada ibu selama anestesi dan analgesia regional harus
diperhitungkan.Keadaan ini dapat menurunkan kesejahteraan janin, bahkan terjadi kematian
ibu. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1. Aspirasi paru
Aspirasi isi lambung atau cairan lambung ke dalam paru yang disebabkan oleh
regurgitasi atau muntah, dapat menimbulkan obstruksi dan/atau pneumonitis kimia akut.
Kelainan ini dikenal dengan Sindroma Mendelson. Gejalanya yaitu dispneu atau
takipneu, takikardia, sianosis, dan suara mengik. Pada kasus berat dapat timbul sembab
paru akut atau gagal napas akut.
Kemungkinan aspirasi pada pasien obstetri lebih mudah terjadi karena faktor yang
tidak menguntungkan. Hal ini karena terdapat penurunan tonus sfingter gastroesofageal,
pengosongan lambung lebih lambat , produksi cairan lambung lebih banyak dan lebih
asam , dan tekanan lambung pada saat tertentu lebih tinggi.
Aspirasi lebih sering terjadi selama tindakan anestesi. Komplikasi ini dapat terjadi
pada saat induksi dan intubasi, mendorong uterus guna mempercepat proses kelahiran
bayi, dan ekstubasi. Kejadian ini bisa terpantau atau secara diam diam.
Karena keadaan ini , maka lebih menguntungkan memilih teknik analgesia regional
untuk pasien obstetri. Bila teknik anastesi umum dipilih maka pencegahannya harus
dilakukan dengan cara:
 Mengurangi sekresi cairan lambung dengan pemberian ranitidin 50-100 mg atau 300
mg simetidin intramuskular 2 jam atau 1 jam intravena sebelum induksi.
 Menaikkan pH cairan lambung dengan pemberian elmusi antasid 30 ml atau sodium
sitrat 0,3 mole 1-2 jam sebelum induksi
 Intubasi endotrakea
 Induksi cepat dengan perasat sellick
 Ekstubasi pasien sudah sadar
2. Gangguan respirasi
Gangguan respirasi terjadi karena trauma pada saluran nafas waktu intubasi
endotrakea , kesukaran intubasi , hipoventilasi karena obat narkotika atau anestetika.
Trauma dan infeksi pada saluran nafas atas lebih muda terjadi waktu intubasi
endotrakea pada ibu hamil, karena pembuluh darah di mukosa lebih melebar dan
hiperemis. Maka intubasi harus dilakukan secara halus ,alat –alat yang steril , dan pipa
endotrakea yang lebih kecil dari biasa.
Kesukaran intubasi lebih sering terjadi pada ibu hamil. Hal ini karena glandula
mammaenya lebih besar, keadaannya sembab mukosa saluran nafas atas, penekanan
kartilago krikoid berlebihan, posisi pasien agak miring, pasien sudah tertutup oleh kain
operasi , dan keterampilan anastesi yang kurang.
Resiko hipoksia pada pasien obstetri lebih mudah terjadi karena kapasitas residu
fungsional yang lebih rendah dan konsumsi oksigen meningkat sampai 20%. Resiko
hipoksia lebih sering terjadi pada intubasi yang sukar dan lama atau pemberian obat
narkotika.
Pasien obstetri lebih sensitif terhadap zat anestetika inhalasi karena kadar hormon
progesteron lebih tinggi. Juga waktu induksi lebih cepat karena kapasitas residu fungsional
lebih rendah sampai 20% dan volume semenit ventilasi lebih besar. Sehingga overdosis
yang tidak diperkirakan bisa terjadi.
Upaya pencegahan hipoksia dilakukan dengan pre-oksigenisasi dengan oksigen
100%, 3-5 menit sebelum induksi dan intubasi. Bila hipoventilasi maka nafas harus
dibantu dan diberikan oksigen. Kalau terjadi aspirasi ke dalam paru, segera jalan nafas
dibersihkan, berikan bronkodilator dan kortikosteroid, bila perlu diintubasi dan nafas
dibantu dikendali dengan ventilator
3. Gangguan kardiovaskular
Salah satu gejala kardiovaskular tidak adekuat adalah hipotensi. Keadaan ini,
dijumpai pada perdarahan hebat yang tiba- tiba, obstruksi aorto-kava, blok simpatis karena
analgesia subaraknoid atau epidural, dan depresi vasomotor karena anestesi yang dalam.
Jumlah perdarahan normal pada persalinan sekitar 300 ml, bedah sesar 500 ml. Pada
keadaan ini, biasanya tanpa gejala hipotensi. Tetapi perdarahan melebihi 15 % jumlah
darah ibu, gejala hipotensi akan tampak bila tidak segera diatasi dengan pemberian infus
garam berimbang atau plasma ekspander atau transfusi darah. Karena perdarahan terjadi
secara cepat, maka sebelum melakukan analgesia regional atau anestesi perlu terpasang
infus dengan kanula intravena yang berdiameter besar (nomor 18- 16 G). Dengan cara ini,
pemberian infus yang cepat dapat segera dilakukan.
Vena kava inferior dan aorta dapat tertekan oleh uterus terhadap tulang belakang,
bila ibu berbaring terlentang, akibatnya darah balik ke jantung berkurang. Sebagai
kompensasi, terjadi vasokonstriksi pembuluh darah tepi. Bila obstruksi parsial dan
mekanisme kompensasi cukup, gejala hipotensi tidak tampak. Biasanya hanya disertai
perubahan denyut jantung janin. Kalau obstruksi vena kava inferior cukup kuat, sehingga
darah balik turun lebih dari 30%, sindrom hipotensi saat terlentang akan tampak.
Gejalanya adalah pusing, keringat dingin, pucat, enek, muntah, bradikardi, dan hipotensi.
Upaya pencegahan obstruksi aorto-kava yaitu mencegah ibu berbaring terlentang,
meninggikan bokong kanan atau memiringkan meja operasi 20-30 derajat ke kiri.
Hipotensi dapat disebabkan vasodilatasi pembuluh darah tepi oleh blok simpatis
pada analgesia subaraknoid, epidural, dan kaudal. Juga akibat reaksi sistemik zat
analgetika saat analgesia epidural, kaudal dan paraservikal. Vasodilatasi juga dapat
disebabkan oleh depresi vasomotor selama anestesi yang dalam.
Gangguan kardiovaskular terjadi lebih berat bila faktor tersebut timbul bersamaan.

Anda mungkin juga menyukai