Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Reumatoid artritis

2.1.1 Definisi

Reumatoid artritis adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi

sistemik kronik dan progresif , dimana sendi merupakan target utama.

Manifestasi klinik klasik reumatoid artritis adalah poliartritis simetrik yang

terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. Selain lapisan

sinovial sendi, reumatoid artritis juga bisa mengenai organ-organ diluar

persendian seperti kulit, jantung, paru-paru dan mata. Mortalitasnya meningkat

akibat adanya komplikasi kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan

dan adanya komorbiditas. (Siti setiati, 2014)

Reumatoid Artritis adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak

diketahui penyebabnya. Karakteristik reumatoid artritis adalah terjadinya

kerusakan dan proliferasi pada menbran sinovial, dan deformitas. Mekanisme

imunologis tampak berperan penting dalam memulai dan timbulnya penyakit

ini. Pendapat lain mengatakan,, reumatoid artritis adalah gangguan kronik yang

menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari

sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh

imunitas. (Lukman, 2012)

7
8

Reumatoid Artritis adalah penyakit yang menyerang sendi dan tulang atau

jaringan penunjang sekitar sendi. Bagian tubuh yang sering biasanya

persendian pada jari, lutut, pinggul, dan tulang punggung. Keadaan ini

biasanya sebagai akibat aktivitas yang berlebihan atau trauma berulang yang

dialami sendi sehingga terjadi aus pada tulang rawan (kartilago) sendi yang

menjadi bantal bagi tulang. Akibatnya, akan terasa nyeri apabila sendi

digerakkan. Persendian yang jarang terserang adalah pengelangan tangan dan

kaki, siku, serta bahu.

Terjadinya proses peradangan diawali oleh adanya faktor penyebab,

seperti rangsang cedera baik fisik, kimia, maupun protein lain (antingen).

Faktor-faktor tersebut menyebabkan terbentuknya anti bodi dalam tubuh dan

terjadi kompleks imun yang mengendap di dinding pembuluh darah.

Selanjutnya, kompleks imun mengeluarkan enzim yang perusak yang merusak

jaringan.

Masih banyak masyarakat indonesia yang menganggap remeh penyakit

rematik ini, karena sifatnya yang seolah-olah tidak menimbulkan kematian.

Padahal, rasa nyeri yang ditimbulkannya sangat menghambat seseorang untuk

melakukan kegiatan sehari-hari. (Th. Endang Purwoastuti, 2009)

2.1.2 Etiologi

Penyebab reumatoid artritis masih belum diketahui secara pasti walaupun

banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit ini

belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun


9

berbagai faktor (Termasuk kecendrungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi

autoimun. Faktor-faktor berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi

(Price, 1995), keturunan (Price, 1996), dan lingkungan (Noer S, 1996). Dari

penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam

timbulnya penyakit reumatoid artritis adalah jenis kelamin, keturunan, dan

infeksi. (Lukman, 2012)

Faktor resiko penyebab reumatoid artritis dapat dikelompokkan menjadi

dua, yakni faktor usia dan jenis kelamin serta faktor genetik. Semakin

bertambah usia, semakin tinggi resiko untuk terkena reumatoid artritis. Wanita

lebih rawan terkena reumatoid artritis dibandingkan pria, dengan faktor resiko

sebesar 60%. Sementara, faktor keturunan dapat menimbulkan reumatoid jenis

tertentu, seperti reumatoid artritis serta systemic lupus erythematosus (SLE).

Sekitar 50% keluhan nyeri sendi ternyata disebabkan oleh pengapuran.

Pengapuran berarti menipisnya jaringan tulang rawan yang berfungsi sebagai

bantalan persendian. Bantalan persendian yang aus ini menyebabkan terjadinya

gesekan tulang sehingga timbul rasa nyeri. Pengapuran merupakan proses

degenerasi yang dimulai sejak usia lebih kurang dari 40 tahun.

Reumatoid artritis juga termasuk penyakit yang disebabkan oleh

peradangan pada persendian. Namun, penyebab pastinya belum diketahui.

Kemungkinan, pola-pola genetik bertanggung jawab terhadap timbulnya

penyakit ini. (Th. Endang purwoastuti, 2009)


10

Faktor infeksi sebagai penyebab reumatoid artritis atau pegal linu timbul

karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan

disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Dengan demikian timbul

dugaan kuat bahwa penyakit ini sangat mungkin disebabkan oleh tercetusnya

suatu proses autoimun oleh suatu antigen tunggal atau beberapa antigen

tertentu saja. Agen infeksius yang diduga sebagai penyebabnya adalah bakteri,

mycoplasma, atau tulang tersebut digerakan. (Priyatno, 2009)

Penyebab dari reumatoid artritis yaitu:

a. Faktor kerentanan genetik (HLA-DR4).

b. Reaksi imunologi(antigen asing yang berfokus pada jaringan sinovial).

c. Reaksi inflamasi pada sendi dan tendon.

d. Faktor reumatoid dalam darah dan cairan sinovial.

e. Proses inflamasi yang bekepanjangan.

f. Kerusakan kartilago artikular. (M. Asikin, 2014)

2.1.3 Epidemiologi

Reumatoid artritis merupakan penyakit yang telah lama dikenal dan

tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik.

Walaupun belum dapat dipastikan sebagai penyebab, faktor genetik, hormonal,

infeksi, dan heat shock protein (HPS) telah diketahui berpengaruh kuat dalam

menentukan morbiditas penyakit ini. Heat shock protein (HPS) adalah

sekelompok protein yang berukuran sedang (60-90 kDa) yang dibentuk oleh sel
11

seluruh spesies sebagai suatu respons terhadap stres. Mekanisme hubungan

antara sel T dengan HPS belum diketahui dengan jelas. (Nurna Ningsih, 2012)

Hormon seks prevalensi reumatoid lebih besar pada perempuan

dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormon seks berperan dalam

perkembangan penyakit ini. Observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan

gejala reumatoid selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena:

a. Adanya alo antibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR

sehingga terjadi hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan

perbaikan penyakit.

b. Adanya perubahan profil hormon. Placenta cotropin-releasing hormone

secara langsung menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA),

merupakan androgen utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel

adrenal fetus. Androgen besifat imunosupresi terhadap respons imun

selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sistesis

estrogen plasenta. Estrogen dan progesteron menstimulasi respons imun

humoral (Th2) dan menghambat respons imun selular (Th1). Oleh karena

pada reumatoid artritis respons Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan

progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan

reumatoid artritis. Pemberian kontrasepsi oral dilaporkan mencegah

perkembangan reumatoid artritis atau berhubungan dengan penurunan

insiden reumatoid artritis yang lebih berat.

Faktor infeksi beberapa viruss dan bakteri diduga sebagai agen penyebab

penyakit seperti tampak pada organisme ini diduga menginfeksi sel induk
12

semang (host) dan merubah reaktivitas atau respons sel sehingga mencetuskan

timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang secara

nyata terbukti sebagai penyebab penyakit. (Idrus alwi, 2014)

2.1.4 Insiden

Reumatoid artritis terjadi kira-kira 2,5 kali lebih sering menyerang

wanita daripada pria. Menurut Noer S 1996 perbandingan antara wanita dan

dan pria 3 : 1, dan pada wanita usia subur perbandingan mencapai 5 : 1. Jadi

perbandingan antara wanita dan pria kira-kira 1 : 2,5-3. Insiden meningkat

dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita. Kecenderungan insiden

yang terjadi pada wanita dan wanita subur diperkirakan karena adanya

gangguan dalam keseimbangan hormonal (estrogen) tubuh, namun hingga kini

belum dapat dipastikan apakah faktor hormonal memang merupakan penyebab

penyakit ini. Penyakit ini biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50 tahun,

puncaknya adalah antara usia 40 hingga 60 tahun. Pennyakit ini menyerang

orang-orang di seluruh dunia, dari berbagai suku bangsa. Sekitar satu persen

orang dewasa menderita reumatoid artritis yang jelas, dan dilaporkan bahwa

amerika serikat setiap tahun timbul kira-kira 750 kasus baru per satu juta

penduduk. (Price, 1995)

2.1.5 Patofisiologi

Akibat peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul

matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen) maka terjadi kerusakan

setempat secara progresif dan memicu terbentuknya tulang baru pada dasar lesi
13

sehingga terbentuk benjolan yang disebut osteolit. Proteoglikan adalah suatu

zat yang membentuk daya lentur tulang rawan, sedangkan kolagen adalah

serabut protein jaringan ikat. Osteolit yang terbentuk akan mempengaruhi

fungsi sendi atau tulang dan menyebabkan nyeri jika sendi atau tulang tersebut

digerakkan. (Priyatno, 2009)

Pada reumatoid artritis, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan

sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-

enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, profeliferasi

membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan

menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya

menghilangkan permukaan sendi yang akan menggangu gerak sendi. Otot akan

turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan generatif dengan

menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. (Lukman, 2012)

Pada awalnya, proses inflamasi akan membuat sendi sinovial menjadi

edema, kongesti vaskular dengan pembentukan pembuluh darah batu, eksudat

fibrin, dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan akan menbuat

sinovial menjadi tebal, terutama pada kartilago. Persendian yang meradang

akan membentuk jaringan granulasi yang disebut dengan pannus. Pannus akan

meluas hingga masuk ke tulang subkondrial. Jaringan granulasi akan menguat

karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago. Kondisi ini akan

membuat kartilago menjadi nekrosis. (Asikin dkk, 2014)

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.

Jika kerusakan kartilago sangat luas, maka akan terjadi adhesi diantara
14

permukaan sendi, dimana jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).

Kerusakan kartilago dan tulang dapat menyebabkan tendon dan ligamen

menjadi lemah, serta dapat menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari

persendian. Invasi dari tulang subkondrial dapat menyebabkan osteoporosis

setempat.

Lama proses reumatoid artritis berbeda pada setiap orang. Hal ini

ditandai dengan adanya serangan dan tidak adanya serangan lagi, sedangkan

orang yang memiliki faktor reumatoid (seroposotif), maka kondisi yang

dialaminya akan menjadi kronis yang progresif. (M. Asikin dkk, 2014)

2.1.6 Jenis-Jenis Reumatoid artritis

Ditinjau dari lokasi patologis maka jenis rematik tersebut dapat

dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu rematik artikular dan reumatoid

artritis Non antikular. Reumatoid artritis artikular atau artritis (radang sendi)

merupakan gangguan reumatoid artritis yang berlokasi pada persendian

diantaranya meliputi reumatoid artritis, osteoartritis dan gout artritis.

Reumatoid artritis non artikular atau ekstra artikular yaitu gangguan rematik

yang disebabkan oleh proses diluar persendian diantaranya bursitis, fibrositis

dan sciatica. (Hembing, 2006 dalam iwayan:9)

Rematik dapat dikelompokan dalam beberapa golongan yaitu:

a. Osteoartritis.

Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang

berkembang lambat dan berhubunga dengan usia lanjut. Secara klinis


15

ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak

pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban.

b. Artritis rematoid

Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan

manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ

tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah

penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progrefitasnya.

Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat

lelah.

c. Olimialgia reumatik

Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan

kekakuan yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu

dan panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar

50 tahun ke atas.

d. Artritis gout (pirai)

Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran

khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari

pada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengah, sedangkan pada

wanita biasanya mendekati masa menopause. (Giri wiarto, 2017)

2.1.7 Manifestasi Klinis

Gejala klinis utama adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya

keruskan pada rawan sendi dan tulang sekitarnya. Kerusakan ini terutama
16

mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris.

(Sudoyo dkk, 2007).

Secara umum, manifestasi klinis yang dapat kita lihat, antara lain:

a. Nyeri sendi, terutama pada saat bergerak.

b. Pada umumnya terjadi pada sendi penopang beban tubuh, seperti panggul,

tulang belakang, dan lutut.

c. Terjadi kemerahan, inflamasi, nyeri, dan dapat terjadi deformitas

(perubahan bentuk).

d. Yang tidak progresif dapat menyebabkan perubahan cara berjalan.

e. Rasa sakit bertambah hebat terutama pada sendi pinggul, lutut, dan jari-

jari.

f. Saat perpindahan posisi pada persendian bisa terdengar suara (cracking).

(Priyatno, 2009)

2.1.8 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan

nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan

maksimal dari klien, serta mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi

pada sendi. Penatalaksaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-

tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi,

serta obat-obatan.

Pengobatan harus diberikan secara paripurna, karena penyakit sulit

sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dumulai secara lebih dini. Klien
17

harus diterangkan mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis.

Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi

sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan obat antiinflamasi

nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan terbimbing.

Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau

imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin

berguna bila tidak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi

atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan tindakan artrodesis atau

artroplastik. Sebaiknya pada revalidasi disediakan bermacam alat bantu untuk

menunjang kehidupan sehari-hari dirumah maupun di tempat kerja.

Langkah pertama dari program penatalaksanaan reumatoid artritis adalah

memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien,

keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan

kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit,

penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan

termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk

mengatasi penyakit, dan metode-metode yang efektif tentang penatalaksanaan

yang diberikan oleh tim kesehatan. (Lukman, 2012)

Penderita reumatoid artritis tidak memerlukan diet khusus karena variasi

pemberian diet yang ada belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk

memperoleh diet seimbang sangat penting. Penyakit ini dapat juga menyerang

sendi temporomandibular, sehingga membuat gerakan mengunyah menjadi

sulit. Sejumlah obat-obat tertentu dapat menyebabkan rasa tidak enak pada
18

lambung dan mengurangi nutrisi yang diperlukan. Pengaturan berat badan dan

aktivitas klien haruslah seimbang karena kebiasaan klien akan mudah menjadi

terlalu gemuk disebabkan aktivitas klien dengan penyakit ini relatif rendah.

Namun, bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan adalah

pemberin obat.

Obat-obat dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan, dan

untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit. Nyeri hampir tidak dapat

dipisahkan dari reumatoid artritis, sehingga ketergantungan terhadap obat harus

diusahakan seminimum mungkin. Obat utama pada reumatoid artritis adalah

obat-obtan antiimflamasi (NSAID).

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita reumatoid artritis menurut I

Nyoman (2014) adalah:

a. Anemia

75% penderita reumatoid artritis mengalami anemia karena penyakit

kronik dan 25% penderita tersebut memberikan respons terhadap terapi

besi.

b. Kanker

Akibat sekunder dari terapi yang diberikan, kejadian limfoma dan

leukemia 2-3 kali lebih sering terjadi pada penderita reumatoid artritis,

peningkatan resiko terjadinya berbagai tumor solid, penurunan resiko

terjadinya kanker genitourinaria.


19

1/3 penderita reumatoid mungkin mengalami efusi pericardial

asimptomatik saat diagnosis ditegakkan miokarditis bisa terjadi, baik

dengan atau tanda gejala, blok atrioventrikular jarang ditemukan.

c. Pembentukan fistula

Terbentuknya sinus kutaneus dekat sendi yang terkena, terhubungnya

bursa dengan kulit.

d. Deformitas sendi tangan

Deviasi ulnar pada sendi metakarpofalangeal, hiperekstensi dari ibu jari,

peningkatan resiko, peningkatan resiko ruptur tendon.

e. Deformitas sendi lainnya

Beberapa kelainan yang bisa ditemukan antara lain, kista popliteal,

sindrom terowongan karpal dan tarsal.

f. Nodul reumatoid

Ditemukan pada 20-35% penderita reumatoid artritis, biasanya

ditemukan pada permukaan ekstensor ekstremitas atau daerah penekanan

lainnya, tetapi bisa juga ditemukan pada daerah sklera, pita suara, sakrum

atau vetebra.

Rumatoid artritis banyak menimbulkan kecacatan pada penderitanya,

walaupun tidak sampai menyebabkan kematian seperti penyakit kanker

atau jantung. Nyeri, kaku dan kerusakan pada sendi akan menyebabkan

gangguan fungsi pada sendi sehingga aktivitas sehari-hari akan terganggu dan

menurunkan kualitas hidup penderita. (Rizki J, 2009)


20

2.1.10 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan reumatoid

artritis meliputi pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan

aspirasi cairan sinovial yang dapat dilihat pada tabel.

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan reumatoid artritis

Pemeriksaan a. Laju endap darah meningkat.


b. Protein C-reaktif meningkat.
Laboratorium c. Terjadi anemia dan leukositosis.
d. Tes serologi faktor reumatoid (80% penderital)

Pemeriksaan a. Ciri sinovitis: pembengkakan jaringan lunak dan


radiologi osteoporosis peri-artikular.
b. Gambaran lanjutan: penyempitan ruang artikular
dan erosi tulang marginal hingga kerusakan
artikular, serta deformitas sendi.
Pemeriksaan dengan menggunakan foto rontgen pada
tangan yang mengalami reumatoid artritis.

Aspirasi cairan Cairan sinovial menunjukkan adanya proses inflamasi


sinovial (jumlah sel darah putih >2000/uL). Pemeriksaan cairan
sendi meliputi pewarnaan Gram, pemeriksaan jumlah sel
darah, kultur, dan gambaran makroskopis.
21

2.2 Konsep Nyeri

2.2.1 Definisi Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau

yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. The internasional

association for the study of pain (IASP) mendefinisikan nyeri merupakan

pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya

kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan. Berdasarkan definisi tersebut

nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi

sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis).

Sedangkan nyeri akut disebkan oleh stimulasi noxious akibat trauma, proses

suatu penyakit atau akibat fungsi otot atau visceral yang terganggu.nyeri akut

akan disertai hiperaktifitas saraf otonom dan umumunya menghilang sesuai

dengan proses penyembuhan.

Nyeri digolongkan sebagai gangguan sensorik positif. Pada hakikatnya

nyeri tidak dapat ditafsirkan dan tidak dapat diukur, namun tidak dapat

dipungkiri bahwa nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan bahkan

menyakitkan adalah suatu sesasi yang unik. Keunikannya karena derajat berat

dan ringan nyeri yang dirasakan tidak ditentukan hanya oleh intensitas stimulus

tetapi juga oleh perasaan dan emosi pada saat itu.

Pada dasarnya nyeri adalah reaksi protektif untuk menghindari stimulus

yang membahayakan tubuh. Tetapi bila nyeri tetap berlangsung walaupun


22

stimulus penyebab sudah tidak ada, berarti telah terjadi perubahan patofiologis

yang justru merugikan tubuh. Sebagai contoh, nyeri karena pembedahan, masih

tetap dirasakan pada masa pasca bedah ketika pembedahan sudah selesai. Nyeri

semacam ini tidak saja menimbulkan perasaan tidak nyaman, tetapi juga reaksi

stres, yaitu rangkaian reaksi fisik maupun biologis yang dapat menghambat

proses penyembuhan. (Giri wiarto, 2017)

Nyeri adalah suatu sensori yang tidak menyenangkan dari suatu

emosional disertai kerusakan jaringan secara aktual maupun potensial atau

kerusakan jaringan secara menyeluruh. Nyeri adalah suatu mekanisme protektif

bagi tubuh, nyeri timbul bilamana jaringan rusak dan menyebabkan individu

tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut. (Ignatavicius, 1991)

2.2.2 Patofisiologi

Proses rangsangan menimbulkan nyeri bersifat destruktif terhadap

jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf penghantar impuls nyeri.

Serabut saraf ini disebutkan dengan serabut nyeri, sedangkan jaringan tersebut

disebut jaringan peka-nyeri. Bagaimana seseorang menghayati nyeri tergantung

pada jenis jaringan yang sirangsang, jenis serta sifat rangsangan, jenis serta

sifat rangsangan, serta pada kondisi mental dan fisiknya. (Giri Wiarto, 2017)

2.2.3 Klasifikasi Nyeri

1. Nyeri nosiseptif, adalah nyeri yang timbul sebagai akibat perangsangan

pada nosiseptor (serabut a-delta dan serabut-c) oleh rangsang mekanik,

termal atau kemikal.


23

2. Nyeri sematik adalah nyeri yang timbul pada organ non viseral, misal

nyeri pasca bedah, nyeri metastatik, nyeri metastatik, nyeri tulang, nyeri

artritik.

3. Nyeri viseral adalah nyeri yang berasal dari organ viseral, biasanya akibat

distensi organ yang berongga, misalnya usus, kandung empedu, pankreas,

jantung. Nyeri viseral sering kali diikuti reffered pain dan sensasi otonom,

seperti mual dan muntah.

4. Nyeri neuropatik, timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf. Nyeri

seringkali persisten, walaupun penyebabnya sudah tidak ada. Biasanya

pasien merasakan rasa seperti terbakar, seperti tersengat listrik atau

alodinia dan disestesia.

5. Nyeri psikogenik, yaitu nyeri yang tidak memenuhi krteria nyeri somatik

dan nyeri neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi atau kelainan

psikosomatik. (Idrus alwi, 2014)

2.2.4 Tipe Dan Karakteristik Nyeri

Tipe nyeri berbagi menjadi lima, yaitu berdasarkan durasi, nyeri

berdasarkn intensitas, nyeri berdasarkan transmisi, nyeri berdasarkan

transmisi, nyeri berdasarkan bumber atau asal nyeri, dan penyebab nyeri.

a. Nyeri berdasarkan durasi

Nyeri berdasarkan durasi dapat dilihat pada tabel berikut ini


24

No Nyeri akut Nyeri kronis

1. Peristiwa baru tiba-tiba, durasi singkat. Pengalaman nyeri yang menetap /

kontinu selama lebih dari 6 bulan.

Berkaitan dengan penyakit akut, seperti

operasi, prosedur pengobatan atau

2 trauma. Intensitas nyeri sukar untuk

Sifat nyeri jelas dan besar kemungkinan diturunkan.

hilang.

3. Timbul akibat stimulus langsung

terhadap rangsang noksius, misalnya Sifatnya kurang jelas dan kecil

4. mekanik dan inflamasi. kemungkinan untuk sembuh / hilang.

Umumnya bersifat sementara, yaitu Rasa nyeri biasanya meningkat.

sampai dengan penyembuhan.

5.

Dikatagorikan sebagai :

a. Nyeri klinis maligna, jika nyeri

berhubungan dengan kanker atau

penyakit progresif lainnya.

b. Nyeri klinis non-maligna, jika nyeri

akibat kerusakan jaringan non-

progresif lalu yang telah mengalami

6. Area nyeri dapat diidentifikasi. Rasa penyembuhan.

nyeri cepat berkurang. Area nyeri tidak mudah diidentifikasi.


25

b. Berdasarkan intensitas

Berdasarkan intensitas nyeri digolongkan nyeri berat, nyeri sedang, dan

nyeri ringan. Untuk mengukur intensitas nyeri yang dirasakan seseorang,

dapat digunakan alat bantu yaitu dengan skala nyeri. Skala nyeri yang umum

digunakan adalah cara Mc.Gill dengan menggunakan skala 0-5 (0 = tidak ada

nyeri, 1 = nyeri ringan, 2 = tidak menyenangkan, 3 = mengganggu, 4 =

menakutkan, dan 5 = sangat menakutkan). Skala ini disebut dengan “the

present pain intensity” pengkajian yang lebih sederhana dan mudah dilakukan

adalah menggunakan skala 0-10, yaitu analog visual skala dengan cara

menyatakan sejauh mana nyeri yang dirasakan klien.

c. Berdasarkan transmisi

a. Nyeri menjalar

Terjadi pada bidang yang luas dan pada struktur yang terbentuk dari

embrionik dermatom yang sama.

b. Nyeri rujukan (Reffered pain)

Nyeri yang bergerak dari suatu daerah ke daerah yang lain.

2.2.5 Metode Pengukuran Intensitas Nyeri

Skala pengukuran intensitas nyeri

a. Skala numerical

Numerical rating scale (NSR) merupakan pengukuran nyeri dimana

kepada pasien dimintakan untuk memberikan angka 1 sampai 10. Nol

diartikan sebagai tidak ada nyeri. Sedangkan angka 10 diartikan sebagai

rasa nyeri yang hebat dan tidak tertahankan oleh pasien. Pengukuran ini
26

lebih mudah dipahami pasien baik bila kepada pasien tersebut dimintakan

secara lisan atau mengisi form ke sioner.

b. Visual analog scale (VAS)

Adalah instrumen pengukuran nyeri yang paling banyak dipakai

dalam berbagai studi klinis dan diterapkan terhadap berbagai jenis nyeri.

Metoda pengukuran ini sebagaimana dikembangkan oleh stevenson.

Terdiri dari garis lurus sepanjang 10 cm. Garis paling kiri menunjukan

tidak ada rasa nyeri sama sekali, sedangkan garis paling kanan

menandakan rasa nyeri yang paling buruk.

Pengukuran dengan visual analogue scale (VAS) pada nilai di bawah

4 dikatakan sebagai nyeri ringan; nilai antara 2-7 dinyatakan sebagai nyeri

sedang dan diatas 7 dianggap sebagai nyeri hebat. (Siti Setiati, 2014)
27

2.2.6 Data Objektif

Respons simpatis

a. Pucat

b. peningkatan tekanan darah

c. Peningkatan nadi

d. Kekakuan otot

e. Dilatasi pupil

f. Diaforosis

Resrpons parasimpatis

a. Penurunan tekanan darah

b. Penurunan nadi

c. Mual, muntah

d. Kesakitan

e. Pucat

Respons perilaku

a. Postur tubuh seperti: memegangi perut, menekuk siku, dan sebagainya

b. Merintih, mengatupkan gerakan

c. Mengedipkan mata dengan cepat

d. Ekspresi ketakutan, kecemasan tinggi

e. Mata tampak terbuka lebar

f. Wajah meringis, terdistorsi, terlihat tertekan

g. Berulang menyentuh, menarik, menggosokkan bagian tubuh yang sakit

h. Rigid: kaku tubuh pada lengan/kaki dan tidak fleksibel. (Ana zakiyah,

2014)
28

2.3 Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Reumatoid artritis

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan. Tahap

ini tahap ini sangat penting dan menentukan taha-tahap selanjutnya. Data yang

komperehensif dan valid akan menentukan penetapan diagnosis keperawatan

dengan tepat dan benar, serta selanjutnya akan berpengaruh dalam perencanaan

keperawatan. Tujuan dari pengkajian adalah didapatkannya data biopsiko dan

spiritual. (Tarwoto, Wartonah, 2015)

Adapun pengkajian yang reumatoid artritis menurut Lukman Nurna

Ningsih,2012:

a. Aktivitas Istirahat

1) Gejala : Nyeri sendi karena pergerakan , nyeri tekan, yang memburuk

dengan stres pada sendi kekauan pada pagi hari. Biasanya yang terjadi

bilateral dan simestris. Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada

gaya hidup, aktivitas istirahat dan pekerjaan.

2) Tanda : Malaise, keterbatasan gerak.

b. Kardiovaskuler

Gejala : Fenoumena Raynaud jari tangan atau kaki misal, pucat,

kemerahan pada jari.

c. Integritas Ego

1) Gejala :faktor-faktor stress akut / kronis misal, pekerjaan,

ketidakmampuan faktor-faktor hubungan sosial. Keputusan dan

ketidakberdayaan.
29

d. Makanan / cairan

1) Gejala :Ketidakmampuan untuk menghasilkan mengkonsumsi

makanan/cairan adekuat/cairan sdekuat: mual,anoreksia dan kesulitan

untuk mengunyah.

2) Tanda :penurunan berat badan, dan membrane mukosa kering.

e. Higiene

Gejala :Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan

pribadi secara mandiri. Ketergantungan pada orang lain.

f. Neurosensori

1) Gejala :Kebas/Kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada

jari tangan.

2) Tanda :pembengkakan sendi simetris.

g. Nyeri/Kenyamanan

Gejala :Fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai pembengkakan

jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan

kekakuan(terutama pada pagi hari).

h. Interaksi Sosial

Gejala :Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran

dan isolasi.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon individu

kurang pengetahuan tentang rutinitas keluarga dan komunikasi tentang masalah


30

kesehatan berhubungan pengetahuan aktual, potensial atau proses kehidupan.

(Pottter Perry, 2010)

Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien reumatoid artritis

adalah:

1) Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi

cairan/proses inflamasi, desktruksi sendi.

2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformasi skeletal,

nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan

kekuatan otot.

3) Gangguan citra tubuh/perubahan penampilan peran berhubungan dengan

perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan

penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.

4) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal,

penurunan kekuatan, daya tahan, dan nyeri pada waktu bergerak.

5) Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah

berhubungan dengan proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem

pendukung tidak adekuat.

2.3.3 Intervensi

Intervensi keperawatan pada lansia dengan reumatoid artritis (Lukman

Nurna Ningsih, 2012):

1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi

cairan/proses inflamasi, desktruksi sendi ditandai dengan:

a. Keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, kelelahan


31

b. Berfokus pada diri/penyempitan focus

c. Perilaku distraksi/respon autonomic

d. Perilaku berhati-hati atau melindungi. (Lukman Nurna Ningsih, 2012)

Kriteria hasil:

a. Menunjukan nyeri hilang / hilang atau terkontrol

b. Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan berpartisipasi dalam

aktivitas sesuai kemampuan

c. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan

d. Menghubungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam

program control nyeri

Rencana Intervensi :

a. Kaji keluhan nyeri, kualitas, lokasi, intensitas (skala 0-10), dan waktu

b. Berikan matras atau kasur lembut dan bantal kecil. Tinggikan linen tempat

tidur sesuai kebutuhan

c. Berikan posisi nyaman waktu tidur / duduk dikursi. Tingkatkan istirahat

ditempat tidur sesuai indikasi

d. Pantau penggunaan bantal, karung pasir, bebat, dan brace

e. Anjurkan sering mengubah posisi. Bantu klien untuk bergerak di tempat

tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan dibawah, serta hindari gerakan

yang menyentak

f. Anjurkan mandi air hangat pada pagi hari. Sediakan waslap hangat untuk

kompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi dan

sebagainya

g. Berikan massase yang lembut


32

Rasional :

a. Membantu menentukan kebutuhan menentukan kebutuhan manajemen

nyeri dan keefektifan program

b. Matras lembut dan bantal kecil mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh

yang tepat, mengistirahatkan sendi yang sakit

c. Tirah baring diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sandi

d. Mengistirahatkan sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral

e. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekuan sendi

f. Meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan

menghilangkan kekakuan dipagi hari. Sensitivitas pada panas dapat

dihilangkan

g. Meningkatkan relaksasi atau mengurangi ketegangan otot

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformasi skeletal,

nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan

kekuatan otot.

Ditandai dengan :

a. Keenganan untuk mencoba bergerak atau ketidakmampuan untuk

bergerakan dalam lingkungan fisik

b. Membatasi rentan gerak ketidakseimbangan koordinasi, penurunan

kekuatan otot/control dan masa (tahap lanjut)

Kriteria hasil :

a. Mempertahankan fungsi posisi dengan pembatasan kontraktor


33

b. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi atau kompensesi

bagian tubuh

c. Mendemonstrasikan teknik/prilaku yang memungkinkan melakukan

aktivitas

Rencana intervensi :

a. Evaluasi pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi

b. Pertahankan tirah baring/duduk, buat jadwal aktivitas yang sesuai dengan

toleransi untuk memberikan priode istirahat terus-menerus dan tidur

malam hari yang tidak terganggu

c. Bantu rentang gerak aktif/pasif latihan resisitif dan isometrik

d. Ubah posisi setiap dua jam dengan bantuan personel yang cukup,

demonstrasikan/bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan

mobilitas

e. Posisikan sendi yang sakit dengan bantal

f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher

g. Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri,

serta berjalan

h. Berikan lingkungan yang aman misal menaikkan kursi/kloset,

menggunakan pegangan tangan

Rasiona :

a. Tingkat aktivitas atau latihan tergantung dari perkembangan

b. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase

penyakit untuk mencegah kelelahan

c. Meningkatkan fungsi sendi, kekatan otot, dan stamina


34

d. Menghilangkan tekanan jaringan dan meningkatkan sirkulasi

e. Meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi resiko cedera)

f. Mencegah fleksi leher

g. Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas

h. Menghindari cedera akibat kecelakaan/jatuh

3. Gangguan citra tubuh/perubahan penampilan peran berhubungan dengan

perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan

penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.

a. Respons verbal terhadap perubahan struktur atau fungsi dari bagian tubuh

yang sakit

b. Perubahan gaya hidup / kemampuan

Kriteria hasil :

a. Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk

menghadapi penyakit, perubahan gaya hidup, dan kemungkinan

keterbatasan

b. Menerima perubahan tubuh dan mengintegrasikan ke dalam konsep diri

c. Menyusun tujuan / rencana realitas untuk masa depan

Rencana intervensi :

a. Dorong klien pengungkapan mengenai proses penyakit dan harapan masa

depan

b. Diskusikan arti kehilangan/perubahan pada klien. Memastikan bagaimana

pandangan pribadi klien dalam memfungsikan gaya hidup seha-hari


35

c. Diskusikan persepsi klien mengenai bagaimana keluarga menerima

keterbatasan

d. Bantu klien mengepresikan perasaan kehilangan

e. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, dan ketergantungan

f. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan positif yang menbantu

koping

Rasional :

a. Berikan kesempatan mengindentifikasikan rasa takut/kelelahan konsep dan

menghadapi secara langsung

b. Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan

interaksi dengan orang lain, menentukan kebutuhan akan intervensi atau

konseling lanjut

c. Isyarat verbal atau nonverbal keluarga berpengaruh pada bagaimana klien

memandang dirinya

d. Untuk mendapatkan dukungan proses berkabung yang adaptif

e. Nyeri konstan akan melelahkan, dan menimbulkan perasaan marah serta

pemusuhan

f. Menunjukkan emosional/metode koping maladaptif sehinga membutuhkan

intervensi lebih lanjut/dukungan psikologis

g. Membantu mempertahankan kontrol diri dan meningkatkan harga diri


36

2.3.4 Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam

rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri

(independen) dan tindakan kolaborasi (Tarwoto, Wartonah, 2015)

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk

dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada

dasarnya adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan

tujuan atau kriteria hasil yang telah diterapkan (Tarwoto, Wartonah, 2015)

2.4 Senam Reumatoid Artritis

2.4.1 Pengertian

Senam reumatoid artritis berfokus pada gerakan sendi sambil

meregangkan otot dan menguatkan otot, karena otot-otot inilah yang

membantu sendi untuk menopang tubuh. Senam reumatoid artritis dapat

dilakukan 1 kali dalam seminggu yang gunanya menurunkan rasa nyeri pada

sendi agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan sendiri tanpa

meminta bantuan pada orang lain.(Chandra, 2011&Roehadi, 2010)

2.4.2 Tujuan Senam Reumatoid Artritis

1) Mengurangi nyeri pada penderita reumatoid artritis

2) Menjaga kesehatan jasmani lebih baik


37

3) Tulang menjadi lebih lentur

4) Otot-otot akan menjadi tetap kencang

5) Memperlancar peredaran darah

6) Menjaga kadar lemak tetap normal

7) Tidak mudah mengalami cidera

2.4.3 Manfaat Senam Reumatoid artritis

1) menjaga tulang menjadi lebih lentur

2) menjaga otot akan menjadi tetap kencang

3) melancarkan peredaran darah

4) memperlancar cairan getah bening

5) menjaga kadar lemak tetap normal

6) jantung menjadi lebih sehat

7) tidak mudah mengalami cedera

2.4.4 Cara Melakukan Senam Reumatoid artritis

ada beberapa macam gerakan senam reumatoid artritis sebagai berikut :

A. Gerakan duduk

1) Angkat kedua bahu keatas mendekati telinga, putar kedepan dan

kebelakang, hitung selama 8 kali

2) Bungkukkan badan, kedua lengan meraih ujung kaki lantai,

hitung selama 8 kali

3) Angkat kedua siku sejajar dada, tarik kedepan dada, hitung

selama 8 kali
38

4) Angkat paha dan lutut secara bergantian, kedua tangan menahan

tubuh, hitung selama 8 kali

5) Putar tubuh bagian atas kesamping kanan dan kiri, kedua lengan

di atas pinggan, hitung selama 8 kali

B. Gerakan Berbaring Atau Tidur

1) Bentangkan kedua lengan dan tangan, ambil nafas dalam-dalam

dan hembuskan

2) Kedua tangan di samping tekuk siku dan tangan mengepal

3) Tangan luruskan ke atas, lalu tepuk tangan

4) Tukuk sendi panggul dan tekuk lutut dengan kedua tangan tarik

sampai di atas dada

5) Pegang erat kedua tangan di atas perut, tarik kebelakang kepala

dan kebawah

6) Angkat tungkai bawah bergantian dengan bantuan kedua tangan

2.4.5 Kerangka Konsep

Nyeri ≤ 3

Penderita rematik Penerapan Senam Reumatoid Artritis

Nyeri ≥ 4

Anda mungkin juga menyukai