Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus Obstetri Dan Ginekologi

Preeklamsia

Sebagai Diskusi Kasus Modul 8.2 Kepaniteraan Junior

Disusun oleh:

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakulata Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Abdurrab
Pekanbaru
2019

BAB I
STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS
Nama : Ny. Y
Usia : 35 tahun
Jenis kelamin : Permepuan
Alamat : Jl. Perdagangan No. 151Kec. Senapelan
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
NomorRekam medis : 000.21.40
Nama suami : Tn. J
Pendidikan : SMA

1.2 ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis terhadap pasien Ny. Y pada tanggal 7 Mei 2019.
1. Keluhan utama : Edema pada kaki sejak 2 minggu
terakhir
2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke puskesmas untuk
pemeriksaan kehamilan, dan pasien mengeluhkan edema pada kaki sejak
2 minggu terakhir, edem tampak muncul terus menerus dan dirasakan
nyeri ketika memakai sandal. Namun tidak ada pandangan kabur, nyeri
kepala serta tidak ada mual dan muntah. Nyeri pada perut disangkal dan
pasien sedang tidak berpuasa.
3. Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi (-), pada kehamilan
sebelumnya (-)
4. Riwayat pernikahan
a. Tanggal pernikahan : Tidak diketahui
b. Usia sewaktu menikah : 22 tahun
c. Usia suami sewaktu menikah : 24 tahun
d. Lama pernikahan : 13 tahun
5. Riwayat Menstruasi
a. Usia menarche : 14 tahun
b. Siklus menstruasi : 28 hari
c. Jumlah darah menstruasi : Tidak diketahui
d. Rasa sakit saat menstruasi : Tidak ada
e. Perdarahan di luar siklus : Tidak ada
6. Riwayat Fertilitas
a. Riwayat Kehamilan Sekarang : G3P2A0H2
b. Hari Menstruasi Terakhir (HPMT) : 05 september 2018
c. Hari Perkiraan Lahir (HPL) : 12 Juni 2019
d. Mual-mual : Ada (Trimester I)
e. Sesaknafas : Tidak ada
f. Gangguan BAK / BAB : Tidak ada
g. Hipertensi : Normal
h. Kejang : Tidak ada
7. Riwayat Kontrasepsi : Injeksi (3 bulan)
Resume Anamnesis :
Pasien datang ke puskesmas untuk pemeriksaan kehamilan, dan
pasien mengeluhkan edema pada kaki sejak 2 minggu terakhir, edem
tampak muncul terus menerus dan dirasakan nyeri ketika memakai
sandal. Namun tidak ada pandangan kabur, nyeri kepala serta tidak ada
mual dan muntah. Nyeri pada perut disangkal dan pasien sedang tidak
berpuasa. Pada saat ditanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu,
pasien menyangkal adanya hipertensi sebelum kehamilan dan pada saat
kehamilan sebelumnya.
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Vital sign
TD : 140/90 mmHg
N : 88 kali/menit
RR : 16 kali/menit
c. Berat badan : 71,8 kg
d. Gizi : Baik
e. Kepala : Tidak dilakukan
f. Leher : Tidak dilakukan
g. Dada : Tidak dilakukan
h. Abdomen : Pemeriksaan ANC
i. Ekstremitas : Edema (+)

2. Status Obstetri
a. Inspeksi : Tampak linea nigra
b. Palpasi : DBN
c. Leopold I : Bagian batas atas janin (bokong), TFU
d. Leopold II : Punggung kanan, DJJ
e. Leopold III : Bagian bawah janin (kepala)
f. Leopold IV : Belum masuk PAP
g. Auskultasi : Tidak dilakukan
h. Vaginal Toucher : Tidak dilakukan
i. Lain-lain : His (-)

Periksa I
Umur kehamilan ( minggu ) 32 minggu
TFU 28 cm
Presentasi Kepala
Letak anak dan turunnya bagian bawah Belum masuk PAP
Punggung Puka
DJJ 152 x/menit
Edema +
Tekanan darah (mm Hg) 140/90 mmHg
Berat badan (kg) 71,8 kg
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah : Tidak dilakukan
b. Urin
Protein : ++
Kreatinin : Tidak dilakukan
c. USG : Tidak dilakukan

1.5 DIAGNOSIS
 PREEKLAMSIA

1.6 PROGNOSIS
Prognosis preeklampsia pada ibu dikaitkan dengan diagnosis dan
pengobatan dini. Jika penderita tidak terlambat mendapatkan penanganan
sesegera mungkin, terlebih untuk kasus gawat darurat, gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah persalinan/terminasi. Jika tidak ditangani dengan baik
bisa menyebabkan kematian.
1.7 TERAPI
 Kalsium
 Fe
 Vit.B1
1.8 EDUKASI
- Banyak istirahat
- Jangan banyak pikiran
- Kurangi konsumsi garam
- Banyak makan sayur dan buah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Preeklamsia adalah Tekanan darah sekurang-kurangnya 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak
15 menit menggunakan lengan yang sama. (PNPK POGI, 2016)

2.2 Epidemiologi
Menurut WHO, hipertensi dalam kehamilan masih merupakan
salah satu dari lima penyebab utama kematian ibu didunia, yaitu berkisar
12%. Prevalensi HT pada kehamilan bervariasi diberbagai tempat, yakni
berkisar 2,6 sampai 7,3% dari seluruh kehamilan. Insidensi preeklamsia di
negara-negara berkembang sekitar 3-10% dan eklamsia 0,3% sampai 0,7%
kehamilan. Di Indonesia preeklamsia menempati urutan kedua sebagai
penyebab kematian ibu setelah pendarahan (PNPK POGI, 2016).

2.3 Faktor risiko


Menurut POGI (2010), faktor risiko preeklamsia adalah sebagai berikut :
 Usia
Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia hampir dua kali lipat
pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih baik pada primipara (RR
1,68 95%CI 1,23 - 2,29), maupun multipara (RR 1,96 95%CI 1,34 - 2,87).
Usia muda tidak meningkatkan risiko preeklampsia secara bermakna.
(Evidence II, 2004).3 Robillard, dkk melaporkan bahwa risiko
preeklampsia pada kehamilan kedua meningkat dengan usia ibu (1,3 setiap
5 tahun pertambahan umur; p<0,0001).
 Nulipara
Duckitt melaporkan nulipara memiliki risiko hampir 3 kali lipat (RR 2,91,
95% CI 1,28 - 6,61) (Evidence II, 2004).
 Kehamilan pertama oleh pasangan baru
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor
risiko, walaupun bukan nulipara karena risiko meningkat pada wanita yang
memiliki paparan rendah terhadap sperma.
 Jarak antar kehamilan
Studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan
bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau
lebih memiliki risiko preeklampsia hampir sama dengan nulipara.3
Robillard, dkk melaporkan bahwa risiko preeklampsia semakin meningkat
sesuai dengan lamanya interval dengan kehamilan pertama (1,5 setiap 5
tahun jarak kehamilan pertama dan kedua; p<0,0001).
 Riwayat preeklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor
risiko utama. Menurut Duckit risiko meningkat hingga 7 kali lipat (RR
7,19 95%CI 5,85 - 8,83). Kehamilan pada wanita dengan riwayat
preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian
preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal yang
buruk.
 Riwayat keluarga preeklampsia
Riwayat preeklampsia pada keluarga juga meningkatkan risiko hampir 3
kali lipat (RR 2,90 95%CI 1,70 – 4,93). Adanya riwayat preeklampsia
pada ibu meningkatkan risiko sebanyak 3.6 kali lipat (RR 3,6 95% CI 1,49
– 8,67).
 Kehamilan multipel
Studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan, kehamilan
kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali lipat (RR 2.93
95%CI 2,04 – 4,21). Analisa lebih lanjut menunjukkan kehamilan triplet
memiliki risiko hampir 3 kali lipat dibandingkan kehamilan duplet (RR
2,83; 95%CI 1.25 - 6.40).3 Sibai dkk menyimpulkan bahwa kehamilan
ganda memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk menjadi
preeklampsia dibandingkan kehamilan normal (RR 2,62; 95% CI, 2,03 –
3,38).
 Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau donor
embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer
penyebab preeklampsia adalah maladaptasi imun. Mekanisme dibalik efek
protektif dari paparan sperma masih belum diketahui. Data menunjukkan
adanya peningkatan frekuensi preeklampsia setelah inseminasi donor
sperma dan oosit, frekuensi preeklampsia yang tinggi pada kehamilan
remaja, serta makin mengecilnya kemungkinan terjadinya preeklampsia
pada wanita hamil dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang
lebih lama. Walaupun preeklampsia dipertimbangkan sebagai penyakit
pada kehamilan pertama, frekuensi preeklampsia menurun drastis pada
kehamilan berikutnya apabila kehamilan pertama tidak mengalami
preeklampsia. Namun, efek protektif dari multiparitas menurun apabila
berganti pasangan.5,8 Robillard dkk melaporkan adanya peningkatan
risiko preeklampsia sebanyak 2 (dua) kali pada wanita dengan pasangan
yang pernah memiliki istri dengan riwayat preeklampsia (OR 1,8; 95 % CI
95%, 2-2,6).
 Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT) saat pertama
kali ANC
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar
dengan semakin besarnya IMT.9 Obesitas sangat berhubungan dengan
resistensi insulin, yang juga merupakan faktor risiko preeklampsia.10
Obesitas meningkatkan risiko preeklampsia sebanyak 2, 47 kali lipat (95%
CI, 1,66 – 3,67), sedangkan wanita dengan IMT sebelum hamil > 35
dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki risiko preeklampsia 4 kali lipat
(95% CI, 3,52-5,49).3 Pada studi kohort yang dilakukan oleh Conde-
Agudelo dan Belizan pada 878.680 kehamilan, ditemukan fakta bahwa
frekuensi preeklampsia pada kehamilan di populasi wanita yang kurus
(BMI < 19,8) adalah 2,6% dibandingkan 10,1% pada populasi wanita yang
gemuk (BMI > 29,0).
 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
Kemungkinan preeklampsia meningkat hampir 4 kali lipat bila diabetes
terjadi sebelum hamil (RR 3.56; 95% CI 2,54 - 4,99) (n=56.968)
 Penyakit Ginjal
Semua studi yang diulas oleh Duckitt risiko preeklampsia meningkat
sebanding dengan keparahan penyakit pada wanita dengan penyakit ginjal
 Sindrom antifosfolipid
Dari 2 studi kasus kontrol yang diulas oleh Duckitt menunjukkan adanya
antibodi antifosfolipid (antibodi antikardiolipin, antikoagulan lupus atau
keduanya) meningkatkan risiko preeklampsia hampir 10 kali lipat (RR
9,72 ; 95% CI 4,34 - 21,75).
 Hipertensi kronik
Chappell dkk meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan
insiden preeklampsia superimposed sebesar 22% (n=180) dan hampir
setengahnya adalah preeklampsia onset dini (< 34 minggu) dengan
keluaran maternal dan perinatal yang lebih buruk.

2.4 Etiopatogenesis
Menurut Prawrohardjo (2010), penyebab preeklampsia belum
diketahui secara pasti. Sejumlah besar mekanisme telah diajukan untuk
menjelaskan penyebabnya. Preeklampsia tidaklah sesederhana “satu
penyakit”, melainkan merupakan hasil akhir bebagai faktor yang
kemungkinan meliputi sejumlah faktor pada ibu, plasenta, dan janin. Terdapat
teori-teori pada prreeklampsi, yaitu:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh
darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri
arkuata memberi cabang arteria radialis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi elastis dan memudahkan lumen arteri spiralis
mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
spiralis ini memeberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta.
Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.
Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya.
Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen
arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah
uretoplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan
akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami
iskemia dan hipoksia akan mengalami oksidan. Oksidan atau radikal
bebas adalah senyawa penerima elektron atau ataom/molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta
iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya
terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil
akan merusak membaran sel, yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan
merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel
endotel.
b. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka
terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari
membran sel endotel. Kerusakan membran endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut sebagai “disfungsi endotel”
(endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel
yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
 Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi
sel endotel, adalah memproduksi prostaglandin yaitu
menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) : Suatu vasodilatator
kuat.
 Agresi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agresi sel trombosit ini adalah untuk menutup
tempat-tempat dilapisan sel endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboxan (TXA2) suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan
kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin
(lebih tinggi dari kadar vasodilator). Pada preeklamsia kadar
tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
 Perubahan khas pada sel endotel kapiler (glomerular
endotheliosis)
 Peningkatan permeabilitas kapiler
 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endhotelin.
Kadar NO (vasodilator ) menurun, sedangkan endotelin
(vasikontriktor) meningkat.
 Peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak
adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya
human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting
dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural killer ibu. Selain itu, adanya
HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan
ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta,
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat
penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan elastis sehingga
memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang
produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.
Kemungkinan terjadi Immune-Maladptation pada preeklampsia.

4. Teori adaptasi kardiovaskular


Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-
bahan vasopressor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka
terhadap rangsangan bahan vasopressor, atau dibutuhkan kadar
vasopressor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokontriksi.
Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis
prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa
daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi
prostaglandin). Prostaglandin ini dinamakan prostaksilin (PGE2).
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasopresor konstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh
darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.

5. Teori genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin.
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia 26% anak
perempuannya akan mengalami preklampsia juga, sedangkan hanya 8%
anak menantu mengalami preeklampsia.

6. Teori defisiensi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan
defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah
vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti juga menganggap
bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan
risiko terjadinya preeklampsia/eclampsia.

7. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas
di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris
trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat
reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang
kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi
inflamasi juga masih dalam batas normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana
preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi
debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak
sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda,
maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa
debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban
reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, disbanding
reaksi inflamsi pada kehamilan normal. Respon inflamsi ini akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih
besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan
gejala-gejala preeklampsia pada ibu.

2.5 Manifestasi Klinis


Tahap pertama preeklampsia ditinjau dari keadaan fetus, dimana
terjadi penurunan perfusi plasenta, hipoksia, iskemia, dan stres oksidatif.
Penurunan perfusi akan menyebabkan penurunan filtrasi darah fetal sehingga
menurunkan eksresi urin ke dalam kantong amnion yang akan menimbulkan
keadaan oligohydramion. Penurunan perfusi plasenta juga akan menyebabkan
fetus tidak mendapat nutrisi yang adekuat sehingga mengganggu tumbuh
kembang janin, hal ini dapat mengakibatkan keadaan fetus growth restriction
yang dapat berujung pada kematian janin intrauterin. Apabila janin lahir,
maka janin akan berisiko tinggi mengalami perkembangan abnormal atau
intrauterine growth retardation (PNPK POGI, 2016).
Penurunan perfusi plasenta, hipoksia, iskemia, dan stres oksidatif akan
menyebabkan inflamasi plasenta dan cedera plasenta sehingga meningkatkan
resistensi terhadap aliran darah dari arteri umbilikalis kembali ke plasenta,
mengakibatkan tidak adanya atau aliran darah terbalik di arteri umbilikalis
yang menjadi indikasi untuk induksi persalinan segera (PNPK POGI, 2016).
Penurunan perfusi plasenta, hipoksia, iskemia, dan stres oksidatif juga
akan menyebabkan pembuluh darah antara plasenta dan uterus lebih rapuh
sehingga menyebabkan pemisahan desidua basalis uterus ibu dari pembuluh
fetus dari waktu ke waktu, sehingga menyebabkan abrupsi plasenta. Hal ini
menyebabkan komplikasi maternal sehingga menimbulkan gejala nyeri
uterus, perdarahan pervaginam, serta dapat menyebabkan gawat janin
sehingga membutuhkan persalinan prematur (PNPK POGI, 2016).
Tahap kedua pada kejadiaan preeklampisa adalah adanya difungsi
vaskular di otak yang dapat merusak jaringan serebral dan menimbulkan 2
efek, yaitu merusak upper motor neuron yang meregulasi atau inhibisi lower
motor neuro. Sehingga terjadi penurunan inhibisi lower motor neuron yang
memediasi refleks, dan menimbulkan hiperrefleks dengan kejang pada ibu.
Efek kedua yakni hiperaktif, hipersinkronisasi aktifitas elektrik di korteks
yang dapat menyebabkan eklampsia (PNPK POGI, 2016).
Selain itu, pada preeklampsia juga terjadi peningkatan permeabilitas
vaskular abnormal dimana tingkat cairan yang bocor keluar dari pembuluh
darah melebihi laju reabsorpsi cairan ke dalam pembuluh darah. Keadaan ini
mempengaruhi banyak pembuluh darah diantaranya pembuluh darah sistemik
yang menunjukkan gejala edema generalisata, pembuluh darah pada jaringan
wajah yang menyebabkan edema wajah, pembuluh darah paru yang
menyebabkan edema paru dan memberikan gejala sesak nafas dan tanda
rongki saat aukultasi, pembuluh darah nervus optikus sehingga menunjukkan
gejala papiledema pada pemeriksaan funduskopi, dan terakhir pada kapsula
bowman yang menyebabkan peningkatan kebocoran protein plasma sehingga
dapat ditemukan protein dalam urin (proteinuria) (PNPK POGI, 2016).
Pada preeklampsia juga terjadi vakonstriksi arteri sistemik abnormal
yaitu, terjadi peningkatan tekanan arteri intrakranial sehingga menimbulkan
gejala sakit kepala, pandangan kabur, fotopobia, bahkan stroke. Selain itu,
juga terjadi peningkatan afterload mycardium yang menimbulkan gejala sakit
dada. Akumulasi di sistem vena porta menyebabkan keadaan hepatomegali
sehingga terjadi peregangan kapsul hati dan mengaktifkan nosiceptor hepar
yang menimbulkan gejala nyeri perut dan hepatic hematoma atau bahkan
ruptur hepar. Apabila terjadi kerusakan dan disfungsi hati lebih lanjut akan
menyebabkan sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzymes, Low
platelets). Terjadinya vasokonstriksi arteri ginjal dapat menyebabkan
penurunan filtrasi glomerular, dimana terjadi penurunan volume urin
(oliguria) dan peningkatan kreatinin serum menyebabkan gagal ginjal akut
(PNPK POGI, 2016).

2.6 Diagnosis
 Penegakan Diagnosis
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi
pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya
gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut
tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein
urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
(PNPK POGI, 2016).

2.8 Diagnosis banding


Hipertensi gestasional ditegakkan pada ibu hamil yang memiliki tekananan
darah 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya pada masa kehamilan
namun tidak ditemukan proteinuria (PNPK POGI, 2016).

2.9 Penatalaksanaan Preeklamsia


Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki
luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta
memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu.
A. Manajemen umum Preeklamsia Ringan
Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penyakit maka selalu
dipertanyakan bagaimana :
 Sikap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat-obatan, atau terpi
medikamentosa
 Sikap terhadap kehamilannya
a. Apakah kehamilan akan diteruskan sampai aterm?
 Lakukan perawatan Konservatif atau Ekspektatif
b. Apakah kehamilan akan diakhiri (determinasi)
 Disebut perawatan kehamilan “aktif” atau “agresif”
 Tujuan utama perawatan preeclampsia
Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan
fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.
 Rawat jalan
Ibu hamil dengan preeklamsia ringan dapat dirawat secara rawat
jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring),
tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring.
 Rawat inap (dirawat di rumah sakit)
Kriteria rawat inap preeklamsia ringan yaitu, bila tidak ada
perbaikan (tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu).
Adanya satu atau lebih gejala dan tanda tanda preeklamsia berat.
 Perawatan Obsetrik
Pada kehamilan preterm (<37 minggu), bila tekanan darah
mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya ditunggu
sampai aterm. Sementara itu pada kehamilan aterm (37> minggu),
persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran
tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila
perlu memperpendek kala II.
(PNPK POGI, 2016).
2.9 Pencegahan Preeklamsia
Pencegahan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: primer, sekunder, tersier.
 Pencegahan primer artinya menghindari terjadinya penyakit.
 Pencegahan sekunder dalam konteks preeklampsia berarti memutus
proses terjadinya penyakit yang sedang berlangsung sebelum
timbul gejala atau kedaruratan klinis karena penyakit tersebut.
 Pencegahan tersier berarti pencegahan dari komplikasi yang
disebabkan oleh proses penyakit, sehingga pencegahan ini juga
merupakan tatalaksana dari preeklampsia.
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat
dilakukan bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga
memungkinkan untuk menghindari atau mengkontrol penyebab-
penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti terjadinya
preeklampsia masih belum diketahui. Untuk itu praktisi kesehatan
diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan
mengkontrolnya, sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan
primer.
b. Pencegahan sekunder
 Istirahat
Berdasarkan telaah 2 studi kecil yang didapat dari
Cochrane, istirahat di rumah 4 jam/hari bermakna menurunkan
risiko preeklampsia dibandingkan tanpa pembatasan aktivitas.
Istirahat dirumah 15 menit 2x/hari ditambah suplementasi nutrisi
juga menurunkan risiko preeklampsia.
 Aspirin dosis rendah
1. Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer
berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia,
persalinan preterm, kematian janin atau neonatus dan bayi
kecil masa kehamilan, sedangkan untuk pencegahan sekunder
berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia,
persalinan preterm < 37 minggu dan berat badan lahir <2500 g.
2. Efek preventif aspirin lebih nyata didapatkan pada kelompok
risiko tinggi.
3. Belum ada data yang menunjukkan perbedaan pemberian
aspirin sebelum dan setelah 20 minggu.
4. Pemberian aspirin dosis tinggi lebih baik untuk menurunkan
risiko preeklampsia, namun risiko yang diakibatkannya lebih
tinggi.
 Suplementasi kalsium
Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan
terutama pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah.
Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal
1g/hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada
wanita dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia
(PNPK POGI, 2016).
2.11 Prognosis
Prognosis preeklampsia pada ibu dikaitkan dengan diagnosis dan
pengobatan dini. Jika penderita tidak terlambat mendapatkan penanganan
sesegera mungkin, terlebih untuk kasus gawat darurat, gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah persalinan/terminasi. Jika tidak ditangani dengan baik
bisa menyebabkan kematian (PNPK POGI, 2016).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Pasien datang ke puskesmas untuk pemeriksaan kehamilan, dan
pasien mengeluhkan edema pada kaki sejak 2 minggu terakhir, edem
tampak muncul terus menerus dan dirasakan nyeri ketika memakai sandal.
Namun tidak ada pandangan kabur, nyeri kepala serta tidak ada mual dan
muntah. Nyeri pada perut disangkal dan pasien sedang tidak berpuasa.
Pada saat ditanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu, pasien
menyangkal adanya hipertensi sebelum kehamilan dan pada saat
kehamilan sebelumnya. Pada kasus ini pasien tidak mempunyai keluhan
yang serupa dengan hipertensi gestasional diagnosis akan dibedakan
melalui pemeriksaan penunjang
B. Pemeriksaan fisik
Dilakukan antenatal care dan pemeriksaan tekanan darah. Namun
untuk menegakkan diagnosis didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg
yang masuk kedalam kriteria diagnosis preeklamsia ringan.
C. Pemeriksaan penunjang
Hasil Pemeriksaan penunjang urin (++) yang mengkonfirmasi
diagnosis preeklamsi ringan yang membedakan dengan hipertensi
gestasional adalah hipertensi pada kehamilan yang tidak sertai dengan
adanya proteinuria. Apabila hasil pemeriksaan protein pada urin (-) maka
penegakan diagnosis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan darah yang
memberikan hasil trombositopenia trombosit < 100.000 / mikroliter, atau
melalui konfirmasi gangguan ginjal dengan adanya kreatinin serum >1,1
mg/dL, dan gangguan liver dikonfirmasi dengan peningkatan konsentrasi
transaminase 2 kali normal
D. Diagnosis
Berdasarkan data dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka diagnosisnya adalah :
1. Preeklamsia Ringan (tanpa gejala berat)
Hipertensi kehamilan adalah Tekanan darah sekurang-
kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua
kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama. Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru
terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai
adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia,
harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia
tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan
adanya protein urin.
2. Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional ditegakkan pada ibu hamil yang memiliki
tekananan darah 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya
pada masa kehamilan namun tidak ditemukan proteinuria.

E. Terapi
Pada kasus ini di berikan tablet Fe karena Zat besi (Fe) adalah
suatu mikro elemen esensial bagi tubuh yang dibutuhkan untuk
pembentukan hemoglobin. Kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat saat
kehamilan terutama selama trimester II dan III. Jumlah zat besi yang di
absorbsi dari makanan dan cadangan dalam tubuh biasanya tidak
mencukupi kebutuhan ibu selama kehamilan sehingga suplementasi tablet
Fe diperlukan agar bisa membantu mengembalikan kadar hemoglobin.
Tujuan sehingga suplementasi tablet Fe diperlukan agar bisa membantu
mengembalikan kadar hemoglobin (Rizki et al, 2014). Tujuan
diberikannya kalsium pada ibu hamil adalah untuk mempertahankan
kerangka tulang ibu serta menyediakan kebutuhan janin (Hardiyani,
2016). Vitamin B-1 pada ibu hamil diperlukan untuk membantu tubuh
memaksimalkan penggunaan karbohidrat, yang utamanya sebagai sumber
energy dan penting untuk fungsi system saraf dan koordinasi otot
(Kartasapoetra et al, 2008)
Untuk penatalaksanaan preeklamsia ringan dilakukan
penatalaksanaan ekspektatif dengan melihat usia kehamilan. Pada kasus
ini, usia kehamilan pasien <37 minggu sehingga penatalaksanaan
ekspektatif yang dilakukan adalah perawatan poliklinik yang meliputi
kontol 2 kali per minggu disertai dengan evaluasi gejala pemberatan
preeklampsia yang dilihat melalui tekanan darah, cek labor (trombosit,
serum kreatinin, albumin, AST atau ALT) setiap minggu dan evaluasi
kondisi janin menggunakan USG dan pertumbuhan janin setiap 2 minggu.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Preeklamsia adalah Preeklamsia adalah tekanan darah sekurang-kurangnya
140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama. Preeklampsia
didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia
kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ
2. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
3. Dilakukannya penatalaksanaan ekspektatif
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Hardiani L.D. 2016. Asupan Kalsium, Natrium dan Kalium pada Ibu Hamil di
Indonesia Berdasarkan Studi Diet Sosial. Departemen Gizi Masyarakat
Bogor.
Kartasapoetra, G. 2008. Ilmu Gizi, Korelasi Gizi, Kesehatan, Dan Produktivita
Kerja. Jakarta : PT Ribeka Cipta.
POGI. 2016. Panduan Penatalaksanan Hipertensi dalam Kehamilan. Himpunan
Kedokteran Feto Maternal POGI, Semarang. (SEMUANYA)
Prawirohardjo, S. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawihaardjo.
Rizki, F et al. 2017. Hubungan Suplementasi Tablet Fe dengan Kadar
Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Air Dingin Kota
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2017:6(3).

Anda mungkin juga menyukai