Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pembahasan dalam bab ini akan ditekankan pada saran yang perlu
disampaikan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Oleh karena itu, saran tersebut lebih bersifat praktis ketimbang uraian ilmiah yang
bersifat filosofis. Hal ini sejalan dengan pengertian bahwa kebijakan publik adalah
an applied social sciene (Dunn, W., 1994).
Sebagai an applied social sciene, kebijakan publik harus mengacu pada
beberapa hal yaitu setiap kebijakan memiliki tujuan yang jelas yang di mana jika
tidak memiliki tujuan maka tidak ada kebijakan. Hal ini perlu ditekankan karena
keperluan adanya kebijkan kerap masih kurang dipertimbangkan, terutama di
negara-negara berkembang. Kebijakan dibuat sekedar untuk mendapatkan
penghargaan, menunjukkan bahwa pemerintah yang bersangkuran memiliki
perhatian terhadap pemerintahan dan pembangunan.
Kebijakan juga harus saling terikat dan saling mendukung satu sama lain
dan tidak boleh terpisah baik secara vertikal maupun horizontal. Terkait secara
vertikal mengandung arti bahwa setiap kebijkan harus selaras dengan kebijakan
serupa yang ada di atasnya. Terkait secara horizontal artinya antara satu undang-
undang dengan undang-undang yang lain dalam satu pemerintahan tidak boleh
saling bertentangan.
Kebijakan publik adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa yang
diinginkan atau dikatakan akan dilakukan oleh pemerintah. Pengertian ini terkait
dengan banyak hal yang diinginkan atau direncanakan, namun belum tentu akan
dilakukan.
Prioritas kebijakan dimaksudkan sebagai penentuan kebijakan mana yang
harus ditetapkan lebih dahulu dan mana yang harus menunggu. Sepintas banyak
orang memandang bahwa kebijakan yang diprioritaskan adalah kebijakan yang
terpenting atau yang memberi manfaat lebih besar kepada masyarakat. Pandangan
ini tidak selalu benar. Dengan kata lain, asas manfaat bukanlah penentu bahwa
suatu kebijakan harus didahulukan. Kebijakan yang didahulukan adalah mana
yang dipandang secara waktu dalam proses implementasikan harus didahulukan.

1
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik menjelaskan tentang
“Kebijakan Publik dalam Negara Berkembang”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pembangunan pemerintahan?
2. Bagaimana pembinaan sistem demokrasi?
3. Bagaimana kebijakan dalam pembangunan?
4. Bagaimana kestabilan, demokrasi, dan kepastian kebijakan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pembangunan pemerintahan.
2. Untuk mengetahui pembinaan sistem demokrasi.
3. Untuk mengetahui kebijakan dalam pembangunan.
4. Untuk mengetahui kestabilan, demokrasi, dan kepastian kebijakan.

1.3.2 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan di atas diharapkan dapat memberikan manfaat
penelitian sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam
pengembangan teori terkait kebijakan publik dalam negara berkembang dengan
topik sejenis, terutama bagi mahasiswa Jurusan Akuntansi di Politeknik Negeri
Sriwijaya.
2. Manfaat Praktis
Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi tentang kebijakan publik dalam negara berkembang untuk peningkatan
kualitas pelayanan publik demi kemajuan negara.

2
1.4 Ruang Lingkup

Berdasarkan tujuan dan manfaat, batasan masalah pada peneitian ini hanya
terkait dengan kebijakan publik dalam negara berkembang, khususnya mengenai
kebijakan subsidi listrik tepat sasaran (SLTS).

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di Bab I, maka kami akan


menjelaskan beberapa teori mengenai kebijakan publik dalam negara berkembang.

2.1 Pembangunan Pemerintahan


Pembangunan pemerintahan adalah peningkatan kemampuan aparatur
pemerintah dalam menjalankan pemerintahan, yaitu dengan membenahi
efektivitas kerja aparatur dalam pelaksanaan atau implementasi kebijakan yang
dibuat pemerintah. Pembenahan efektivitas ini berkenaan dengan pembenahan
pemerintahan yang meliputi tiga dimensi birokrasi, yaitu kelembagaan, prosedur,
dan sumber daya manusia aparatur. Birokrasi pemerintahan di negara – negara
berkembang dalam melaksanakan kebijakan terasa kurang efektif. Kebijakan yang
dibuat pemerintah tidak terlaksana secara wajar di lapangan. Sudah diketahui
bahwa tanpa pelaksanaan yang baik, kebijakan yang baik pun tidak berguna apa-
apa jika tidak dilaksanakan dengan baik. Akhirnya, lebih baik kebijakan tersebut
tidak dibuat daripada tidak dilaksanakan.
Pertama, perbaikan kelembagaan. Hal ini berkenaan dengan besaran dan
susunan lembaga tersebut. Lembaga dibuat untuk melaksanakan strategi
kebijakan, oleh karenaitu ukuran, susunan, dan bentuk lembaga harus sesuai
dengan kebutuhan pelaksanaan strategi. Banyak pendapat yang menganggap
bahwa lembaga yang baik adalah yang ramping dan datar. Artinya, lembaga
tersebut tidak mubazir dan tidak gemuk, sehingga lincah dalam operasinya.
Pendapat ini benar, namun lebih tepat untuk dikatakan sesuai dengan kebutuhan.
Penyebabnya, orgnisasi yang ramping kerap menimbulkan beban yang berlebihan.
Kegiatan yang dapat dilakukan secara serentak terpaksa harus dilkukan bergilir
yang justru menghabiskan lebih banyak waktu.
Hal yang harus dicegah adalah kecenderungan pengurangan dan
pembesaran organisasi yang didasarkan pada keperluan untuk menampung atau
menghindari pejabat tertentu.
Kedua, perbaikan prosedur. Sudah sangat dipahami bahwa prosedur yang
panjang, tidak jelas, dan berbelit-belit menjadi sumber kelemahan dan

4
penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan di negara-negara berkembang. Suap
dan penyalahgunaan wewenang serta jabatan bersumber dari prosedur yang
panjang dan berbelit-belit tersebut. Feodalisme dalam birokrasi yag terjadi di
negara-negara berkembang juga bersumber dari kelemahan prosedur yang
demikian. Dalam sistem birokrasi yang feodalistis, pejabat tidak merasa memiliki
fungsi sebagai pelayan masyarakat dalam pelaksanaan kebijkan, namun
sebaliknya merasa ingin dilayani masyarakat dalam memenuhi kepentingan
mereka.
Ketiga, perbaikan kualitas sumber daya aparatur. Perbaikan sumber daya
aparatur harus dimulai sejak awal pada waktu penerimaan atau rekrutmen.
Alasannya, bahan mentah yang berkualitas memiliki potensi untuk menjadi
produk yang baik kalau proses pembentukannya dilakukan juga secara baik an
tepat. Beberapa masalah aparatur pemerintah kita adalah rendahnya kompetensi,
tidak berintegritas, tidak kreatif, malas, menyukai intrik, dan matrealistis.
Akibatnya, banyak tugas tidak selesai, berkinerja rendah, tidak efektif, dan tidak
efesien.
Pembinaan sumber daya manusia harus terus-menerus dilakukan, baik
terkait mentalitas maupun keterampilan. Dewasa ini, berbagai pelatihan telah
banyak dilakukan, namun masih terlihat asal-asalan tanpa mengamati secara
mendalam persoalan pokok yang melatarbelakangi permasalahan sumber daya
manusia aparatur. Pembangunan keterampilan tanpa perbaikan mental tidak
memberikan banyak manfaat, sebaliknya perbaikan mentalitas tanpa peningkatan
keterampilan birokrasi juga tidak akan menghasilkan tenaga aparatur yang
dibutuhkan. Keterampilan birokrasi yang dimaksudkan di sini adalah keterampilan
untuk mengidentifikasi tujuan dan maslah, penetapam strategi, dan langkah-
langkah yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Hal ini antara lain berkenaan
dengan kemahiran dalam analisis kebijakan, manajemen strategis, dan
pengelolaan anggaran. Tanpa keterampilan birokrasi, seorang pimpinan tidak
dapat mengarahkan kegiatan manajemen dan akan mengakibatkan ketidakjelasan
kerja dan pencapaian tujuan jangka panjang.

5
2.2 Pembinaan Sistem Demokrasi
Di negara berkembang, demokrasi sulit bertumbuh secara baik.
Pertimbangan pokok masyarakat lebih tertuju pada masalah-masalah kebutuhan
dasar. Masyarakat masih melihat sistem politik sebgai persoalan lanjutan yang
tidak mendesak. Oleh karena itu, penyimpangan dan penyalahgunaan hak dan
kekuasaan rakyat mudah terjadi.Demokrasi adalah sistem pemerintahan modern
yang pelaksanaannya didasarkan pada kekuasaan dan keikutsertaan rakyat. Prinsip
demokrasi adalah “dari,oleh,dan untuk rakyat”. Rakyat menjadi tumpuan
kekuasaan, pelaksanaan, tujuan dari pemerintahan. Pemerintah yang
menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan rakyat telah melakukan ksalahan
besar. Sebagai sanksi, wewenang yang mereka miliki harus dicabut atau
diturunkan dari kedudukannya.
Perwujudan sistem demokrasi dalam pemerintahan dilakukan melalui
sistem perwakilan atau lembaga legislatif. Para anggota legislatif adalah wakil-
wakil rakyat yang dilih oleh rakyat. Mereka bertugas menampung, memproses,
dan menyalurkan aspirasi rakyat untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena
itu, setiap undang-undang dan keputusan yang dibuat oleh lembaga legislatif tidak
lain untuk kepentingan rakyat semata.
Dalam sistem demokrasi, kedua model kepala pemerintahan tetap
bertanggung jawab kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara. Dalam
setiap negara, kedua sistem pemerintahan demokrasi ini memiliki variasi yang
sering kali tidak sama dengan tingkat kekuasaan kepala pemerintahan lainnya
yang menggambarkan derajat demokrasinya masing-masing.
Pelaksanaan sistem demokrasi di negara berkembang bervariasi sesuai
dengan tingkat demokrasi yang berbeda-beda. Sejalan dengan perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan kesadaran masyarat sitem demokrasi akan
semakin berkembang di masa yang akan datang. Rakyat akan semakin mampu
mengurus hak-hak dan kewajibannya sendiri.

2.3 Kebijakan Dalam Pembangunan


Persoalan pokok yang dihadapi negara-negara berkembang adalah
rendahnya tingkat pembangunan ekonomi. Fenomena ini tercermin antara lain

6
pada rendahnya tingkat pendapatan per kapita yang diikuti tingginya tingkat
pengangguran, rendahnya produktivitas kerja, rendahnya tingkat pendidikan,
rendahnya daya beli dalam negeri sebagai akibat rendahnya tingkat upah, adn
rendahnya tingkat kesehatan masyarakat, serta kurangnya sarana-prasarana.
Kesemua hal ini membuat negara-negara berkembang berada dalam lingkaran
kemiskinan yang tidak berujung (vicious circles of property).
Bersama dengan kenyataan ini, terdapat ketimpangan ekonomi yang cukup
parah. Beberapa orang atau pihak dalam negara tersebut memiliki kekayaan
pribadi yang jauh melebihi kekayaan sebagian besar masyarakat. Ketimpangan
yang pada gilirannya mengakibatkan terjadinya gambaran yang realistis dalam
penilaian terhadap pertumbuhan ekonomi dari negara-negara tersebut.
Pemerataan pendapatan tidak dapat dilakukan dengan sekedar memotong
pendapatan yang kaya, kemudian dibagikan kepada yang miskin. Tetapi, harus
ada peningkatan keikutsertaan secara aktif. Artinya, keikutsertaan tersebut bukan
hanya karena prinsip “asal dapat kerja”, tetapi dengan suka rela dan inisiatif
sendiri. Kemungkinan ini dapat terjadi jika mereka memiliki keterampilan dan
kemampuan yang dapat diandalkan, yaitu dengan memiliki keterampilan dan
keterampilan lewat jalur pendidikan. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi di
negara berkembang harus didasarkan pada pendidikan. Pendidikan menjadi basis
dan hakikat pembangunan yang sesungguhnya. Kebijakan pembangunan harus
dilakukan dengan pengembangan kemampuan sumber daya manusia untuk
mampu hidup atas kemampuannya sendiri, tidak bergantung pada orang lain.
Dalam era pembangunan regional seperti MEE di Eropa dan MEA di ASEAN,
pengembangan dan peningkatan keahlian dan keterampilan merupakan kunci yang
harus diutamakan.

2.4 Kestabilan, Demokrasi, dan Kepastian Kebijakan


Adanya pertimbangan bahwa kestabilan dan kebebasan berpolitik
merupakan prasyarat bagi pembangunan dalam sistem pemerintahan yang
demokratis, menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana kebebasan berpolitik
dan kestabilan politik dibutuhkan. Jawabannya adalah bahwa kebebasan berpolitik
dibutuhkan selama hal tersebut menjamin adanya kestabilan politik. Negara yang

7
luas wilayahnya terbatas dan jumlah penduduknya sedikit memiliki pertimbangan
bahwa kestabilan politik menjadi lebih penting daripada kebebasan berpolitik. Di
sisi lain, negara yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak menganggap
kebebasan berpolitik merupakan keniscayaan.
Pertimbangan lain yang harus dipikirkan adalah jaminan adanya kepastian
kebijakan. Artinya, setiap kebijakan yang dibuat dapat terjamin pelaksanaannya
sampai tuntas. Akan tetapi, hal ini tidak mudah terjadi. Perubahan pemerintahan
yang baru terbentuk justru jauh dalam waktu singkat, namun ada juga pemerintah
yang berkuasa lebih dari dua puluh tahun. Selain itu, pemerintah baru pada
umumnya memiliki kecenderungan untuk melakukan perubahan kebijakan yang
dijalankan pemerintah sebelumnya, meskipun terkadang jika dilihat dari
perspektif pembangunan kebijakan baru jauh lebih rendah kualitasnya daripada
yang terdahulu.

8
BAB III
CONTOH KEBIJAKAN
Berdasarkan teori kebijakan yang diuraikan di Bab II, maka kami akan
menjelaskan salah satu contoh kebijakan pemerintah tentang kebijakan Subsidi
Listrik Tepat Sasaran (SLTS).
Listrik menjadi salah satu komoditas signifikan bagi kehidupan masyarakat
baik itu untuk menjalankan industri, menggerakkan berbagai sektor bisnis, hingga
memenuhi kebutuhan fasilitas publik dan rumah tangga. Kementerian Energi dan
Sumber Daya Manusia menjadi badan yang bertanggung jawab atas ketersediaan
listrik negara. Oleh karenanya, elektrifikasi nasional dan pemerataan akses listrik
bagi seluruh masyarakat Indonesia menjadi fokus penting Kementerian ESDM.
Salah satu langkah yang diambil ialah melalui Kebijakan SLTS.
Pemerintah memberlakukan Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran atau
SLTS sejak 1 Januari 2017 untuk memastikan subsidi listrik dinikmati oleh
masyarakat miskin dan tidak mampu. Kebijakan SLTS bertujuan untuk
memberikan keadilan kepada masyarakat miskin dan tidak mampu karena masih
terdapat 7 juta rumah tangga atau setara 28 juta individu di Indonesia yang belum
menikmati akses listrik permanen (Direktorat Jenderal Ketenagalistikan 2017).
Kebijakan diambil dengan pertimbangan pemberian subsidi tarif tenaga listrik
yang lebih tepat sasaran sehingga hanya diperuntukkan bagi Golongan Tarif R1
450 VA serta Golongan Tarif R2 900 VA miskin dan tidak mampu (Kementerian
ESDM 2016). Penerapan SLTS diharapkan dapat menghemat anggaran sekitar Rp
22 Triliun di akhir 2017 sehingga dapat dialokasikan salah satunya untuk
meningkatkan rasio elektrifikasi nasional yang baru mencapai 91% (Direktorat
Jenderal Ketenagalistrikan 2017).
Menurut Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (2017), kebijakan SLTS
sejalan dengan UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan UU Nomor 30
Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan; bahwa pemerintah hanya menyediakan
subsidi bagi masyarakat tidak mampu. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari
hasil Rapat Kerja Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR-RI tanggal 22
September 2016, yakni kesepakatan mencabut subsidi secara bertahap bagi rumah
tangga 900 VA ekonomi mampu (Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan 2017).

9
Keputusan Pemerintah dan Komisi VII DPR-RI ditetapkan pada 13 Oktober 2016
melalui Permen ESDM Nomor 29 Tahun 2016 tentang Mekanisme Pemberian
Subsidi Tarif Tenaga Listrik untuk Rumah Tangga (Direktorat Jenderal
Ketenagalistrikan 2017).
Kementerian Sosial bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan atau TNP2K mengelola Data Terpadu Program Penanganan Fakir
Miskin berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS. Tercatat sekitar 4,1 juta
rumah tangga miskin dan tidak mampu terdata sebagai pelanggan R1, sementara
data pelanggan PLN mencatat total sekitar 23 juta pelanggan R1 (Direktorat
Jenderal Ketenagalistrikan 2017). Dalam proses penerapan Kebijakan SLTS yang
mengacu pada Pemutakhiran Basis Data Terpadu 2015, Kementerian Sosial
melalui TNP2K menemukan bahwa Data Terpadu memiliki tingkat
ketidakakuratan sebesar 15% atau sekitar 4 juta dari 30 juta jiwa karena exclusion
error. Masih terdapat keluarga mampu yang masuk daftar miskin sehingga
mendapatkan subsidi serta keluarga miskin atau kurang mampu yang tidak masuk
daftar miskin sehingga tidak menerima subsidi (Marbun 2017 dalam Hidayat
2017). Inklusi maupun eksklusi yang tidak tepat ini menimbulkan kendala dalam
Kebijakan SLTS. Selain itu, pencabutan subsidi listrik disinyalir semakin
membebani kelompok-kelompok bawah masyarakat (Tribun News 2017).

10
BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN


4.1 Analisis
4.1.1 Analisis Pembangunan Pemerintahan
Pembangunan pemerintahan adalah peningkatan kemampuan aparatur
pemerintah dalam menjalankan pemerintahan, yaitu dengan membenahi
efektivitas kerja aparatur dalam pelaksanaan atau implementasi kebijakan yang
dibuat pemerintah. Pembenahan efektivitas ini berkenaan dengan pembenahan
pemerintahan yang meliputi tiga dimensi birokrasi, yaitu kelembagaan, prosedur,
dan sumber daya manusia aparatur. Birokrasi pemerintahan di negara – negara
berkembang dalam melaksanakan kebijakan terasa kurang efektif. Kebijakan yang
dibuat pemerintah tidak terlaksana secara wajar di lapangan. Sudah diketahui
bahwa tanpa pelaksanaan yang baik, kebijakan yang baik pun tidak berguna apa-
apa jika tidak dilaksanakan dengan baik. Akhirnya, lebih baik kebijakan tersebut
tidak dibuat daripada tidak dilaksanakan.
Dalam contoh kebijakan yang telah diuraikan sebelumnya kebijakan
Subsidi Listrik Tepat Sasaran (SLTS) dalam pembangunan pemerintahan juga
meliputi pembenahan efektivitas yang berkenaan dengan pembenahan
pemerintahan 3 dimensi birokrasi yaitu perbaikan kelembagaan,perbaikan
prosedur, dan perbaikan kualitas sumber daya manusia.

4.1.2 Analisis Pembinaan Sistem Demokrasi


Di negara berkembang, demokrasi sulit bertumbuh secara baik.
Pertimbangan pokok masyarakat lebih tertuju pada masalah-masalah kebutuhan
dasar. Masyarakat masih melihat sistem politik sebgai persoalan lanjutan yang
tidak mendesak. Oleh karena itu, penyimpangan dan penyalahgunaan hak dan
kekuasaan rakyat mudah terjadi.Demokrasi adalah sistem pemerintahan modern
yang pelaksanaannya didasarkan pada kekuasaan dan keikutsertaan rakyat. Prinsip
demokrasi adalah “dari,oleh,dan untuk rakyat”. Rakyat menjadi tumpuan
kekuasaan, pelaksanaan, tujuan dari pemerintahan. Pemerintah yang
menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan rakyat telah melakukan ksalahan

11
besar. Sebagai sanksi, wewenang yang mereka miliki harus dicabut atau
diturunkan dari kedudukannya.
Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran (SLTS) merupakan hasil
perwujudan sistem demokrasi dalam pemerintahan yang diakukan melalui sistem
perwakilan atau lembaga legislatif. Para anggota legislatif adalah wakil-wakil
rakyat yang dilih oleh rakyat. Mereka bertugas menampung, memproses, dan
menyalurkan aspirasi rakyat untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena itu,
kebijakan SLTS sejalan dengan salah satu UU dan keputusan yang dimana setiap
undang-undang dan keputusan yang dibuat oleh lembaga legislatif tidak lain untuk
kepentingan rakyat semata.

4.1.3 Analisis Kebijakan Dalam Pembangunan


Persoalan pokok yang dihadapi negara-negara berkembang adalah
rendahnya tingkat pembangunan ekonomi. Fenomena ini tercermin antara lain
pada rendahnya tingkat pendapatan per kapita yang diikuti tingginya tingkat
pengangguran, rendahnya produktivitas kerja, rendahnya tingkat pendidikan,
rendahnya daya beli dalam negeri sebagai akibat rendahnya tingkat upah, adn
rendahnya tingkat kesehatan masyarakat, serta kurangnya sarana-prasarana.
Kesemua hal ini membuat negara-negara berkembang berada dalam lingkaran
kemiskinan yang tidak berujung (vicious circles of property).
Bersama dengan kenyataan ini, terdapat ketimpangan ekonomi yang cukup
parah. Beberapa orang atau pihak dalam negara tersebut memiliki kekayaan
pribadi yang jauh melebihi kekayaan sebagian besar masyarakat. Ketimpangan
yang pada gilirannya mengakibatkan terjadinya gambaran yang realistis dalam
penilaian terhadap pertumbuhan ekonomi dari negara-negara tersebut.
Kebijakan SLTS merupakan salah satu upaya negara untuk menanggulangi
layanan publik yang tidak terjangkau akibat kemiskinan, yakni listrik.
Sebagaimana disampaikan Sefton (2006, 610), negara membutuhkan institusi
dalam sistem redistribusi demi menjamin pelayanan-pelayanan penting mengingat
ketidakpastian bisa hadir sewaktu-waktu. Oleh karenanya, Kebijakan SLTS
berusaha diterapkan secara komprehensif oleh Direktorat Jenderal
Ketenagalistrikan Kementerian ESDM yang bekerja sama dengan TNP2K dari

12
Kementerian Sosial dan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah dari
Kementerian Dalam Negeri (Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan 2017) karena
kesejahteraan masyarakat turut menjadi fokus dari kedua kementerian tersebut.

4.1.4 Analisis Kestabilan, Demokrasi, dan Kepastian Kebijakan


Penyelenggataan pemerintahan yang baik dan pembangunan ekonomi
membutuhkan kestabilan. Adanya pertimbangan bahwa kestabilan dan kebebasan
berpolitik merupakan prasyarat bagi pembangunan dalam sistem pemerintahan
yang demokratis, menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana kebebasan
berpolitik dan kestabilan politik dibutuhkan. Jawabannya adalah bahwa kebebasan
berpolitik dibutuhkan selama hal tersebut menjamin adanya kestabilan politik.
Negara yang luas wilayahnya terbatas dan jumlah penduduknya sedikit memiliki
pertimbangan bahwa kestabilan politik menjadi lebih penting daripada kebebasan
berpolitik. Di sisi lain, negara yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak
menganggap kebebasan berpolitik merupakan keniscayaan.
Pertimbangan lain yang harus dipikirkan adalah jaminan adanya kepastian
kebijakan. Artinya, setiap kebijakan yang dibuat dapat terjamin pelaksanaannya
sampai tuntas. Upaya untuk mengurangi dampak perubahan mendadak yang dapat
menghilangkan kepastian kebijakan adalah dengan menjamin tersedianya rencana
kabijakan jangka panjang.
Pada contoh kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran belum tersedianya
rencana kebijakan jangka panjang.
4.2 Pembahasan

4.2.1 Pembahasan Pembangunan Pemerintahan


Dalam contoh kebijakan yang telah diuraikan sebelumnya kebijakan
Subsidi Listrik Tepat Sasaran (SLTS) dalam pembangunan pemerintahan juga
meliputi pembenahan efektivitas yang berkenaan dengan pembenahan
pemerintahan 3 dimensi birokrasi yaitu perbaikan kelembagaan,perbaikan
prosedur, dan perbaikan kualitas sumber daya manusia.
Perbaikan kelembagaan berkenaan dengan besaran dan susunan lembaga
tersebut. Lembaga dibuat untuk melaksanakan strategi kebijakan, oleh karena itu

13
ukuran, susunan, dan bentuk lembaga harus sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan
strategi.
Pada kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran (SLTS) ada lembaga yang
menaunginya yaitu Pemangku kepentingan utama yang terlibat dalam pelaksanaan
kebijakan ini adalah Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Sosial, TNP2K, PT PLN (Persero) dan Pemerintah Daerah. Bentuk
partisipasi dan keterlibatan dari Pemerintah Daerah adalah sebagaimana tertuang
dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 671/4809/SJ tanggal 16
Desember 2016 tentang Dukungan Penanganan Pengaduan Dalam Pelaksanaan
Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran.
Perbaikan prosedur pada kebijakan SLTS didukung dengan aplikasi
elektronik sehingga memungkinkan pengaduan masyarakat tingkat
Desa/Kelurahan untuk segera diproses oleh Posko Pengaduan tingkat pusat. Untuk
mendukung kebijakan tersebut, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat
Edaran nomor 671/4809/SJ tanggal 16 Desember 2016 tentang Dukungan
Penanganan Pengaduan Dalam Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Listrik Tepat
Sasaran (Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan 2017).
Perbaikan Sumber daya manusia pada kebijkan SLTS harus terus menerus
dilakukan, baik terkait mentalitas maupun keterampilan. Keterampilan birokrasi
yang dimaksudkan disini adalah ketermapilan untuk mengidentifikasi tujuan dan
masalah, penetapan strategi, dan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan. Kebijakan SLTS bertujuan untuk memberikan keadilan kepada
masyarakat miskin dan tidak mampu karena masih terdapat 7 juta rumah tangga
atau setara 28 juta individu di Indonesia yang belum menikmati akses listrik
permanen (Direktorat Jenderal Ketenagalistikan 2017). Kebijakan diambil dengan
pertimbangan pemberian subsidi tarif tenaga listrik yang lebih tepat sasaran
sehingga hanya diperuntukkan bagi Golongan Tarif R1 450 VA serta Golongan
Tarif R2 900 VA miskin dan tidak mampu (Kementerian ESDM 2016). Penerapan
SLTS diharapkan dapat menghemat anggaran sekitar Rp 22 Triliun di akhir 2017
sehingga dapat dialokasikan salah satunya untuk meningkatkan rasio elektrifikasi
nasional yang baru mencapai 91% (Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan 2017).

14
4.2.2 Pembahasan Pembinaan Sistem Demokrasi
Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran (SLTS) merupakan hasil
perwujudan sistem demokrasi dalam pemerintahan yang diakukan melalui sistem
perwakilan atau lembaga legislatif. Para anggota legislatif adalah wakil-wakil
rakyat yang dilih oleh rakyat. Mereka bertugas menampung, memproses, dan
menyalurkan aspirasi rakyat untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena itu,
kebijakan SLTS sejalan dengan salah satu UU dan keputusan yang dimana setiap
undang-undang dan keputusan yang dibuat oleh lembaga legislatif tidak lain untuk
kepentingan rakyat semata.
Kebijakan SLTS memiliki dua landasan hukum utama, yakni UU Nomor
30 Tahun 2007 tentang Energi Pasal 7 yang menyatakan, “Pemerintah dan
Pemerintah Daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak
mampu” dan UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Pasal 4 yang
menyatakan, “Untuk penyediaan tenaga listrik, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah menyediakan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu” (Arsip
Berita Kementerian ESDM 2016). Kebijakan SLTS turut diikuti Permen ESDM
Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan oleh PT
PLN, Permen ESDM Nomor 29 Tahun 2016 tentang Mekanisme Pemberian
Subsidi Tarif Tenaga Listrik untuk Rumah Tangga, dan Permen ESDM Nomor 18
Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 28 Tahun 2016
tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT PLN (Jaringan
Dokumentasi Informasi Hukum Kementerian ESDM 2017).
Sejak pemberlakuan Kebijakan SLTS, tarif listrik untuk rumah tangga 900
VA ekonomi mampu mengalami peningkatan setiap dua bulan sekali.
Kementerian ESDM mematok tarif Rp 791/KWh pada tahap pertama per 1
Januari 2017, Rp 1.034/KWh pada tahap kedua per 1 Maret 2017, dan Rp1.352/
KWh pada tahap ketiga per 1 Mei 2017. Kemudian mulai 1 Juli 2017,
diberlakukan tariff adjustment atau penyesuaian tarif setiap bulan bagi rumah
tangga 900 VA ekonomi mampu seperti dua belas golongan tarif non-subsidi
lainnya (Hidayat 2017). Penyesuaian tarif subsidi listrik sendiri dapat dipengaruhi
oleh harga minyak dan gas, inflasi, dan perubahan nilai tukar mata uang (Marbun
2017 dalam Hidayat 2017).

15
4.2.3 Pembahasan Kebijakan Dalam Pembangunan
Persoalan pokok yang dihadapi negara-negara berkembang adalah
rendahnya tingkat pembangunan ekonomi. Fenomena ini tercermin antara lain
pada rendahnya tingkat pendapatan per kapita yang diikuti tingginya tingkat
pengangguran, rendahnya produktivitas kerja, rendahnya tingkat pendidikan,
rendahnya daya beli dalam negeri sebagai akibat rendahnya tingkat upah, adn
rendahnya tingkat kesehatan masyarakat, serta kurangnya sarana-prasarana.
Kesemua hal ini membuat negara-negara berkembang berada dalam lingkaran
kemiskinan yang tidak berujung (vicious circles of property).
Bersama dengan kenyataan ini, terdapat ketimpangan ekonomi yang cukup
parah. Beberapa orang atau pihak dalam negara tersebut memiliki kekayaan
pribadi yang jauh melebihi kekayaan sebagian besar masyarakat. Ketimpangan
yang pada gilirannya mengakibatkan terjadinya gambaran yang realistis dalam
penilaian terhadap pertumbuhan ekonomi dari negara-negara tersebut.
Kebijakan SLTS merupakan salah satu upaya negara untuk menanggulangi
layanan publik yang tidak terjangkau akibat kemiskinan, yakni listrik.
Sebagaimana disampaikan Sefton (2006, 610), negara membutuhkan institusi
dalam sistem redistribusi demi menjamin pelayanan-pelayanan penting mengingat
ketidakpastian bisa hadir sewaktu-waktu. Oleh karenanya, Kebijakan SLTS
berusaha diterapkan secara komprehensif oleh Direktorat Jenderal
Ketenagalistrikan Kementerian ESDM yang bekerja sama dengan TNP2K dari
Kementerian Sosial dan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah dari
Kementerian Dalam Negeri (Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan 2017) karena
kesejahteraan masyarakat turut menjadi fokus dari kedua kementerian tersebut.
Melalui Kebijakan SLTS, anggaran subsidi dialokasikan Kementerian
ESDM untuk mengupayakan pemerataan pemenuhan kebutuhan listrik sesuai
dengan Peraturan Menteri ESDM No. 38 tahun 2016. Pemerataan ini tak hanya
memerlukan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan secara masif tetapi juga
pendanaan yang besar (Arsip Berita Kementerian ESDM 2016). Menteri ESDM
Ignasius Jonan menerangkan bahwa sekitar 2.500 desa belum menerima listrik
sama sekali dan 10.000 hanya menikmati listrik ala kadarnya sehingga biaya

16
subsidi yang sebelumnya diberikan kepada 18 juta pelanggan mampu tersebut
akan dialokasikan untuk elektrifikasi desa-desa itu (Kumparan 2017). Hal senada
disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan
(2017 dalam Detak Riau 2017) yang menegaskan bahwa Pemerintah tidak hanya
berfokus pada pertumbuhan tetapi juga memperhatikan pemerataan, salah satunya
melalui pengaliran di 2.500 desa yang belum tersentuh listrik.

4.2.4 Pembahasan Kestabilan, Demokrasi, dan Kepastian Kebijakan


Penyelenggataan pemerintahan yang baik dan pembangunan ekonomi
membutuhkan kestabilan. Adanya pertimbangan bahwa kestabilan dan kebebasan
berpolitik merupakan prasyarat bagi pembangunan dalam sistem pemerintahan
yang demokratis, menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana kebebasan
berpolitik dan kestabilan politik dibutuhkan. Jawabannya adalah bahwa kebebasan
berpolitik dibutuhkan selama hal tersebut menjamin adanya kestabilan politik.
Negara yang luas wilayahnya terbatas dan jumlah penduduknya sedikit memiliki
pertimbangan bahwa kestabilan politik menjadi lebih penting daripada kebebasan
berpolitik. Di sisi lain, negara yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak
menganggap kebebasan berpolitik merupakan keniscayaan.
Pertimbangan lain yang harus dipikirkan adalah jaminan adanya kepastian
kebijakan. Artinya, setiap kebijakan yang dibuat dapat terjamin pelaksanaannya
sampai tuntas. Upaya untuk mengurangi dampak perubahan mendadak yang dapat
menghilangkan kepastian kebijakan adalah dengan menjamin tersedianya rencana
kabijakan jangka panjang.
Pada contoh kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran belum tersedianya
rencana kebijakan jangka panjang.Namun, Kebijakan SLTS dapat berdampak
pada perekonomian yakni dengan memfasilitasi pertukaran ekonomi dan
mendorong produksi kapital manusia (Sefton 2006, 213-4). Selain memperbaiki
kualitas hidup masyarakat, Kebijakan SLTS dapat membantu laju perkembangan
bisnis kecil dan industri kecil sehingga menghadirkan kesetaraan pemasukan
dalam jangka panjang dan berpengaruh pada stabilitas ekonomi nasional. Terdapat
pandangan bahwa pencabutan subsidi listrik menambah beban hidup masyarakat.
Akan tetapi, perlu diingat pencabutan subsidi listrik tak akan memberatkan karena

17
hanya golongan mampu yang dikenakan tarif non-subsidi, bukan golongan miskin
dan tidak mampu. Pemerintah sendiri berkomitmen untuk mengusahakan
turunnya tarif listrik non-subsidi.

18
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari Bab IV diatas, maka kesimpulan dari penelitian
ini yaitu :
1. Kebijakan pemerataan subsidi listrik telah menjadi wacana sejak tahun 2015.
Pemerintah kemudian memberlakukan Kebijakan Subsidi Listrik Tepat
Sasaran atau SLTS sejak 1 Januari 2017. Mengacu Data Terpadu Program
Penanganan Fakir Miskin yang dilansir TNP2K, subsidi listrik hanya
diperuntukkan bagi 23 juta pelanggan R1 450 VA dan 4,1 juta pelanggan R2
900 VA miskin dan tidak mampu, sedangkan subsidi untuk 18 juta pelanggan
R2 900 VA ekonomi mampu dialihkan pada tarif non-subsidi. Alokasi subsidi
ini diarahkan pada elektrifikasi nasional.
2. Kebijakan SLTS berlandaskan UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan
UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan; bahwa pemerintah
hanya menyediakan subsidi bagi masyarakat tidak mampu.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan, maka
saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Adanya pemberian pendidikan berupa informasi atau akses untuk memperoleh
informasi kepada konsumen untuk mengetahui status hasil laporan pengaduan.
2. Adanya penjelasan tambahan dalam peraturan perundang-undangan terkait
pelaksanaan kebijakan SLTS tentang pemberian informasi hasil laporan
pengaduan kepada konsumen pengadu oleh pihak yang mempunyai akses
terhadap hasil laporan pengaduan
3. Mempermudah akses informasi dan komunikasi menuju saluran pengaduan
nasional sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat berkontribusi secara aktif
dan lebih mudah

19

Anda mungkin juga menyukai