Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN MASALAH

(PROMBLEM BASED LEARNING)

Diajukan guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran dibimbing oleh
Mayang Sari, M.Pd

Oleh: Kelompok 14

Nur Faiqoh

Nur Rokhmah

Fifi Okta Mauliyah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS NAHDLATUL ULAMA
(ITSNU) PASURUAN
Page | 1
2019/2020

Merencanakan Pelajaran untuk Pembelajaran Berbasis-Masalah

Merencanakan pelajaran untuk pembelajaran Berbasis-Masalah takjauh beda dengan


merencanakan pelajaran untuk pembelajaran Berbasis-Masalah. Akan tetapi, “ topik “ anda
harus lebih kompleks dan abstrak di bandingkan mengajarkan satu konsep, seperti gaya dalam
IPA atau ide utama dalam bahasa. Bisa juga satu bangunan pengetahuan sistematis, seperti
hubungan antara geografi dan perekonomian dalan wilayah geografis tertentu di ilmu sosial.
Atau bahkan satu produser seperti menambahkan pecahan yang sepaadan dalam matematika.
Sebagai contoh, merancang eksperimen adalah topik scoot dan menemukan bidang-bidang
dari bentuk-bentuk nonregular adalah topik laura. Karena topik-topik ini tidak memiliki
karakteristik-karakteristik spesifik, seperti konsep pecahan sepadan, perencana anda juga
menjadi kurang konkret. Mari kita melihat ide-ide ini secara lebih mendetail .

Gambar 8.2
Merencanakan Pelajaran Untuk
Pembelajaran Berbasis Masalah

Mengidentifikasi Menentukan Tujuan Mengidentifikasi Mengakses Materi


Topik Belajar Masalah

Menentukan Tujuan Belajar

Saat merencanakan pelajaran untuk pembelajaran Berbasis-Masalah, Anda memiliki dua jenis
tujuan belajar. Scott, misalnya, ingin siwanya memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
frekuensi dari pendulum sederhana. Itu adalah salah satu tujuan dan dia bisa secara beralasan
mengharapkan siswanya untuk mencapai tujuan tersebut dalam satu pelajaran. Akan tetapi,
dia juga ingin mereka mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan mempelajari
kemandirian ( self- derection ). Kemampuan pemecahan masalah dan pembelajaran mandiri
adalah tujuan jangka- panjang dan siswa memerlukan pengalaman terus-menerus untuk
memcapai tujuan tersebut.

Hal sama berlaku dalam kasus Laura. Dia ingin siswanya memahami bagaimana
menemukan bidang dari bentuk-bentuk tak beratuan atau taktentu. Juga, dia ingin siswanya

Page | 2
mengembangkan kemampuan memecahkan satu masalah yang relatif rumit bagi anak kela
lima. Sebagaimana anda akan lihat nanti dalam bab ini, murid-murid laura berjuang keras
menghadapi masalah itu.

Aakan tetapi, mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan menjadi murid


mandiri adalah tujuan penting. Jadi , setimpal bagi anda untuk berkeras hati bahkan saat siswa
berjuang, membuat kesalahan dan mengajukan jawaban yang tidak masuk akal. Mereka tidak
akan pernah mendapatkan kemampuan jika mereka tidak memiliki pengalaman yang
mendorong perkembangan mereka. Ini adalah tujuan penting ketika menggunakan
Pembelajaran Berbasia-Masalah.

Mengidentifikasi Masalah

Mengatakan bahwa siswa yang terlibat dalam Pembelajaran Berbasis-Masalah memerlukan


satu masalah untuk di pecahakan adalah seperti mengatakan bahwa atlet memerlukan bola
basket jika mereka ingin belajar bagaimana bermain bola basket. Akan tetapi, sebagaimana
sekedar memiliki bola basket tidak memastikan atlet menjadi pemain yang handal, demikin
juga mendapatkan masalah tidak memastikan siswa anda menjadi pemecah masalah yang
handal.

Dengan siswa-siswa kecil dan tak berpengalaman, masalah-masalah akan paling efektif
jika masalah itu jernih, konkret, dan dekat dengan keseharian pribadi ( personalized ).
Masalah laura khususnya memenuhi kriteria-kriteria ini. Siswa-siswanya bisa melihat bidang
yang tertutup karpet, bidang yang tertutup karpet itu ada di ruang kelas mereka. Tugasnya pun
jelas- siswa di minta menemukan bidang itu. Masalah scoot kurang bersifat personal, tapi
masalahnya konkret dan tugasnya elas.

Saat memilih masalah, anda juga harus berusaha menetukan apakah siswa-siswa memiliki
cukup banyak pengetahuan awal untuk secara efektif merancang satu strategi demi
memecahkan masalah tersebut. Jika, misalnya, siswa laura tidak memahami area ( bidang )
dan primeter serta perbedaan antara keduanya, mereka tidak akan mampu mengembangkan
strategi-strategi untuk menghadapi masalah.

Mengakses Materi

Jika anda ingin pelajaran pemecahan masalah berlangsung mulus, siswa anda harus
memahami apa yang mereka usahakan untuk di capai ( meskipun mereka mungkin tidak
mampu mencapai itu pada awalnya )dan mereka mesti memiliki akses pada materi-materi
yang di butuhkan untuk memecahkan masalah. Misalnya, laura memberikan tongkat ukur
Page | 3
( meter stick) dan peralatan lain yang di butuhkan untuk mendapatkan bidang dari ruangan
itu. Dan, siswa scoot membutuhkan sangkutan cincin ( ring stands ), benang, dan penjepit
kertas. Kebutuhan untuk menyiapkan bahan-bahan tampaknya remeh dan begitu jelas, tapi
banyak pelajaran kehilangan momentum jika siswa harus berbagi peralatan. Mereka berakhir
dengan waktu luang di tangan mereka. Sehingga, mereka mungkin teralih dari tugas atau
bahkan menjadi usil .

Bahan-bahan yang tersedia akan memengaruhi ukuran kelompok anda. Pasangan atau
kelompok beranggotakan tig orang biasanya yang paling efektif. Dalam kelompok-kelompok
lebih besar, dua atau tiga orang siswaumumnya melakukan sebagian besar kerja sementara
yang lain sekedar menonoton. Akan tetapi kelompok-kelompok kecil memerlukan lebih
banyak peralatan sehingga anda harus mengakomodasi keterbatasan ini. Kemudian, anda juga
secara cermat harus memantau kelompok untuk memastikan sebanyak mungkin anggota dari
setiap kelompok terlibat dan tanggung jawab di dalam kegiatan. Sebagaimana bentuk lain dari
pembelajaran kooperatif, kelompok harus di campurkan sesuai kemampuan, gender, dan
etnisitas.

Setelah mengidentifikasikan topik, menetukan tujuan belajar anda, memilih masalah, dan
mengakses materi-materi yang perlu, anda kini siap menerapkan pelajaran anda.

Menerapkan Pelajaran untuk Pembelajaran Berbasis-Masalah

Pelajaran untuk pembelajaran Berbasi-Masalah hadir dalam dua level, yang berkorespodensi
dengan tujuan belajar saat menggunakan model ini. Pertama, siswa harus memecahkan satu
masalah spesifik dan memahami materi yang terkait dengan itu. Kedua, siswa harus
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan menjadi murid mandiri. Untuk
membantu Pembelajaran Berbasis-Masalah terjadi dalam empat fase, yang di berikan di
dalam tabel 8.1 dan di bahas pada bagian-bagian berikut

Page | 4
Tabel 8.1

Fase Deskripsi
Fase 1 : Mereview dan Menyajikan  Menarik perhatian siswa dan
Masalah menarik mereka ke dalam pelajaran
Guru Mereview pengetahuan yang  Secara informal menilai
dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan pengetahuan awal
memberi siswa masalah spesifik dan konkrit  Memberikan fokus konkrit untuk
untuk dipecahkan pelajaran

Fase 2 : Menyusun strategi siswa  Memastikan sebisa mungkin bahwa


Menyusun strategi untuk memecahkan siswa menggunakan pendekatan
masalah dan guruu memberi mereka umpan berguna untuk memecahkan masalah
balik secara strategi
Fase 3 : Menerapkan strategi siswa  Memberi siswa pengalaman untuk
Menerapkan strategi-strategi mereka saat memecahlan masalah
guru secara memonitor upaya mereka dan
memberikan umpan balik
Fase 4 : Membahas dan mengevaluasi hasil  Memberi siswa umpan balik tentang
Guru membimbing diskusi tentang upaya upaya mereka
siswa dan hasil yang mereka dapatkan

Fase 1 = Mereview dan Menyajikan Masalah

Menerapkan pembelajaran Berbasis-Masalah di mulai saat anda mereview pengetahuan awal


yang di butuhkan untuk memecahkan masalah dan kemudian menyajikan masalah itu sendiri.
Mari kita lihat bagaimana scoot melakukan fase pembelajaran ini.

Idealnya, saat perkembangan mereka kian maju, siswa secara bertahap akan mampu
sendiri mengidentifikasi masalah-masalahnya. Akan tetapi, pada awalnya pelajaran untuk
pembelajaran Berbasis-Masalah akan paling efektif jika anda menentukan masalah buat
mereka.

Satu isu tambahan adalah fakta bahwa sebagian besar pengalaman siswa berktat melulu
dengan masalah yang teridentifikasikan dengan jelas (well-defined ), yaitu masalah-masalah
dengan satu solusi yang benar dan metode tertentu untuk menemukannya (Mayer &

Page | 5
Wittrock,2006). Nyaris semua soal cerita yang di jumpai siswa di dalam buku matematika
mereka sudah didefinisikan dengan jelas. Namun, sebagian besar masalah yang kita jumpai di
dunia nyata adalah masalah yang tidak terdefinisikan dengan jelas( ill-defind), yaitu
masalah-masalah dengan lebih dari satu solusi berterima, tujuan mendua, dan tidak ada
strategi umum untuk mencapai solusi ( Mayer & Wittrock,2006). Selain itu, kemampuan
pemecahan masalah adalah personal dan sangat tergantung pada pengalaman. Misalnya,
menemukan jumlah karpet yang di perlukan untuk ruangan adalah masalah yang sudah
terdefinisikan jelas bagi pemecah masalah yang berpengalaman. Mereka cukup menentukan
jumlah total bidang lantai dan mengurangi bidang yang tertutupi lineum. Hanya satu jawaban
yang ada dan solusinya langsung. Namun, bagi siswa laura, masalah itu tidak jelas.
Pemahaman mereka tentang tujuan dari soal itu tidaklah benar-benar jelas. Beberapa di antara
mereka tak yakin tentang perbedaan antara area/bidang dan primeter. Juga, mereka
menggunakan strategi-strategi yang berbeda untuk mencapai tujuan. Bukti dari
ketidakyakinan mereka di tunjukkan oleh jawaban mereka yang sangat bervariasi.

Satu-satunya pilihan anda adalah memberi siswa anda banyak latihan dalam memecahkan
masalah. Pembelajaran dan perkembangan tergantung pada pengalaman murid dan prinsip ini
tak bisa lebih jelas selain dalam memecahkan masalah. Semakin banyak pengalaman siswa,
semakin baik mereka.

Anda juga akan membentuk kelompok anda sepanjang fase ini. Anda dapat membentuk
kelompok baik di awal, sebelum anda merivew dan menyajikan masalah. Atau, di akhir fase,
sebelum kelompok-kelompok berkumpul dan menyusun strategi untuk memecahkan masalah.

Fase 2 = Menyusun Strategi

Di dalam fase 2, siswa menyusun strategi untuk memecahkan masalah. Anda harus
menggunakan pertimbanagan cermat di tengah fase ini untuk memberikan cukup bimbingan
supaya siswa tidak menghabiskan terlalu banyak waktu meraba-raba. Namun, jangan juga
memnerikan bimbingan berlebihan sehingga pengalaman mereka menyusun strategi menjadi
terbatas.

Untuk melihat bagaimana scott menerapakan fase pelajaran ini, mari kita lihat kembali
pemikiran dari salah satu kelompok di kelas scott-Marina,paige,wenseley, dan jonathan.

Segmen pendek ini menggambarkan sifat penting fase 2 di dalam pembelajaran Berbasis-
Masalah . Siswa scott tidak mengerti bahwa mengubah panjang dan berat dalam ujian yang
sama akan membuat mereka tak mampu menentukan apkah panjang tau berat atau keduanya

Page | 6
yang menyebabkan perubahan frekuensi. Ini membuat scott harus membuat keputusan.
Haruskah dia turun tangan dan menunjukkan bahwa mereka perlu mengubah hanya berat,
hanya panjang, atau hanya sudut satu persatu sambil menjaga yang lain tetap. Atau, haruskah
dia meminta siswanya menerapkan strategi mereka, mendapati mereka tidak bisa menentukan
faktor mana yang menyebabkan perubahan dan kemudian membimbing mereka melalui
proses itu? Pertanyaan pentingnya adalah “ keputusan pengajaran mana yang kemungkinan
akan menghasilkan pembelajaran jangka panjang paling utama?” kita akan melihat apa yang
di putuskan scott saat kita membahas fase pelajaran berikutnya.

Sekarang, mari kita lihat bagaimana laura menerapkan fase pelajarannya.

seperti murid scott, tidak menunjukkan salah konsepsi nyata apa pun dalam menyusun strategi
mereka.

Anda juga memiliki dua pilihan tambahan dalam fase pelajaran ini, setelah kelompok-
kelompok menyusun strategi, anda dapat segera meminta mereka langsung mulai berusaha
memecahkan masalah dengan menerapkan strategi-strategi. Atau , anda bisa mengumpulkan
kembali seluruh kelas dan meminta kelompok-kelompok melaporkan strategi mereka serta
mendapatkan umpan balik dari teman sekelas dan anda. Scott memilih opsi pertama dan laura
memilih yang kedua. Misalnya, laura meminta setiap kelompok melaporkan apa yang mereka
rencanakan untuk kerjakan. Kemudian, dia meminta mereka berusaha menerapkan rencana
mereka.

Fase 3 = Menerapkan Strategi

Dalam fase ini, siswa menerapkan strategi mereka. Meskipun fase ini harus menglir mulus
dari kedua fase pertama, kadang itu tidak terjadi sehingga anda harus memberikan sokongan
(scaffolding ), dukungan pengajaran yang membantu siswa menyelesaikan tugas-tugas yang
tak mampu mereka selesaikan sendiri ( Puntambekar & Hubscher,2005). Mengajukan
pertanyaan yang memberikan panduan bagi siswa adalah bentuk sokongan yang paling
umum.

Untuk melihat bagaimana scott melakukan fase pelajaran ini, kita kembali ke kelompok
yang meliputi Marina, paige,wensley, dan jonathan.

Sebagaimana anda lihat, siswa scott mempertahankan konsepsi keliru soal mengubah
hanya satu faktor satu persatu sampai scott turun tangan dan memberikan sokongan (
scaffolding) dengan memperagakan proses mengubah satu kuantitas seraya menjaga nilai-
nilai yang lain supaya tetap ( menjaga jumlah penjepit kertas dan sudut tetap sama saat
Page | 7
mereka mengubah panjangnya ). Bahkan dengan sokongan ini, siswa berjuang susah-payah
saat mereka berusaha menetukan apakah beban dan sudut memengaruhi frekuensi pendulum.

Keputusan scott soal kapan turun tangan adalah masalah pertimbangan profesional. Dia
mengizinkan siswa berusaha keras untuk sementara, tapi turun tangan sebelum mereka terlalu
jauh menduga-duga sehingga tidak produktif.

Intervensi scott juga memunculkan isu tambahan. Saat dia menghabiskan waktu dengan
Marina,paige,wensley, dan jonathan, kelompok-kelompok lain kemungkinan besar juga
sedang berjuag keras dan sulit mengalokasikan waktu memadai kepada setiap kelompok. Ini
menjadikan fase terakhir pelajaran bahkan lebih penting. Kami akan membahas isu ini lagi
dalam bagian berikutnya.

Sekarang, mari kita lihat bagaimana laura menjalankan fase pelajarannya ini.

Tidak seperti scott, Laura memilih tidak turun tangan saat siswa berusah menerapkan
strategi mereka. Kami akan memeriksa hasil-hasil mereks di bagian berrikut.

Fase 4 = Membahas dan Mengevaluasi hasil

Dalam fase terakhir , anda meminta siswa untuk menilai kesahihan mereka. Mari kita lihat
bagaimana scott menjalankan fase ini.

Sebagaimana kami sebutkan di dalam bagian sebelumnya, anda mungkin tidak punya
cukup waktu untuk memberikan sokongan ( scaffolding) memadai untuk semua kelompok.
Hasilnya, sebagaimana anda lihat dalam kasus scott,adalah bahwa beberapa dari kelompok
anda akan mempertahankan pengertian yang kliru atau mendapat hasil yang tidak shahih.
Inilah sebabnya fase terakhir itu penting. Anda ingin menghilangkan pengertian yang kliru,
jika di mungkinkan, sebelum anda menyelesaikan pelajaran. Scott mengkomodasi kesulitan
ini dengan mengerjakan kegiatan kelas-utuh untuk memperagakan bahwa hanya panjang yang
memengaruhi frekuensi pendulum.

Sekarang kita lihat bagaimana laura melakukan fase pelajaran ini.

Fakta bahwa bahkan beberapa siswa nyaman dengan hasil yang ada menimbulkan
pertanyaan soal pemikira siswa dan kecenderungan mereka untuk menerima jawaban,
terlepas dari apakah jawaban itu masuk akal. Misalnya, dimensi-dimensi dari ruang kelas
mereka adalah 48 kali 30 kaki, sehingga luas total bidang ruangan itu adalah 1.440 kaki
persegi. Salah satu kelompok menghitung bahwa bidang dari bagian ruangan yang di beri
karpet adalah 1.600 kaki persegi-lebih dari luas total ruangan ini adalah jenis pemikiran yang

Page | 8
memusingkan guru. Akan tetapi, ini mencerminkan kurangnya pengalaman siswa dalam
menyusun dan menerapkan strategi-strategi untuk memecahkan masala. Juga, kurangnya
pengalaman untuk di tuntut terus bertanya kepada diri mereka sendiri apakah hasil yang
mereka dapatkan itu masuk akal.

Kecenderungan ini di gambarkan oleh satu contoh klasik yang sudah di sebut berulang kali
dalam banyak buku.

Seorang anak laki-laki, seorang murid yang cukup baik, sedang mengerjakan satu masalah.
“ jika kalian memiliki enam kendi, dan kalian ingin menuangkan dua pertiga pint (0,568 liter )
dari setiap pint limun ke dalam setip kendi, berapa banyak limun yang akan kalian butuhkan?”

Jawabannya adalah delapan belas pint.

Aku [ holt ] berkata,” Berapa banyak dalam setiap kendi?”

“Dua pertiga pint.”

Aku berkata lagi, “Apakah itu lebih atau kurang dari satu print?”

“Kurang”

Aku berujar,”Berapa banyak kendi disana?”

“Enam”

Aku berucap, “Tapi itu tidak masuk akal.”

Dia mengangkat bahu dan berkata ,”Well, begitulah cara istimewanya


bekerja.”(holt,1964,hal.18).

Jenis pemikiran ini umum. Tanpa tindakan mendesak (prompting) dan dukungan dari guru,
siswa jarang berhenti dan menanyai diri mereka sendiri apakah satu solusi itu masuk akal di
dunia nyata.

Anda melihat bagaimana scott mengatasi pengertian kliru dari murid-muridnya. Mari kita
lihat bagaimana laura menanggapi isu ini.

Perbedaan utama antara kedua pelajaran adalah bahwa pengajaran di hari kedua lebih
berstruktur. Setelah para murid sepakat mereka akan menggunakan strategi pertama, laura
menggunakan pertanyaan-pertanyaan spesifik untuk menyongkong mereka melewati proses
penerapan strategi. Kemudian, dia secara cermat memonitor kerja mereka untuk memastikan
mereka sedang menujukkan kemajuan.

Page | 9
Pengalaman scott dan laura, serta contoh yang di kutip oleh Holt, memunculkan
pertanyaan tentang pembelajaran Berbasis-Masalah. Anda mungkin bertanya kepada diri anda
sendiri ,”Mengapa sejumlah siswa menghabiskan waktu melakukan kerja kelompok padahal
kita bisa memperagakan proses itu sendiri begitu aja?” ini adalah pertanyaan bagus tapi juga
memunculkan pertanyaan lain. Apakah peragaan scott di fase terakhir pelajaran akan sama
bermaknanya bagi siswa jika mereka tidak memiliki pengalaman untuk berusaha dan
menerapkan sendiri strategi itu?”sama halnya, apakah pelajaran kedua laura akan sama
bermaknanya jika murid-muridnya tidak bersusah-payah dengan masalah itu sendiri
sebelumnya? Apakah pelajaran awalnya hanya membuang-buang waktu kelas yang berharga?
Para pendukung Pembelajaran Berbasis-Masalah akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini
dengan kata “ TIDAK” yang tegas. Para pendukung ini akan berpendapat bahwa murid
meemerlukan pengalaman bergulat dengan masalah, meskipun mereka menghabiskan banyak
waktu berkutat dengan masalah berikut.

Para pemdukung pendekatan mengajar langsung yang lebih berpusatkan pada guru
mungkin tidak akan sepakat. Inilah alasan kami membahas berbagai model di dalam buku ini.
Anda kemudian dapat memilih model-model yang menurut anda paling nyaman untuk
memenuhi tujuan anda.

Teknologi dan Pengajaran: Menggunakan Teknologi untuk Mendukung


Pembelajaran Berbasis-Masalah

Kesuksesan Pembelajaran Berbasis-Masalah tergantung pada kemampuannya menghadapkan


murid dengan masalah-masalah realistis yang akan membantu mereka mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah dan kemampuan untuk mandiri ( self-directed). Satu tujuan
penting kala menggunakan model ini adalah dunia nyata keruang kelas untuk di selidiki dan
di analisa.

Akan tetapi,kebanyakan masalah yang disajikan didalam buku teks sudah terumuskan
jelas dan juga rutin.Lagi pula,informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah
biasanya sudah dimasukkan ( Jonasess dkk,203).Bahkan oprasi pemecahannya kerpa tersirat
didalam kata kata yang ada , seperti dalam pertanyaan , “Berapa banyak lagi?” yang
menyiratkan pengurangan ( Jitendra dkk ; 2007).Kurangnya pengalaman ini membantu
menjelaskan mengapa para murid tidak menjadi pemecah masalah yang lebih baik.Juga,ini
membantu kita memahami mengapa murid-murid scott dan Laura berupaya keras menghadapi
masalah masalah yang mereka coba pecahkan.

Page | 10
Untuk menghadapi isu isu ini , para pakar telah berusaha memanfaatkan teknologi
untuk menyajikan masalah masalah rumit di dunia nyata (Schwartz dkk,2005).Salah satu
upaya paling terkenal adalah seri yang berjudul The Adventures Of Jasper Woodbury , yang
diciptakan oleh kelompok Cognition And Tecnology ( Kognisi dan Teknologi ) di Vanderbilt
(1992).Seri ini terdiri dari 12 petualangan berbasis cakram video yang berfokus pada
penemuan masalah dan pemecahan masalah.

Soal-soal atau masalah ini secara sengaja dibuat kompleks dan dibiarkan tidak jelas
supaya siswa bisa berlatih menyortir informasi yang penting untuk memcahkan masalah dan
mengabaikan informasi yang tidak relevan.Mereka juga mendapatkan pengalaman untuk
mengenali sub tujuan ,seperti mencari tau berapa banyak uang Jasper yang tersisa untuk
peluang.Siswa mengerjakan masalah masalah ini secara berkelompok selama beberapa jam
pelajaran.( Berkisar dari beberapa hari hingga lebih dari seminggu ).Mereka berbagi ide
,mendapatakan umpan balik untuk mengasah pemikiran mereka , dan menyajikan solusi
mereka kepada kelas.

Para perancang peranti lunak telah mengembangkan simulasi pemecahan masalah


dibidang bidang lain(Krajcik & Blumenfeld,2006).Misalnya dalam geometri ,program
program seperti The Geometric Suposer

(http://www.et,ac.il/math-international/software5.htm) memungkinkan siswa untuk berusaha


memecahkan masalah geometri. Program lain, interactive physics , memberikan tujuan dan
alat untuk memungkinkan siswa memecahkan masalah menggunakan konsep seperti gaya,
akselerasi, dan momentum.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahawa simulasi-simulasi ini menghasilkan


pembelajaran yanag sama baiknya di bandigkan dengan pengalaman langsung dengan bahan-
bahan konkrit (Triona, & Klahr,2003). Kendati demikian, di perlukan lebih banyak penelitian
untuk meneguhkan kesimpulan-kesimpulan ini.

Isu kedua melibatkan jumlah upaya yang di butuhkan guru untuk menggunakan
teknologi ini. Misalnya, siswa yang terbiasa dengan masalah yang jelas dan langsung akan
bersusah-payah dan cenderung frustasi ketika berusaha memecahkan masalah-masalah seperti
yang ada dalam seri jasper. Jika anda memilih menggunakan jenis teknologi ni , pera anda
akan sangat berat. Anda mesti memberikan cukup sokongan untuk membantu siswa mencapai
kemajuan, tapi tidak begitu besar sehinggaanda merenggut siswa dari pengalaman untuk
memecahkan masalah yang kurang jelas. Sebagaimana yang di rasakan scott & Laura, ini
adalah pengajaran yang sangat rumit. Dan masalah-msalah yang berupaya di pecahkan murid
Page | 11
lebih berupaya jelas di bandingkan masalah-masalah di dalam seri jasper. Kami jelas tidak
mengecilkan semangat anda untuk menggunakan teknologi, seperti seri jasper, tapi kami ingin
anda menyadari tuntutan yang ada. Di sisi lain, pengalaman yang di dapatkan siswa dalam
mengerjakan masalah seperti ini dapat secara signifikan meningkatkan perkembngan mereka
terkait pemecahan masalah-masalah yang kompleks.

Sekarang, setelah menelaah pendekatan umum dalam pembelajaran Berbasis-Masalah


, kita kini berpaling ke peneyelidikan , yang merupakan bentuk lain dan lebih spesifik dari
pembelajaran Berbasis-Masalah.

Karena menggunakan model penyelidikan dalam pelajarannya.penyelidikan , kadang


disebut penyyelidikan ilmiah, adalah model pengajaran yang dirancang untuk memberi murid
pengalaman metode ilmiah. Metode ilmiah adalah pola pemikiran yang menekankan pada
pengajuan pertanyaan, mengembangkan hipotesis untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan
dan menguji hipotesis dengan data. Misalnya, siswa karen mengajukan pertanyaan tentang
jumlah adonan yang diperlukan untuk membuat roti dan mereka berhipotesis dengan
mengambil sampel-sampel roti yang sama seraya mengadoni sampel-sampel itu selama
kurung waktu berbeda dibawa kondisi-kondisi yang sama. Akhirnya, mereka mnggunakan
data mereka untuk menilai validitas hipotesis mereka.

Diskripsi umum terhadap metode ilmiah digambarkan dalam gambar 8.3.


Medote ilmiah digambarkan pada awal dari banyak teks ilmiah, tapi siswa mendapatkan
hanya sedikit pengalaman dengan proses yang sesungguhnya. Bahkan, para murid kerap
menghafal langkah – langkah dalam metode ilmiah sepanjang minggu pertama sekolah,
mengerjakan satu kuis dimana mereka diminta untuk mengidentifikasi atau menyebutkan
langkah-langkah , dan kemudia melupakannya pada tahun yang sama . model penyelidikan di
rancang untuk membantu murid mendapatkan pemahaman mendalam tentang metode ilmiyah
sammbil mengembngkan pemikiran kritisn, pengaturan-diri, dan pemahaman mereka tentang
topik-topik spesifik.
Gambar 8.3 Metode Ilmiah

Melakukan observasi

Merumuskan Hipotesis

Mengumpulkan Data untuk Menguji Hipotesis

Memodifikasi , Menolak , dan Merumuskan Hipotesis Baru


Page | 12

Mengumpulkan Data Tambahan


Merencanakan Pelajaran Penyelidikan

Merencanakan pelajaran penyelidikan berbeda dari merumuskan rencana untuk model


model berorientasikan konten atau materi,seperti model temuan terbimbing atau model
intregratif ,dalam setidaknya tiga cara . Pertama,karena masalah ,hipotesis ,dan data yang
digunakan untuk menguji hipotesis itu idealnya datang dari murid , anda harus mencoba
merancang pelajaran yang memungkinkan anda memberikan cukup bimbingan untuk terus
menggerakkan proses itu.Namun,tidak begitu berlebihan sehingga anda justru menganggu
insiatif dan pengalaman siswa.Menjaga keseimbangan ini tergantung pada pertimbangan
profesional anda.Kedua,kebanyakan pelajaran penyelidikan berlangsumg terus menerus yaitu
,pelajaran itu kerap memerlukan lebih dari satu jam pelajaran – sehingga anda harus
mempertimbangankan faktor ini kala menyusun rencana.Ketiga , pelajaran pelajaran
penyelidikan dirancang untuk membantu murid belajar secara sistematis menerapkan metode
ilmiah dan belajar mengarahkan diri sendiri.Jadi,perencanaan anda harus bisa mencakup
tujuan tujuan ini.

Merencanakan pelajaran menggunakan model penyelidiakan meliputi dua langkah


penting . Yaitu,

1.Mengidentifikasi pertanyaan atau masalah penyelidikan dan menentukan tujuan belajar anda
dan

2.Menyusun rencana untuk mengumpulkan data.

Mengidentifikasi Pertanyaan Penyelidikan dan Tujuan Belajar

Langkah pertama dalam menyusun rencana bagi penyelidiakan adalah


mengidentifikasi pertanyaan atau masalah yang layak untuk diselidiki sebagaimana kami
katakan dibagian sebelumnya , masalah idealnya datang dari siswa dan ini yang terjadi dalam

Page | 13
pelajaran Karen .Namun , dikebanyakan ruang kelas ,masalah masalah harus datang dari guru
dan ini kemungkinan besar yang terjadi dengan siswa anda.

Jadi,langkah pertama dalam merencanakan satu pelajaran penyelidikan adalah


mengidentifikasi satu pertanyaan yang layak . Supaya bisa layak untuk
penyelidikan,pertanyaan itu harus melibatkan satu Variabel yang bisa dimanupulasi dan efek
yang bisa diukur.Variabel adalah kuantitas yang bisa memiliki nilai nilai yang berbeda
.Misalnya,dalam pelajaran Karen , waktu mengadon adalah sebuah variabel.Adonan bisa
,misalnya,diadon selama saru menit ,dua menit,dan seterusnya,atau waktu ditengah tengah
.Waktu mengadon adalah kuantitasnya dan satu atau dua menit adalah dari Variabel.para
murid bisa memanipulasi variabelnya- maksutnya , mengubah waktu adonan- dan berapa
lama roti akan mengembang adalah efek yang bisa di ukur.

Meski scott tidak melakukannya secara persisi sebagaia penyelidikan, pelajaran dia di
awal bab ini bisa dengan mudah di ubah menjadi pelajaran penyelidikan. Panjang dari
pandulum setiap kelompok adalah kuantitas yang bisa di manipulasi, seperti 20,25,30, atau 35
sentimeter. Dan para murit bisa mengukur efeknya- frekuensi dari pendulum. Utuk
menjadikan pelajarannya penyelidikan formal, yang perlu scott lakukan hanyalah
menekankan metode ilmiah, mendefinisikan konsep, seperti, hipotesis dan variabel. Dan
meminta murit mengerjakan eksperimen mereka secara lebih sistematis. Pelajarannya adalah
lebih soal penekanan. Hanya saja, dia tidak mnekankan komponen-komponen spesifik dari
pelajaran penyelidikan. Sejumlah contoh tambahan dari masalah-masalah yang cocok bagi
penyelidikan di berikan di tabel 8.2

Sebaliknya, pelajaran Laura tidaklah cocok bagi penyelidikan. Murid-muridnya


berusaha memecahkan masalah-menemukan bidang yang perlu di tutupi karpet di ruang kelas
mereka- tapi tidak ada variabel yang bisa di manipulasi.

Menenetukan tujan belajar ketika menggunakan modal penyelidikan cukup sederhana.


Memecahkan masalah penyelidikan yanf spesifik danmempelajari keterampilan berpikir kritis
yang lekat dengan penyelidikan atau selalu menjadi tujuan belajar. Akan tetapi, meskipun
tujuan materi itu sekunder di bandingkan dengan mengembangkan keterampilan penyelidikan,
pelajaran penyelidikan juga bisa membantu para mrid menemukan hubungan, yang
merupakan tujuan materi penting. Di dalam pelajaran karen, sebagai contoh, siswa mncari
hubungan antara seberapa lama roti di adon dan berapa lama roti mengembang .Tabel8.2
sampel masalah untuk penyelidikan

Page | 14
Masalah Rancangan
Faktor-faktor apa yang memengaruhi Menempatkan volume air yang sam di
tingkat penguapan air ? wadah-wadah di bawah kondisi-kondisi
yang berada serta setiap hari mengukur
volume air yang tersisa di wadah.
Bagaimana volume air memengaruhi tingkat Menempatkan sampel biji kacang di jenis
pertumbuhan tanaman ? tanah yang sama dan memberi masing-
masing sampel volume air yang brbeda,
seperti seperempat cangkir, setengah
cangkir,tiga perempat cangkir, dn
seterusnnya. Serta mengukur pertumbuhan
kacang .
Bagaimana kuantitas olahraga mmengaruhi Meminta siswa untuk mengukur denyut
detak jantung ? jantung mereka kala beristirahat dan
kemudian berlari di tempat selama gurun
waktu tertentu, seperti 1 menit, 2 menit, dsn
seterusnya, serta mengukut denyut jantung
mereka setelah setiap kurun waktu.
Membuat Rencana untuk Pengumpulan Data

Masalah , strategi-strategi untuk mengumpulkan data idealnya datang dari siswa anda. Akan
tetapi, untuk siswa-siswa yang masih kecil dan murid-murid yang tidak memiliki pengalaman
merancang dan mengerjakan eksperimen, anda perlu memberikan cukup banyak bimbingan
sehingga anda perlu merencanakannya. Misalnya, andaikan saja anda ingin siswa anda
memeriksa pertanyaan penyelidikan pertama dalam tabel 8.2 dan anda mengantisipasi
berbagai hipotesis, seperti suhu air dan area permukaan yang terpakai. Untuk menyelidiki
hipotesis pertama , anda harus mencari wadah dan memikirkan dimana wadah-wadah itu
harus di tempatka suoaya suhunya beragam, seperti di jendela, pojok ruangan dan di kulkas.
Untuk memeriksa yang kedua, anda perlu memerlukan satu set wadah dengan mulut beragam
untuk setiap area. Anda juga perlu merencanakan bimbingan yang di butuhkan saat siswa
menyiapkan wadah dan mengukur volume air yang tela menguap. Karena penguapan tidak
bisa di ukur secara langsung, siswa merlu mengukur volume air yang trsisa di dalam wadah,
sehingga anda perlu silinder berukuran atau gelas pengukur. Anda juga perlu memperagakan
cara mengukur volume airtanpa menumpahkan dan membatalkan hasilnya. Ini sekedar satu

Page | 15
contoh dan anda harus melakukan perencanaan serupa saat mempersiapkan murid-murid
memeriksa pertanyaan penyelidikan.

Menerapkan Pelajaran untu Penyelidikan

Karena penyelidikan adalah bentuk pembelajaran Berbasis-Masalah ,menerapkan pelajaran


penyelidikan sama dengan menerapkan pelajaran untuk pembelajaran berbasis masalah
manapun. Proses ini terjadi dalam 4 fase, yang di berikan di dalam tabel 8.3 dan di bahas pada
bagian-bagian berikut

Fase Deskripsi
Fase 1 : Mengidentifikasi Pertanyaan  Menarik perhatian siswa dan
Guru atau ( idealnya ) murid menarik mereka kedalam pelajaran.
mengidentifikasi satu pertanyaan yang akan  Memberikan fokus untuk pelajaran
coba di jawab ileh siswa .
Fase 2 : Hipotesis  Memberikan kerangka referensi
Siswa membuat hipotesis yang berusaha untuk mengumpulkan data .
menjawab pertanyaan.
Fase 3 : Mengumpulkan dan  Memberikan siswa pengalaman
Menganalisis data penguji hipotesis dengan bukti.
Siswa mengumpulkan data terkait dengan
hipotesis dan menyusun serta
menampilannya suoay data itu bisa di
analisa.
Fase 4 : Menilai Hipotesis dan Membuat  Memberi siswa pengalaman
Generalisasi. tambahan untk menggunakan

Page | 16
Guru memandu diskusi tentang hasil dan metode ilmiah.
sejauh mana hasil-hasil itu mendukung  Mengembangkan kemampuan untuk
hipotesis. Juga, murid melakukan membuat kesimpilan berdasarkan
generalisasi terhadap hasil berdasarkan bukti.
asesmen terhadap hipotessis .  Mendorong pengalihan penerapan
(transfer) kesituasi-situasi baru.

Fase 1 : Mengidentifkasi pertanyaan penelitian penyelidikan bermula saat kita suadah


mengidentifikasi satu pertanyaan yang di niatkan untuk menarik perhatian dan memberika
tantangan bagi siswa. Pertanyaan ini dapat tumbuh secara alamiayah dari kegiatan belajar.
Atau, anda bisa memikirkan masala-masalah ini di muka dan membimbing siswa utuk
mengidentifikasi pertanyaan. Bisa juga anda sendiri yang memberikan pertanyaan itu begotu
saja.

Supaya pertanyaannya pasti jelas, anda harus menuliskannya di papan atau


menunjukkannya di kamera dokumen untuk memastikan bahwa siswa memahami konsep di
dalamnya. Meminta siswa ntuk mejelaskan pertanyaan dengan kata-kata mereka sendiri atau
mengaitkannya dengan diskusi sebelumnya dapat membantu menentukan apakah mereka
benar-benar memahaminya.

Mari kita lihat bagaimana karen menerapkan fase pelajaran ini.

Saat karen membahas prosedur memanggang roti pada awal pelajarannya,dia mulai
mengadon beberapa adonan roti di depan ruangan sambil memeberikan tinjauan sekils
tentang proses membuat roti.

Ditengah penjelasannya, jose mengangkat tangan dan bertnya” mengapa ibu harus
mengadon demikian lama ?”

“itu pertanyaan bagus,jose. Mengapa demikian menurutmu ?..........ada yang tau ?”

Pelajaran karen berawal saat jose mengajukan pertanyaannya. Inilah yang ideal, tapi
mungkin agak langkah di dunia ruang kelas sungguhan.

Mari kita lihat bagaimana gym jonofan, seorang guru kelas 4, menrapkan fase ini dalam
pelajran temtang penguapan.

“Kita telah mempelajari penguapan, jadi mari kita lihat apa yang sudah kita
ingat......apakah itu?...Tanya?”

Page | 17
“...itulah yang terjadi saat cairan berubah mnjadi gas.”

“ jadi, bagaimana kita tahu jika cairan itu menguap?.....kita tidak bisa
melihatnya.....carlos?”

“ jika kita punya cairan di sebuah cangkir, tidak akan ad yang tersisa banyak ....., jadi
, kita tahu ada yang menguap.”

“Bagus ,” Sekarang pikirkan ini. Hanya apa yang menurut kalian akan memengaruhi
kwcepatan penguapan air?....apa ide-ide kalian?”

Jim mengajarkan anak-anak kelas 4 yang tidak memiliki banyak pengalaman dalam
merumuskan pertayaan-pertanyaan penyelidikan , sehingga dia sendiri yang menyajikan
pertanyaan itu. Ini adalah cara yang sangat layak untuk memulai satu pelajaran penyelidikan
bersama anak-anak kecil atau anak-anak yang tidak memiliki pengalaman.

Fase 2 : Merumuskan Hipotesis Saat satu pertanyaan telah di perjelas, kelas pus siap untuk
berusaha menjawabnya. Pertanyaan mereka adalah sebuah hipotesis ,satu jawaban sementara
terhadap satu pertanyaan atau solusi terhadap satu masalah yang bisa di dukung atau di
sanggah dengan data.

Dalam sejumlah kasus, jika pertanyaan penyelidikan berasal dari para murid, dan anda
belum mengantisipasinya, anda bisa sekadar melanjutkan pelajaran atau sedikit
memodifikasinya dan kemudian merencanakan proses pengumpulan data keesokan harinya.

Murid-murid jim lebih kecil dan kurang berpengalaman di bandingkan murid-murid


karen dan anda melihatpenyesuaian yan di lakukan jim untuk mengakomodasi kurangnya
pengalaman para muridnya. Mereka tidak memiliki ide tentag faktor-faktor yng memengaruhi
penguapan sehingga jim memberikan lebih banyak bimbingan bagi siswa dan boleh di bilang
menggiring mereka membuat pernyataan-pernyataan hipotesis. Ini mungkin terjadi pada
siswa-siswa anda. Semakin banyak pengetahuan latar belakang dan pengalaman yang mereka
miliki,semakin sedikit bimbingan yang akan mereka perlukan.

Perhatikan juga bahwa ketika konseop hipotesis telah di definisikan.baik karen


maupun jim menggunkan istilah tersebut, atau satu bentuk dari istilah itu, sepanjang sisa
pelajaran mereka. Ini berharga perkembangan kosakata selalu menjadi bagian dari pelajaran
apapun dan semakin seriing anda menggunakan satu istilah baru, semakin nyaman siswa
terhadap istilah tersebut.

Page | 18
Setelah menyatakan hipotesis-hipotesis, para murid kini siap mengumpulkan data
untuk menguji hipotesis-hipotesis tersebut.

Fase 3 :Mengumpulkan dan Menampilkan Data

Hipotesis membimbing proses pengumpulan data. Saat hipotesis sudah di nyatakan


dan di perjelas, para murid kini siap untuk mulai mengumpulkan data. Akan tetapi, sebelum
mereka bisa mulai, mereka harus memahami konsep Variabel Kontrol ( Controlled
Variabel ), yaitu, proses menjaga nilai-nilai semua variabel, kecuali satu, supaya tetap atau
konstan. Variabel yang tidak di jaga supaya tetap adalah variabel yang di manipulasi siswa
untuk tujuan penelitian atau penyelidikan.

Mengendalikan variabel masuk akal secara intuitif dan murid-murid karen cepat
menyesuaikan diri dengan proses itu. Namun, tidak semua murid akan memahami konsep
variabel kontrol secepat atau semudah murid-murid karen, sehingga anda mungkin harus
mmberikan lebih banyak bimbingan kepada siswa anda di bandingkan murid karen.

Anda memiliki dua opsi dalam proses ini. Anda dapat membahas proses
mengendalikan variabel dan berharap murud-murid anda memahami variabe terkontrol
berdasarkan diskusi anda. Ini adalah pendekatan langsung, tapi agak abstrak. Atau, andabisa
meminta murid-murid anda untuk memulai dan saat anda melihat mereka gagal
mengendalikan satu atau lebih variabel, anda kemudian bisa turun tangan. Proses ini lebih
konkret dan mungkin lebih bermakna bagi murid-murid , tapi lebih tidak langsung. Lagi pula,
menempuh prosess ini mungkin tidak begitu mudah buat anda. Pilihan ini terpulang pada
pertimbangan profesional anda dan keyakinan menggunakan penyelidikan dalam pengajaran
anda.

Sebagaimana anda lihat, pendekatan jim agak kurang langsung di bandingkan


pendekatan karen. Dia meminta siswa menuangkan air di cangkir dan menuntun mereka untuk
memperhatikan bahwa volume air di cangkir-cangkir itu berbeda. Ini memberinya contoh
konkret ( dari variabel tak terkendali ) yang membantu mereka memahami apa itu variabel
kontrol atau pengendali.

Menyusun dan Menyajikan data.Fase mengumpulkan data dari pelajaran model


penyelidikan juga memberi siswa pengalaman menyusun dan menyajikan data, yang bisa
hanya memerlukan sedikit pengaturan . Misalnya, data yang dia cantumkan di papan terlihat
sebagai berikut:

Bantalan Roti /Waktu Mengadon Tinggi

Page | 19
Bantalan 1 (3 menit ) 5,3 sentimeter
Bantalan 2 (5 menit ) 5,6 sentimeter
Bantalan 3 (10 menit ) 6,1 sentimeter
Bantalan 4 (15 menit ) 6,6 sentimeter
Bantalan 5 (20 menit ) 6,5 sentimeter
Data dalam pelajaran jim juga besifat langsung. Dia menciptakan suatu garis besar
tabel, menyajikannya di papan buletin kelas, mminta murid-muridya mengukur volume air di
cangkir setelah 1,2,3,4 dan 5 hari serta merekam data di dalam diagram.itu bisa di lihat di
tabel 8.4

Fase 4 :Menilai Hipotesis dan Membuat Generalisasi Setelah data di kumpulkan dan
diatur, informasi di gunakan untuk menilai hipotesi-hipotesis awal dan untuk membuat
generalisasi hasil. Idealnya, di dalam fase pelajaran penyelidikan ini murid bertanggung jawab
untuk menilai hipotesis-hipotesis mereka berdasarkan data. Namun, dalam praktik, anda
mungkin harus menuntun analisis ini untuk memastikan kesimpulan-kesimpulan mereka di
dasarkan pada data yang sudah mereka kumpulkan.

Mari kita lihat bagaimana karen melakukan fase pelajaran ini.

Gambar 8.4 Hal 335

Lokasi Awal H1 H2 H3 H4 H5
Di jendela 200 ml
Di Pojok 200 ml
Di dekat Ac 200 ml
Di kulkas 200 ml
Sekarang, mari kita lihat bagaimana jim melaksanakan fase pelajaran ini. Dia
mengambil informasi dari diagram di papan buletin dan membuat satu tabel lebih kecil, yang
kemudian iya tampilkan di kamera dokumennya untuk memastikan bahwa semua siswa dapat
dengan jelas melihat data yang ada.

Data dalam pelajaran jim lebih tegas di bandingkan data dalam pelajaran karen, yang
memungkinkan siswa membuat generalisasi yang lebih menyakinkan . Saat siswa
berkembang, pengalaman-pengalaman yang membuat para murid tak mampu merumuskan
kesimpulan generalisasi yang tegas adalah beberapa dari pengalaman paling berharga yang
bisa mereka miliki. Kehidupan tidaklah demikian jelas dan banyak ketidakjelasan muncull di
dunia luar kelas. Terkait hari ini, pelajaran karen adalah pengalaman berharga. Dan saat
murid-murid jim memiliki pengalaman dan berkembang , akan berharga bagi mereka untuk
menghadapi hasil-hasil yang agak tak pasti.
Page | 20
Memberikan pengalaman ini adalah nilai utama dalam melakukan pelajaran
penyelidikan . Memang, Pengalaman-pengalaman ini mencerminkan pengalaman-pengalaman
di dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tak bisa di munkiri bahwa murid tidak akan menjadi
pemiir kritis yang ahli. Kecil juga kemungkinana mereka akan belajar untuk menghindari
membuat lompatan kesimpulan yang tergesa-gesa hanya dari satu pelajaran penyelidikna.
Namun, jika mereka mendapat serangkaian pengalaman penyelidikan dan membuat
kesimpulan berdasarkan bukti, pemikiran kritis mereka lambat tahun akan berkembang dan
mereka akan menjadi diri bisa mengkomodasi lika-liku kehisupan sehari-hari mereka secara
lebih efektif.

Menggunakan Model Penyelidikan dalam Bidang Materi yang Bereda

Karena model penyelidkan di rancang untuk memberi siswa pengalaman menggunakan


metode ilmiah, anda yang bukan guru IPA mungkin menganggap model ini tidak
releven.Padahal,tidaklah mesti demikian.Misalnya,andaikan anda seorang guru aljabar dan
meminta siswa anda menyelidiki persamaan –persamaan dan grafik dari garis
lurus.Persamaan umum bagi satu garis lurus adalah y = mx + b,dimana m adalah emiringan
garis dan b adalah persilangan y (tempat garis bersilang dengan sumbu y ).Misalnya ,piiran
persamaan y = 2x + 1 .Grafik ini tampak sebagai berikut :

Grafik dari y=2x + 1

Page | 21
Y = 3x + 1

Y = -2x + 1

Page | 22
Y = 2x + 2

Y + 2x – 1

Page | 23
Pelajaran seperti ini memiliki dua manfaat . Pertama,siswa mendapatkan pengalaman
proses penyelidikan.Kedua,dan mungkin lebih penting dalam kasus ini ,siswa akan
mendapatkan pemahaman lebih mendalam tentang persamaan dan grafik ketimbang jika
mereka mendapatkan pengajaran biasa.Meminta siswa merenungkan dan membahas
pemahaman mereka adalah salah satu cara paling berharga bagi guru untuk membantu siswa
melewati proses “sekedar menghafal” matematika .
Contoh-contoh tambahan lain dari pertanyaan penyelidikan dlam bidang materi dan
mekanisme yang berbeda-beda untuk mengumpulkan data diberikan dalam table 8.5.
Menggunakan penyelidikan dalam bidang-bidang materi seperti Bahasa Inggris jelas
merupakan satu adaptasi Model Penyelidikan.Misalnya,dalam menyelidiki hubungan antara
kehidupan pribadi pengarang dan karya mereka , anda secara teknis tidak akan memiliki
variable untuk dimanipulasi (seperti waktu mengadon dalam pelajaran Karen dan suhu air
dalam pelajaran Jim).Hal sama berlaku bagi contoh-contoh lain di Tabel 8.5.Akan tetapi,inti
proses penyelidikan tetap utuh.MIsalnya,siswa dapat berhipotesis tentang hubungan antara
kehidupan pribadi pengarang dan karya mereka seraya memeriksa biografi-biografi dan
kutipan-kutipan dari tulisan mereka sebagai bentuk sah dari pengumpulan data.Dan setelah
informasi terkumpul ,hipotesis bisa diases dan siswa dapat melakukan generalisasi sejauh
yang dimungkinkan oleh data.
Sebagimana contoh aljabar yang sudah diberikan sebelumnya,menggunakan
pendekatan penyelidikan bisa berujung pada siswa mendapatkan pemahaman lebih dalam
tentang topik-topik dibandingkan jika mereka mendapatkan pengajaran
tradisonal.Dikombinasikan dengan pengalaman menggunakan proses penyelidikan akan
menjadikan penggunaan Model Penyelidikan sebagai tambahan bernilai bagi khazanah
mengajar Anda.
Penyelidikan spontan
Sejauh ini, kita berfokus terutama pada pendekatan terencana dan sistemats terhadapa
pelajaran penyelidikan.Akan tetapi ,salah satu manfaat terbesar mempelajari penyelidikan
adalah kian meningkatnya kemampuan untuk memanfaatkan peluang-peluang melakukan
kegiatan penyelidikan yang terjadi secara spontan.
kesempatan berlimpah jika anda awas terhadap kemungkinan . kesempatan biasanya
terjadi ketika murid menjumpai situasi yang tidak memiliki jawaban pasti.setiap pertanyaan
ini bisa menjadi titik awal bagi sebuah pelajaran penyelidikan mini.Murid bisa diminta
untuk menebak jawaban (hipotesis) bagi pertanyaan dan menjelaskan mengapa mereka
meyakini jawaban itu. Kemudian , setiap hipotesis diselidiki.Misalnya , kelas bisa
Page | 24
memvariasikan volume air jika variable ini membuat perbedaan (padahal tidak).Mendapati
bahwa kartuitu tetap menjadi alas gelas dalam setiap kejdian , kelas akan menghilangkan
“volume air” sebagai variable yang menyebabkan kartu tetap dibawah gelas dan kemudian
akan memeriksa variable-varibel lain seperti jenis cairan digelas.
Pelajaran penyelidikan spontan memiliki seidaknya empat ciri
positif.Pertama,motivasi menjadi tinggi karena para murid melihat bahwa investigasi datang
langsung dari pertanyaan yang mereka (ketimbang gutu ) ajukan. Kedua ,para murid kerap
menyarankan cara-cara kreatif untuk menyelidiki satu masalah.Iklim kerja tim dan kerja sama
ruang kelas pun berkembang. Ketiga ,semangat penyelidikan secara efektif dapat ditangkap
dengan hanya sedikit waktu dan upaya Anda.Anda hanya perlu sekadar mendorong dan
membimbing siswa untuk memikirkan pertanyaan dan bagaimana pertanyaan-pertanyaan itu
bisa diselidiki.Terakhirpelajaran-pelajarn penyelidikan spontan memungkinkan siswa untuk
melihat bagaimana proses ini secara langsung terkait dengan subjek-subjek yang mereka
pelajari .Pembedaan antara pertanyaan yang dibuat guru dan pertanyaan yang dibuat siswa itu
hals tapi berefek kuat.Saat siswa hanya menyelidiki pertanyaan –pertanyaan yang dibuat
orang lain,mereka mempelajari bahwa pengetahuan itu bersifat eksternal ketimbang personal
dan fungsional .Materi sering disajikan sebagai kebenaran yang sudah ditetapkan
sebelumnya,atai membuat masalah-masalah mereka sendiri ( Goodlad,1984) .Penggunaan dari
penelitian yang dibuat spontan oleh murid bisa berperan banyak untuk membantu mereka
memahami bagaimana pengetahuan dihasilkan .Juga,memahami hubungan pengetahuan itu
bagi diri mereka sendiri.
Penyelidikan dan peraihan konsep
Saat kami membahas model peraihan konsep dalam bab 6 , kami menyatakan bahwa
model itu bisa digunakan untuk membantu siswa memahami proses penyelidikan dan metode
ilmiah.Berdasarkan contoh positif dan negative ,para murid menghipotesiskan kemungkinan
kemungkinan sebutan bagi konsep. Kemudian,hipotesis-hipotesis ini dianalisa berdasarkan
contoh-contoh tambahan.Contoh dan non contoh lalu berfungsi sebagai data yang digunakan
untuk menganalisis hipotesis.Tabel 8.6 lebih jauh memberikan perbandingan antara kegiatan
penyelidikan dan peraihan konsep.
Model peraihan konsep bisa menjadi alat efektif untuk memperkenalkan siswapada
proses penyelidikan. Karena tidak diperlukan banyak waktu untuk meneyelesaikan satu
pelajaran,murid-murid bisa melihat keseluruhan proses tergelar dalam satu kegiatn
belajar.Akan tetapi,ini tidak memberi murid gambaran yang sepenuhnya valid tentang proses
penyelidikan karena guru memberikan semua data-contoh dan noncontoh.Namun,ini bisa
menjadi cara efektif untuk memperkenalkan murid dengan penyelidikan sebelum mereka
melakukan sendiri penelitian penyelidikan “bersekala-penuh”.
Menyesuaikan pengajaran berbasis-Masalah dalam konteks pembelajaran yang
berbeda
Sebagaimana semua model yang kami bahas alam buku ini,menggunakan
pembelajaran berbasis-masalah menuntut sejumlah penyesuaian saat menghadapi murid
dengan usia yang berbeda.Atau,saat menghadapi siswa yang memiliki latar belakang
berbeda.Vami aan membahas beberapa penyesaian tersebut di dalam bagian ini .
Praktik yang sesuai taraf perkembangan : Menggunakan pembelajaran berbasis-
masalah dengan murid yang memiliki usia berbeda

Page | 25
Menggunakan proses penyelidikn dengan murid yang memilii usia berbeda –beda
utamanya terkait denganmenyesuaikan sifat pertanyaan penyelidikan dancara pengumpulan
data.Misalnya,saat menggunakan penyelidikan dengan ank –anak kecil,pertanyaannya harus
sederhana dan konkret.
Ketika belajar membuat prediksi (ramalan) dan mengujinya dengan data ,anak kecil bisa
mendapatakan pengalaman yang berharga bagi perkembanagan mereka.Selain itu,yang perlu
dilakukan guru hanyalah membelah apel setiap hari. Kegiatan ini nyaris tidak memerlukan
persiapan dann upaya dari guru.
Saat siswa mendapatkan pengalaman ,mereka akan dibekali untuk menghadapi
masalah-masalah yang lebih sukar dan ,dalam hal penyelidikan,untuk berkutat dengan
prosedur-prosedur pengumpulan data dan analasis hipotesis yang lebih rumit.Akan tetapi
,sebagaimana yang anda lihat engan murid-murid scott Vhususnya,jika murid-murid anda
tidak memiliki pengalaman memecahkan masalah dan melakukan penyelidikan,mereka avan
memerlukan cukup banyak sokongan untuk membantu mereka melewati proses ini .Meski
menyulitkan anda,membantu murid mengembangkan keterampilan pemecahan masalahdan
penyelidikan adalah beberapa dari pengalaman paling berharga yan bisa anda berikan kepada
mereka.Jadi setidaknya ,dalam sejumlah cara ,pembelajaran berbasis –masalah adalah salah
satu model terpenting yang kita baha dalam buku ini.
Mengesplorasi keberagaman : Menggunakan pembelajaran bebasis- masalah dengan
siswa-siswa yang memiliki latar belakang berbeda.
Proses dasar yang terlibat dalam pemecahan masalah dan penyelidikan sejatinya
sama untuk semua siswa .Akan tetapi,pengetahuan budaya,pendekatan pemecahan
masalah,dan sikap serta keyakinan akan beragam.Misalnya,orang Yup’ik,yang tinggal di Laut
Bering di sebelah barat Alaska,memiliki 99 konsep untuk es.Ada konsep-konsep yang
menggambarkan es yang bergelombang ,es ditepi pantai,kembang es kecil,dan es tipis yang
saling bertumpuk seperti sirap (shingles) (Block,2007) .Konsep-konsep ini membantu orang
Yup’ik memainkan peranan dalam kebudayaan mereka dan juga memengaruhi cara mereka
memecahkan masalah.Dalam kebudayaan kita,komputer,ipod,internet,dan banyak teknologi
lain adalah alat-alat nyata yang membantu kita beroperasi secara efektif.
Sikap dan keyakinan juga dipengaruhi perbedaan budaya.Misalnya,sikap dan
keyakinan terkait pembelajaran diberikan sebagai penjelasan untuk prestasi pemecahan
masalah mengesankan yang ditunjukkan siswa Jepang.”Sikap yang condong pada prestasi
menekankan bahwa keberhasilan datang dari kerja keras (bukan dari kemampuan
bawaan)...Guru memeriksa sejumlah masalah secara mendalam ketimbang membahas
banyak masalah secara dangkal; kesalahan anak-didik digunakan sebagai alat belajar bagi
kelompok” (Rogoff,2003,hal.264-265).Misalnya ,masalah penyelidikan dalam aljabar yang
kami gambarkan sebelumnya adalah ciri khas dari memeriksa “beberapa masalah secara
mendalam ketimbang membahas banyak masalah secara dangkal”.Siswa yang terbiasa
memeriksa masalah secara dangkal mungkin pada awalnya mempertanyakan mengapa
mereka memeriksa persamaan sederhana demikian seksama.Akan tetapi,seiring
meningkatnya pemahaman mereka,minat intrinsik mereka pun akan meningkat.
Menariknya ,hanya sedikit ditemukan perbedaan kultural didalam kinerja memori
ketika tugas-tugas memiliki konteks dunia nyata.Misalnya,saat orang ,seperti

Page | 26
pemasok,tukang kayu,atau ahli diet,menggunakan matematika untuk tujuan praktis,mereka
jarang mendapatkan jawaban yang tidak masuk akal.”Akan tetapi ,kalkulasi dalam konteks
sekolah secara rutin menghasilkan sejumlah kesalahan absurd ,dengan hasil-hasil yang
mustahil jika melihat maksud dari masalahnya” (Rogoff,2003 ,hal.262).Ini tergambar dalam
pelajaran Laura .Meskipun menemukan bidang yang tertutupi karpet di ruang kelas
merupakan tugas dunia nyata bagi muridnya,ada yang bersedia menerima jawaban yang
sangat berbeda bagi masalah tersebut,bahkan menerima jawaban –jawaban yang tak masuk
diakal.Hasil ini menunjukkan kebutuhan untuk meminta siswa memikirkan apa yang sedang
mereka lakukan seraya menanyai diri mereka apakah jawaban mereka masuk
akal,dikombinasikan dengan sokongan signifikan bagi semua murid,terlepas dari latar
belakang budaya mereka.
Pengalaman dan keyakinan budaya serta keagamaan juga bisa memengaruhi
pemikiran kritis.Murid-murid yang pengalaman sekolah awalnya meliputi banyak tugas taraf-
hafalan – umum disekolah-sekolah perkotaan ( Kozol ,2005 )- cenderungan kurang dibekali
untuk berpikir kritis dibandingkan rekan-rekan sebaya mereka yang memiliki pengalaman
berbeda.Juga,para anggota kebudayaan yang sudah diajarkan untuk menghormati orang
yang lebih tua serta murid dengan keyakinan agama otoritarian yang kuat,mungkin kurang
memiliki kecenderungan berpikir kritis ( Qian & Pan,2002; Kuhn & Park,2005 ).
Perbedaan-perbedaan ini mengarah pada kebutuhan untuk menanamkan
pengalaman belajar didalam konteks dunia nyata,mendorong tingkat interaksi tinggi ,dan
memberikan sokongan yang akan membantu siswa memahami pengalaman-pengalaman
tersebut.ini berlaku bagi semua siswa ,terlepas dari latar belakang kebudayaan mereka.
Meningkatkan motivasi dengan pembelajaran berbasis masalah
Model-model pembelajaran berbasis –masalah bisa efektif untuk meningkatkan motivasi
siswa karena mereka memanfaatkan efek motivasi dari rasa ingin tahu,tantangan ,tugas
autentik ,keterlibatan ,dan otonomi,semua faktor yang meningkatkan motivasi siswa untuk
belajar ( Schunk,Pintrich & Meeca,2008).Para peneliti telah mendapati bahwa kemampuan
untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan memberikan semacam perasaan tantangan adalah
dua karakteristrik dari tugas-tugas yang secara intrinsik memotivasi (Lepper &
Hodell,1989).Kedua karakteristik itu membangkitkan hasrat bawaan orang untuk memahami
bagaimana dunia bekerja.Karena masalah,yang solusinya tidak seketika jelas,adalah inti dari
segala kegiatan pembelajaran berbasis – masalah,kedua karakteristik tersebut
memanfaatkan kemampuan untuk meningkatkan motivasi intrinsik.
Kegiatan –kegiatan pembelajaran berbasis-masalah juga memanfaatkan efek
motivasi dari tugas autentik ( authentic tasks),yaitu kegiatan-kegiatan belajar yang
menuntut pemahaman yang bisa digunakan di dunia di luar ruang kelas ( Enggen &
Kauchak,2010 ).Tugas autentik memotivasi karena membantu siswa melihat bagaimana
konsep dan proses abstrak terkait dengan dunia nyata .Laura Hunter menggunakan tugas
autentik-menemukan bidang yang tertutup karpet di sebuah ruang kelas – untuk memotivasi
muridnya mempelajari bidang itu.Guru yang efektif membuat kaitan dengan dunia nyata
seperti ini setiap saat dalam pengajaran mereka.

Page | 27
Selain itu,kegiatan –kegiatan berbasis-masalah memanfaatkan efek motivasi dari
keterlibatan dan otonomi.Otonomi siswa meningkat saat siswa memiliki pilihan dalam
memutuskan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.Juga,keterlibatan
menjadi tinggi saat siswa melakukan penyelidikan mereka (Schunk dkk,2008).Ruangg kelas
kerap merupakan lingkungan belajar satu dimensi tempat pilihan siswa diminimalkan dan
setiap orang melakukan hal yang sama pada saat yang sama.Guru dapat meningkatkan
otonomi dan keterlibatan siswa selama kegiatan berbasis-masalah dengan memberi siswa
pilihan tentang faktor-faktor seperti :

 Masalah apa yang harus dikejar ?


 Hipotesis apa yang akan dibuat?
 Bagaimana menyelidiki masalah ini?
 Bagaimana melaporkan hasilnya?
Selain meningkatkan motivasi,otonomi dan keterlibatan siswa juga meningkatkan
kemampuan siswa untuk mengarahkan pembelajaran mereka,yang merupakan esensi dari
pengaturan diri (self-regulation).

Menilai pembelajaran dalam kegiatan berbasis-masalah

Sebagaiman semua model pembelajaran ,bentuk asesmen harus ditentukan oleh tujuan
belajar dari suatu pelajaran.Pembelajaran berbasis-masalah memiliki tiga tujuan belajar yang
saling terkait.
Meningkatkan pemahaman tentang proses-proses yang terlibat dalam pembelajaran
berbasis-masalah
Mengembangkan pembelajaran mandiri siswa
Mendapatkan pemahaman mendalam tentang topik – topik spesifik

Asesmen tentang peraihan materi dalam model ini serupa dengan proses-proses yang ada
dalam model-model lain,sehingga kami tidak akan membahas aspek asesmen ini secara lebih
jauh.Sebaliknya,kami akan memfokuskan diskusi kami pada bagaimana menilai dua tujuan
pertama dari kegiatan berbasis-masalah.

Asesmen Alternatif dan pembelajaran berbasis-masalah

Asesmen trandisional,paling umum di dalam bentuk tes-tes objektif,secara historis telah


dikritik.Para kritikus berpendapat bahwa asesmen-asesmen itu dangkal dan jauh dari realitas
pembelajaran ( Corcoran,Dershimer,& Tichenor,2004).Dalam merespons kritik-kritik
ini,penggunaan asesmen alternatif,telaah langsung terhadap kinerja siswa dalam tugas-
tugas signifikan yang releven bagi kehidupan di luar sekolah (Frey & Schmitt
,2005),dianjurkan.(Meskipun kian meningkatnya penekanan pada standar,tes berisiko tinggi
,dan akuntabilitas telah melunakkan upaya asesmen alternatif,asesmen ini tetap menjadi
alat kuat untuk mengukur tujuan belajar yang sulit diukur tes-tes tradisional).Asesmen-
asesmen alternatif bisa efektif untuk mengukur kemampuan siswa dan mencakup hal berikut
:
 Merancang strategi pemecahan-masalah
 Melakukan penelitian penyelidikan
Page | 28
 Membuat hipotesis
 Mengumpulkan data yang releven bagi hipotesis
 Bekerja secara kolaboratif dalam kelompok untuk memecahkan kasus berbasis –
masalah

Di luar produk,seperti jawaban atau solusi bagi satu permasalahan ,guru yang menggunakan
asesmen alternatif akan berminat terhadap proses yang ditempuh siswa untuk menyiapkan
produk,yang menekankan pemikiran dalam tertib lebih tinggi ( Gronlund,203).Pengetahuan
tentang proses-proses ini memberi guru kesempatan untuk menilai pengetahuan siswa dan
membetulkan salah pengertian siswa ( Stiggins,2007).
Asesmen Kinerja
Adalah tugas-tugas dimana siswa menunjukkan tingkat kompetensi atau pengetahuan atau
keterampilan mereka dengan mengerjakan satu kegiatan atau menciptakan satu produk
(Popham,2005).Mereka berusaha meningkatkan validitas dengan menempatkan siswa ke
dalam situasi yang sebisa mungkin mirip dengan kehidupan nyata dan mengevaluasi kinerja
siswa berdasarkan kriteria – kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya.Istilah asesmen
kinerja berasal dari bidang-bidang materi seperti IPA ,dimana siswa diminta untuk
menunjukkan satu keterampilan dalam situasi konkret ketimbang mencari jawaban yang
tepat dalam tes buatan guru atau tes standar.Misalnya,seorang guru IPA kelas menengah
mengamati bahwa murid-muridnya mengalami kesulitan menerapan prinsip-prinsip ilmiah
pada peristiwa –peristiwa dunia nyata.Dalam upaya meningkatkan kemampuan ini,setiap
jumat sang guru berfokus pada masalah sehari-hari,seperti mengapa es batu mengambang
disatu gelas cairan jernih tapi tenggelam dalam segelas cairan jernih yang lain.Masalah itu
harus dipecahkan secara berkelompok dan dibahas oleh seluruh kelas.Contoh lain,dia
menaruh dua cairan jernih bervolume sama disatu timbangan balok (beam balance) dan
siswa harus menjelaskan mengapa balok itu menjadi tak seimbang (timbangan balok atau
beam balance berfungsi mengukur massa).Saat murid-murid bekerja,guru berkeliling sambil
membuat catatan yang akan digunakan untuk asesmen dan umpan balik (
Stiggins,2005).Asesmen kinerja memungkinkan guru menilai hasil kerja siswa mereka sambil
terlibat dalam situasi pemecahan masalah yang realistis.
Observasi Sistematis
Observasi atau pengamatan sistematis adalah cara lain untuk mengevaluasi proses-proses
yang digunakan siswa saat mereka terlibat dalam pembelajaran berbasis-masalah .Observasi
sistematis adalah semacam asesmen yang menuntut guru menentukan kriteria –kriteria
bagi proses-proses yang mereka ases dan membuat catatan berdasarkan kriteria
tersebut.Rubrik adalah skala penilaian yang menggambarkan kriteria untuk memberikan
nilai ( Stiggins,2005).Misalnya ,seorang guru IPA yang berusaha untuk mengajari muridnya
langkah-langkah yang ada didalam pemecahan masalah ilmiah bisa menggunakan rubrik
berikut :
1. Menyatakan masalah atau pertanyaan
2. Menyatakan hipotesis
3. Mengidentifikasi variabel independen (tidak terikat),dependen (terikat),dan
terkendali
4. Menggambarkan cara data akan dikumpulkan
5. Menata dan menunjukkan data

Page | 29
6. Mengevaluasi hipotesis berdasarkan data

Dengan mengumpulkan data secara sistematis sambil siswa mengerjakan kegiatan belajar
autentik,guru berada diposisi yang lebih baik untuk menilai kekuatan dan kelemahan siswa
serta memberikan umpan balik.
Daftar periksa
Daftar periksa ( checklist),yaitu deskripsi tertulis terhadap dimensi-dimensi yang harus ada
didalam suatu kinerja yang berterima atau layak,adalah cara lain bagi untuk menilai
pemikiran siswa mereka secara lebih sistematis.Saat daftar periksa digunakan ,kinerja yang
diharapkan biasanya “dicentang”
Ketimbang dilukiskan dalam catatan sebagaimana jika menggunakan observasi sistematis.
Skala pemeringkatan (Rating scales)
Daftar periksa itu terbatas dalam arti menuntut jawaban ya/tidak dari pengevaluasian dan
tidak mempertimbangkan derajat kesuksesan.Skala pemeringatan ,yaitu deskripsi tertulis
tentang dimensi-dimensi dari satu kinerja berterima bersama dengan skala-skala nilai yang
menjadi dasar pemeringkatan setiap dimensi,menghadapi keterbatasan ini.Gambar 8.7
menunjukkan satu contoh yang bisa digunakan untuk menilai efektivitas dari penerapan
penyelidikan oleh siswa.Skala pemeringkatan bisa dirancang untuk memberikan informasi
lebih banyak kepada siswa dengan memberikan jangkar (anchor) bagi setiap nilai
numerik.Misalnya,bagaimana kita tahu apakah “Menyatakan masalah atau pertanyaan
dengan jelas dan akurat” bisa dinilai 3 atau 4 ? Untuk memberikan umpan balik yang lebih
baik,definisi-definisi dari nilai seperti berikut bisa dimasukkan.
Definisi serupa akan ditulis untuk setiap nilai lain.Jangkar-jangkar (anchor) seperti ini
membantu guru melakukan asesmen secara lebih sistematis dan memberi siswa umpan balik
yang lebih berkualitas tentang kinerja mereka.

Asesmen kelompok versus individu


Di sepanjang teks,kami telah mendorong anda menggunakan interaksi siswa sebagai alat
belajar.Akan tetapi,kerja kelompok memberikan tantangan asesmen
khusus.Sebab,komposisi kelompok sepanjang asesmen kelompok kolaboratif bisa secara
signifikan memengaruhi proses dan kualitas produk.Sebagaimana bisa diduga,siswa
berkemampuan tinggi cenderung mendongakrak kinerja kelompok.Sementara,siswa
berkemampuan rendah cenderung melemahkan kinerja.Menilai kinerja satu kelompok
adalah problematis bukan hanya karena itu memberikan gambaran yang secara potensial
kabur tentang kinerja individual.Namun juga karena asesmen semacam itu gagal
memberikan umpan balik perbaikan yang berguna dan mencerahkan bagi individu untuk
meningkatkan kinerja mereka.Ini menandakan Anda harus menilai siswa secara individu
manakala memungkinankan (Su,2007).

Menggunakan kasus untuk menilai pemahaman siswa dalam pelajaran penyelidikan


Pelajaran penyelidikan memberikan tantangan asesmen unik bagi guru.Salah satu tujuan
terpenting asesmen dalam pelajaran penyelidikan adalah menentukan apakah siswa bisa
membuat hipotesis dan mengaitkan data dengan penjelasan.Studi kasus memberikan cara
untuk mencapai tujuan asesmen ini.Juga,studi kasus memungkinkan anda menggunakan
ukuran-ukuran kertas –dan-pensil untuk menilai siswa jika anda tidak nyaman dengan –atau

Page | 30
tidak punya waktu untuk-asesmen alternatif.yaSaat studi kasus digunakan,siswa diberikan
soal atau masalah dan diminta memberikan hipontensis relevan,pertanyaan pengumpulan
data,dan pengamatan atau data dari masalah itu sendiri.Sebagai contoh,lihatlah item
berikut.Untuk situasi berikut,kembangkan satu hipotensis bagi perIlaku Joe,tuliskan dua
pertanyaan pengumpulan-data yang bisa digunakan untuk menguji hipotensis ini,dan buat
tiga pengamatan yang bisa dibuat dari pembaca teks berikut ini.

Sebagai pengukur tambahan bagi keterampilan penyelidikan siswa,Anda juga bisa memilih
untuk mempeluas proses pengukuran dengan meminta siswa menuis ulang
penjelasan(hipotensis)supaya sesuai dengan data tambahan.
Terlepas dari format apa pun yang anda pakai untuk mengukur keterampilan berpikir
kritis,Anda harus yakin bahwa situasi yang digunakan dalam pengukuran bukanlah situasi
yang sudah disajikan sebelumnya.
Sebagaimana pengajaran dan pembelajaran,asesmen adalah bagian penting dari
proses ini.Membuar asesmen berkualitas tinggi dan memberikan umpan balik mendetail
penting untuk mendorong sebanyak mungkin pembelajaran.

Page | 31

Anda mungkin juga menyukai