DISUSUN OLEH:
MOCHAMMAD HAFITD THORIQI (6130018038)
QUDDUS SALAM (6130018039)
NABILA YUSMAWATI (6130018040)
DOSEN:
MUHAMMAD SYAIKHON, SHI., MHI.
1304854
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................ i
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
BAB II................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
B. Imam Madzab Empat (A’immah al-Mazahibil Arba’ah) ..... Error! Bookmark not
defined.
D. Antara Ikhtilaf (Perbedaan) dan Tafarruq (Perpecahan) ...... Error! Bookmark not
defined.
PENUTUP ........................................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 18
B. Saran ..................................................................................................................... 18
i
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan, industrialisasi dan modernisasi,
telah mengakibatkan perubahan-perubahan sosial yang amat cepat. Perubahan
sosial antara lain meningkatnya perilaku seks sebelum menikah, kehamilan di luar
nikah yang dilakukan oleh remaja. Akibat berubahnya nilai-nilai kehidupan
keluarga dan masyarakat menjadikan masa remaja menjadi masa yang tidak begitu
menguntungkan. Terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, praktik aborsi yang
dapat membawa resiko kematian pada remaja. Rendahnya pemenuhan hak-hak
reproduksi dapat diketahui dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI),
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Bawah Lima Tahun (AK
Balita). Masalah kesehatan reproduksi bagi perempuan, termasuk perencanaan
kehamilan dan persalinan yang aman secara medis juga harus menjadi perhatian
bersama, bukan hanya kaum perempuan saja karena hal ini akan berdampak luas
dan menyangkut berbagai aspek kehidupan yang menjadi tolok ukur dalam
pelayanan kesehatan. Problem pemahaman mengenai kesehatan reproduksi juga
dialami para remaja. Berdasarkan survey kependudukan tahun 2007, Indonesia
masih memiliki angka pernikahan dini yang sangat tinggi dengan rata-rata 19,1
tahun usia pernikahan. Ini dikarenakan 20,9% remaja perempuan telah hamil diluar
nikah, 38,75 melakukan seks bebas (Uyun, 2013). Survey kesehatan reproduksi
remaja putri di beberapa kota besar menunjukkan selama tahun 2011 terdapat 41%
telah melakukan hubungan seksual sebelum nikah.
Data tingginya angka perniikahan dini, kasus hamil di luar nikah, tingkat aborsi,
dan orang terinfeksi HIV/AIDS menunjukkan fakta yang memprihatinkan, terlebih
realitas ini dialami kaum muda sebagai generasi bangsa. Remaja adalah masa
penting dalam perjalanan kehidupan. Masa ini membutuhkan tanggung jawab
secara sosial lebih tinggi untuk menuju pada masa dewasa dan kematangan.
Idealnya remaja menjadi generasi yang membanggakan, benar-benar menikmati
seluruh perjalanan masa remajanya dengan menyenangkan. Remaja belajar dengan
segala hal secara sungguh-sungguh untuk mengembangkan segala potensi yang
dimiliki.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana faktor resiko kesehatan terhadap wanita secara medis?
b. Bagaimana kesehatan wanita dalam keluarga menurut medis dan islam?
c. Bagaimana konsep kesehatan reproduksi wanita secara medis maupun islam?
d. Bagaimana langkah-langkah menjaga kesehatan reproduksi wanita menurut
medis dan islam?
C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui faktor resiko kesehatan terhadap wanita secara medis
b. Mengetahui kesehatan wanita dalam keluarga menurut medis dan islam
c. Mengetahui konsep kesehatan reproduksi wanita secara medis maupun islam
d. Mengetahui langkah-langkah menjaga kesehatan reproduksi wanita menurut
medis dan islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
berhak memilih dan perempuan adalah yang dipilih. Sebagian lagi
menganggap bahwa: “karena laki-laki yang bertanggungjawab
terhadap nafkah keluarga, maka dialah yang berhak memilih,
demikian pandangan Watiah dan Tasemi. Pandangan dan sikap
seperti ini sebagian karena pengaruh elit keagamaan yang pernah
mereka dengar. Artinya ada transformasi pandangan dan sikap dari
elit keagamaan terhadap jamaah majlis taklim. Sebagian yang lain
menganggap bahwa, meski mereka dipilih saat menentukan
pasangan namun mereka beranggapan perempuan juga memiliki hak
untuk memilih pasangan. Pandangan yang “maju” beranggapan (dan
memang dalam pengalaman mereka) bahwa harus ada sikap saling
memilih, artinya setara dalam hak memilih pasangan. Bahkan ada
yang merasa merekalah yang memilih. Beberapa dari mereka ingat
dengan yang disampaikan kyai/ ustadz dalam pengajian majlis
taklim ini tentang sabda Nabi Muhammad SAW: “perempuan
dinikahi karena beberapa alasan, karena hartanya, keturunannya/
nasab, karena kecantikannya dan karena agamanya”.
Sebagian sebab munculnya pandangan dan sikap yang
berbeda-beda tersebut karena: pendidikan, pekerjaan, usia dan
pengalaman. Dengan demikian agama tetap berpengaruh pada
mereka selama hal tersebut “sesuai” dengan kondisi mereka.
2. Hak menikmati hubungan Seksual
Konsekuensi logis dari sebuah perkawinan adalah
dilakukannya hubungan seksual oleh pasangan suami isteri. Bagi
suami isteri yang menempuh perkawinan atas dasar suka sama suka
dan keduanya memang sudah sama-sama ingin melakukan
hubungan seks, hal itu tidak jadi masalah bahkan akan selalu
didambakan, karena masing-masing akan merasa penuh kepuasan
dan penuh kenikmatan. Namun lain halnya dengan pasangan suami
isteri yang menempuh perkawinan dengan cara paksa. Bagi mereka
malam pertama akan menjadi pengalaman yang sangat menakutkan
bahkan membuat dia traumatis (selalu takut) setiap kali akan
4
berhubungan. Namun ada juga yang meskipun suami isteri
perkawinan tidak dipaksa, tetapi karena hubungan seks tidak/belum
diinginkan oleh si istri, maka akibatnya istri merasa tak mendapat
perhatian dan perlakuan yang baik dari suami.
Hal demikian disebabkan karena konsepsi mereka tentang
pernikahan, yang menganggap pernikahan sebagai ‘aqd al-tamlik
(kontrak pemilikan), yakni bahwa dengan pernikahan seorang suami
telah melakukan kontrak pembelian perangkat seks (budl’u) sebagai
alat melanjutkan keturunan dari pihak perempuan yang di nikahinya.
Meskipun, sebenarnya agama (Islam) dengan jelas menyatakan
adanya hak perempuan untuk menikmati hubungan seks.
Dalam Al Qur’an dinyatakan:
لهن لباس وأنتم لكم لباس هن
“mereka adalah selimut bagi kamu, dan kamu adalah
selimut bagi mereka”.8 Ayat ini menunjukan adanya posisi yang
setara antara suami isteri, masing-masing sebagai pakaian, dalam
arti yang berfungsi sebagai penghangat dikala suami atau isteri
membutuhkan kehangatan baik fisik maupun psikis. Dalam rangka
melindungi hak isteri untuk menikmati hubungan seksual,
Rasulullah Saw bersabda:
وسلم عليه هللاا صلى هللاا رسول قال أنس عتن: فليصدقها أهله أحدكم جمع اذا, اذاقضي ثم
حاجتها انقض حتى يعزلها فال حاجتها تقضها أن قبل حاجته. يعلى وأبي عبدالرزاق رواه
Dari Anas, Rasulullah bersabda, “Jika seseorang di antara
kamu melakukan hubungan seksual dengan istrinya maka Jika ia
telah menyelesaikan hajatnya (orgasme) sebelum istrinya maka
janganlah melepasnya sebelum si istri menyelesaikan hajatnya.”
(HR. Abdurrazzaq dan Abu Ya’la)
Dengan menunjuk kepada ayat Al Qur’an dan Hadist
tersebut di atas, jelaslah bahwa suami dianjurkan untuk
memperhatikan apakah isterinya ikut menikmati ataukah belum.
Isteri bukan hanya diperlakukan sebagai obyek untuk memuaskan
hasrat suami, melainkan juga sebagai subyek.
2. Wanita sebagai ibu
5
1. Hak Menentukan Kehamilan dan Memiliki Keturunan
Secara kodrati perempuan mengemban tugas reproduksi
umat manusia yang umumnya meliputi mengandung, melahirkan
dan menyusui anak. Dalam al-Qur’an, fungsi kemanusiaan yang
sangat berat ini diapresiasi demikian mendalam dalam surat Al-
Ahqaf (46): 15. Al-Qur’an menegaskan kepada segenap manusia
tentang beban amat berat, beban reproduksi yang dipikul oleh kaum
perempuan, kaum ibu. Dengan itu, lalu muncullah konsepsi dan
kategori hak-hak kaum perempuan/ibu sebagai pengemban fungsi
reproduksi: pertama, hak jaminan keselamatan dan kesehatan. Hak
ini mutlak mengingat resiko sangat besar yang bisa terjadi pada
kaum ibu dalam menjalankan fungsi-fungsi reproduksinya, mulai
dari menstruasi, berhubungan seks, mengandung, melahirkan dan
menyusui. Kedua, hak jaminan kesejahteraan, bukan saja selama
proses-proses vital reproduksi (mengandung, melahirkan dan
menyusui) berlangsung, melainkan juga di luar masa-masa itu dalam
statusnya sebagai istri dan ibu dari anak-anak. Dan ketiga, hak ikut
mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan perempuan
(istri) khususnya yang berkaitan dengan proses reproduksi.
Karena begitu beratnya resiko proses reproduksi yang harus
dijalani dan ditanggung oleh seorang ibu, maka perlu diketahui
siapakah yang berhak mengatur/menentukan kehamilan. Dalam
rangka hak-hak dan kesehatan reproduksi perempuan, seharusnya
memang istrilah yang lebih berhak menentukan apakah dia mau
hamil atau tidak, dia mau punya anak berapa, bahkan alat
kontrasepsi apa yang ingin dia gunakan atau mungkin tidak
menggunakan alat kontrasepsi karena alasan-alasan tertentu.
2. Merawat Anak
Merawat anak, terdiri dari menyusui, menyuapi,
memandikan, mendidik dan sebagainya, adalah termasuk tugas
reproduksi. Akan tetapi, berbeda dengan peran reproduksi seperti
hamil dan melahirkan yang bersifat kodrati dan hanya bisa ditangani
6
oleh ibu, merawat anak adalah tugas reproduksi non-kodrati, yang
pada dasarnya merupakan tanggungjawab bersama, antara bapak
dan ibu anak-anaknya.
Dalam pandangan fiqih konvensional yang mempertautkan
anak sepenuhnya kepada ayah, segala macam pekerjaan merawat
anak adalah tanggung jawab ayah. Dalam hal ini termasuk juga
menyusui. Pekerjaan menyusui hanya ibu yang bisa melakukannya,
tapi biaya susuannya jika harus dikeluarkan adalah tanggung jawab
ayah. Landasannya, kata Masdar, adalah firman Allah dalam Surat
al-Baqarah ayat 233.
7
sekaligus tercela. Seksualitas menjadi hal yang terpuji jika dilakukan dalam
lingkup hubungan yang sesuai syariat, yaitu hubungan antara pasangan laki-
laki dan perempuan yang telah menikah secara sah, bukan antara pasangan
sejenis (homoseksual) atau dengan binatang (zoofilia). Sebaliknya
seksualitas dalam Islam dapat menjadi hal yang tercela jika hubungan
tersebut dilakukan di luar pernikahan, antara pasangan sejenis, atau dengan
binatang.
َسا َء فَا ْعتَزلُوا أَذًى ه َُو قُ ْل ۖ ْال َمحيض َعن َويَ ْسأَلُونَك َ ط ُه ْرنَ َحتى ت َ ْق َربُوهُن َو َل ۖ ْال َمحيض في النْ َۖ ي
َ َ ْث م ْن فَأْتُوهُن ت
طه ْرنَ فَإذَا ُ طهرينَ َويُحب التوابينَ يُحب ّللاَ إن ۚ ّللاُ أ َ َم َر ُك ُم َحي َ َ ْال ُمت
13
Melahirkan dan kehamilan seorang wanita tidak selamanya akan
berjalan mulus, pasti terdapat gangguan-gangguan, baik ringan maupun
berat sudah pasti akan dirasakan. Wanita akan merasakan bermacam-
macam pendeitaan dan kesulitan yang akan terjadi. Meskipun keduanya itu
adalah suatu hal yang didambakan oleh setiap pasangan suami istri, tapi
keduanya juga bukanlah suatu jalan yang mudah. Proses kehamilan yang
kurang lebih sembilan bulan mengandung dengan bermacam-macam
kesulitan bagi wanita selama proses kehamilan sampai peroses melahirkan
tiba.
3. Anjuran Menyusui
Para ilmuwan baru-baru ini menemukan bahwa makanan yang
sempurna untuk bayi adalah air susu ibunya. Makanan ini akan sempurna
apabila sang ibu menyusuinya selama dua tahun penuh. Hal ini sesuai
dengan surat Al Baqarah: 233, yang secara ilmiah berkaitan erat dengan
pembentukan sistem kekebalan tubuh bayi dalam tahun-tahun pertama
kehidupannya.
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, menurut pendapat beberapa ahli tafsir, ibu-ibu yang dimaksudkan
dalam ayat ini ialah perempuan yang diceraikan oleh suaminya dalam
keadaan mengandung, disebabkan ayat ini merupakan sambungan dari ayat
yang sebelumnya, yang membahas tentang cerai (talak). Namun ahli tafsir
yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud ayat ini adalah untuk umum,
yaitu baik seorang istri yang diceraikan oleh suaminya, atau seorang istri
yang sedang menyusui seorang anak, meskipun tidak diceraikan.
Ayat ini juga memberi petunjuk kepada semua istri, ibu, maupun
calon ibu tentang kewajiban dan tanggung jawab seorang ibu kepada
anaknya. Dan pada ayat ini menurut Hamka seakan-akan terdapat sebuah
cerita, yaitu seorang ibu manusia harus menyusukan anaknya, begitu juga
dengan induk/ibu dari binatang-binatang yang membesarkan anaknya
dengan air susu induk itu sendiri dan tidak menyerahkan kepada induk yang
14
lain untuk menyusuan anaknya, dan jika penyusuan tersebut disia-
siakannya, maka berdosalah dia hadapan Allah.
4. Larangan Berzina
Dalam Islam hubungan seksual pranikah dan perselingkuhan
dilarang dan dapat dihukum sesuai syariat. Bahkan negara kita juga telah
memasukkan perihal ini dalam KUHP. Dalam al-Quran perbuatan yang
dilakukan pranikah atau dengan cara perselingkuhan tersebut bukan hanya
dilarang, namun mendekatinya pun dilarang. dari perbuatan tersebut akan
mengakibatkan pebuatan yang sangat keji yaitu aborsi.
Didalam suart an-Nur diterangkan dengan jelas hukuman zina. Dan
pada ayat ini lebih dijelaskan lagi, yaitu “Jangan dekati zina” artinya segala
sikap dan tingkah laku yang dapat membawa kearah zina janganlah
dilakukan. Karena apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan telah
berdekatan, maka susah untuk mengelakkan gelora syahwat yang ada pada
tumbuhnya. Burdua-dua (khalwat) antara permpuan dan laki-laki saja tidak
diperbolehkan karena hal itu termasuk zina. Sebab itu maka seorang
perempuan dilarang memakai pakaian yang dapat membangkitkan syahwat:
Kaasiatin Ariatin; berpakaian tapi seolah-olah telanjang, you can see! Selain
itu seperti adanya film-film, gambar-gambar, majalah-majalah telanjang,
porno, nyanyian-nyanyian yang berisi ajakan buruk.
15
Selain itu, disarankan untuk tidak menggunakan sabun khusus kewanitaan
yang mengandung alkohol, pewangi, atau antiseptik. Sabun jenis tersebut dapat
menyebabkan iritasi dan membunuh bakteri normal di vagina.
Selain itu, cukupi juga kebutuhan cairan tubuh dengan mengonsumsi sekitar
8 gelas air per hari. Jika Anda suka mengonsumsi kafein, batasi agar tidak melebihi
2 cangkir kopi per hari.
3. Kelola stres
Jika Anda sering merasa stres, coba lakukan relaksasi atau hal-hal yang
membuat Anda senang. Misalnya, jalan-jalan, olahraga, atau mencoba pijatan, atau
yoga.
Jagalah agar berat badan tetap ideal atau sesuai dengan indeks massa tubuh
(IMT). Berat badan berlebih (obesitas) atau justru terlalu rendah dapat mengganggu
ovulasi dan produksi hormon yang mengatur kesuburan seorang wanita.
16
5. Lakukan kebiasaan sehat lainnya
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam adalah agama yang mengatur dan memberi nilai tentang hak dan
kesehatan reproduksi perempuan. Pemahaman terhadap nilai/ ajaran Islam
berpengaruh pada pilihan pandangan dan sikap ummatnya. Pemahaman yang
mendominasi adalah pemahaman yang bercorak fiqhiyyah masa lalu, yang tidak
semuanya relevan dengan kondisi saat ini.
Pemahaman terhadap hak dan kesehatan reproduksi (sebagaimana mereka
ketahui/ pahami) secara umum bersifat patriarkhis, dan hal ini diperkuat oleh
pilihan pemahaman keagamaan. Dalam hal lain masih menganggap perempuan/
istri sebagai pribadi yang tergantung pada laki-laki/ suami. Sehingga suami ‘nyaris’
sepenuhnya yang menentukan hak dan kesehatan reproduksi perempuan. Di sisi lain
mereka menganggap perempuan/ istri adalah makhluk domestic
(bertanggungjawab pada hal-hal yang terkait dengan internal kerumahtanggaan),
sedangkan laki-laki adalah makhluk publik.
B. Saran
sdfsdfwdf
18
DAFTAR PUSTAKA
Mas’udi, M. F., 1997. Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan. Jakarta: Mizan.
Uyun, Z., 2013. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi. s.l.,
Prosiding Seminar Nasional Parenting .
19