Pak Maimun Bab 1
Pak Maimun Bab 1
Oleh :
DESEMBER 2014
1
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas segala berkat dan rahmat yang
dilimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
―Kajian Pengetahuan, Sikap, Praktik dan Kesulitan Perawat dalam Melaksanakan Perawatan
Paliatif di Rumah Sakit Pemerintah di Propinsi Jawa Barat‖ dengan baik.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mendapatkan data dasar yang diharapkan dapat berguna
untuk mengembangkan program keperawatan paliatif di rumah sakit pemerintah di propinsi
Jawa Barat dan juga institusi pelayanan kesehatan lainnya.
Penelitian ini dapat terlaksana berkat bantuan dana hibah dari DIPA BLU Fakultas
Keperawatan Universitas Padjadjaran. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada
Dekan Fakultas Keperawatan dan Koordinator UPPM Fakultas Keperawatan Unpad. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada Direktur RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung yang telah
mengijinkan kami untuk melaksanakan penelitian ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penyusun
vi
DAFTAR ISI
vii
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................................... 19
5.1 Karakteristik Responden ................................................................................................ 19
5.2 Hasil Penelitian .............................................................................................................. 20
5.3 Pembahasan .................................................................................................................... 22
5.4 Keterbatasan Penelitian .................................................................................................. 24
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................... 25
6.1. Simpulan........................................................................................................................ 25
6.2 Saran ............................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 26
Lampiran-lampiran .................................................................................................................. 36
Lampiran 1: Instrumen Penelitian
Lampiran 2: Personalia Penelitian
Lampiran 3: Rencana Publikasi
Lampiran 4: Analisis Data
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
(Masyarakat Paliatif Indonesia, 2011). Implementasi dari kebijakan yang belum dengan
berjalan optimal ini terkait dengan pengetahuan serta keterampilan para tenaga kesehatan
yang berperan dalam pelayanan perawatan paliatif belum ditata dengan baik.
RSUP dr. Hasan Sadikin (RSHS) ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan nasional yang
berada di ibu kota Propinsi Jawa Barat dimana pada saat ini tengah menyiapkan unit
perawatan paliatif dalam rangka menindak lanjuti persiapan akreditasi Joint Commission
International (JCI). RSHS sudah memiliki tim pengembangan palliative care yang
bekerjasama dengan Fakultas Keperawatan Unpad untuk mengembangkan perawatan paliatif
dalam konteks pelayanan, pendidikan serta penelitian (Kepala Bidang Keperawatan RSHS,
komunikasi personal, 13 Juni 2014).
Terkait dengan pelaksanaan perawatan paliatif di rumah sakit, meskipun belum
pernah ditemukan adanya studi empiris tentang hal ini, perawatan paliatif di Indonesia lebih
menitikberatkan pada perawatan untuk menangani gejala (symptom management) pada
periode end-of-life dimana target populasi dari program ini adalah pasien kanker dengan
stadium lanjut (Tejawinata & Razak, 2012). Padahal jika ditinjau secara konsep, perawatan
paliatif ini merupakan perawatan yang komprehensif yang diperuntukkan bagi pasien dan
keluarga yang menderita penyakit yang tidak menunjukkan respon positif terhadap
pengobatan secara medis, dimana tujuan akhir dari tindakan aktif ini adalah peningkatan
kualias hidup (WHO, 2007).
Secara umum, terdapat beberapa masalah terkait implementasi perawatan paliatif di
Indonesia yang memerlukan perhatian dari tenaga kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh
Effendy et al. (2014) di beberapa rumah sakit di Indonesia mengidentifikasi bahwa pasien
kanker mengalami banyak masalah terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar. Disamping
itu pula dari pihak keluarga, mereka banyak terlibat dalam berbagai aspek selama perawatan
di rumah sakit. Masalah finansial, otonomi serta psikosial seringkali ditemukan pada keluaga
dengan penyakit kanker. Hal ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus dari tenaga
kesehatan khususnya dari tenaga perawat yang berada 24 jam disamping pasien ketika
mereka masih berada di rumah sakit. Banyak pasien paliatif mengalami berbagai gejala fisik
yang parah terutama ketika berada pada fase end-of-life (Rocque & Cleary, 2013).
Prinsip dasar dari perawatan paliatif yaitu: 1) meningkatkan kualitas hidup; 2)
menganggap kematian adalah proses yang wajar; 3) tidak mempercepat atau menunda
kematian; 4) menghilangkan nyeri serta keluhan lain yang mengganggu; 5) menjaga
keseimbangan aspek psiko sosio dan spiritual; 6) mengusahakan agar pasien tetap aktif
sampai akhir hayatnya; 7) memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa dukacita; 8)
2
menggunakan pendekatan interdisiplin untuk menyelesaikan masalah; dan 9) dapat
diaplikasikan sejak dini serta dapat diselenggarakan bersama dengan bentuk pelayanan
kuratif yang bertujuan untuk meningkatkan harapan hidup (Kemenkes RI, 2009; WHO,
2008).
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif yang berkualitas sesuai
dengan prinsip dasar seperti yang telah ditetapkan oleh WHO terutama pada pasien dengan
penyakit kronis atau menjelang ajal (end-of life), maka perawat harus memiliki pengetahuan
yang baik, sikap yang mendukung serta praktek pelaksanaan perawatan paliatif (palliative
care) yang adekuat (Sepulveda, 2002). Walaupun perawatan paliatif sudah
diimplementasikan oleh beberapa rumah sakit rujukan namun data empiris tentang
implementasi praktek ini belum ditemukan di Indonesia.
Sebagai data dasar, satu penelitian yang melihat gambaran sikap perawat terhadap
perawatan end-of-life yang pernah dilakukan di Ruangan Kemuning RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung (N=60) menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang menjadi responden
(45%) mempunyai sikap yang tidak mendukung. Perawat yang mempunyai pengalaman kerja
dibawah 5 tahun lebih banyak yang menunjukkan sikap yang tidak mendukung dalam
merawat pasien dengan kondisi sekarat (dying). Ditinjau dari aspek pendidikan perawat, tidak
ditemukan perbedaan sikap antara lulusan DIII dan S1 Keperawatan, hal ini menunjukkan
bahwa pendidikan yang tinggi belum tentu berkontribusi pada pelaksanaan praktek yang
adekuat. Tingkat pendidikan serta pengalaman kerja menunjukkan hasil yang berbeda dimana
perawat lulusan S1 cenderung menunjukkan sikap yang kurang mendukung (unfavorable)
daripada perawat lulusan D3. Disamping itu, perawat dengan pengalaman kerja di atas 5
tahun cenderung menunjukan sikap yang lebih mendukung untuk merawat pasien yang
sedang sekarat (dying) daripada perawat yang mempunyai masa kerja kurang dari 5 tahun.
Namun dalam penelitian tersebut tidak dilakukan kajian tentang tingkat pengetahuan perawat
tentang perawatan paliatif dan end-of life (EOL) (Fauziah, Agustina, Amrullah, 2012).
Sedangkan di rumah sakit daerah, berdasarkan hasil wawancara dengan ketua
Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA), wacana implementasi
palliative care sudah pernah didiskusikan dalam program kerja organisasi, namun sampai
saat ini belum ada kebijakan yang mendukung untuk implementasi program tersebut
(Suherman, komunikasi personal, 20 Juli 2014). Mengingat masih sedikitnya penelitian dan
publikasi terkait dengan implementasi perawatan paliatif oleh perawat maka replikasi
penelitian perlu dilakukan di Indonesia dengan tujuan utama untuk mengeksplorasi
pengetahuan dan sikap perawat serta praktik perawatan paliatif di rumah sakit pemerintah
3
serta untuk menginformasikan dimana kesenjangan dalam pengetahuan atau pemahaman
mungkin terjadi di kalangan perawat di rumah sakit. Dengan demikian diharapkan dapat
ditentukan langkah awal untuk mengembangkan sumber daya keperawatan serta
pengembangan sistem perawatan paliatif yang terintegrasi dalam pelayanan rumah sakit.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Gambaran Kematian dan Perawatan Paliatif dalam Situasi Pelayanan Perawatan
Akut
Rumah sakit modern telah menjadi fitur utama dalam pelayanan kesehatan di abad ke-
20 (Seymour, 2001). Kematian pasien dengan penyakit yang membatasi kehidupan (life-
limiting illness) di rumah sakit biasanya tidak diharapkan, sehingga memberikan tantangan
tersendiri bagi pasien maupun petugas kesehatan yang merawat. Banyak petugas kesehatan di
rumah sakit yang mengalami perasaan gagal apabila pasien tidak dapat lagi disembuhkan,
sehingga memilih untuk menjauhkan diri dari pasien dan membuat pasien yang sedang
menjelang ajal merasa sendiri dan kesepian (Costello, 2006; Saltmarsh, 2009).
Tidak seperti petugas kesehatan lainnya, perawat cenderung melayani pasien dan
keluarga dalam basis yang konstan (Alvaro, 2009), sehingga merawat pasien yang sedang
menghadapi ajal merupakan mandat profesi, dimana perawat dapat mengembangkan
keunggulan dalam pelayanan keperawatan (Hansford, Robinson, & Scott, 2007). Selain itu,
Saltmarsh (2009) menekankan bahwa perawatan paliatif pada pasien dengan life-limiting
illness penting dilakukan dalam semua tatanan pelayanan kesehatan dan semua tingkat
perawatan. Namun pada kenyataannya, memberikan pelayanan perawatan paliatif di rumah
sakit sulit dilakukan karena keterbatasan akses perawat dalam memperoleh pendidikan dan
pelatihan perawatan paliatif serta dominasi model pelayanan ilmiah kedokteran dalam tatanan
ini (Saltmarsh, 2009).
5
Rokach (2005) menegaskan bahwa dalam perawatan paliatif, kematian dianggap
sebagai proses yang normal dan bukan kegagalan pengobatan. Karena proses kematian aktif
(active dying) memiliki manifestasi yang beragam, seringkali penerimaan terhadap kematian
sebagai hasil akhir sulit bagi petugas kesehatan yang bekerja di rumah sakit (Bloomer, Moss,
& Cross, 2011a). Dalam hal ini, pasien menjelang ajal justru cenderung menerima
pengobatan aktif yang ditujukan untuk penyembuhan. Selanjutnya, kesulitan dalam
mengenali tanda-tanda kematian aktif dapat membuat petugas kesehatan ragu untuk
memutuskan kapan harus melakukan transisi dari upaya kuratif ke perawatan menjelang
kematian (end-of-life (EOL) care) (Bloomer et al., 2011b).
Menurut Costello (2006), perawat memiliki sedikit bukti empiris yang dapat
digunakan sebagai basis untuk mengelola EOL care di rumah sakit dan memiliki
kecenderungan tidak siap secara edukasional maupun klinis dalam mengenali dan mengelola
fase ajal/sakaratul maut (dying phase) (Bloomer et al., 2012). Sedangkan menurut penelitian
kualitatif yang dilakukan oleh Su et al ( 2014 ) di Korea Selatan tentang cara mengetahui
pasien-pasien End-of-Life meninggal dalam damai dengan metode in-depth interview.
Didapatkan 5 (lima) tema besar dengan 16 sub tema yaitu recognizing dengan sub tema
mengenali perubahan tonus otot, perubahan kemampuan fisik, perubahan ekskresi dan
perubahan sirkulasi darah. Tema kedua adalah comfort dengan subtema bebas dari gejala,
tindakan yang diinginkan dan diorientasikan, dukungan emosional dan kedamaian spiritual.
Bertemu dengan seseorang, menghabiskan waktu dengan keluarga merupakan subtema dari
fulfillment, sedangkan mempertahankan harga diri, tidak mengeluarkan kata-kata yang
menyakitkan dan menemani sampai meninggal adalah subtema dari presence. Tema nesting
mempunyai subtema ruangan yang familiar, ruangan yang siap untuk meninggal dan privasi.
Untuk itu, Bakitas, Bishop, dan Caron (2010) merekomendasikan reformasi dan redesain
sistem secara mendasar untuk meningkatkan pelayanan rumah sakit bagi pasien dengan life-
limiting, karena secara tradisional, rumah sakit tidak menyelenggarakan perawatan untuk
keadaan-keadaan tersebut. Selanjutnya, perawatan paliatif berbasis rumah sakit (hospital-
based palliative care) dapat diselenggarakan dalam beberapa tingkat atau model, yaitu
primer, sekunder, dan tersier (Bakitas et al., 2010).
Pertama, perawatan paliatif primer harus tersedia di semua rumah sakit. Pada tingkat
ini, minimal klinisi harus memiliki pendidikan tentang dasar-dasar pengelolaan nyeri dan
simptom lainnya. Model primer berfokus pada peningkatan pelayanan yang sudah ada dan
pendidikan bagi klinisi. Karena itu, model ini cocok bagi institusi yang memiliki keterbatasan
sumber daya. Kedua, perawatan paliatif sekunder memerlukan semua tenaga kesehatan yang
6
terlibat dalam perawatan pasien untuk memiliki level kompetensi minimum dan memerlukan
para spesialis yang menyediakan perawatan paliatif melalui tim konsultansi interdisipliner,
unit khusus, maupun keduanya. Ketiga, program tingkat tersier dapat melibatkan organisasi
tersier, seperti rumah sakit pendidikan (teaching hospital) dan pusat-pusat pendidikan dengan
tim ahli dalam perawatan paliatif. Pada level ini, program yang dibuat dapat dijadikan
sebagai konsultan bagi level praktik primer dan sekunder ataupun sebagai program
percontohan bagi pusat-pusat pengembangan lainnya. Praktisi dan institusi yang terlibat
dalam level perawatan paliatif tersier juga harus berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas
pendidikan dan penelitian (Bakitas et al., 2010).
2.3 Faktor-faktor yang terkait dengan praktik perawatan paliatif yang dilakukan oleh
perawat
Perawat memiliki kecenderungan menjadi ‘first responders’ dalam mengidentifikasi
berbagai masalah pada pasien dengan penyakit yang mengancam kehidupan (life-threatening
illness) (Dahlin, 2010). Merawat pasien dan keluarga menjelang kematian secara formal
sudah dilakukan perawat sejak ‗era Nightingale‘ (Mallory, 2001). Meskipun demikian,
banyak di antara petugas kesehatan memasuki area perawatan paliatif secara tidak sengaja
dengan risiko besar mengalami kejenuhan (burnout) (Rokach, 2005).
Morita et al. (2012) menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan dan keterampilan
para profesional kesehatan merupakan barier utama dalam mencapai pelayanan paliatif yang
bermutu. Sementara itu, di Negara-negara Barat, program-program edukasi terkait dengan
perawatan paliatif sudah terbukti dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
Meskipun demikian, untuk mengimplementasikan program edukasi yang efektif,
pengetahuan, keterampilan, praktik dan kesulitan dalam implementasi perawatan paliatif
harus diidentifikasi dan dipahami terlebih dahulu (Sato et al., 2014). Selain itu, prevalensi
penyakit kronis yang tidak menular sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
negara berkembang juga mengindikasikan adanya kebutuhan bagi para profesional di sektor
kesehatan untuk memperoleh pengetahuan dan mengembangkan keterampilan dalam
perawatan paliatif. Pengetahuan dan sikap praktisi kesehatan (dokter, apoteker, perawat, dan
petugas kesehatan lainnya) terhadap perawatan paliatif dan akhir kehidupan (EOL) telah
dieksplorasi dalam beberapa studi di Pakistan, Lebanon, India, dan Turki (Hiwot et al.,
2014).
Penelitian yang telah dilakukan di beberapa negara tersebut pada umumnya berfokus
pada sikap terhadap perawatan pada pasien dengan kondisi terminal. Namun, bagaimana
7
praktik perawatan paliatif itu dilakukan oleh perawat masih jarang diteliti. Dalam sebuah
studi di Jepang, Sato et al. (2014) menginvestigasi pengetahuan, kesulitan, dan praktik terkait
dengan perawatan paliatif pada perawat yang bekerja di tatanan rumah sakit dan home care
untuk melayani pasien-pasien kanker (N=2378). Studi yang mengambil sampel di 4 wilayah
di seluruh Jepang pada tahun 2008 tersebut menemukan bahwa pada aspek pengetahuan yang
diukur dengan Palliative Care Knowledge Test pada 5 domain/subskala, perawat memiliki
skor pengetahuan tertinggi pada aspek filosofi perawatan paliatif (88±26%) dan terendah
pada aspek permasalahan psikiatrik (37±29%). Untuk aspek praktik yang diukur dengan
Palliative Care Self-Reported Practices Scale (PCPS) pada 7 domain /subskala, perawat
melaporkan bahwa pengelolaan nyeri adalah yang paling sering dilakukan dan sebaliknya,
pengelolaan delirium adalah yang paling sedikit dilakukan. Untuk aspek kesulitan yang
diukur dengan Palliative Care Difficulty Scale (PCDS) pada 5 domain/subskala, perawat
teridentifikasi mengalami kesulitan paling banyak dalam menangani gejala-gejala (alleviating
symptoms), sedangkan dukungan ahli merupakan domain yang dianggap paling sedikit
kesulitannya (Sato et al., 2014).
Penelitian oleh Sato et al. (2014) juga menemukan bahwa skor pengetahuan perawat
yang rendah pada aspek pengelolaan symptom, khususnya terkait dengan aspek psikologis
lebih banyak ditunjukkan oleh perawat yang bekerja di rumah sakit daerah dimana para
perawat memiliki pengalaman yang sedikit dalam merawat pasien-pasien terminal dan hanya
sedikit perawat yang memiliki latar belakang pendidikan S-2 perawatan paliatif. Selain itu,
dukungan spesialis perawatan paliatif pada rumah sakit-rumah sakit tersebut masih sedikit.
Pada kajian aspek praktik perawatan paliatif, perawat relatif banyak melakukan
pengelolaan nyeri, perawatan berpusat pada pasien dan keluarga, serta perawatan rongga
mulut (oral care) dibandingkan dengan pengelolaan pasien yang mengalami delirium. Dapat
disimpulkan bahwa tantangan utama bagi perawat dalam melaksanakan perawatan paliatif
adalah mengelola symptom psikologis, dimana pengetahuan perawat dalam hal ini masih
kurang, perawat melaporkan banyak kesulitan, dan praktik yang dilakukan pun relatif sedikit.
Selain itu, masih banyak juga perawat yang mengalami kesulitan dalam mengelola nyeri,
meskipun sebagian besar perawat sudah melakukan pengkajian dan memberikan pengobatan
sesuai dengan dosis anjuran. Hal ini dapat merefleksikan gaya bekerja yang pasif dari para
perawat di Jepang, dimana mereka hanya mengikuti instruksi dokter saja. Hasil penelitian
Sato et al. (2014) tersebut merekomendasikan pentingnya pendidikan berkelanjutan,
dukungan ahli dan pengalaman klinis yang adekuat bagi perawat untuk meningkatkan mutu
perawatan paliatif. Senada dengan Sato et al. (2014), Hiwot et al. (2010), Morita et al.
8
(2012) dan Nakazawa et al. (2010) menyatakan bahwa kehadiran ahli untuk menyediakan
layanan konsultasi tentang perawatan paliatif, seperti tim perawatan paliatif atau perawat
spesialis klinis, dapat membantu meningkatkan pelayanan perawatan, khususnya untuk
pasien kanker.
Selain aspek pengetahuan dan kesulitan dalam melaksanakan perawatan paliatif, sikap
perawat dalam merawat pasien-pasien terminal atau menjelang ajal diasumsikan memiliki
kaitan dengan praktik perawatan paliatif. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa
penelitian di berbagai Negara lebih banyak mengeksplor tentang sikap terkait dengan
perawatan pasien pada fase EOL (Hiwot et al., 2014).
Corr, Nabe, dan Corr (2009, hal. 46) mendefinisikan sikap sebagai ―suatu cara
menampilkan diri kepada atau di dunia sekitar yang meliputi keyakinan, perasaan, nilai-nilai,
postur, dan kecenderungan dalam tindakan‖. Secara spesifik, (Alvaro, 2009, hal. 12)
mengajukan definisi sikap terhadap perawatan menjelang kematian sebagai ―pandangan
terhadap berbagai aspek dari proses kematian dan perawatan paliatif yang menyebabkan
seseorang bereaksi dalam cara tertentu saat merawat pasien menjelang kematian; dapat terdiri
dari elemen kognitif, afektif, maupun psikomotor‖. Selain itu, Mallory (2001) menegaskan
bahwa sikap terhadap perawatan pasien menjelang ajal tidak terbentuk secara instan,
melainkan berkembang dari pengalaman hidup dan dibentuk oleh budaya sosial.
Berbagai penelitian sudah melakukan investigasi hubungan antara sikap terhadap
perawatan pasien menjelang ajal dan berbagai variabel personal maupun profesional. Berikut
ini dijelaskan beragam temuan penelitian terkait dengan sikap perawat terhadap perawatan
menjelang ajal.
Sebuah studi kuasi-eksperimental oleh Frommelt (2003) dilakukan untuk
mengevaluasi efek sebuah program edukasional terhadap sikap dalam merawat pasien dengan
penyakit terminal dan keluarga. Studi ini melibatkan 115 mahasiswa Strata-1 dari berbagai
disiplin ilmu (keperawatan, psikologi, fisioterapi, dan lain-lain) di sebuah universitas swasta
di bagian Barat Tengah, Amerika Serikat (N=49 untuk kelompok eksperimen; N=66 untuk
kelompok kontrol). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengikuti program
edukasional selama satu semester (15 minggu, 45 jam) terkait dengan kematian dan ajal
memperlihatkan perubahan positif yang signifikan dalam skor sikap yang diukur dengan
FATCOD, Form B©. Frommelt (2003) juga menemukan bahwa beberapa variabel seperti
jenis kelamin, usia, jurusan studi, agama, keyakinan spiritual, dan pengalaman kehilangan
tidak memiliki efek signifikan terhadap sikap.
9
Sebuah studi di sebuah rumah sakit swasta di Tokyo, Jepang oleh Miyashita et al.
(2007) mengeksplor beberapa faktor terkait dengan sikap perawat terhadap perawatan pasien
menjelang ajal (N=178) dengan menggunakan kuesioner demografik dan tiga pengukuran
(FATCOD, Form B© — versi Bahasa Jepang, the Pankratz Nursing Questionnaire [PNQ
(Pankratz & Pankratz, 1974)] untuk mengukur persepsi perawat tentang otonomi profesional,
dan the Death Attitude Inventory [DAI (Hirai et al., 2000] untuk mengukur sikap terhadap
kematian). Survey cross-sectional ini menemukan bahwa sikap positif terhadap perawatan
pasien menjelang kematian memiliki korelasi signifikan dengan lamanya pengalaman klinik,
posisi manajerial, jumlah pengalaman dalam merawat pasien menjelang ajal, kesempatan
untuk mengikuti seminar/kursus tentang terminal/cancer care di luar rumah sakit, dan
dukungan mentor terkait dengan isu-isu EOL. Selain itu, studi ini juga menunjukkan bahwa
autonomi keperawatan memiliki peranan penting terhadap sikap perawat dalam perawatan
pasien menjelang ajal (Miyashita et al., 2007).
Penelitian lainnya oleh Lange, Thom, dan Kline (2008) menilai sikap perawat
onkologi terhadap kematian dan perawatan pasien menjelang ajal (N=355) di pusat kanker
komprehensif di New York yang berkapasitas 432 tempat tidur. Studi deskriptif kuantitatif ini
menggunakan paket survey yang terdiri dari FATCOD, Form B©, the Death Attitude Profile
— Revised [DAP-R (Wong, Reker, & Gesser, 1994)], dan sebuah kuesioner demografik
singkat. Lange dkk. (2008) mencatat hubungan yang signifikan secara statistik antara usia,
pengalaman bekerja sebagai perawat, pengalaman sebelumnya dalam merawat pasien
terminal, dengan skor dari FATCOD maupun DAP-R. Secara spesifik, studi ini menjelaskan
bahwa perawat yang lebih tua menunjukkan sikap yang lebih positif. Selain itu, perawat
dengan pengalaman kerja 11 tahun atau lebih memiliki skor FATCOD yang lebih tinggi
secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang memiliki pengalaman kerja kurang dari
5 tahun. Perawat dengan pengalaman merawat pasien menjelang ajal sebelumnya juga
memiliki skor FATCOD yang lebih tinggi, sehingga paparan yang lebih banyak dalam
merawat pasien menjelang ajal memiliki korelasi dengan sikap yang lebih positif dalam
merawat pasien tersebut. Lange dkk. (2008) juga merekomendasikan program edukasional
selama orientasi staf sebelum mereka memberikan pelayanan bagi pasien menjelang
kematian, khususnya bagi perawat baru agar memiliki latar belakang yang kuat dalam
perawatan paliatif maupun keterampilan koping.
Berbagai studi di Amerika Serikat juga dilakukan dengan melibatkan paket kurikulum
ELNEC [End-of-Life Nursing Education Consortium] (American Association of Colleges of
Nursing, 2013) untuk pelatihan perawatan paliatif pada level pendidikan berkelanjutan
10
(Alvaro, 2009) ataupun pada level pendidikan Strata-1 keperawatan (Barrere, Durkin, &
LaCoursiere, 2008; Mallory, 2001). Studi-studi tersebut menggunakan komponen kurikulum
ELNEC baik secara keseluruhan ataupun parsial.
Barrere et al. (2008) mengevaluasi efek dari program pendidikan ELNEC yang
diintegrasikan ke dalam kurikulum Strata-1 keperawatan terhadap sikap mahasiswa
keperawatan dalam perawatan menjelang ajal (N=73). Data dikumpulkan dengan kuesioner
FATCOD© dan kuesioner demografik pada awal dan akhir komponen profesi dari tiap
program Strata-1 tersebut (kelas reguler dan kelas akselerasi). Penelitian kuasi-eksperimental
ini menemukan bahwa integrasi modul ELNEC sepanjang kurikulum Strata-1 keperawatan
(BSN) mempengaruhi sikap secara positif. Selain itu, Barrere et al. (2008) juga
mengidentifikasi dua prediktor signifikan dalam perubahan sikap, yaitu usia dan pengalaman
sebelumnya dalam merawat pasien menjelang ajal. Sedangkan jenis kelamin, pendidikan
umum, pendidikan sebelumnya terkait kematian dan ajal, serta tipe program Strata-1 (BSN)
merupakan prediktor-prediktor non-signifikan.
Sebuah penelitian lain oleh Mallory (2001) menemukan bahwa mahasiswa Strata-1
yang mengikuti format edukasi perawatan paliatif selama 6 minggu memiliki peningkatan
signifikan yang positif dalam sikap terhadap perawatan pasien menjelang kematian.
Meskipun demikian, tidak ada perbedaan yang signifikan antara mahasiswa yang
mendapatkan edukasi tentang perawatan paliatif dan yang tidak mendapatkan edukasi
tersebut. Penggunaan paket edukasi ELNEC ditambah dengan pengalaman praktik di area
hospis, rumah duka, laboratorium anatomi, dan bermain peran dapat memfasilitasi
transformative learning pada mahasiswa keperawatan (Mallory, 2001). Penelitian oleh
Barrere et al. (2008) dan Mallory (2001) mendukung pendapat bahwa sikap perawat dalam
mengelola isu terkait dengan kematian dan ajal terbentuk dalam masa belajar sebagai
mahasiswa, sehingga proses pendidikan dan pperkembangan emosional harus ditumbuhkan
dan dipupuk pada fase ini (Boyle & Carter, 1998).
Dalam area pendidikan berkelanjutan, Alvaro (2009) mengevaluasi sikap perawat
kritis dalam merawat pasien menjelang kematian di dua ICU di sebuah rumah sakit di
Amerika Serikat. Studi longitudinal kuasi-eksperimental ini menggunakan intervensi
edukasional selama 4-6 minggu yang terdiri dari materi-materi ELNEC yang disampaikan
bersamaan dengan pertemuan rutin staf dan paket self-study. Kuesioner FATCOD dan
kuesioner demografik digunakan untuk mengumpulkan data 2 minggu sebelum implementasi
intervensi edukasional dan tiga minggu setelah implementasi dilakukan. Studi ini
menemukan bahwa baik kelompok kontrol (N=21) maupun eksperimen(N=35) memiliki
11
rerata skor FATCOD yang hampir sama pada pre-test, tetapi rerata skor sikap pada post-test
berbeda secara signifikan. Alvaro (2009) selanjutnya menemukan bahwa tidak ada perbedaan
sikap dalam merawat pasien menjelang kematian antara berbagai variabel demografik, seperti
pengalaman bekerja sebagai perawat, pendidikan keperawatan inisial, jenis kelamin,
pendidikan sebelumnya tentang kematian dan ajal, serta kontak personal dengan kejadian
kematian. Selain itu, hampir semua perawat menyatakan bahwa mereka tidak disiapkan
dengan baik melalui pendidikan awal mereka untuk merawat pasien menjelang kematian.
Praptiwi (2014) menginvestigasi hubungan antara kesejahteraan spiritual perawat
dengan sikap mereka terhadap perawatan pasien menjelang kematian. Penelitian deskriptif ini
bersifat korelasional dan cross-sectional dengan melibatkan perawat yang bekerja di
lingkungan perawatan akut di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung (N=228). Penelitian ini
menggunakan FATCOD, Form B© dan inventori SHALOM© [Spiritual Health And Life
Orientation Measure] (Fisher, 1999). Hasil analisis menggunakan Pearson correlation test
menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat korelasi yang lemah antara kesejahteraan
spiritual perawat dengan sikap tersebut (r=0.243, 95% CI 0.117, 0.361; p<0.001). Namun,
berkaitan dengan aspek ideal untuk kesejahteraan spiritual, terdapat korelasi moderat dengan
sikap (r=0.404, 95% CI 0.289, 0.507; p<0.001). Analisis sekunder menunjukkan bahwa latar
belakang pendidikan keperawatan, pendidikan khusus terkait kematian dan ajal sebelumnya,
unit kerja, dan kontak dengan pasien terminal atau pasien menjelang ajal merupakan
prediktor signifikan sikap perawat terhadap perawatan pasien menjelang ajal (Praptiwi,
2014).
Berbagai hasil penelitian terkait dengan berbagai faktor yang berhubungan dengan
praktik perawatan paliatif oleh perawat, khususnya yang bekerja di rumah sakit telah
diuraikan di atas. Meskipun desain yang digunakan beragam dan responden penelitian juga
berasal dari populasi yang berbeda-beda, hasil-hasil penelitian tersebut perspektif terhadap
berbagai aspek personal maupun profesional perawat yang dapat mendukung peningkatan
mutu pelayanan perawatan paliatif, khususnya oleh perawat.
12
BAB III
13
BAB IV
METODE PENELITIAN
14
(Nakazawa et al., 2010) dengan skala Likert dimana nilai 1 (tidak sama sekali) sampai 5
(selalu) untuk melihat 6 domain praktik. Domain praktik yang diukur yaitu perawatan
pada fase sekarat, perawatan yang berpusat pada pasien dan keluarga, pengelolaan nyeri,
penanganan pasien dengan delirium, penanganan kesulitan bernafas dan komunikasi
dengan pasien dan keluarga.
5. Kesulitan dalam melaksanakan perawatan paliatif
Pengetahuan tentang kesulitan dalam melaksanakan perawatan paliatif akan diukur
dengan menggunakan Palliative Care Practices and Difficulties [PCDS] (Nakazawa et
al., 2010). Dalam penelitian ini kesulitan tentang perawatan paliatif adalah hal-hal atau
situasi ketika perawat menghadapi kesulitan untuk memberikan perawatan paliatif. Hal
tersebut dievaluasi dengan menggunakan instrumen jenis skala Likert dengan nilai 1
(tidak pernah) sampai 5 (sangat sering). Nilai pada PCDS sebagai total skor tanggapan
pada 5 domain, yaitu komunikasi dengan tim multidisiplin, komunikasi dengan keluarga,
dukungan tenaga ahli, tindakan untuk mengurangi gejala, dan koordinasi dengan
komunitas/masyarakat.
Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang berkerja pada Rumah Sakit rujukan
Provinsi Jawa Barat yaitu RSHS Bandung (N=1141 [Kemenkes RI, 2014]). Para perawat
yang hanya bertugas di unit rawat jalan dan unit rawat inap baik anak, kebidanan dan dewasa,
ICU dan UGD yang akan dipilih menjadi responden dalam penelitian ini tanpa melihat
pengalaman kerjanya.
Teknik accidental sampling digunakan dalam penelitian ini untuk pengumpulan data
selama 2 bulan. Target minimal sampel yang diharapkan adalah 300 perawat dengan Slovin
response rate yang diharapkan 80%. Pada penelitian ini kuesioner yang dikembalikan dan
diikutsertakan dalam analisis adalah 114 kuesioner, dengan demikian response rate yang
diperoleh kurang dari 40%.
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui pengisian kuesioner yang terdiri dari 4
bagian, yaitu:
15
Bagian I (Sosiodemografik)
Variabel sosiodemografik meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pengalaman
bekerja sebagai perawat, unit kerja, jabatan, dan pelatihan dying care.
Bagian II (Sikap)
Sikap diukur melalui kuesioner FATCOD Form B© yang terdiri dari 30 item. Alat ini
memiliki skala Likert 5 poin. Hal ini digunakan untuk mewakili sikap rakyat untuk topik
mencetak gol pada skala 5 titik, yaitu: 1 (sangat tidak setuju ), 2 (Tidak Setuju ), 3 (Ragu-
Ragu), 4 (Setuju ) sampai 5 (Sangat Setuju). Instrumen ini memiliki komposisi lima belas
item yang bernada positif (item 1, 2, 4, 10, 12, 16, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 27, dan 30), dan
lima belas item lainnya bernada negatif. Sebuah skor yang lebih tinggi menunjukkan sikap
yang lebih positif terhadap perawatan pasien menjelang ajal. Penghitungan skor untuk
pernyataan negatif dibalik. Rentang kemungkinan skor adalah 30-150.
Bagian III (Pengetahuan perawat tentang palliative care)
Meliputi pertanyaan pengetahuan yang berasal dari Palliative Care Questionairres for
Nursing (PCQN) yang menggunakan pertanyaan dengan jawaban ―Ya‖, ―Tidak‖, atau ―Tidak
Tahu‖. Skor yang tinggi menunjukkan kecenderungan responden mempunyai pengetahuan
yang lebih baik. Hasilnya diukur dalam bentuk skor yang dihitung dengan nilai 1 untuk setiap
jawaban benar dan 0 untuk setiap jawaban salah/tidak tahu/tidak menjawab. Rentang
kemungkinan skor adalah 0-20.
Bagian IV dan V (Praktik dan kesulitan perawat dalam melaksanakan perawatan
paliatif)
Untuk mengetahui praktek perawatan paliatif dan kesulitan dalam melakukan praktek
perawatan paliatif, akan digunakan Palliative Care Practice Scale (PCPS) dan Palliative
Care Difficulty Scale (PCDS) berupa kuesioner self-reported yang masing-masing memiliki
18 pernyataan dan 15 pernyataan yang diadopsi dari studi yang dilakukan oleh Nakazawa et
al.(2010) di Jepang. Skor untuk masing-masing domain pada PCPS dan PCDS berkisar antara
3 sampai 15. Kemungkinan rentang skor untuk PCPS adalah 18-90, sedangkan untuk PCDS
adalah 15-75.
Untuk variabel pengetahuan, sikap, praktik dan kesulitan dalam melaksanakan
perawatan paliatif, instrumen yang digunakan telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
dengan metode back translation. Instrumen Palliative Care Quiz for Nursing (PCQN) juga
telah dimodifikasi sesuai dengan konteks yang berlaku di Indonesia. Nakazawa et al. (2010)
melaporkan nilai Cronbach alpha dari instrumen ini berada pada rentang 0,67-0,86 setelah
instrumen ini diujikan kepada 947 responden di berbagai rumah sakit di Jepang. Sedangkan
16
untuk konteks Indonesia, kuesioner ini telah digunakan oleh Christantie (2012) pada
mahasiswa keperawatan di Yogyakarta dengan nilai Cronbach alpha yang hampir sama.
Dengan demikian instrumen ini valid dan reliabel untuk digunakan pada penelitian ini.
Untuk FATCOD, Form B© yang juga sudah diuji dalam beberapa penelitian. Di
Indonesia, Praptiwi (2014) menggunakan FATCOD, Form B© (Frommelt, 1991) yang juga
sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi terakreditasi NAATI
(National Accreditation Authority for Translators and Interpreters), Australia. Konsistensi
internal akhir dari instrumen tersebut dihitung dengan Cronbach’s alpha (N=228), yaitu
α=0.828).
Untuk mengukur praktik perawatan paliatif menggunakan instrumen Palliative Care
Practice Scale (PCPS) dan Palliative Care Practices Difficulties (PCPS) yang dikembangkan
oleh Nakazawa et al. (2010). Instrumen ini telah mendapatkan persetujuan langsung dari
Yoko Nakazawa dari University of Tokyo, Jepang sebagai pembuat instumen asli untuk
digunakan dalam penelitian ini. Nilai validitas dan realibilitas dari instrumen ini setelah
diujicobakan kepada 30 responden menggunakan koefisien Cronbach Alpha dengan skor
untuk PCPS yaitu: berada pada rentang 0.80 to 0.91 untuk setiap domain. Kemudian skor
untuk PCDS, koefisien Cronbach alpha berada pada rentang 0.85 to 0.93 untuk setiap
domain.
17
identitas personal, maka responden dianggap menyetujui untuk berpartisipasi. Responden
mempunyai hak yang sama untuk berpartisipasi atau memutuskan untuk tidak berpartisipasi
dalam penelitian ini. Hasil penelitian dilaporkan sebagai data kelompok, sehingga tidak ada
satupun responden yang dapat teridentifikasi secara individual dalam penelitian ini. Semua
informasi ini diuraikan dalam Pernyataan Penjelasan yang disertakan dalam setiap paket
kuesioner (lihat lampiran).
18
BAB V
Bab ini menguraikan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di rumah sakit
pemerintah propinsi Jawa Barat pada bulan September dan Oktober 2014 dan didapatkan
responden sebanyak 114 perawat yang bekerja di ruang rawat jalan maupun ruang rawat
inap.
5.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dikumpulkan adalah jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,
pengalaman bekerja sebagai perawat, unit tempat bekerja, jabatan dan kesempatan mengikuti
pelatihan tentang dying care. Data lengkap dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik Responden di Rumah Sakit Pemerintah Propinsi Jawa Barat,
pada tahun 2014 (n= 114)
Variabel n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 32 28.1
Perempuan 82 71.9
Usia
Tidak Menjawab 1 0.9
21-39 tahun 92 80.7
40-60 tahun 21 18.4
>60 tahun 0 0.0
Pendidikan terakhir
Tidak Menjawab 3 2.6
D3 Keperawatan (setara) 93 81.6
S1 Keperawatan (setara) 18 15.8
S2 0 0.0
Unit Kerja
Tidak Menjawab 7 6.1
Instalasi Rawat Jalan 0 0.0
Instalasi Rawat Inap 87 76.3
ICU 2 1.8
IGD 0 0.0
Intermediate Care 18 15.8
19
Lanjutan Tabel 5.1 Karakteristik Responden di Rumah Sakit Pemerintah Propinsi
Jawa Barat, pada tahun 2014 (n= 114)
Variabel n %
Jabatan
Tidak Menjawab 6 5.3
Kepala Ruangan 4 3.5
Clinical Instructor 3 2.6
Perawat Pelaksana 96 84.2
Lain-lain 5 4.4
Dari data yang disajikan pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa responden yang berpartisipasi
dalam penelitian ini adalah perawat yang sebagian besar perempuan berumur antara 21-39
tahun dengan latar belakang pendidikan terbanyak adalah DIII Keperawatan dan mempunyai
pengalaman bekerja sebagai perawat lebih dari 10 tahun sebagai perawat pelaksana di
instalasi rawat inap, hampir seluruhnya belum pernah mendapat pelatihan untuk merawat
pasien sakaratul maut.
20
Tabel 5.2 Gambaran Pengetahuan, Sikap, Praktik dan Kesulitan Perawat dalam
Merawat pasien paliatif di Rumah Sakit Pemerintah Propinsi Jawa Barat pada tahun
2014 ( n-114)
21
Untuk sikap terhadap perawatan pasien menjelang kematian, perawat memperoleh skor
rerata sebagai berikut mean=110.75 (SD=10.76). Dengan rentang skor 88-139 dari skor
maksimal yang dapat dicapai yaitu 150, berarti sikap perawat masih dapat ditingkatkan.
Tabel 5.2 juga memperlihatkan bahwa praktik perawatan paliatif yang dipersepsikan oleh
perawat pada umumnya biasa dilakukan untuk seluruh domain (skor yang didapat bernilai
antara 3-4 untuk setiap item pernyataan). Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada
praktik perawatan paliatif, perawat cenderung lebih banyak melakukan aktivitas pada domain
pengelolaan nyeri (mean= 12.87(SD=1.86)) dan yang paling sedikit ada pada domain
penanganan delirium (mean= 10.78(SD=2.01)).
Selain itu, dapat terlihat juga di tabel tersebut bahwa secara umum perawat tidak selalu
merasakan kesulitan dalam melaksanakan perawatan paliatif pada semua domain (skor yang
didapat bernilai antara 2-3 untuk setiap item pernyataan). Kesulitan yang paling banyak
dipersepsikan perawat ada pada domain komunikasi interdisiplin (mean= 8.99(SD=2.46)),
sementara domain dukungan dari tenaga ahli dianggap memiliki tingkat kesulitan yang paling
rendah (mean= 7.13(SD=2.91)).
5.3 Pembahasan
Dari hasil penelitian tampak bahwa usia dewasa awal (21-39 tahun) dan latar belakang
pendidikan perawat yang mayoritas D3 keperawatan ada hubungan dengan sikap dalam
merawat pasien paliatif. Tidak hanya itu, para perawat yang bekerja di rawat inap juga
berbeda sikapnya dengan perawat yang bekerja di ruang perawatan intensif atau intermediate.
Yang menarik dalam penelitian ini hampir seluruh responden (80.7%) belum pernah
mendapat pelatihan tentang perawatan pasien pada fase sakaratul maut, tetapi hal tersebut
tidak menjadi prediktor sikap, praktik dan kesulitan mereka dalam merawat pasien paliatif.
Padahal, pada penelitian sebelumnya oleh Praptiwi (2014) di rumah sakit yang sama justru
menemukan bahwa pelatihan tentang perawatan pada fase EOL merupakan salah satu
prediktor kuat sikap perawat terhadap perawatan pasien dalam fase dying. Hal ini mungkin
disebabkan oleh perbedaan jumlah dan kelompok sampel yang digunakan, dimana Praptiwi
(2014) mengambil target sampel dari seluruh perawat yang bekerja dalam perawatan akut,
sementara sampel dalam penelitian ini melibatkan juga perawat yang bekerja di instalasi
rawat inap lainnya. Studi lain oleh Alvaro (2009) menemukan bahwa tidak ada perbedaan
sikap dalam merawat pasien menjelang kematian berdasarkan berbagai variabel demografik,
seperti pengalaman bekerja sebagai perawat, pendidikan dasar keperawatan, jenis kelamin,
pendidikan sebelumnya tentang kematian dan ajal, serta kontak personal dengan kejadian
22
kematian. Selain itu, hampir semua perawat menyatakan bahwa mereka tidak disiapkan
dengan baik melalui pendidikan awal mereka untuk merawat pasien menjelang kematian.
Berkaitan dengan temuan-temuan dalam penelitian ini, dapat dipertimbangkan rekomendasi
Sato et al. (2014) tentang pentingnya pendidikan berkelanjutan, dukungan ahli dan
pengalaman klinis yang adekuat bagi perawat untuk meningkatkan mutu perawatan paliatif.
Dari data respons perawat terhadap kuesioner PCQN didapatkan hanya pengetahuan
tentang pengobatan sesak dan nyeri yang masih belum tepat. Hal ini terkait dengan tanggung
jawab dan wewenang perawat yang hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar bukan
pengobatan. Sejalan dengan hasil penelitian Sato et al. (2014), temuan tersebut mungkin
berkaitan dengan pengalaman perawat dalam mengelola pasien-pasien terminal yang massih
kurang, yang sayang sekali tidak teridentifikasi dalam penelitian ini. Selain itu, ketersediaan
tenaga perawat dengan spesialisasi atau latar pendidikan S-2 yang berfokus pada peminatan
perawatan paliatif masih sangat sedikit.
Dalam menyediakan pelayanan paliatif yang bermutu, perawat ditantang untuk dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terkait dengan perawatan paliatif (Morita et al.,
2006). Di Negara-negara Barat, program-program edukasi terkait dengan perawatan paliatif
sudah terbukti dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Demikian halnya dengan
negara berkembang, dengan meningkatnya prevalensi penyakit kronis yang tidak menular,
kebutuhan bagi para profesional kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam perawatan paliatif harus menjadi perhatian (Sato et al., 2014).
Dalam melaksanakan praktik perawatan paliatif, penelitian ini mengindikasikan
bahwa kesulitan yang sering ditemui saat merawat pasien paliatif antara lain kesulitan
berkomunikasi dengan tim multidisiplin dan melakukan tindakan untuk mengurangi gejala
pada pasien paliatif. Sama halnya dengan temuan Sato et al. (2014), kesulitan perawat juga
teridentifikasi pada tindakan untuk mengurangi gejala (alleviating symptoms). Sato et al.
(2014) mengaitkan kesulitan perawat terkait dengan pengelolaan symptom dengan kurangnya
pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola pasien-pasien paliatif. Selain itu, kurangnya
dukungan spesialis perawatan paliatif mungkin berkontribusi terhadap munculnya kesulitan-
kesulitan tersebut.
Pada kajian aspek praktik perawatan paliatif, perawat relatif tidak mengalami banyak
banyak permasalahan, artinya semua domain hampir selalu dikerjakan. Lain halnya dengan
penelitian di Jepang, perawat masih jarang mengelola pasien delirium dan mengelola
symptom-symptom psikologis (Sato et al., 2014). Terkait dengan pengetahuan, sikap, praktik
dan kesulitan perawat RSHS dalam melaksanakan perawatan paliatif, gaya bekerja perawat
23
dapat dieksplor lebih jauh untuk penelitian selanjutnya, karena penelitian Sato et al. (2014)
menginformasikan bahwa gaya bekerja para perawat di Jepang yang pasif atau hanya
mengikuti instruksi dokter saja mungkin memiliki kaitan dengan kesulitan-kesulitan yang
dihadapi perawat tersebut. Selain itu, penting juga bagi perawat untuk meningkatkan
pengalaman klinis dan mendapatkan dukungan ahli bagi tercapainya layanan paliatif yang
bermutu(Hiwot et al.,2010; Morita et al., 2012; Nakazawa et al., 2010; dan Sato et al.,2014).
24
BAB VI
6.1. Simpulan
Dalam menyediakan pelayanan perawatan paliatif yang bermutu, perawat ditantang
untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang adekuat dalam merawat pasien-
pasien paliatif. Penelitian ini mengidentifikasi pengetahuan, sikap, praktik dan kesulitan
dalam melaksanakan perawatan paliatif di sebuah rumah sakit rujukan di Propinsi Jawa
Barat.
Hasil penelitian menunjukkan meskipun jumlah perawat yang mendapatkan pelatihan
tentang dying care masih sangat sedikit, tetapi pengetahuan, sikap, maupun praktik yang
dilaporkan sudah cukup baik. Selain itu, perawat secara umum banyak mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi secara interdisiplin. Analisis sekunder menunjukkan bahwa kesulitan
tersebut merupakan dampak dari latar belakang pendidikan formal yang mayoritas dimiliki
oleh perawat adalah D III Keperawatan.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini perlu ada peningkatan pengetahuan melalui pendidikan
formal perawat dari DIII keperawatan menjadi sarjana keperawatan agar sikap perawat dalam
merawat pasien paliatif dapat ditingkatkan. Selain dapat meningkatkan sikap, peningkatan
pendidikan juga dapat mengatasi kesulitan komunikasi antara perawat dengan tim
multidisiplin dan tindakan perawat untuk mengurangi gejala pada pasien-pasien paliatif.
Untuk penelitian selanjutnya dapat diidentifikasi mengenai gaya bekerja perawat dalam
kaitannya praktik perawatan paliatif.
25
DAFTAR PUSTAKA
Alvaro, A. W. (2009). Critical care nurses' attitudes towards the care of the dying: an
educational intervention. (Master's thesis). Western Carolina University, USA. Retrieved
from http://libres.uncg.edu/ir/wcu/f/Alvaro2009.pdf
Bakitas, M., Bishop, M. F., & Caron, P. A. (2010). Hospital-based palliative care. In B. R.
Ferrell & N. Coyle (Eds.), Oxford textbook of palliative nursing (3rd ed., pp. 53-86).
New York: Oxford University Press, Inc.
Barrere, C. C., Durkin, A., & LaCoursiere, S. (2008). The influence of end-of-life education
on attitudes of nursing students. International Journal of Nursing Education
Scholarship, 5(1), 1-18. doi: 10.2202/1548-923X.1494
Bloomer, M. J., Moss, C., & Cross, W. (2011a). End-of-life care in acute hospitals: an
integrative literature review. Journal of Nursing and Healthcare of Chronic Illness, 3(3),
165-173. doi: 10.1111/j.1752-9824.2011.01094.x
Bloomer, M. J., Moss, C., & Cross, W. (2011b). Recognising dying in acute care. Australian
Nursing Journal, 18(7), 43.
Bloomer, M. J., Cross, W., Endacott, R., O'Connor, M., & Moss, C. (2012). Qualitative
observation in a clinical setting: challenges at the end of life. Nursing and Health
Sciences, 14, 25-31. doi: 10.1111/j.1442-2018.2011.00653.x
Boyle, M., & Carter, D. E. (1998). Death anxiety amongst nurses. International Journal of
Palliative Nursing, 4(1), 37-43.
Broglio, K., Bookbinder, M. (2014). Pilot of an online introduction of palliative care for
nurses. Journal of Hospice and Palliative Nursing,6(7), 420-428.
Corr, C. A., Nabe, C. M., & Corr, D. M. (2009). Death and dying, life and living (6th ed.).
California: Wadsworth Cengage Learning.
Costello, J. (2006). Dying well: nurses' experiences of 'good and bad' deaths in hospital.
Journal of Advanced Nursing, 54(5), 594-601. doi:10.1111/j.1365-2648.2006.03867.x
26
Effendy, C, Vissers, K, Osse, B, Tejawinata, S, Vernooij-Dassen, M, Engels, Y. (2014).
Comparison of Problems and Unmet Needs of Patients with Advanced Cancer in a
European Country and an Asian Country. Pain Practice, (1-8).
Hiwot, K., Rajalakshmi, M., Fissiha, Z., Mignot, H., Desalegn,W. (2014). Assessment of
knowledge, attitude and practice and associated factors towards palliative care among
nurses working in selected hospitals, Addis Ababa, Ethiopia. BMC Palliative Care,
13(6). Retrieved from http://www.biomedcentral.com/1472-684X/13/6.
Kemenkes RI. (2013). Riset kesehatan dasar tahun 2013. Dipetik dari http://depkes.go.id.
Lange, M., Thom, B., & Kline, N. E. (2008). Assessing nurses' attitudes toward death and
caring for dying patients in a comprehensive cancer center. Oncology Nursing Forum,
35(6), 955-959. doi: 10.1188/08.ONF.955-959
Miyashita, M., Nakai, Y., Sasahara, T., Koyama, Y., Shimizu, Y., Tsukamoto, N., & Kawa,
M. (2007). Nursing autonomy plays an important role in nurses' attitudes toward caring
for dying patients. American Journal of Hospice and Palliative Medicine, 24(3), 202-
210. doi: 10.1177/1049909106298396
Morita, T., Fujimoto, K., Imura, C., Nanba, M., Fukumoto, N., Itoh, T. (2006). Self-reported
practice, confidence, and knowledge about palliative care of nurses in a Japanese
Regional Cancer Center: longitudinal study after 1-year activity of palliative care team.
Am J Hosp Palliat Care, 23(5), 385-91.
27
Morita, T., Miyashita, M., Yamagishi, A., Akizuki, N., Kizawa, Y., Shirahige, Y., Akiyama,
M., Hirai, K., Matoba, M., Yamada, M., Matsumoto, T., Yamaguchi, T., Eguchi, K.
(2012). A region-based palliative care intervention trial using the mixed-method
approach: Japan OPTM study. BMC Palliative Care, 11 (2), 1-9.
Nakazawa, Y., Miyashita, M., Morita, T., Umeda, M., Oyagi, Y., Ogaswara, T. (2010).The
Palliative Care Self-Reported Practices Scale and the Palliative Care Difficulties Scale:
Reliability and Validity of Two Scales Evaluating Self-Reported Practices and
Difficulties Experienced in Palliative Care by Health Professionals. Journal of Palliative
Medicine, 13(4), 427-437
Praptiwi, A. (2014). Nurses’ spiritual well-being and attitudes towards care of dying
patients. (Unpublished Master‘s Thesis). Monash University, Australia.
Rocque. G.B, Cleary, J.F. (2013). Palliative care reduces morbidity and mortality in cancer.
Clinical Oncology.; 10: 80-89
Rokach, A. (2005). Caring for those who care for the dying: coping with the demands on
palliative care workers. Palliative and Supportive Care, 3, 325-332. doi:
10.1017/S1478951505050492
Ross, M. M., McDonald, B., McGuinness, J. (1996). The palliative care quiz for nursing
(PCQN): the development of an instrument to measure nurses‘ knowledge of palliative
care. Journal of Advanced Nursing. 23, 126-137.
Sato, K., Inoue, Y., Umeda, M., Ishigamori, I. Igarashi, A., Togashi, S., Harada, K.,
Miyashita, M., Sakuma, Y., Oki, J., Yoshihara, R., Eguchi, K. (2014). A Japanese
region-wide survey of the knowledge, difficulties and self-reported palliative care
practices among nurses. Jpn J Clin Oncol, 44(8), 718-728. doi: 10.1093/jjco/hyu075.
Saltmarsh, P. (2009). Palliative nursing care in the acute hospital. In E. Stevens, S. Jackson &
S. Milligan (Eds.), Palliative nursing: across the spectrum of care (pp. 53-71). Retrieved
from http://books.google.com.au/
Sepulveda, C., Marlin, A., Yoshida, T., Ullrich, A. (2002). Palliative Care: the World Health
Organization‘s Global Perspective. Journal of Pain and Symptom Management.
Seymour, J. E. (2001). Facing death: critical moments-death and dying in intensive care.
UK: Open University Press.
Su, J.K., Mi, S.K., Hyun, J.K., Jung, E.C., Sung, O.C. (2014). Nursing home nurses‘ ways of
knowing about peaceful death in end-of –life care of residents. Journal of Hospice and
Palliative Nursing, 16(7), 438-444.
Tejawinata, S, Razak, A. (2012). Surabaya kota paliatif: citra dan pesonanya. Surabaya,
RSUD dr. Soetomo.
World Health Organization. (2007). WHO guide for effective program_Palliative Care.
Geneva: WHO Press. Retrieved from http://www.who.int
28
Lampiran 2 :
A. Identitas Diri
B. Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi UNPAD Monash
University,
Australia
Bidang Ilmu Keperawatan Nursing - others
Tahun Masuk-Lulus 1995-2000 2004-2005
Judul Project Hubungan antara Anemia Developing
dengan Produktivitas Palliative Care
Kerja pada Pekerja Consultancy in
Perusahaan Tekstil di Indonesian
Kecamatan Majalaya Hospital: a
future plan
Nama Pembimbing/Promotor Drs. Mohammad Hasan Susan Lee
Drs. Nandang Mulyana
Pendanaan
No. Tahun Judul Penelitian
Sumber* Jml (Juta Rp)
1. 2009 Kajian kebutuhan perawatan dirumah 3.500.000
bagi klien Stroke di RSUD Cianjur
2. 2010 Kualitas hidup penderita Diabetes 6.200.000
Mellitus di RSUD Cianjur
3. 2011 Kajian kebutuhan perawatan dirumah 5.000.000
bagi klien Stroke di RSUD Garut
4. 2011 Hubungan antara Sikap dan 6.300.000
Pengetahuan Keluarga dengan Kejadian
Rawat Ulang Stroke di RSUD Garut
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
Volume/ Nomor/Tahun
No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal
Volume 9 No.XVII
Spiritual Experiences of Women with
Majalah Keperawatan Oktober 2007 –
1 Advanced Stage of Breast Cancer in Dr.
Unpad Februari 2008
Hasan Sadikin Hospital Bandung
Nurses experiences in caring for Majalah Volume 9 No.XVII
2. HIV/AIDS patients in Dr. Hasan Keperawatan Unpad Oktober 2007 –
Sadikin Hospital Bandung Februari 2008
Considering working with foreign nurses: Journal of Japanese of April/2011
an analysis of Indonesian nurses Art and Sciences
3
Author: Yukari Takeno, Wan Nisfha
Dewi, Hana Rizmadewi Agustina
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah Penelitian Mandiri Fakultas Keperawatan Unpad.
Riwayat Pekerjaan
Riwayat Pendidikan
NO S1 S2
1. Nama PerguruanTinggi Unpad Bandung UI Depok
dan Lokasi
2. Bidang ilmu Keperawatan Keperawatan
3. Tahun masuk-lulus 1998-2000 2006-2008
TettiSolehati, SKp.,M.Kep.
NIDN. 0027057306
Lampiran 3
Rencana Publikasi
1. Indian Journal of Palliative Care
2. European Association of Palliative Care Conferece, Dublin, Irlandia, 6-9 Juli, 2015