Dosen Pembimbing:
Sri Mawaddah, M.A.
Oleh:
Rima Yusfarizal – 180702089
Ega Rosita Urbah – 180702042
Hari Khairuzzaman – 160702036
Penulis
DAFTAR ISI
Sedangkan akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan
yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk-Nya. Sehingga akhlak
kepada Allah dapat diartikan segala sikap atau perbuatan manusia yang dilakukan
tanpa berpikir lagi yang memang ada pada diri manusia sebagai hamba Allah
SWT.
Dalam ilmu tauihid dan tasawuf, akhlak kepada Allah ini disebut dengan
Habluminallah (hubungan makhluk dengan Allah).
Pada hakikatnya iman, taqwa dan ikhlas merupakan bagian implementasi dari
akhlak kepada Allah (bentuk pengaplikasian), yang seharusnya seluruh muslim
harus mengetahui makna sebenarnya dari ketiga aspek diatas, maka dari itu
melalui makalah yang berjudul “Ruang Lingkup Akhlak dan Implementasinya”,
akan memberi sedikit pencerahan tentang ketiga aspek diatas walaupun masih ada
kekurangan dalam materi ataupun referensi.
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap mahmudah atau perbuatan
baik manusia yang pada dasarnya harus dilakukan oleh manusia sebagai makhluk
kepada khaliknya. Keharusan itu sangatlah logis karena begitu banyak nikmat
yang telah Allah berikan pada manusia, dimana dengan nikmat yang telah Allah
berikan itulah manusia dapat menjalani segala aktivitas kehidupannya sebagai
khalifah di muka bumi ini.
Menurut Prof. Dr. Abidin Nata melalui bukunya ada empat alasan mengapa
manusia harus berakhlak kepada Allah. Pertama, karena Allah-lah yang telah
menciptakan manusia dan seluruh alam semesta. Kedua, karena Allah telah
memberikan nikmat panca indera kepada manusia, berupa pendengaran,
penglihatan, akal pikiran dan anggota badan yang kokoh lagi sempurna. Ketiga,
Karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, baik berasal dari air, udara, tanah
dan lain sebagainya. Keempat, karena Allah-lah yang telah memuliakan manusia
dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan. Seperti dalam
firman Allah pada qur’an surat Al-Isra ayat 70 yang artinya “Dan sesungguhnya
telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan lautan,
kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa
tiada Tuhan melainkan Allah. Dan mengakui dan meyakini bahwa Allah memiliki
sifat-sifat terpuji yang jangankan manusia, malaikat saja tidak mempu menandingi
sifat-sifat Allah tersebut.
Ajaran Islam yang bersifat universl harus bisa diaplikasikan dalam kehidupan
individu, masyarakat, berbangsa dan bernegara secara maksimal. Pengaplikasian
tersebut tentu terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang kepada
Tuhan, Rasul-Nya, manusia dan lingkungannya. Khusus aktualisasi akhlak ( hak
dan kewajiban ) seorang hamba kepada Tuhannya terlihat dari pengetahuan, sikap,
prilaku dan gaya hidup yang dipenuhi dengan kesadaran tauhid kepada Allah
SWT, Hal itu bisa dibuktikan dengan berbagai perbuatan amal shaleh, ketaqwaan,
ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT secara ikhlas. Untuk itulah dalam menata
kehidupan, diperlukan norma dan nilai, diperlukan standar dan ukuran untuk
menentukan secara objektif apakah perbuatan dan tindakan yang dipilih itu baik
atau tidak, benar atau salah, sehingga yang dilihat bukan hanya kepentingan diri
sendiri, melainkan juga kepentingan orang lain, kepentingan bersama,
kepentingan umat manusia secara keseluruhan. Dan untuk itulah setiap individu
dituntut memiliki komitmen moral, yaitu spiritual pada norma kebajikan dan
kebaikan.
2.2. Iman
2.2.1. Pengertian iman
Iman berasal dari Bahasa Arab, yaitu dari kata dasar amana yu’minu-imanan.
Artinya beriman atau percaya. Percaya dalam Bahasa Indonesia artinya meyakini
atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu memang benar atau nyata adanya.
Iman dapat dimaknai iktiraf, membenarkan, mengakui, pembenaran yang bersifat
khusus.
Iman itu membentuk jiwa dan watak manusia menjadi kuat dan positif, yang
diwujudkan dalam bentuk perbuatan dan tingkah laku akhlakiah menusia sehari-
hari yang didasari/diwarnai oleh apa yang dipercayainya. Kalau kepercayaannya
benar maka benar dan baik pula perbuatannya, dan begitu pula sebaliknya.
Oleh karena itu Husain bin Muhammad Al-Jisr mengatakan bahwa setiap
orang mukmin adalah muslim, dan setiap orang muslim belum tentu mukmin.
Memang antara percaya kepada Tuhan dan menyerahkan diri dengan ikhlas
kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan, karena keduanya mempunyai hubungan
yang erat, yang satu mendasari dan yang lain melengkapi, menyempurnakan dan
memperkuatnya.
Keimanan itu bukanlah semata-mata ucapan yang keluar dari bibir dan lidah
saja atau semacam keyakinan dalam hati saja. Tetapi keimanan yang sebenar-
benarnya adalah merupakan suatu akidah atau kepercayaan yang memenuhi
seluruh isi hati nurani. Iman juga bukan sekedar amal perbuatan yang secara
lahiriah merupakan ciri khas perbuatan orang-orang beriman. Sebab orang-orang
munafik pun tak sedikit yang secara lahiriyah mengerjakan amal ibadah dan
berbuat baik, sementara hati mereka bertolak belakang dengan perbuatan lahirnya,
apa yang dikerjakan bukan didasari keikhlasan mencari Ridha Allah SWT.
Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Menuturkan bahwa iman adalah membenarkan dan
meyakini Allah sebagai tuhan yang patut disembah. Iman sebenarnya merupakan
jalan untuk memuliakan akal pikiran manusia, dengan cara menerima semua
ketentuan Allah pada setiap sesuatu, baik yang nampak atau tidak nampak, yang
di tetapkan maupun yang di naikan. Iman juga menuntut aktif menggapai hidayah,
mendekatkan diri kepada-Nya, dan beraktifitas selayaknya aktifitas para kekasih-
Nya (hambanya yang saleh).
Yang dimaksud iman kepada Alah adalah membenarkan adanya Allah swt,
dengan cara meyakini dan mengetahui bahwa Allah SWT wajib ada karena
dzatnya sendiri (Wajib Al-wujud li Dzathi), Tunggal dan Esa, Raja yang Maha
kuasa, yang hidup dan berdiri sendiri, yang Qadim dan Azali untuk selamanya.
Dia Maha mengetahui dan Maha kuasa terhadap segala sesuatu, berbuat apa yang
ia kehendaki, menentukan apa yang ia inginkan, tiada sesuatupun yang sama
dengan-Nya, dan dia Maha mengetahui.
Jadi dapat disimpulkan bahwa iman kepada Allah adalah mempercayai adanya
Allah swt beserta seluruh ke Agungan Allah swt dengan bukti-bukti yang nyata
kita lihat, yaitu dengan diciptakannya dunia ini beserta isinya.
Syaikh Hafizh bin Ahmad Hakami mengatakan, yang di maksud iman kepada
malaikat adalah meyakini adanya malaikat, sebagai hamba Allah yang selalu
tunduk dan beribadah.
Makna beriman kepada kitab-kitab Allah yang merupakan bagian dari akidah
mukmin ialah membenarkan secara pasti kalam khusus Allah yang Dia wahyukan
kepada Rasul pilihan-Nya, kemudian disatukan dan dsusun menjadi lembaran-
lembaran atau kitab-kitab suci.
Intinya, Iman kepada kitab-kitab Allah swt ialah meyakini bahwa kitab-kitab
tersebut datang dari sisi Allah SWT yang diturunkan kepada sebagian Rasulnya.
Dan bahwasanya kitab-kitab itu merupakan firman Allah SWT yang Qadim, dan
segala sesuatu yang termuat didalamnya merupakan kebenaran. Dan kita tahu
kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul itu ada empat yaitu kitab Taurat yang
diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, Zabur kepada Nabi Daud
dan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw.
Iman kepada Rasul adalah percaya dan yakin bahwa Allah swt telah mengutus
para Rasul kepada manusia untuk memberi petunjuk kepada manusia.
Jadi, iman kepada hari kiamat adalah mempercayai dengan yakin bahwa Allah
akan membangkitkan manusia dari kuburnya. Kemudian Dia akan
memperhitungkan amalan mereka dan membalas amal perbuatannya sampai yang
berhak masuk surga akan menetap di surga dan orang yang berhak masuk
nerakajuga menetap di dalamnya.
Iman kepada Qadha dan Qadhar adalah percaya bahwa segala hak, keputusan,
perintah, ciptaan Allah SWT yang berlaku pada makhluknya termasuk dari kita
(manusia) tidaklah terlepas dari qadar, ukuran, aturan dan kekuasaan Allah SWT.
Sebagai manusia biasa yang lemah kita harus percaya bahwa segala sesuatu
yang terjadi pada diri kita atas izin Allah SWT, jadi berserah dirilah kepada Allah
SWT, dengan cara berusaha, berdoa dan berikhtiar kepada Allah. Karena Allah
SWT memberi cobaan itu pasti sesuai dengan posisi kita masing-masing, tidak
ada yang kurang atau lebih. Artinya manusia hanya bisa berusaha dan
sesungguhnya Allah SWT yang akan menentukan.
Jadi sebagai seorang mukmin kita wajib percaya kepada rukun-rukun iman
yang akan menjadi benteng yang kokoh dalam kehidupan kita di dunia. Dan kita
memang harus yakin bahwa Alah-lah Tuhan kita, Islam sebagai agama,
Muhammad sebagai Rasul, al-Qur’an sebagai kitabullah dan petunjuk, serta kita
berpegang teguh kepada agama islam, beriman kepada semua yang telah
diciptakan Allah SWT.
Kewajiban kita yang pertama kali sebagai manusia adalah beriman kepada
Allah. Setelah itu beriman kepada yang lain yang jelas telah diperintahkan dalam
Al-Qur’a dan Hadits Nabi.
Dengan iman inilah manusia akan memperoleh martabat yang tinggi dan
tingkatan yang mulia di sisi Allah. Sehingga siapa saja yang beriman kepada
Allah dan para Rasul-Nya maka akan memperoleh pahala yang besar.
a. Syirik,
b. Melakukan sihir,
c. Memakan harta riba,
d. Membunuh jiwa manusia,
e. Memakan harta anak yatim,
f. Melarikan diri dari perang (jihad),
g. Menuduh wanita mukminat yang baik-baik berzina (qadzaf), dan lain
sebagainya.
Pada hakikatnya semua amalan buruk yang tidak disukai dan tidak diridhai
Allah dapat menurunkan kadar keimanan seseorang, maka dari itu istiqomah di
dalam menjaga iman dan belajar untuk menguatkan keimanan sangatlah
diperlukan dan diaplikasikan dalam kehidupan.
2.3. Taqwa
2.3.1. Pengertian taqwa
Taqwa berasal dari kata waqa, waqi dan wiqayah yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi. Maka taqwa dapat diartikan sebagai sikap
memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama islam.
Taqwa secara bahasa berarti penjagaan/ perlindungan yang membentengi manusia
dari hal-hal yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang
yangbertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran
dengan mengerjakan perintah-Nya dan tidak melanggar larangan-Nya karena
takut terjerumus kedalam perbuatan dosa.
Seseorang akan disebut bertaqwa jika memiliki beberapa ciri. Dia seorang
yang melakukan rukun iman dan islam, menepati janji, jujur kepada Allah, dirinya
dan manusia lain dan juga menjaga amanah, Mencintai saudaranya sebagaimana
mencintai saudaranya sendiri. Manusia taqwa adalah sosok manusia yang tidak
pernah menyakiti dan tidak zhalim pada sesama, berlaku adil diwaktu marah dan
ridha, bertaubat dan selalu beristighfar kepada Allah, mengagungkan syi’ar-syi’ar
Allah, sabar dalam kesempitan dan penderitaan, beramar ma’ruf dan nahi munkar,
tidak peduli pada celaan orang-orang yang suka mencela, menjauhi syubhat,
mampu meredam nafsu yang dapat menggelincirkan dari shiratul mustaqim, dan
masih banyak lagi, selama amalan itu sesuai dengan perintah Allah dan syar’at
islam.
Muhasabah yaitu evaluasi diri dan meningkatkan kualiatas diri dengan selalu
mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita.
b. Mu’ahadah
d. Muraqabah
e. Mua’aqabah
2.4. Ikhlas
2.4.1. Penegertian ikhlas
Dalam pengertian yang lebih spesifik lagi, ikhlas pada hakikatnya adalah
“niat, sikap, atau perasaan yang timbul dalam hati nurani yang dalam pada diri
seseorang dan disertai dengan amal perbuatan”. Ikhlas juga dapat dimaknai
sebagai “ketulusan dalam mengabdikan diri kepada tuhan dengan segenap hati,
pikiran dan jiwa seseorang”. Dalam hal ini Muhammad al-Ghazali mengatakan
bahwa ikhlas yaitu “melakukan suatu amal semata-mata karena Allah, yakni
semata-mata karena iman kepada Allah”.
Soffandi dan Wawan Djunaedi berpendapat, bahwa tujuan dari ikhlas adalah
“membebaskan manusia dari godaan hawa nafsu jahat (lawwamah) dan kesalahan
kesalahannya sehingga ia dapat berdiri di hadapan Allah SWT dalam keadaan
lapang”. Sementara al-Qusyairi berpendapat bahwa tujuan ikhlas adalah “untuk
mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT”.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Kami sangat menyadari akan kekurangan-kekurangan yang ada pada makalah
ini. Baik dari segi ilmunya maupun dari segi penulisannya. Itu semua disebabkan
kurangnya referensi yang digunakan dan kurangnya pengalaman penulis. Untuk
itu, apabila ada kritikan maupun saran dari pembaca yang bersifat membangun
sangat kami harapkan, agar dipenulisan berikutnya kami dapat memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, Akilah. 2017. Akhlak Terhadap Allah dan Rasulullah Saw. Makasar:
UIN Alauddin Makassar. 11 (2) 57.