ANALISA COST-BENEFIT
INVESTASI TEKNOLOGI
INFORMASI
30 September 2016
Daftar Isi
1
DAFTAR ISI 2
1. Permasalahan analisa dan representasi data tidak memperlihatkan terjadinya peningkatan produktivitas;
2. Manfaat yang diperoleh oleh teknologi informasi tidak terlihat karena adanya kerugian di area lain; dan
3. Peningkatan produktivitas tidak terlihat karena adanya kegagalan penerapan teknologi informasi atau
tingginya alokasi biaya teknologi informasi.
3
BAB 1. PARADOKS PRODUKTIVITAS TEKNOLOGI INFORMASI 4
kata lain, masing-masing orang akan men
oba mendenisikan output yang dimaksud sesuai dengan kepentingan
dan relevansinya masing-masing, sehingga pengukuran produktivitas pun menjadi sangat relatif sifatnya.
Dari segi input, yang dalam hal ini terkait erat dengan alokasi sumber daya keuangan yang diinvestasikan
untuk pengembangan teknologi informasi, terlihat bahwa ternyata pemakaian teknologi informasi di dalam se-
buah perusahaan bersifat sistemik, dalam arti kata menyebar di seluruh proses inti dan aktivitas penunjang yang
ada, sehingga sangat sulit untuk menentukan proporsi nilai investasi terhadap sebuah rangkaian proses tertentu
atau sub-sistem tertentu yang ingin dihitung produktivitasnya. Contohnya adalah investasi untuk membeli
sebuah mesin ATM yang ternyata tidak saja berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas pada proses
pelayanan terhadap pelanggan (dibandingkan dengan menggunakan teller), tetapi berpengaruh pula terhadap
aktivitas terkait lainnya seperti: memper
epat proses transfer antar rekening, mengurangi biaya komunikasi dan
transaksi, meningkatkan rasa aman pelanggan, mempertinggi tingkat kepuasan nasabah, dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, tidak adil rasanya jika investasi tersebut hanya dibebankan semata pada sebuah proses atau
sub-sistem tertentu sementara kontribusi manfaatnya dirasakan pula oleh berbagai proses yang lain di dalam
perusahaan.
Oleh karena itu dapat dimengerti betapa sulitnya men
ari rumusan produktivitas yang benar-benar meng-
gambarkan keadaan yang sebenarnya dalam arti kata se
ara kongkrit merepresentasikan manfaat yang diberikan
oleh teknologi informasi per satuan investasi yang dialokasikan. Hasil riset memperlihatkan lebih banyaknya ha-
sil perhitungan yang
enderung underestimate dampak produktivitas yang sebenarnya (kenaikan produktivitas
tersembunyi di balik angka-angka dengan asumsi yang keliru) dibandingkan yang overestimate.
Pada kenyataannya
ukup banyak manajemen yang tidak perduli dengan adanya paradoks ini karena mereka
yakin betul bahwa tidak ada perusahaan yang bisa survive dewasa ini tanpa melibatkan teknologi informasi.
in IT we trust demikian kata hati mereka berbi
ara.
Bab 2
6
BAB 2. KLASIFIKASI METODOLOGI ANALISA COST-BENEFIT 7
pembandingan ini diyakini bahwa perusahaan tidak akan melakukan under investment atau over investment
terhadap pengembangan teknologi informasi yang dimilikinya.
Proportion of Management Vision A
hieved merupakan sebuah pendekatan yang
ukup unik dimana
masing-masing individu yang memegang jabatan manajer ke atas (seperti senior manager, general manager,
vi
e president, dire
tor, dan lain sebagainya) diminta untuk melakukan penilaian atau kajian yang didasarkan
pada apakah implementasi teknologi informasi terkait sesuai dengan keinginan atau kehendak atau ren
ana
mereka semula sebagai seorang pengambil keputusan. Pendekatan ini dipergunakan dengan berasumsi bahwa
seluruh manajer di dalam perusahaan bekerja dan bergerak untuk menuju kepada satu visi dan misi yang telah
di
anangkan; sehingga mereka tahu persis bagaimana teknologi informasi dapat berperan membantu mereka
dalam setiap aktivitas pen
apaian visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, sebuah keputusan investasi dinilai
layak dan benar apabila sesuai dengan ren
ana atau pandangan dari manajer terkait, sementara jika tidak
maka dinilai investasi tersebut tidak pada tempatnya.
Work Study Assessment adalah suatu pendekatan evaluasi dimana dilakukan pengkajian terhadap ba-
gaimana implementasi teknologi informasi memberikan dampak pengaruh terhadap pola dan
ara kerja para
individu dalam satu divisi atau departemen tertentu di perusahaan. Dalam metode ini analisa dilakukan terha-
dap bagaimana kontribusi teknologi informasi berpengaruh terhadap perbaikan kinerja sebuah proses tertentu
yang sangat ditentukan dengan besarnya volume pekerjaan dan tingginya frekuensi aktivitas yang terjadi. Sebu-
ah investasi teknologi informasi dinilai layak dan tepat apabila dapat benar-benar memperbaiki kinerja proses
atau akvitas yang dilakukan sejumlah individu sehingga terlihat pengaruhnya dalam bentuk peningkatan kinerja
atau performansi divisi atau departemen dimana perangkat teknologi tersebut diimplementasikan.
E
onomi
Assessment dipandang sebagai salah satu pendekatan analisa yang menggunakan sejumlah
teori ekonomi yang dibangun berdasarkan sebuah model matematika tertentu. Metode analisa yang biasanya
dinyatakan dalam fungsi output terhadap sejumlah variabel input ini diperkenalkan oleh sejumlah pakar eko-
nomi yang bekerjasama dengan ahli matematika dan praktisi manajemen. Dengan memasukkan sejumlah data
sesuai dengan kondisi perusahaan yang ada ke dalam beragam variabel input pada formula terkait, maka akan
didapatkan nilai output yang akan dikomparasikan dengan sejumlah parameter untuk menilai layak tidaknya
biaya yang diinvestasikan terhadap manfaat yang diperoleh perusahaan.
Finan
ial A
ounting Based Analysis adalah metode analisa yang mempergunakan sejumlah formula
dan ukuran yang baku dipergunakan dalam manajemen nan
ial a
ounting. Contohnya adalah dengan mem-
pergunakan formula ROI, IRR, NPV, dan lain-lain sebagai alat bantuk untuk menilai apakah sebuah investasi
dianggap layak, wajar, dan worth bagi sebuah perusahaan ditinjau terlebih-lebih dari aspek sumber daya
nansial.
User Attitudes adalah
ara pengukuran manfaat dengan
ara melibatkan mayoritas user atau pengguna
teknologi informasi di dalam perusahaan. Melalui survei, jajak pendapat, observasi, dan diskusi, masing-masing
pengguna diminta untuk menyatakan penilaiannya terhadap setiap aplikasi yang mereka pergunakan, terutama
berkaitan dengan seberapa besar manfaat diterapkannya aplikasi tersebut untuk membantu aktivitas mereka
sehari-hari. Semakin positif tanggapan mereka, semakin dinilai layaklah investasi teknologi informasi yang telah
dilakukan oleh perusahaan.
User Utility Assessment dipandang sebagai sebuah metodologi yang kontroversial karena didasarkan
pada asumsi yang sangat spekulatif. Prinsip yang dipegang dalam konsep ini adalah bahwa semakin banyak
dan semakin lama individu di perusahaan menggunakan aplikasi teknologi informasi tertentu, semakin diang-
gap berhasillah penerapan teknologi tersebut. Sementara semakin sedikit atau semakin banyak individu yang
menolaknya, semakin dipandang tidak layak investasi yang telah dikeluarkan untuk membangun sistem terse-
but. Paradigma ini dipergunakan karena anggapan bahwa semakin sering sebuah sistem dipergunakan, berarti
frekuensi transaksi bisnis yang dibantu dengan adanya sistem tersebut semakin tinggi demikian juga dengan
volume per transaksinya yang berarti akan semakin banyak manfaat yang telah diperoleh perusahaan dengan
utilisasi tersebut. Sebaliknya, utilisasi yang rendah karena tidak terpakainya sistem berarti adanya pemboros-
an sumber daya yang selayaknya tidak terjadi, yang berarti pula bahwa investasi yang telah dikeluarkan sia-sia
adanya.
Value Added Analysis adalah pendekatan dimana analisa dimulai dengan
ara mengkaji nilai atau value
yang diberikan oleh sistem atau aplikasi teknologi informasi sebelum menyentuh unsur pembiayaannya. Dengan
kata lain, yang pertama-tama perlu dilakukan adalah menyetujui akan nilai atau manfaat yang diberikan oleh
aplikasi teknologi informasi terlebih dahulu, baru kemudian mereka yang bersepakat duduk bersama untuk
mengkalkulasi biaya yang layak dikeluarkan untuk pen
apaian value tersebut. Jika hasil kalkulasi tersebut
berkenan di hati para pengambil keputusan, maka investasi yang dikeluarkan dinilai layak; sementara jika
tidak, maka ren
ana membangun dan/atau mengembangkan sistem terkait terpaksa tidak dilakukan.
Return on Management diperkenalkan pertama kalinya oleh Paul Strassman dalam bukunya Information
Payo (Strassman, 1985) dan ditekankan kembali pada karyanya The Business Value of Computers (Strassm-
an, 1990), dimana yang bersangkutan berusaha memisahkan apa yang dinamakan sebagai management added
value dengan management
ost dan kemudian membandingkan keduanya untuk diperoleh Return On Manage-
ment atau ROM. Konsepnya
ukup jelas, yaitu sebagai berikut:
BAB 2. KLASIFIKASI METODOLOGI ANALISA COST-BENEFIT 8
• Semenjak sebuah sistem aplikasi teknologi informasi diterapkan, dihitunglah seberapa besar pendapatan
atau revenue yang diperoleh perusahaan.
• Jika revenue tersebut dikurangi dengan Cost Of Goods Sold atau COGS dan pajak, akan diperoleh prot
margin atau business value added.
• Dari business value added ini kemudian dikurangi dengan shareholders value added (misalnya dalam
bentuk pembagian deviden saham) dan operation
osts sehingga akhirnya diperoleh sebuah nilai yang
merupakan gabungan dari management
osts dan management value added.
• Jika nilai tersebut dikurangi dengan management osts, maka akan didapatlah management value added.
maka akan diperoleh harga ROM yang akan menentukan tingkat kelayakan investasi yang telah dan/atau
akan dilakukan. Konsep ini dibangun dengan loso bahwa dalam perusahaan moderen, yang terpenting bu-
kanlah modal, material, maupun teknologi, namun adalah sumber daya manusia yang direpresentasikan dalam
manajemen.
Multi-Obje
tive Multi-Criteria Method atau MOMCM diperkenalkan sebagai sebuah metode yang
bernuansa subyektif karena didasarkan pada kenyataan bahwa setiap sistem aplikasi yang diterapkan memiliki
obyektif yang berbeda karena beragamnya stakeholders yang berkepentingan dengan adanya sistem tersebut.
Adanya sejumlah obyektif yang berbeda dan beragamnya perspektif stakeholders memaksa perlu dikembang-
kannya sebuah sistem yang dapat mengadopsi situasi ini. Dalam MOMCM tersebut masing-masing stakeholder
diberi kesempatan untuk menentukan sendiri bobot atau weight dan penilaian dari sejumlah obyektif atau man-
faat yang didapat dari adanya sistem aplikasi terkait. Dengan
ara demikian, maka perusahaan dapat melihat
dan menentukan layak tidaknya suatu investasi dari hasil total penilaian para stakeholder tersebut.
Keduabelas metode tersebut pada dasarnya memiliki sejumlah karakteristik yang membedakan satu dan
lainnya, dan perusahaan perlu mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing
ara yang ada. Tabel
berikut memperlihatkan se
ara ringkas isu-isu seputar masing-masing metode evaluasi yang dijelaskan sebelum-
nya.
• No hard data
• It is relatively abstra t
User Attitudes
• En ourages prototyping
Return on Management
Sejumlah praktisi manajemen menyarankan agar sebuah perusahaan dapat menggunakan dua atau tiga
ara sekaligus dalam menganalisa
ost-benet investasi teknologi informasi karena setiap metodologi memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing (kedua atau ketiga metodologi yang dipergunakan diharapkan
dapat saling melengkapi sehingga menghasilkan suatu metrik pengukuran yang lebih berkualitas). Namun
bukan berarti perusahaan dapat menggunakan sekitar enam atau tujuh
ara sekaligus, karena justru akan
berpotensi menghasilkan sebuah hasil yang konik satu dan lainnya sehingga akan mempersulit pengambilan
keputusan.
Bab 3
• Banyak sekali elemen ketidakpastiaan di kemudian hari terkait dengan manfaat yang akan diperoleh
melalui implementasi teknologi informasi. Hal ini selain disebabkan karena banyaknya manfaat yang
bersifat kualitatif dan intangible, perkembangan teknologi informasi yang sangat
epat (eksponensial)
dan kompetisi yang sedemikian tajam, akan sangat sulit dalam menentukan nilai atau manfaat yang akan
diperoleh dikemudian hari (sifatnya teramat sangat relatif ).
• Adalah merupakan suatu kenyataan bahwa dalam pelaksanaannya, banyak sekali proyek teknologi in-
formasi yang tidak berhasil diselesaikan tepat pada waktunya, terutama proyek dengan ruang lingkup
besar dan kompleksitas tinggi. Hal ini menyebabkan tidak pastinya kapan perusahaan benar-benar akan
memperoleh manfaat yang dijanjikan pada awal pengerjaan proyek. Seandainya proyek tersebut selesai
tepat waktu pun, terkadang masih perlu dilakukan perbaikan atau pengembangan di sana sini karena
adanya perubahan kebutuhan bisnis yang menyebabkan diperlukannya durasi waktu tambahan untuk
menyelesaikan proyek terkait.
11
BAB 3. RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI INFORMASI 12
Statistik memperlihatkan, walaupun banyak perusahaan yang masih menggunakan metode ROI untuk me-
lakukan evaluasi terhadap investasi teknologi informasinya, sebagian dari mereka merasa tidak puas dengan
penggunaan metode ini.
• Value Linking yang membahas dampak konsekuensi dari perubahan utama di berbagai fungsi organisasi
akibat diterapkannya sebuah sistem baru;
• Value A
eleration - yang men
oba untuk mendenisikan nilai tambah yang akan dinikmati oleh perusa-
haan seandainya sistem baru dipergunakan; dan
• Job Enri
hment yang menggambarkan hasil evaluasi terhadap nilai tambah lainnya terkait dengan
peningkatan kompetensi dan keahlian dari karyawan perusahaan yang diperoleh karena diterapkannya
sistem baru.
Se
ara ringkas, IE bertujuan untuk menjembatani aspek kuantitatif dan kualitatif dari manfaat teknologi infor-
masi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang penuh ketidakpastiaan baik se
ara strategis maupun operasional,
dan terutama yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk menggunakan
metode ini diperlukan keahlian spesik karena sifatnya yang kompleks dan
ukup memakan waktu.
untuk mengurangi atau mereduksi biaya. Filoso ini didasari pada observasi bahwa setiap inovasi berkembang
karena adanya keinginan untuk meningkatkan value tertentu, bukan sekedar untuk melakukan penghematan ter-
hadap biaya semata. Untuk mendapatkan value yang optimal, kajian terhadap hal-hal yang bersifat intangible
harus dilakukan. VA biasanya mempergunakan teknik pendekatan iteratif - seperti metode Delphi untuk men-
dapatkan solusi terhadap permasalahan tersebut. Terkadang dibangun pula prototip dari sebuah sistem agar
manajemen pengambil keputusan dapat memperkirakan value yang dapat diperoleh seandainya sistem tersebut
diimplementasikan se
ara penuh di kemudian hari. Ketika sebuah sistem diusulkan untuk dibangun, sejumlah
manfaat yang akan diperoleh dipetakan terlebih dahulu. Kemudian dengan menggunakan teknik statistik
seperti
luster analysis manfaat yang serupa di
oba untuk dikategorisasikan. Setelah kategori manfaat berha-
sil diklasikasikan, barulah terhadap masing-masing kategri dinyatakan value yang terkait dengannya. Karena
biasanya manfaat tersebut kerap diekspresikan melalui berbagai format, seperti: angka, kalimat, ukuran, dan
lain sebagainya, maka terkadang dipergunakan metode kalkulasi utility seperti pada MOMC. Metode VA ini
sangat rumit dan membutuhkan biaya yang relatif besar untuk diimplementasikan, namun memang hasilnya
dinilai dapat memuaskan para stakeholder dalam dunia bisnis.
• Protoytping adalah merupakan
ara untuk membangun sebuah prototip dari sebuah sistem besar se
ara
epat (Alavi, 1984). Prototip dapat berupa sebuah sub-sistem ke
il, atau sistem lengkap dengan kemam-
puan terbatas. Manajemen yang merasa ragu-ragu atau sulit mendapat gambaran mengenai sistem yang
akan dibangun biasanya memilih sebuah fungsi atau proses bisnis tertentu untuk dibangun prototipnya.
Setelah prototip selesai dibangun, barulah didemonstrasikan kepada yang bersangkutan, sehingga ma-
najemen tersebut dapat memperoleh gambaran dan memperkirakan manfaat atau value apa yang dapat
diperoleh perusahaan di kemudian hari terkait dengan sistem yang akan dibangun.
• Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan terjadi di kemudian hari
dengan menggunakan perangkat lunak tertentu (software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990).
Tujuannya adalah agar perusahaan dapat melihat se
ara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan merasa tidak ragu-ragu
untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat me-
lakukan berbagai skenario yang dikehendakinya (what-if s
enario) terutama terkait dengan nilai investasi
yang ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesikasi teknologi informasi
yang akan dibangun).
• Gameplaying adalah sebuah pendekatan dimana di
oba dilakukan role play terhadap skenario tertentu
yang akan terjadi di kemudian hari seandainya sebuah sistem teknologi informasi diterapkan (Hirs
hheim,
1985). Misalnya perusahaan berniat untuk menerapkan sistem e-pro
urement untuk proses tender. Maka
dikumpulkanlah semua karyawan dan para rekanan bisnis terkait dengan proses tersebut untuk masing-
masing membahas seandainya sistem automati
tender tersebut dilaksanakan. Isu maupun manfaat yang
diperoleh akan teridentikasi melalui proses diskusi dari berbagai pihak yang berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam perkembangannya masih banyak pendekatan
lain yang diperkenalkan untuk mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art
riti
ism (menggunakan justikasi penilaian dari para ahli berdasarkan pengalaman luas mereka mengenai
value of IT bagi bisnis), a
reditation (menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah
investasi yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah mendengarkan dua belah
pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari ren
ana investasi), analogy (melakukan penggambaran
terhadap situasi sejenis yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
Bab 4
15
BAB 4. TUJUAN DAN TIPE INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI 16
Kategori berikutnya adalah tujuan investasi untuk memperbaiki efektitivitas usaha, dalam arti kata mela-
kukan apa yang diistilahkan sebagai do the right thing. Contoh penerapan aplikasi teknologi informasi terkait
dengan hal ini adalah menerapkan sistem pengambilan keputusan (de
ision support system), membangun data-
warehouse untuk keperluan business intelligen
e, mengembangkan situs ele
troni
ommer
e, dan lain sebagai-
nya. Dalam bisnis, investasi sema
am ini dikatakan sebagai sebuah hal yang kritikal, mengingat bahwa tanpa
dimilikinya perangkat teknologi tersebut, akan sulit bagi perusahaan untuk menjalankan suatu rangkaian proses
tertentu. Oleh karena itulah maka
ara melakukan evaluasi terhadap investasi terkait adalah dengan menja-
lankan aktivitas analisa bisnis, dimana dalam kegiatan tersebut dipetakan dan didenisikan rangkaian proses
mana saja yang merupakan
ore pro
esses atau proses utama; dimana teknologi informasi akan dipergunakan
untuk menopang kehandalan proses tersebut.
Kategori keempat adalah keinginan perusahaan untuk mendapatkan suatu lon
atan keunggulan kompetitif
(
ompetitive advantage leap) agar dapat meninggalkan para pesaing bisnisnya dengan mengembangkan teknolo-
gi yang perusahaan lain belum memiliki. Terkait dengan tipe investasi ini adalah pengembangan aplikasi untuk
menerapkan berbagai konsep manajemen baru seperti supply
hain management, enterprise resour
e planning,
ustomer relationship management,
all
enter, dan lain sebagainya dimana se
ara signikan implementa-
si berbagai perangkat teknologi informasi ini diharapkan dapat membawa perusahaan berada jauh di depan
dipandingkan dengan para pesaing bisnisnya. Investasi dalam kaitan ini memang terkesan bersifat strategis,
atau memiliki perspektif rentang waktu jangka panjang, sehingga kelayakannya sangat ditentukan oleh para
pimpinan senior perusahaan (misalnya para anggota direksi); sehingga alat bantu untuk mengukur visibilitas
dari investasi ini biasanya terkait dengan konsep analisa strategis.
Kategori yang terakhir adalah suatu bentuk investasi yang dilatarbelakangi oleh peranan teknologi informasi
sebagai salah satu perangkat infrastruktur yang tidak dapat dihindari keberadaannya bagi sebuah perusahaan
di era global ini. Adalah merupakan suatu standar bagi perusahaan dewasa ini untuk memiliki
orporate
website yang dapat diakses oleh para
alon pelanggan di seluruh dunia, menggunakan email sebagai sarana
berkomunikasi sehari-harinya, memanfaatkan sejumlah alat bantu aplikasi o
e produ
tivity (seperti word
pro
essor, spreadsheet, presentation, database, dan lain-lain), menginstalasi jaringan Lo
al Area Network untuk
keperluan aktivitas sehari-hari, dan lain sebagainya; dimana keseluruhan perangkat tersebut sudah menjadi
sebuah infrastruktur usaha yang harus dimiliki oleh perusahaan. Besarnya investasi yang perlu dikeluarkan
sifatnya sangat tergantung dari arsitektur infrastruktur yang diadopsi oleh perusahaan, sehingga alat ukur
kelayakannya pun
ukup beraneka ragam. Biasanya pimpinan akan melakukan proses ben
hmarking dengan
perusahaan lain yang bergerak di industri serupa dan memiliki ukuran usaha yang kurang lebih sama untuk
mendapatkan perkiraan total investasi yang wajar untuk kategori infrastruktur ini.
Bab 5
17
BAB 5. MEREKA-REKA MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI BAGI PERUSAHAAN 18
Matriks berikut menggambarkan kategori dari manfaat atau benet yang diperoleh oleh perusahaan sehubungan
dengan investasi di bidang teknologi informasi beserta
ontoh-
ontohnya.
Berdasarkan kenyataan di lapangan, terlihat bahwa sebagian besar manajemen hanya memperhatikan man-
faat yang tangible-quantiable karena mudah untuk dikalkulasi dan dirupiahkan dan terlihat berpengaruh lang-
sung terhadap protabilitas perusahaan. Sehingga tidaklah mengherankan jika melihat kenyataan betapa su-
litnya meng-goal-kan suatu proyek teknologi informasi karena berdasarkan perhitungan, terlihat bahwa benet
yang diperoleh tidak sesuai dengan besarnya
ost yang dikeluarkan. Namun jika manajemen berani untuk
mengkalkulasi baik se
ara heuristik maupun se
ara what-if simulation maka akan terlihat kelayakan investasi
di bidang teknologi informasi.
Kalkulasi se
ara heuristik biasanya dilakukan dengan
ara hitung-hitungan kasar dan sederhana. Kataka-
nlah untuk membangun suatu Exe
utive Information System, manajemen senior ditanya berapa besar yang
bersangkutan mau membayar untuk sebuah laporan atau informasi per harinya. Jika manajer tersebut mau
membayar katakanlah Rp 10,000 per laporan per harinya, berarti dengan kata lain beliau mau mengeluarkan
kurang lebih Rp 200,000 per bulannya. Jika ada 50 manajer dalam satu perusahaan, berarti per bulannya
mereka mau mengeluarkan Rp 10,000,000 per bulan untuk laporan yang bersangkutan, atau dengan kata lain
Rp 120,000,000 per tahunnya. Nilai kasar inilah yang dianggap dapat merepresentasikan nilai dari informasi
(manfaat) tersebut, sehingga dapat melakukan perbandingan dengan biaya yang diperlukan untuk membangun
sistem Exe
utive Information System tersebut.
What-if simulation biasanya berupa suatu aplikasi sederhana dalam spreadsheet yang berisi kalkulasi se
ara
matematis mengenai hubungan antara variabel-variabel yang berpengaruh terhadap biaya dan manfaat dari
kinerja teknologi informasi. Katakanlah dengan diimplementasikannya sistem komputer tertentu, maka seorang
ustomer servi
e dapat lebih
epat melayani pelanggan, sehingga dalam satu hari akan lebih banyak jumlah
pelanggan yang dapat dilayani oleh perusahaan yang bersangkutan, yang se
ara tidak langsung akan mening-
katkan kualitas pelayanan dan mendatangkan sumber-sumber pendapatan yang potensial. Katakanlah
ounter
tersebut bertugas melayani pembukaan rekening baru di bank, maka dalam satu hari, jumlah pemasukan bank
dengan adanya sistem komputer akan lebih besar jika dibandingkan dengan sistem sebelumnya yang manual.
Pada buku yang sama, Remenyi memperlihatkan sebuah matriks yang diharapkan dapat memandu ma-
najemen dalam menentukan teknik pendekatan sema
am apa yang
o
ok untuk dipergunakan berdasarkan
karakteristik tangible-intangible dan measurable-unmeasurable seperti yang diperlihatkan pada gambar beri-
kut.
BAB 5. MEREKA-REKA MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI BAGI PERUSAHAAN 19
Masih banyak lagi teknik-teknik lain yang dapat dipergunakan untuk menghitung manfaat menyeluruh
yang dapat diberikan oleh suatu sistem informasi. Pada dasarnya, perlu dibentuk tim yang se
ara khusus
dapat melakukan analisa
ost-benet se
ara menyeluruh sehingga manajemen dapat dengan mudah mengambil
keputusan terhadap investasi besarnya di bidang teknologi informasi.
Bab 6
• Mereduksi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan ( ost displa ement);
• Menghindari biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan ( ost avoidan e);
ROI 46%
Simple Payba
k 2 tahun
Dalam tabel tersebut jelas diperlihatkan bahwa dalam waktu sebulan, perusahaan berhasil memperoleh
manfaat dalam bentuk reduksi biaya sebesar Rp 12 juta per bulan atau RP 144 juta per tahun. Sehingga
jelas terlihat bahwa investasi yang dikeluarkan diperkirakan akan kembali dalam kurun waktu kurang lebih 2
(dua) tahun, karena memberikan ROI sebesar 46%. Dengan mudah tabel ini dapat di-extend misalnya untuk
kurun waktu 3 (tiga) tahun jika diperlukan oleh manajemen sehingga akan menghasilkan perhitungan seperti
yang diperlihatkan pada ilustrasi berikut.
Manfaat Bulanan
Reduksi gaji pegawai Rp 42 Rp 46 Rp 51
Reduksi proses kontrol Rp 8 Rp 9 Rp 10
Reduksi biaya administrasi Rp 4 Rp 4 Rp 5
Reduksi biaya sewa tempat Rp 2 Rp 2 Rp 2
Reduksi biaya lain-lain Rp 1 Rp 1 Rp 1
Total Rp 57 Rp 62 Rp 69
dalam satuan ribuan 000,000
Dalam tabel ini terlihat bahwa manajemen dapat pula memperhitungkan indikator nansial lainnya seperti
dis
ounted annual net benet dan dis
ounted payba
k dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun tersebut terkait dengan
investasi yang dikeluarkan dan manfaat reduksi biaya yang diberikan oleh teknologi informasi.
Manfaat Bulanan
Tidak memerlukan instruktur Rp 120
Tidak memerlukan biaya Rp 7
transportasi
Tidak memerlukan biaya Rp 12
akomodasi
Tidak memerlukan biaya Rp 3
makalah
Tidak memerlukan administrasi Rp 3
Total Rp 145
Keuntungan Per Bulan Rp 11
Manfaat Bulanan
Pembayaran piutang lebih
epat Rp 14
Bunga bank karena tagihan Rp 8
epat
Kenaikan penjualan Rp 111
Manfaat lain-lain Rp 43
Total Rp 176
Dari situasi ini terlihat bahwa sebenarnya pengambilan keputusan penagihan yang lebih baik memberikan
keuntungan bagi perusahaan sekitar Rp 45 juta per bulan atau kurang lebih Rp 540 juta per tahun.
Dengan sistem yang baru, maka lama transaksi dari 35 menit dapat direduksi menjadi 15 menit, dan pengisian
formulir untuk semua pelanggan dari 60 menit dapat dikurangi menjadi 10 menit. Artinya, setiap hari akan
dihemat waktu sebesar 170 menit. Artinya setiap salesman dengan waktu tambahan 170 menit tersebut dapat
melakukan tambahan sales
all sebanyak 3 transaksi per hari (dengan asumsi durasi sela antar telepon adalah 25
menit). Jika setiap telepon mendatangkan pendapatan atau revenue sebesar Rp 1.5 juta sebagia nilai transaksi,
maka dalam satu hari perusahaan mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp 4.5 juta. Jika net prot per
transaksi adalah 7.5%, maka setiap harinya akan diperoleh manfaat sebesar Rp 1.69 juta per hari atau Rp 33.75
juta per bulan. Katakanlah sistem yang diinvestasikan ada 5 (lima) buah, berarti manfaat bulanan satu buah
sistem adalah Rp 6.75 juta atau Rp 81 juta per tahun. Perusahaan akan memperoleh ROI yang
ukup besar
dalam hal ini yaitu sekitar 63%.
Manfaat Bulanan
Rata-rata "sales
all" per hari 6 menit
Rata-rata nilai penjualan per Rp 1.5
"
all"
Reduksi rata-rata durasi "sales 20 menit
all" dari 35 menjadi 15 menit
Reduksi waktu yang diperlukan 50 menit
untuk mengisi formulir dari 60
menjadi 10 menit
Total Hemat Waktu Rp 170
• Mengurangi kesalahan berarti akan terjadi perubahan dalam hal: keluhan pelanggan berkurang, ke-
puasan pelanggan meningkat, biaya memperbaiki kesalahan dapat direduksi (biaya komunikasi, kertas,
peralatan kantor, dan waktu yang hilang), dan lain sebagainya;
• Memper
epat pengiriman tagihan berarti akan terjadi perubahan dalam hal: ketepatan pembayaran,
tertib administrasi, pendjadwalan pemasukan, dan lain sebagainya;
• Mereduksi durasi pembayaran berarti akan terjadi perubahan dalam hal: pemasukan diterima lebih
epat, memperke
il opportunity loss karena keterlambatan pembayaran, dan lain sebagainya.
Langkah berikutnya adalah menentukan jenis indikator ukuran apa yang dapat dipergunakan untuk merepre-
sentasikan masing-masing perubahan tadi, seperti:
Langkah keempat adalah memperkirakan kuantitas perubahan yang terjadi terhadap masing-masing indikator
ukuran yang ada jika sistem baru diimplementasikan. Dalam hal ini misalnya:
• Jumlah keluhan berkurang dari sekitar 10 buah per hari menjadi tidak lebih dari 2 per hari;
• Jumlah kesalahan berkurang dari sekitar 150 buah per hari menjadi tidak lebih dari 10 per hari;
• Waktu pengiriman tagihan ke klien atau pelanggan dari rata-rata 2 minggu menjadi sekitar 2 hari;
Langkah selanjutnya adalah mentransformasikan perubahan kuantitas indikator tersebut ke dalam satuan -
nansial terkait dengan hal tersebut. Misalnya:
25
BAB 7. TEKNIK MENGUKUR MANFAAT INTANGIBLE DALAM INVESTASI 26
• Melayani sebuah keluhan membutuhkan seorang
ustomer servi
e menggunakan telepon selama kurang
lebih 30 menit, sehingga dengan berkurangnya jumlah keluhan dari 10 menjadi 2, maka waktu komuni-
kasi yang dihemat adalah kurang lebih 4 jam. Jika 1 jam perusahaan harus membayar katakanlah Rp
25,000 untuk telepon interlokal, maka dalam sehari yang bersangkutan telah menghemat biaya sebesar
Rp 100,000.
• Waktu pembayaran yang tadinya biasa dilakukan dalam 6 minggu menjadi 1 minggu berarti perusahaan
akan memperoleh uang satu bulan lebih
epat. Jika perusahaan memiliki 1000 orang pelanggan, dan nilai
transaksi per masing-masing pelanggan sebesar Rp 1 juta, maka perusahaan tersebut berhasil mendapatk-
an uang Rp 1 milyar lebih
epat. Jika bunga bank dalam setahun sebesar 12%, maka sama saja dengan
perusahaan berhasil mendapatkan bunga yang selama ini hilang karena keterlambatan pembayaran
sebesar Rp 10 juta per bulannya.
Langkah keenam atau langkah terakhir adalah menggunakan total hasil perhitungan di atas sebagai jumlah
manfaat yang diberikan sistem teknologi informasi kepada perusahaan. Barulah berdasarkan karakteristiknya,
pergunakanlah metode pengukuran
ost-benet seperti ROI, IRR, NPV, Value Analysis, dan lain sebagainya.
Bab 8
• Fee yang diperoleh perusahaan untuk setiap transaksi yang terjadi atau dibukukan;
• Biaya overhead yang dihemat karena kehadiran aplikasi dan teknologi informasi;
• Reduksi total biaya yang diperlukan untuk melakukan proses komunikasi, koordinasi, dan kooperasi; dan
lain sebagainya.
Dalam perhitungan yang lebih akurat, nilai manfaat yang diharapkan tersebut sebenarnya harus dikalikan
dengan sejumlah probabilitas agar sesuai dengan kenyataan yang ada. Rumus atau formula yang kerap diper-
gunakan untuk hal tersebut adalah sebagai berikut:
27
BAB 8. FORMULA MENGHITUNG KEUNTUNGAN INVESTASI 28
yang artinya adalah bahwa nilai yang harus dimasukkan sebagai value manfaat dari teknologi informasi
adalah Rp 30 juta, bukan Rp 50 juta seperti yang diperkirakan sebelumnya.
Untuk men
ari angka kedua probabilitas di atas, manajemen biasanya melakukan riset ke
il dengan
ara
mengumpulkan informasi atau referensi terkait dengan ukuran tersebut. Cukup banyak lembaga-lembaga di
dunia yang telah melakukan riset serupa seperti AC Nielsen, Gartner, Jupiter, dan lain-lain - dimana
hasilnya dapat dengan mudah didapatkan melalui internet. Katakanlah sebuah perusahaan yang berniat
untuk mengimplementasikan aplikasi Enterprise Resour
e Planning atau ERP ingin melakukan perhitungan
manfaat yang mendekati akurat. Melalui perhitungan kasar, didapatkan keuntungan perusahaan dalam satu
tahun sebesar Rp 10 Milyar, dimana nilai ini merupakan estimated return. Ketika dilakukan pen
arian
referensi, didapatkan dua buah informasi yang kurang lebih dapat dipergunakan sebagai parameter
probabilitas yang diinginkan untuk menghitung expe
ted return dari manfaaat implementasi ERP.
Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa probabilitas diperolehnya manfaat dari implementasi
ERP adalah sekitar 77% (27% highly su
essful dan 50% moderately su
essful); sementara probabilitas ke-
berhasilan kebanyakan proyek ERP di perusahaan adalah sekitar 35% (implementation
omplete), sehingga
memberikan:
Fenomena tersebut oleh Lu
as pada tahun 1991 ditelurkan dalam bentuk 4 (empat) prinsip utama dalam
berinvestasi, yaitu masing-masing:
BAB 8. FORMULA MENGHITUNG KEUNTUNGAN INVESTASI 29
1. Terdapat beraneka ragam jenis manfaat atau value bagi perusahaan melalui penerapan teknologi informasi,
dimana Return On Investment dalam satuan dan bentuk uang hanyalah merupakan salah satu jenis dari
value tersebut;
2. Setiap jenis investasi di teknologi informasi memiliki probabilitas pengembalian atau pemberian manfaat
yang berbeda-beda;
3. Probabilitas diperolehnya keuntungan dari investasi teknologi informasi sangat bergantung dengan pro-
babilitas keberhasilan implementasi; dan
4. Nilai riil yang didapat perusahaan sebagai manfaat dari implementasi teknologi informasi di kebanyakan
kasus lebih ke
il dari nilai manfaat yang diharapkan melalui hasil perhitungan.
Bab 9
• Seorang manajer agen penjualan real estate dapat melakukan pen
arian terhadap rumah sesuai dengan
prol, karakteristik atau spesikasi khusus yang diminta oleh pelanggannya, seperti berdasarkan pada:
lokasi, gaya arsitektur, jumlah kamar, luas bangunan, dan lain sebagainya;
• Seorang investor dapat melakukan investasi se
ara online ke seluruh bursa efek yang ada di dunia tanpa
harus meninggalkan meja kerjanya;
• Seorang
ustomer servi
e dapat melakukan pemindahan rekening nasabah bank kapan saja dan dari mana
saja se
ara mudah dan eksibel;
30
BAB 9. EVALUASI INVESTASI DENGAN METODE VALUE ANALYSIS 31
• Seorang dokter dapat berkomunikasi dengan para pasiennya melalui tele-
onferen
e yang diinstalasi di
rumah dan tempat praktek kerjanya;
• Seorang dosen dapat melakukan perkuliahan se
ara virtual di dunia maya yang dapat diikuti oleh seluruh
mahasiswanya yang tersebar di berbagai belahan bumi; dan lain sebagainya.
Berdasarkan tawaran value di atas, langkah kedua yang harus dilaksanakan adalah memperkirakan kisaran
biaya maksimum berapa yang sanggup dikeluarkan oleh perusahaan atau investor untuk membuat prototip
aplikasinya. Agar yang bersangkutan bersedia untuk mengalokasikan dana tersebut, ada baiknya prototip yang
dikembangkan bukanlah merupakan suatu sistem setengah jadi yang sifatnya
oba-
oba, tetapi dapat langsung
dimanfaatkan sebagai sebuah modul ke
il yang menjalankan sebuah proses bisnis tertentu.
Katakanlah perusahaan telah sepakat untuk mengalokasikan uang sejumlah X rupiah untuk membangun
aplikasi terkait. Jika biaya tersebut dianggap
ukup oleh para pembuat prototip, maka langkah ketiga yang
dilakukan adalah mengembangkan prototip aplikasi tersebut.
Setelah prototip jadi, maka langkah keempat yang dilakukan adalah mendemokan atau memperlihatkan
tur dan keunggulan aplikasi tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama mereka yang akan
menggunakan dan memiliki kewenangan untuk memutuskan alokasi investasi. Dengan memperlihatkan prototip
aplikasi ini, maka yang bersangkutan dapat se
ara jelas memperoleh gambaran manfaat intangible apa yang
terkandung dan akan diperoleh perusahaan seandainya keseluruhan sistem berhasil dibangun dan diimplemen-
tasikan.
Value Linking adalah manfaat yang diperoleh berupa peningkatan kinerja satu atau sejumlah fungsi bisnis
atau organisasi karena adanya implementasi teknologi informasi. Katakanlah fungsi ba
k o
e atau administrasi
yang tadinya sarat dengan pengeluaran untuk keperluan alat-alat kantor dapat se
ara signikan dikurangi kare-
na diimplementasikannya konsep paperless o
e atau ele
troni
do
ument management system. Atau semakin
meningkatnya kompetensi sumber daya manusia perusahaan karena organisasi membangun dan menerapkan
konsep
omputer based training. Atau sebuah perguruan tinggi yang meningkat knowledge base dan potential
revenue sour
e-nya karena menerapkan konsep e-learning. Manfaat yang diperoleh sebagai dampak diimple-
mentasikannya teknologi informasi ini harus diperhitungkan dalam melakukan kajian atau analisa
ost-benet.
Value A
eleration berkembang sebagai konsekuensi logis dari nature atau karakteristik teknologi yang me-
miliki dimensi ke
epatan atau memper
epat ter
iptanya suatu manfaat bagi organisasi sema
am perusahaan.
Lihatlah bagaimana fungsi pada ATM (Automated Teller Ma
hine) dapat memberikan kinerja pelayanan jauh
lebih
epat dibandingkan dengan traditional teller atau
ustomer servi
e dalam hal-hal sema
am mentransfer
dana, mengambil tunai, menabung, membayar tagihan, dan lain sebagainya. Selain fungsi operasional, se
ara
strategis pun keberadaan teknologi informasi dapat memberikan manfaat dalam dimensi ke
epatan yang tinggi,
seperti dalam hal: pembukaan kantor
abang baru (se
ara virtual), pengembangan pasar se
ara internasional
(melalui internet), peningkatan frekuensi dan transaksi perdagangan (e-
ommer
e atau e-business), dan lain
sebagainya.
32
BAB 10. PRINSIP DASAR PADA KONSEP INFORMATION ECONOMICS 33
Value Restru
turing merupakan manfaat langsung maupun tidak langsung yang dinikmati perusahaan ka-
rena terjadinya sejumlah restrukturisasi proses bisnis. Restrukturisasi yang dimaksud terjadi ketika sejumlah
rangkaian proses yang terjadi di perusahaan didesain kembali se
ara lebih ramping sebagai dampak dilibat-
kannya perangkat teknologi informasi dan komunikasi di dalam bisnis. Paling tidak terdapat 4 (empat)
ara
melakukan restrukturisasi proses, yaitu melalui: eliminasi proses, simplikasi proses, integrasi proses, dan oto-
matisasi proses. Dengan melakukan satu atau lebih
ara tersebut, jelas akan terlihat peningkatan kinerja proses
bisnis yang ada di dalam organisasi.
Innovation yang dimaksud dalam kerangka ini adalah kemampuan teknologi informasi dalam membantu
melahirkan produk-produk dan jasa-jasa baru yang dapat ditawarkan ke pasar. Lihatlah bagaimana teknologi
sema
am SMS (Short Message Servi
es) telah mampu mengembangkan beragam pasar baru karena kemam-
puannya melahirkan sejumlah produk atau jasa yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan, seperti: membeli
pulsa telepon, melakukan jajak pendapat, memesan tiket pesawat, bermain game interaktif, dan lain sebagainya.
Tentu saja hal ini memberikan manfaat yang sangat signikan bagi perusahaan yang berhasil menerapkannya.
Dalam perspektifnya tersebut, Parker berpendapat bahwa value yang bersangkutan akan dapat ditemukan
dan didenisikan se
ara
ermat jika dilakukan pengkajian terhadap dua domain utama, yaitu: domain bisnis dan
domain teknologi. Untuk dapat memahami bagaimana kedua domain tersebut berinteraksi, perlu dikembangkan
sebuah kerangka pemahaman tertentu. Hubungan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Setiap perusahaan yang berbisnis pasti memiliki atau menyusun apa yang disebut sebagai Business Plan
atau ren
ana bisnis. Ren
ana ini dibuat sebagai a
uan pimpinan dan segenap karyawan perusahaan dalam
menjalankan usahanya, disamping sebagai sebuah bahasa bersama antara pimpinan perusahaan tersebut dengan
pemegang saham atau pemilik usaha. Berdasarkan visi, misi, obyektif, dan sasaran yang dikemukakan dalam
ren
ana bisnis itulah maka perusahaan menyusun strategi operasionalnya sehari-hari. Hal yang utama dilakukan
adalah mendesain rangkaian proses bisnis terkait dengan pen
iptaan produk dan jasanya serta membentuk
sebuah struktur organisasi yang dinilai paling efektif dan esien.
Untuk mendesain sebuah proses bisnis dengan kinerja yang prima dalam arti kata lebih
epat, lebih murah,
dan lebih baik dibandingkan dengan para pesaing bisnis yang lain dilibatkanlah teknologi informasi. Oleh
BAB 10. PRINSIP DASAR PADA KONSEP INFORMATION ECONOMICS 34
karena itu, perlu dikembangkan sebuah arsitektur sistem informasi yang dapat menjawab tantangan usaha
tersebut. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, perkembangan teknologi informasi yang sedemikian
epat tidak saja merupakan tantangan tertentu bagi perusahaan, namun lebih jauh lagi dapat men
iptakan
sejumlah peluang bisnis baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Peluang baru inilah yang se
ara
interaktif akan mempengaruhi ren
ana bisnis yang telah disusun sebelumnya untuk kemudian direvisi.
Se
ara pemahaman rule of thumb, kedua domain tersebut dapat dipisahkan karena adanya hubungan dimana
domain atau perspektif bisnis dikaitkan dengan aspek manfaat, sementara domain teknologi dianggap yang
berkontribusi terhadap aspek biaya (atau bisnis merupakan sumber pendapatan sementara teknologi merupakan
sumber pengeluaran).
Oleh karena itulah maka keseimbangan di antara dua domain ini perlu dijaga se
ara hati-hati agar hasil
akhirnya bukanlah merupakan kerugian bagi perusahaan.
Jika kedua domain tersebut dianggap sebagai sebuah nera
a usaha, maka akan diperoleh hubungan antara
kedua domain terkait berupa siklus sebagai berikut. Bisnis akan memperoleh sebuah value apabila menerapkan
aplikasi teknologi informasi tertentu. Tentu saja teknologi terkait akan membutuhkan biaya investasi dan
operasional yang akan dibebankan kepada bisnis tersebut. Namun biaya tersebut bukanlah merupakan alokasi
nansial yang hilang atau sia-sia karena akan menggerakkan aplikasi teknologi informasi yang dimaksud untuk
men
iptakan sejumlah atau beragam value yang akan mendatangkan sumber pendapatan baru bagi bisnis, baik
se
ara langsung maupun tidak langsung.
Untuk melakukan perhitungan terhadap value maupun biaya investasi tersebut perlu dilibatkan berbagai
pihak di dalam perusahaan, seperti: para manajer, direktur keuangan, kepala divisi peren
anaan, penanggung
jawab manajemen sistem informasi, dan lain sebagainya. Ada dua tugas besar yang harus mereka jalankan
terkait dengan pengkajian
ost-benet ini, masing-masing adalah menentukan besarnya manfaat atau value
dari sejumlah peren
anaan implementasi aplikasi teknologi informasi yang ada, untuk kemudian menyusun
urutan prioritas pengembangannya.
BAB 10. PRINSIP DASAR PADA KONSEP INFORMATION ECONOMICS 35
Masing-masing pihak kemudian melakukan analisanya masing-masing untuk kemudian memberikan nilai
atau s
ore terhadap setiap proyek aplikasi teknologi informasi yang dikembangkan. Mengingat bahwa terdapat
sekian banyak
ara melakukan justikasi terhadap investasi selain ROI dan IR maka lebih dari satu meto-
dologi perlu dilibatkan dalam perhitungan tersebut, dimana masing-masing metodologi akan diberikan beban
atau weight sesuai dengan pandangan pihak terkait terhadap keampuhan konsep tersebut merepresentasikan
perhitungan
ost-benet. Hasil perhitungan yang merupakan jumlah dari perkalian antara s
ore yang diberikan
dengan bobot yang ada merupakan total value yang dimaksud.
Dengan melakukan hal yang sama terhadap setiap aplikasi teknologi yang ada, maka manajemen perusahaan
dapat melihat dan membanding-bandingkan total value dari masing-masing aplikasi teknologi yang telah dimiliki
maupun yang akan dikembangkan.
Untuk dapat menentukan prioritas terhadap sistem mana yang sebaiknya terlebih dahulu diperhatikan dan
dibangun, perlu dilakukan satu tahapan pengkajian. Caranya adalah dengan men
oba menghitung total value
yang merupakan hasil penjumlahan antara ROI (dan konsep lain yang dimiliki) dengan hasil evaluasi pada
domain bisnis (meliputi manfaat total yang berpotensi akan diraih perusahaan) dan hasil evaluasi pada domain
teknologi (merupakan keunggulan-keunggulan yang diperoleh oleh perusahaan karena adanya teknologi tersebut
setelah memperhitungkan berbagai faktor biaya dan resiko yang ada). Urutan prioritas ditentukan berdasarkan
total nilai terbesar yang diperoleh oleh masing-masing proyek teknologi informasi yang ada.
Bab 11
Dalam kerangka ini, ada empat aspek yang saling terkait satu dengan lainnya sehubungan dengan prinsip
governan
e yang ingin ditegakkan, dimana masing-masing memiliki relasi keterkaitan sebagai berikut:
• Strategi
Planning dari perusahaan yang biasa dikemukakan se
ara gamblang dalam ren
ana bisnis kor-
porat (business plan) merupakan hal yang men-drive disusunnya sebuah ren
ana investasi teknologi in-
formasi. Dengan memahami visi, misi, obyektif, dan ukuran kinerja dari perusahaan yang bersangkutan,
akan diperoleh gambaran yang jelas mengenai peranan dan teknologi informasi seperti apa yang harus di-
bangun oleh perusahaan tersebut. Untuk itulah perlu dialokasikan sejumlah dana untuk mengembangkan
teknologi informasi tersebut dalam durasi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Detail
dari ren
ana tersebut biasanya dijelaskan se
ara mendalam dalam dokumen Ren
ana Induk Teknologi
Informasi atau IT Masterplan atau Information Te
hnology Strategi
Planning yang merupakan bagian
tak terpisahkan dari Strategi
Corporate Planning (Peren
anaan Strategis Korporat).
• Mengingat bahwa pengembangan teknologi informasi perusahaan akan dibangun se
ara bertahap sebelum
sebuah sistem holistik atau menyeluruh selesai dibangun, maka manajemen investasi teknologi informasi
tersebut harus dikembangkan berdasarkan arsitektur teknologi informasi yang diadopsi perusahaan atau
yang diistilahkan Gartner sebagai Enterprise Ar
hite
ture. Sebuah arsitektur yang baik akan memperli-
hatkan keseluruhan komponen dan hubungan keterkaitan satu dengan lainnya yang membentuk sebuah
sistem teknologi informasi korporat. Diperlihatkan pula dalam arsitektur tersebut bagaimana losos
pembangunan sistem se
ara rumah tumbuh akan dikembangkan oleh perusahaan, sesuai dengan keku-
atan dan keterbatasan sumber daya yang dimiliki.
36
BAB 11. KERANGKA INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI GARTNER 37
• Karena begitu banyaknya komponen dalam arsitektur teknologi informasi yang harus dibangun yang
terbagi menjadi sejumlah kategori seperti perangkat lunak (sistem operasi, aplikasi, dan basis data), per-
angkat keras (komputer, jaringan, dan infrastruktur), dan perangkat manusia (user dan kebijakan)
maka diperlukan suatu pendekatan manajemen portofolio atau Portfolio Performan
e Management agar
terjadi optimalisasi proses pengembangan. Konsep portofolio yang dikembangkan tersebut berakar dari
beranekaragamnya perspektif atau pandangan mengenai nature dari teknologi informasi yang ingin diba-
ngun, seperti dilihat dari segi: prioritas, fungsi, utilisasi, kebutuhan, demogra, stakeholder, karakteristik
sumber daya, aspek peren
anaan, dan lain sebagainya.
• Dalam perkembangannya, keputusan yang diambil berdasarkan prinsip manajemen portofolio ini akan
diukur kinerjanya, terutama terkait dengan bagaimana keputusan penerapan teknologi informasi tersebut
akan berpengaruh terhadap kinerja bisnis perusahaan se
ara keseluruhan. Oleh karena itulah dikatakan
bahwa manajemen portofolio tersebut akan mempengaruhi strategi
planning yang disusun.
Perlu diketahui bahwa Gartner mengembangkan konsep berkir dalam kerangka tersebut karena dilatarbelakangi
oleh hasil riset yang dilakukannya pada tahun 2002, dimana didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Perusahaan yang dapat mengintegrasikan ren
ana bisnis korporat dengan strategi pengembangan teknologi
informasinya (strategi
planning) akan memiliki kinerja yang jauh lebih baik dari perusahaan yang gagal
melakukan integrasi tersebut;
2. Perusahaan yang memiliki arsitektur teknologi informasi yang jelas (enterprise information te
hnology
ar
hite
ture) akan mampu memperbaiki kinerja operasionalnya 30% lebih baik dibandingkan dengan per-
usahaan lain yang tidak memilikinya terutama berkaitan dengan tuntutan perubahan karena lingkungan
eksternal yang dimanis dari waktu ke waktu; dan
3. Perusahaan yang menerapkan prinsip manajemen portofolio dalam beragam proyek teknologi informa-
sinya berhasil melakukan penghematan 10-30% terhadap pengeluaran dari masing-masing proyek yang
dilakukan (kebanyakan karena adanya pengurangan aktivitas alokasi sumber daya yang redudansi).
Dengan kata lain, keberadaan aspek strategi
planning, enterprise ar
hite
ture, dan portfolio performan
e
management merupakan kun
i penting yang harus dipertimbangkan se
ara sungguh-sungguh dalam melakukan
strategi pengelolaan investasi teknologi informasi di sebuah perusahaan.
• Pada tahap awal ini yang dijadikan fokus untuk mengembangkan governan
e lebih pada aktivitas internal
perusahaan, yang masing-masing dilakukan oleh sebuah fungsi organisasi. Dengan kata lain, ukuran
kinerja perusahaan dilihat dari seberapa jauh beragam aktivitas internal memenuhi standar yang telah
ditentukan oleh manajemen. Sementara itu, terkait dengan permasalahan manajemen portofolio investasi,
manajemen masih dalam fase dini, dimana mulai ditanamkan keperdulian mengenai pentingnya aspek ini.
• Pada tahap kedua ini, fokus pengukuran kinerja mulai ditekankan pada aktivitas atau proses lintas de-
partemen. Yang menjadi ukuran utama pada proses lintas fungsi ini adalah out
ome atau output yang
dihasilkan oleh serangkaian proses tersebut, terutama dilihat dari sisi
ustomer atau pelanggan dari rang-
kaian proses tersebut. Adapun dalam kaitannya dengan manajemen investasi, pimpinan perusahaan mulai
memahami dan menetapkan baku standar tata kelola investasi teknologi informasi di perusahaan yang
harus ditaati oleh segenap sumber daya manusia yang ada.
• Pada tahap selanjutnya, perusahaan mulai mengkonsentrasikan diri untuk melibatkan dan mengukur per-
formansi sejumlah proses eksternal yang terintegrasi dengan beragam rangkaian proses internal. Pada saat
yang bersamaan, manajemen perusahaan telah se
ara penuh menerapkan tata kelola investasi portofolio
proyek teknologi informasi se
ara penuh dan menyeluruh.
BAB 11. KERANGKA INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI GARTNER 38
• Pada tahap keempat, domain kinerja proses ditingkatkan se
ara lebih luas lagi, yaitu menyangkut kese-
luruhan proses perusahaan yang telah diintegrasikan dengan seluruh rangkaian proses yang dimiliki oleh
para mitra bisnis, baik yang berfungsi sebagai pemasok (supplier), vendor, lembaga keuangan, dan mitra
strategis lainnya. Konsep manajemen terintegrasi seperti supply
hain management dan
ustomer rela-
tionship management merupakan beberapa
ontoh dari teori yang dapat diterapkan dalam format ini.
Sementara itu di sisi manajemen investasi, telah terjadi proses optimalisasi atau perbaikan terhadap ki-
nerja total portofolio yang dimaksud terutama berdasarkan hasil evaluasi dari implementasi portofolio
yang sudah-sudah.
• Pada tahap ultimate atau nal ini, se
ara teori telah terjadi sebuah platform, dimana penyelenggaraan
proses internal dan eksternal telah membentuk suatu sistem yang mampu memperbaiki dirinya sendiri
dalam arti kata dapat dengan mudah diubah-ubah dan disesuaikan dengan kondisi bisnis yang se
ara
dinamis berubah (kemampuan adaptif ). Sementara di sini manajemen investasi, dengan sendirinya telah
terjadi proses leveragement dari teknologi informasi yang dimiliki karena telah terjadi sejumlah optimali-
sasi proses di berbagai bidang.
Dalam kerangka value-optimized tersebut terlihat bahwa ketiga aspek lainnya dalam tata kelola teknologi in-
formasi yaitu strategi
planning, investment management, dan enterprise ar
hite
ture merupakan pilar
penyanggah terlaksananya governan
e yang baik selama proses pematangan terjadi dengan fungsi keterkaitan
sebagai berikut:
• Strategi
Planning akan memberikan arahan kebijakan strategis terhadap sumber dan
ara membiayai
investasi yang dibutuhkan (nan
ing and funding strategy);
• Investment Management akan berisi anggaran tahunan yang diren
anakan untuk dialokasikan bagi pe-
ngembangan teknologi inforamsi; dan
• Enterprise Ar
hite
ture akan memiliki keterkaitan yang erat dengan resiko investasi yang siap ditanamkan
oleh perusahaan bagi pembangunan dan pengembangan teknologi informasinya.
Menurut hasil riset oleh lembaga yang sama, perusahaan yang mengembangkan prinsip governan
e-nya se
ara
bertahap sesuai dengan maturity model yang ada berhasil meningkatkan kinerjanya se
ara signikan, yaitu:
• Memper epat proses pengembangan aplikasi bisnis yang dipergunakan hingga 40%;
• Mengurangi permasalahan proyek yang dipi
u karena ketidaktepatan jadwal penyelesaian hingga 145%.
Bab 12
Se
ara sederhana portofolio investasi teknologi informasi didenisikan sebagai sekumpulan keputusan inves-
tasi yang dialokasikan untuk membangun dan mengembangkan sejumlah aplikasi teknologi informasi di dalam
perusahaan. Mengelola sejumlah proyek se
ara portofolio sangat berbeda dengan mengelola proyek individu.
Keputusan untuk melakukan investasi pada sebuah proyek biasanya didasarkan pada kebutuhan tertentu, se-
mentara keputusan untuk melakukan sejumlah investasi (portofolio) didasarkan pada kebutuhan yang lebih
besar atau luas, yaitu pen
apaian visi, misi, dan obyektif perusahaan. Dengan kata lain, jika pada proyek indi-
vidu tujuannya adalah untuk pemenuhan suatu kebutuhan khusus tertentu, proyek se
ara portofolio tujuannya
untuk ter
apainya perimbangan terhadap pemenuhan sejumlah ragam kebutuhan baik yang sifatnya strategis
maupun operasional. Manfaat lain yang diperoleh selain terjadinya penyeimbangan pemenuhan kebutuhan
adalah ter
iptanya optimalisasi pada sumber daya yang dialokasikan perusahaan.
Dalam manajemen portofolio dipergunakan sejumlah perspektif untuk mengklasikasikan proyek teknologi
informasi yang ada menjadi beberapa kategori. Contoh pengelompokkan yang ada misalnya berdasarkan: de-
mogra, stakeholder, jenis kebutuhan, sumber daya, ren
ana implementasi, dan lain sebagainya. Dari sekian
banyak perspektif yang ada, yang paling banyak dipergunakan di dalam bisnis adalah berdasarkan hakekat atau
peranannya dalam perusahaan seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.
39
BAB 12. MANAJEMEN PORTOFOLIO INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI 40
Dalam kerangka portofolio jenis ini, nature dari sebuah aplikasi teknologi informasi dibagi menjadi 4 (empat)
kategori, yaitu:
• Foundation Infrastru
ture yaitu aplikasi teknologi informasi yang menjadi landasan dari berbagai aplikasi
lain yang ada di dalam perusahaan, seperti: sistem operasi, basis data, network management, o
e
produ
tivity modules, dan lain sebagainya;
• Utility yaitu aplikasi teknologi informasi yang sifatnya mendasar dan dipergunakan untuk berbagai urusan
utilisasi sumber daya perusahaan seperti yang sering didapatkan pada proses ba
k-o
e, seperti: sistem
penggajian, aplikasi akuntansi dan keuangan, modul-modul administrasi, dan lain sebagainya;
• Enhan
ement yaitu aplikasi teknologi informasi yang dibangun sesuai dengan kebutuhan spesik per-
usahaan terutama yang berkaitan dengan proses pen
iptaan produk dan jasa yang ditawarkan kepada
pelanggan (berkaitan langsung dengan proses inti atau
ore pro
esses), seperti:
ustomer relationship
management, supply
hain management, enterprise resour
e planning, dan lain sebagainya; dan
• Frontier yaitu aplikasi teknologi informasi unik yang bersifat eksperimental, untuk meningkatkan keung-
gulan kompetitif perusahaan karena sifatnya yang unik.
Pada setiap kategorisasi pasti terkandung suatu loso tertentu. Foundation Infrastru
ture adalah merupakan
suatu kategori aplikasi yang mau tidak mau harus dimiliki oleh perusahaan, sehingga keberadaannya bersifat
mutlak. Utility merupakan kebutuhan minimum yang harus pula dimiliki perusahaan karena merupakan apli-
kasi yang mengurusi permasalahan administrasi usaha. Karena sifatnya sebagai aplikasi penunjang (supporting
appli
ations), maka keberadaannya pastilah akan memakan biaya tertentu (
ost
enter), sehingga perlu dipi-
kirkan
ara yang paling esien untuk mengelolanya. Sebaliknya pada aplikasi bertipe enhan
ement, penerapan
aplikasi yang baik akan memberikan keuntungan signikan bagi bisnis, dalam arti kata berpengaruh langsung
terhadap peningkatan kualitas produk dan jasa, sehingga aplikasi terkait harus dikembangkan seefektif mung-
kin. Dan yang terakhir, aplikasi pada kategori frontier biasa dikembangkan perusahaan untuk men
ari sumber
pendapatan baru (non konvensional) sehingga protabilitas usaha dapat ditingkatkan. Melihat pembagian ini,
manajemen perusahaan harus berusaha keras untuk memikirkan proporsional investasinya untuk ditanamkan
pada kategori mana saja, agar berimbang, dan sesuai dengan strategi bisnis perusahaan. Biasanya, proporsi
keseimbangan portofolio akan bergantung pada jenis industri dimana perusahaan tersebut berada seperti yang
diperlihatkan pada tabel berikut ini.
Contoh lain mengenai pembagian kategorisasi terkait dengan manajemen portofolio terlihat pada gambar
berikut:
dimana kategori aplikasi dibagi menjadi 5 (lima) jenis dari yang sifatnya mandatory (keharusan) sampai
dengan strategis. Terkait dengan investasi yang ditanamkan, terlihat bahwa semakin tinggi resiko yang diambil,
akan semakin besar pula potensi manfaat investasi yang dapat diperoleh perusahaan seandainya berhasil.
Bab 13
Pada saat biaya tersebut telah disepakati, maka dialokasikanlah sejumlah uang agar proyek terkait dapat
segera dimulai. Adalah merupakan suatu keharusan bagi seorang proje
t manager untuk memonitor atau
mengawasai pemakaian biaya tersebut selama proyek berjalan, agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat
mengganggu lan
arnya pengerjaan proyek. Pada aktivitas yang diberi nama proje
t
ost
ontrol ini terdapat
sejumlah hal yang harus dilakukan, yaitu:
• Memastikan bahwa tersedia biaya yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas di dalam proyek
sesuai dengan waktu pengerjaannya;
• Melakukan langkah-langkah realokasi yang dibutuhkan seandainya terjadi kesalahan dalam pengelolaan
biaya yang telah dialokasikan karena satu dan lain hal (revisi anggaran);
• Menginformasikan kepada stakeholder terkait mengenai hal-hal terkait dengan perubahan kebutuhan dan
implementasi biaya; dan
42
BAB 13. PENGAWASAN ALOKASI BIAYA PROYEK TEKNOLOGI INFORMASI 43
Terkait dengan aktivitas tersebut di atas, ada berbagai konsep yang dapat dipergunakan, salah satunya adalah
Earned Value Management (EVM). Dalam EVM, dikenal beberapa istilah penting, yaitu:
• PV atau Planned Value dahulu dinamakan sebagai BCWS (Budgeted Cost of Work S
heduled) atau
ringkasnya anggaran, adalah merupakan biaya yang disepakati untuk dialokasikan untuk pelaksanaan
sebuah aktivitas pada satu waktu tertentu;
• AC atau A
tual Cost dahulu dinamakan sebagai ACWP (A
tual Cost of Work Performed) merupakan
total biaya yang telah dipergunakan untuk menyelesaikan sebuah aktivitas pada satu waktu tertentu; dan
• EV atau Earned Value dahulu dinamakan sebagai BCWP (Budgeted Cost of Work Performed) me-
rupakan nilai dari hasil perkalian antara persentasi dari pekerjaan yang telah diselesaikan dengan biaya
yang dianggarkan (Planned Value).
Terlihat dalam
ontoh tersebut sebuah aktivitas pembelian web server yang diren
anakan untuk dilakukan
selama dua minggu; dimana di minggu pertama telah dianggarkan sejumlah uang sebesar US$10,000 dan di
minggu kedua sebesar US$0. Saat ini, proyek telah memasuki minggu kedua (tahap pertama baru saja sele-
sai), dan telah selesai dikerjakan kurang lebih 75% dari aktivitas terkait; namun dari
atatan yang ada, pada
minggu pertama telah dikeluarkan biaya sebesar US$15,000 dan pada minggu kedua telah dipergunakan uang
sebesar US$5,000. Dengan berdasarkan pada perhitungan EV = 75% x US$10,000 = US$7,500 maka dapat
dipergunakan sejumlah formula kinerja sebagai berikut:
• CV atau Cost Varian
e sebesar US$-7,500 mengandung arti bahwa proyek telah mengalokasikan uang
sebesar US$7,500 lebih banyak dari yang dianggarkan, atau telah terjadi
ost overrun;
• SV atau S
hedule Varian
e sebesar US$-2,500 mengandung arti bahwa telah terjadi keterlambatan dalam
penyelesaian aktivitas yang mengakibatkan tersia-sianya atau tidak terpakainya uang sebesar US$2,500;
• CPI atau Cost Performan
e Index sebesar 50% mengandung arti bahwa proyek telah rugi sebesar dua
kali dari biaya yang seharusnya dikeluarkan; dan
• SPI atau S
hedule Performan
e Index sebesar 75% mengandung arti bahwa baru 75% porsi aktivitas yang
selesai dikerjakan.
BAB 13. PENGAWASAN ALOKASI BIAYA PROYEK TEKNOLOGI INFORMASI 44
Dengan kata lain, dibutuhkan dana sebesar US$10,000 (total anggaran) x 50% (CPI) = US$5,000 pada minggu
kedua agar akvititas dapat selesai sepenuhnya.
Perlu diperhatikan bahwa sejumlah formula tersebut dapat dipergunakan sebagai indikator kinerja proyek,
terutama terkait dengan manajemen pembiayaan, melalui
ara sebagai berikut:
• Jika CV atau SV menunjukkan nilai negatif, maka proyek dalam keadaan bermasalah; dan
• Demikian pula CPI atau SPI yang nilainya lebih ke
il dari 100% merupakan indikasi terjadinya permasa-
lahan biaya dalam proyek.
Mengingat proyek pada dasarnya merupakan kumpulan dari serangkaian aktivitas atau kegiatan, maka perlu
dikembangkan anggaran se
ara lengkap seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut.
• Pimpinan dan Manajemen yang dianggap sebagai sponsor dari setiap inisiatif penerapan teknologi
informasi karena dari merekalah aspek business value of information te
hnology menemukan konteksnya;
• Pengelola Teknologi Informasi yang merupakan pihak paling bertanggung jawab terhadap implementasi
pembangunan aplikasi teknologi informasi; dan
• Pengguna atau Pemakai (user) yang berperan aktif sebagai pemakai teknologi informasi yang dibangun
untuk membantu aktivitasnya sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan analisa
ost-benet, manfaat sebuah pengembangan teknologi informasi dianggap
menemukan titik optimasinya artinya proyek penerapan tersebut dianggap berhasil apabila gap ekspektasi
di antara ketiga konstituen tersebut ke
il. Dengan kata lain, biaya investasi yang dikeluarkan dianggap sepadan
dengan manfaat yang diperoleh sejauh tidak terdapat gap konik kepuasan atau efektivitas penerapan dari
ketiga konstituen tersebut.
Kerangka yang dipergunakan untuk mengkaji hal tersebut adalah dengan menggunakan analisa Multiple
Gap yang diperkenalkan oleh Arthur Money dan Remenyi bersaudara. Cara menggunakannya adalah dengan
mengikuti langkah-langkah berikut ini.
45
BAB 14. PENENTUAN EFEKTIVITAS MANFAAT DENGAN PENDEKATAN ANALISA GAP 46
Kuesioner tersebut kemudian dibagikan ke masing-masing kelompok konstituen untuk dilakukan penilaian.
Hasilnya kemudian dikumpulkan untuk selanjutnya dikaji.
Tabel di atas kemudian ditransformasikan ke sebuah tabel baru dengan menggunakan 3 (tiga) buah indikator,
yaitu masing-masing menggunakan simbol:
BAB 14. PENENTUAN EFEKTIVITAS MANFAAT DENGAN PENDEKATAN ANALISA GAP 48
1 to 2 2 to 3 3 to 4
Mereduksi total biaya yang harus # *
dikeluarkan perusahaan
Mengganti karakteristik biaya yang # *
kerap dikeluarkan melalui esiensi
Menghindari pengeluaran yang tidak * # #
perlu
Meningkatkan peluang pertumbuhan * * #
usaha melalui sumber pendapatan
baru
Memperbaiki kualitas informasi bagi *# #
pengambilan keputusan manajemen
Meningkatkan produktivitas karyawan # *#
Meningkatkan kapasitas volume dan # *#
frekuensi transaksi usaha
Mengurangi kesalahan yang sering # *#
terjadi
Men
iptakan keunggulan kompetitif *# *#
usaha
Mengejar ketinggalan dalam # *#
persaingan
Memperbaiki kualitas kontrol atau *#
pengawasan
Meningkatkan kinerja produktivitas # *
manajemen
Memperbaiki moral dan etika # *
karyawan
Meningkatkan
itra perusahaan *#
Meningkatkan kualitas pelayanan *#
pelanggan
Memperbaiki relasi atau hubungan # *
antar stakeholder
Dari tabel di atas terlihat, bahwa sistem yang diterapkan telah berhasil memenuhi 4 (empat) harapan atau
ekspektasi perusahaan, yaitu masing-masing dalam hal:
Sedangkan terhadap hasil pada masing-masing kriteria manfaat lainnya, tampak dengan jelas sejumlah gap
yang terjadi di antara ketiga konstituen terkait. Paling tidak terdapat 3 (tiga) jenis gap yang perlu diperhatikan
seperti yang dijelaskan berikut ini:
• Gap 1 terjadi jika ada nilai perbedaan yang signikan antara Pimpinan dan Pengelola;
• Gap 2 terjadi jika ada nilai perbedaan yang signikan antara Pengelola dan Pengguna; dan
• Gap 3 terjadi jika ada nilai perbedaan yang signikan antara Pimpinan dan Pengguna.
• Jika nilai (* - #) > 0, maka berarti bahwa pengelola tidak berhasil membangun sistem sesuai dengan be-
sarnya harapan yang dimiliki oleh pimpinan (under a
hievement) atau dianggap gagal men
apai ekspektasi
yang ada.
BAB 14. PENENTUAN EFEKTIVITAS MANFAAT DENGAN PENDEKATAN ANALISA GAP 49
• Jika nilai (* - #) < 0, maka berarti bahwa pengelola berhasil membangun sistem yang melampaui harapan
yang ada pada pimpinan atau dianggap berhasil men
apai target yang diharapkan.
• Jika nilai (# - ) > 0, maka berarti bahwa pengelola tidak berhasil membangun sistem karena dianggap
hasilnya berada di bawah tingkat kepuasan para pengguna.
• Jika nilai (# - ) < 0, maka berarti bahwa pengelola berhasil membangun sistem yang benar-benar
dianggap bermanfaat oleh pengguna karena melebihi ekspektasi yang ada.
• Jika nilai (* - ) > 0, maka berarti bahwa kepentingan pimpinan terhadap sistem yang ada tidak didukung
dengan tingkat kepuasan para pengguna sistem yang memakainya.
• Jika nilai (* - ) < 0, maka berarti bahwa para pengguna sistem memiliki tingkat kepuasan sesuai atau
lebih besar daripada pandangan pimpinan terhadap nilai kepentingan sistem tersebut.
Dengan menganalisa ketiga gap tersebut maka dapat diambil sejumlah kesimpulan sebagai berikut:
• Jika Gap 1 bernilai positif, maka terdapat gap atau masalah kesenjangan yang tinggi antara pimpinan
perusahaan yang memiliki perspeksi tersendiri terhadap business value of information te
hnology dengan
kemampuan pengelola dalam menghasilkan sebuah sistem dengan kinerja yang dimaksud. Dalam posisi
ini layak dipertimbangkan kerjasama dengan pihak ketiga (misalnya dengan menggunakan pola outso-
ur
ing), terutama terhadap sejumlah kriteria manfaat yang sangat diharapkan oleh pimpinan terhadap
sistem yang dibangun.
• Jika Gap 2 bernilai positif, maka terdapat gap atau masalah kesenjangan antara manfaat positif yang
se
ara langsung ingin dirasakan oleh para pengguna sistem dengan kinerja sistem yang dibangun oleh
pengelola. Pengelola dalam hal ini perlu mengkaji kembali strateginya mulai dari memikirkan user in-
terfa
e yang
o
ok bagi para pengguna sampai dengan menerapkan sebuah aplikasi yang manfaatnya
langsung dirasakan atau qui
k win oleh setiap pengguna.
• Jika Gap 3 bernilai positif, maka terdapat suatu masalah yang serius karena manfaat yang dianggap
penting oleh pimpinan untuk dapat dirasakan organisasi atau perusahaan berbanding terbalik dengan
tingkat kepuasan para pengguna sistem tersebut. Untuk men
egah terjadinya pemboikotan dari peng-
guna sistem, ada baiknya komunikasi dan negosiasi antara pimpinan dan pengguna digalakkan untuk
memperoleh pandangan yang serupa mengenai manfaat yang dituju dengan dibangunnya sistem terkait.
Metode analisa manfaat berdasarkan gap antara tiga konstituen organisasi ini sangat baik diterapkan di sebuah
organisasi besar yang sulit melakukan komunikasi efektif antara pihak pimpinan, pengelola, dan pengguna.
Dengan dibantu oleh kuesioner sederhana dan mudah dipahami, manajemen pengembang sistem informasi
dapat membangun strategi pendekatan agar investasi besar yang telah dikeluarkan dipandang wajar oleh
ketiga konstituen tersebut karena ke
ilnya gap perspektif di antara mereka bertiga.
Bab 15
• Teori Tallon yang membagi peranan teknologi informasi berdasarkan aspek Strategi
Positioning dan
Operational Ee
tiveness sehingga didapatkanlah tipe-tipe peran yaitu: Dual Fo
us, Operations Fo
us,
Market Fo
us, dan Unfo
used.
• Teori Warren M
Farlan yang mengklasikasikan teknologi informasi berdasarkan aspek Business Fu
tio-
nality Dependent Upon IT dan aspek IT Development for Competitive Advantage sehingga terdapatlah
empat tipe peranan yaitu masing-masing: Strateti
, Turnaround, Fa
tory, dan Support.
• Teori A
ounting Pra
ti
es yang se
ara gambling membagi hakekat teknologi informasi menjadi empat
jenis besar yaitu: Cost Center, Prot Center, Investment Center, dan Servi
e Center.
Inti dari langkah ini adalah adanya kesepakatan dan pemahaman bersama dari seluruh jajaran perusahaan
bahwa keberadaan teknologi informasi adalah semata-mata untuk mendatangkan manfaat bisnis tertentu yang
telah di
anangkan bersama.
50
BAB 15. STRATEGI MENILAI MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI 51
• Informational memberikan manfaat dalam hal meningkatkan fungsi kontrol dan pengambilan keputusan;
• Transa tional memberikan manfaat dalam hal pengurangan biaya dan peningkatan produktivitas;
• Infrastru
ture memberikan manfaat sebagai perangkat penunjang pengintegrasian proses bisnis dan
utilisasi sumber daya usaha; dan
• Resear h and Development memberikan manfaat untuk inovasi baru dalam bisnis.
Dengan melakukan klasikasi terhadap manfaat tersebut maka perusahaan dapat melihat apakah mayoritas
(atau perbandingan) aplikasi dengan proporsi terbesar sejalan dengan peranan teknologi informasi yang telah
didenisikan sebelumnya. Jika ya, berarti perusahaan telah se
ara tepat memposisikan keberadaan teknolo-
gi informasi dalam konteks bisnis yang berarti pula akan meningkatkan probabilitas keberhasilan pen
apai-
an manfaat teknologi informasi. Jika tidak, perlu diadakan pengkajian ulang dengan melibatkan sejumlah
pertimbangan-pertimbangan dan alasan-alasan tertentu.
Cara lain yang kerap dipergunakan oleh perusahaan adalah menghubungkan manfaat teknologi informasi de-
ngan sejumlah konsep manajemen yang diimplementasikan perusahaan tersebut, seperti: value
hain, balan
ed
s
ore
ard, ISO 9001:2000, sixth sigma, dan lain sebagainya.
• Tahap Pre
onditioning yang pada dasarnya merupakan suatu penanaman pemahaman kepada seluruh
stakeholder atau awareness mengapa sebuah proyek harus dilaksanakan;
• Tahap Proje
t in A
tion yang merupakan serangkaian proses semenjak dideklarasikannya sebuah proyek
hingga tahap penyelesaian akhirnya;
BAB 15. STRATEGI MENILAI MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI 52
• Tahap Transition Management yang merupakan proses pas
a proyek dimana hasil atau out
ome dari
proyek tersebut harus diintegrasikan dengan sistem bisnis se
ara utuh dalam bentuk manajemen transisi
(atau
hange management); dan
• Tahap Continuous Improvement yang merupakan mekanisme di dalam perusahaan sebagai komitmen
untuk selalu memperbaharui diri ke arah yang lebih baik dalam bentuk perbaikan-perbaikan kinerja yang
berkesinambungan.
Manfaat hard biasanya terkait dengan implementasi teknologi informasi yang se
ara jelas memberikan kon-
tribusi kepada perusahaan dalam bentuk reduksi biaya, pengurangan staf atau karyawan, peningkatan produk-
tivitas, dan lain sebagainya.
Manfaat intangible merupakan implementasi teknologi informasi yang segera dapat dirasakan manfaatnya
bagi pengguna atau perusahaan yang menerapkannya, namun sangat sulit dilakukan pengukuran terhadap
besarnya manfaat tersebut. Contohnya adalah bagaimana penerapan De
ision Support System dapat memper-
baiki kualitas pengambilan keputusan manajemen, namun sulit untuk dikuantikasikan besaran manfaat yang
diperoleh tersebut dalam satuan nansial.
Manfaat indire
t pada dasarnya dapat dikuantikasikan besarannya namun keberadaannya tidak langsung
dapat dirasakan oleh para pengguna. Misalnya adalah pengembangan Lo
al Area Network, dimana walaupun
manfaatnya dapat dengan mudah dihitung karena adanya optimalisasi terhadap sumber daya yang ada (melalui
proses sharable), namun user tidak dapat segera merasakan manfaatnya karena belum adanya aplikasi yang
diinstalasi di atas jaringan tersebut (seperti e-mail, o
e produ
tivity, intranet, dan lain sebagainya).
Manfaat strategi
lebih merupakan suatu manfaat jangka panjang yang dapat dinikmati perusahaan karena
dimiliki atau dikembangkannya teknologi informasi tertentu. Misalnya adalah keberadaan teknologi informasi
yang dapat meningkatkan daya saing usaha, memperbesar potensi pasar, memperbaiki
itra perusahaan di mata
pelanggan, mengoptimalkan hubungan dengan para mitra bisnis, dan lain sebagainya.
53
BAB 16. METODE I.S.S.U.E UNTUK MENGUKUR MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI 54
Dengan berpegang pada keempat manfaat tersebut, maka setiap jenis atau tipe aplikasi teknologi informasi
yang ada dapat dipetakan kategori manfaat yang diberikan. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah sebagai
berikut: perusahaan harus memfokuskan diri pada penghitungan manfaat yang mana agar kajian
ost-benet
dapat men
apai sasarannya?
Sejumlah literatur mengusulkan agar proses pengukuran dilakukan se
ara bertahap atau evolusioner sesuai
dengan kematangan perusahaan dalam menghadapi isu tersebut. Pendekatan ini menyarankan agar hal pertama
yang sebaiknya dilakukan adalah mengukur manfaat yang bersifat hard terlebih dahulu, sebelum kemudian per-
usahaan belajar untuk menerapkan metodologi untuk menghitung besarnya manfaat yang bersifat intangible
atau indire
t. Dengan sendirinya manfaat yang bersifat strategi
akan dipelajari terakhir.
Kenyataan memperlihatkan bahwa untuk melakukan pengukuran terhadap manfaat yang bersifat soft, perlu
dipergunakan sejumlah simulation tool. Perusahaan-perusahaan di negara maju banyak sekali menggunakan
perangkat simulasi bisnis seperti Extend, FinSim, dan lain sebagainya. Tujuan dari dipergunakannya perangkat
simulasi ini adalah untuk sedapat mungkin menggambarkan keadaan lingkungan bisnis se
ara nyata sehingga
berbagai variabel yang tidak tampak dan bersifat kompleks dapat saling berinteraksi sehingga manfaat soft
yang sulit dihitung dapat teridentikasi dan diukur. Adapun metodologi yang diperkenalkan dalam pendekatan
ini dikenal sebagai ISSUE yang merupakan kepanjangan dari Initiation Simulation Substantiation Utilisation
Estimation.
Pada tahap Initiation ini hal pertama yang dilakukan adalah mendenisikan obyektif dari sistem yang ingin
dikembangkan, terutama berkaitan dengan manfaat yang dituju (yang tentu saja dengan tujuan akhir manfaat
tersebut dapat dikuantikasikan). Selain obyektif, hal yang perlu digambarkan pula adalah rangkaian proses
bisnis terkait dengan sistem yang ada, termasuk di dalamnya pemberian atribut kinerja atau karakteristik proses
seperti waktu, biaya, pelaku, dan lain sebagainya.
Tahap selanjutnya adalah Simulation dimana dilakukan konstruksi model yang menyerupai keadaan yang
sebenarnya. Setelah model tersebut selesai dikembangkan, maka kondisi AS IS atau lingkungan perusahaan
saat ini tersebut disimulasikan sedemikian rupa sehingga dapat dilihat kinerjanya, terutama dalam kaitannya
dengan performa nansial (atau menghitung indikator kinerja lain yang terkait dengan parameter keuangan).
Substantiation adalah tahap konrmasi atau penegasan kembali bahwa model yang telah dibuat tersebut
benar-benar mendekati kenyataan yang ada. Berbagai tes perlu dilakukan untuk membuktikan hal ini terhadap
sistem yang dimodelkan tersebut.
Setelah dilakukan penge
ekan atau validasi terhadap kehandalan model yang dibuat, barulah dilakukan
tahap Utilisation dimana pada saat inilah dilakukan sejumlah kajian antara kondisi AS IS dan kondisi di
masa mendatang TO BE ketika aplikasi teknologi informasi diterapkan. Perbandingan kinerja yang dinyatakan
dalam sejumlah indikator antara kondisi lama dan baru inilah yang akan menjadi fokus kajian manfaat yang
dimaksud.
BAB 16. METODE I.S.S.U.E UNTUK MENGUKUR MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI 56
Setelah perbandingan tersebut dilakukan, barulah tahap Estimation dimana para pimpinan atau praktisi
bisnis terkait melakukan perkiraan pengukuran terhadap besarnya manfaat yang akan mereka peroleh akibat
diimplementasikannya sistem terkait.
• Ee
tiveness informasi yang dihasilkan haruslah relevan dan dapat memenuhi kebutuhan dari setiap
proses bisnis terkait dan tersedia se
ara tepat waktu, akurat, konsisten, dan dapat dengan mudah diakses;
• E
ien
y informasi dapat diperoleh dan disediakan melalui
ara yang ekonomis, terutama terkait dengan
konsumsi sumber daya yang dialokasikan;
• Condentiality informasi rahasia dan yang bersifat sensitif harus dapat dilindungi atau dijamin keama-
nannya, terutama dari pihak-pihak yang tidak berhak mengetahuinya;
• Integrity informasi yang dihasilkan haruslah lengkap, akurat, valid,dan memiliki nilai bisnis sesuai
dengan harapan yang membutuhkannya;
• Availability informasi haruslah tersedia bilamana dibutuhkan dengan kinerja waktu dan kapabilitas yang
diharapkan;
• Complian
e informasi yang dimiliki harus dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya dan menga
u
kepada hukum maupun regulasi yang berlaku, termasuk di dalamnya mengikuti standar nasional atau
internasional yang ada; dan
• Reliability informasi yang dihasilkan haruslah berasal dari sumber yang dapat diper
aya sehingga tidak
menyesatkan para pengambil keputusan yang menggunakan informasi tersebut.
Keseluruhan informasi tersebut dihasilkan oleh sebuah sistem informasi (dan teknologi informasi) yang dimiliki
perusahaan, dimana di dalamnya teradapat sejumlah komponen sumber daya penting, yaitu:
57
BAB 17. MANAJEMEN INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM STANDAR COBIT 58
1. Data yang merupakan bahan mentah dari setiap informasi yang dihasilkan, dimana di dalamnya
terkandung fakta dari aktivitas transaksi dan interaksi sehari-hari masing-masing proses bisnis yang ada
di perusahaan;
2. Aplikasi yang merupakan sekumpulan program untuk mengolah dan menampilkan data maupun infor-
masi yang dimiliki oleh perusahaan;
3. Teknologi yang terdiri dari sejumlah perangkat keras dan infrastruktur teknologi informasi sebagai
teknologi pendukung untuk menjalankan portofolio aplikasi yang ada;
4. Fasilitas yang berupa sarana sik seperti ruangan dan gedung dimana keseluruhan perangkat sistem
dan teknologi informasi ditempatkan; dan
5. Manusia yang merupakan pemakai dan pengelola dari sistem informasi yang dimiliki.
Berdasarkan riset yang dilakukan terhadap sejumlah perusahaan terkemuka di dunia, diperoleh kesimpulan
bahwa untuk mengelola proses bisnis terkait dengan investasi di bidang teknologi informasi, untuk komponen
Information Criteria dipilih 2 (dua) aspek utama atau primer, yaitu ee
tiveness dan e
ien
y; dan reliability di-
anggap sebagai aspek utama penting lainnya yang bersifat sekunder. Sementara untuk komponen IT Resour
es,
aplikasi, teknologi, fasilitas, dan manusia dianggap sebagai hal yang perlu diperhatikan se
ara sungguh-sungguh
agar dapat dihasilkan informasi dengan kualitas seperti yang diharapkan tersebut. Artinya adalah bahwa se-
luruh hal terkait dengan informasi mengenai investasi yang harus dialokasikan untuk pengembangan teknologi
informasi perlu diberikan se
ara efektif, melalui
ara-
ara yang ekonomis (esien), dimana keseluruhan datanya
haruslah terper
aya atau reliable. Untuk itulah dibutuhkan teknologi, fasilitas, dan aplikasi yang memadai
dengan didukung oleh sumber daya manusia yang handal.
• Suatu kondisi yang akan menjadi batu pijakan ter
apainya keberhasilan pelaksanaan aktivitas se
ara
optimal;
BAB 17. MANAJEMEN INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM STANDAR COBIT 59
• Hal yang dianggap sangat penting untuk meningkatkan probabilitas tingkat kesuksesan terlaksananya
sebuah proses;
• Parameter yang dapat diukur dan diamati agar organisasi dapat sukses;
• Bernuansa strategis, melibatkan teknologi, berorientasi organisasi, dan memiliki aspek prosedural;
• Fokus pada pen apaian perbaikan kapabilitas dan kemampuan pelaksanaan aktivitas; dan
COBIT menganggap bahwa terkait dengan proses investasi teknologi informasi, paling tidak ada beberapa CSF
yang patut untuk dipertimbangkan untuk dipakai sebagai a
uan, masing-masing adalah:
• Seluruh tipe dan jenis biaya terkait dengan teknologi informasi telah teridentikasi dan diklasikasikan
sesuai dengan karakteristiknya;
• Sejumlah aset teknologi informasi yang terkait dengan adanya pembiayaan pemeliharaan terhadapnya
dapat diukur se
ara efektif dan jelas;
• Kriteria yang dipergunakan untuk setiap pengambilan keputusan terkait dengan investasi teknologi infor-
masi se
ara formal telah dimiliki, lengkap dengan prosedur pengajuan dan persetujuannya;
• Peren
anaan pengembangan teknologi informasi se
ara jelas telah didenisikan sesuai dengan siklus hidup
(life
y
le) teknologi terkait, sehingga biaya yang perlu dikeluarkan dan diinvestasikan di kemudian hari
telah dapat diketahui;
• Proses pengembilan keputusan terhadap investasi yang akan dikeluarkan telah memperhitungkan hal-hal
sema
am: dampak jangka pendek dan panjang yang akan terjadi (misalnya biaya sosial, biaya perubahan,
biaya perbaikan, biaya migrasi, dan lain sebagainya), dampak proses lintas sektoral yang perlu dibina,
manfaat yang diharapkan didapatkan, kontribusi terhadap bisnis yang diperoleh, dan lain sebagainya;
• Tersedia pilihan sejumlah skenario terhadap berbagai kemungkinan investasi yang dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek-aspek seperti analisa
ost-benet, sibilitas, tingkat kematangan teknologi, tata
kala waktu, dan lain-lain;
• Anggaran dan investasi teknologi informasi sejalan dengan strategi anggaran dan ren
ana bisnis perusa-
haan atau korporat; dan
• Tingkat akuntabilitas manajemen yang jelas terhadap realisasi manfaat yang diperoleh dalam bentuk
prosedur pengawasan berkala yang jelas, sejalan dengan biaya investasi yang dikeluarkan.
17.3 Key Goal Indi
ators dan Key Performan
e Indi
ators
Key Goal Indi
ators atau disingkat KGI adalah merupakan sasaran atau target yang ingin di
apai oleh sebuah
proses atau aktivitas di dalam perusahaan. Karena KGI sifatnya sebuah obyektif yang ingin di
apai di masa
mendatang, maka se
ara berkala perlu dilakukan pengukuran-pengukuran untuk menjamin bahwa aktivitas
yang dilakukan perusahaan berada di jalan yang benar (on the right tra
k) dalam arti kata menuju pada
ter
apainya KGI tersebut. Indikator ukuran ini lah yang di dalam COBIT dinamakan sebagai Key Performan
e
Indi
ators atau KPI.
Terkait dengan proses investasi teknologi informasi di perusahaan,
ontoh KGI yang dapat dipergunakan
adalah sebagai berikut:
BAB 17. MANAJEMEN INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM STANDAR COBIT 60
• Persentasi investasi teknologi informasi yang berhasil memenuhi atau bahkan melebihi manfaat yang
diharapkan atau ditargetkan sebelumnya, berdasarkan perhitungan sema
am ROI atau kepuasan pemakai
(user satisfa
tion);
• Biaya aktual pengeluaran teknologi informasi yang dinyatakan sebagai persentasi total pengeluaran di-
bandingkan dengan target yang telah diren
anakan;
• Biaya aktual pengeluaran teknologi informasi yang dinyatakan sebagai persentasi total pemasukan (reve-
nue) dibandingkan dengan target yang telah diren
akan; dan lain sebagainya.
Sementara itu, KPI yang dapat dipergunakan sebagai indikator kinerja adalah sebagai berikut:
• Persentasi proyek teknologi informasi yang menggunakan standar baku model investasi dan penganggaran;
• Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus terjadinya penyimpangan dengan pelaporan;
• Jumlah proyek teknologi informasi yang berhasil memberikan manfaat sesuai dengan harapan dan besaran
investasi yang telah dikeluarkan; dan lain sebagainya.
• 0 Adalah posisi kematangan terendah, suatu kondisi dimana perusahaan merasa tidak membutuhkan
adanya mekanisme proses investasi teknologi informasi yang baku, sehingga tidak ada samak sekali pe-
ngawasan terhadap investasi teknologi informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan;
• 1 Sudah ada beberapa inisiatif mekanisme peren
anaan, tata kelola, dan pengawasan terhadap sejumlah
investasi yang dilakukan, namun sifatnya masih ad-ho
, sporadis, tidak konsisten, belum formal, dan
reaktif
• 2 Kondisi dimana perusahaan telah memiliki kebiasan yang terpola untuk meren
anakan dan mengelola
investasi teknologi informasi dan dilakukan se
ara berulang-ulang se
ara reaktif, namun belum melibatkan
prosedur dan dokumen formal.
• 3 Pada tahapan ini, perusahaan telah memiliki mekanisme dan prosedur yang jelas mengenai tata
ara
dan manajemen proses investasi teknologi informasi, dan telah terskomunikasikan serta tersosialisasikan
dengan baik di seluruh jajaran manajemen perusahaan;
• 4 Merupakan kondisi dimana manajemen perusahaan telah menerapkan sejumlah indikator pengukuran
kinerja kuantitatif untuk memonitor efektivitas pelaksanaan manajemen investasi teknologi informasi;
dan
• 5 Level tertinggi ini diberikan kepada perusahaan yang telah berhasil menerapkan prinsip-prinsip gover-
nan
e se
ara utuh dan menga
u pada best pra
ti
e, dimana se
ara utuh telah diterapkan prinsip-prinsip
governan
e, seperti: transparen
y, a
ountability, responsibility, dan fairness.
BAB 17. MANAJEMEN INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM STANDAR COBIT 61
Dengan adanya maturity level model, maka perusahaan dapat mengetahui posisi kematangannya saat ini,
dan se
ara kontinyu serta berkesinambungan harus berusaha untuk meningkatkan levelnya sampai ke tingkat
tertinggi agar aspek governan
e terhadap proses investasi teknologi informasi dapat berjalan se
ara efektif.
Bab 18
Se
ara struktur logika, anatomi TVO terbagi menjadi tiga layer, yaitu: Value Questions, TVO Applied
Methodologies, dan TVO Software Flow. Metode analisa berangkat dari sejumlah pertanyaan mendasar yang
merupakan kun
i dari setiap keputusan bisnis yang terkait dengan investasi teknologi informasi, masing-masing
adalah:
Masing-masing pertanyaan tersebut kemudian akan dijawab dengan metode yang pernah dikenal dan dipan-
dang efektif sebagai
ara untuk menyelesaikannya. Misalnya adalah pertanyaan pertama yang akan se
ara
62
BAB 18. KONSEP TOTAL VALUE OF OPPORTUNITY DARI GARTNER 63
baik dijawab dengan menggunakan metode Proje
t Des
ription and Investment Framework yang diperkenalkan
oleh MIT Sloan S
hool of Management, atau pertanyaan kelima yang dengan baik akan terjawab jika digu-
nakan pendekatan Total Cost of Ownership (PCO) dalam menghitung total biaya investasi, atau pertanyaan
terakhir yang akan mengarah pada dipergunakannya paradigma lima pilar kapabilitas yaitu strategi
assess-
ment, business pro
ess impa
t, ar
hite
ture, dire
t payba
k, dan risk assessment. Ketujuh metode yang saling
berhubungan tersebut kemudian se
ara kompleks akan men-drive
ara kerja aplikasi yang dipergunakan untku
membantu melakukan kalkulasi TVO yang dimaksud. Untuk mempermudah mengetahui bagaimana hasil dari
TVO dapat membantu manajemen di dalam mengambil keputusan terhadap ran
angan investasi yang akan
dilakukan, dapat dilihat melalui sebuah
ontoh proyek dengan ruang lingkup penerapan konsep supply
hain
yang bertujuan untuk mengurangi jumlah kesalahan dan meningkatkan ketepatan pengiriman dengan prol
investasi dan manfaat sebagai berikut:
Prol ini kemudian dimasukkan sebagai input ke dalam software TVO dan akan menghasilkan initial outputs
sebagai berikut:
Seperti yang terlihat pada anatomi software TVO, output ini dihasilkan setelah perangkat lunak tool tersebut
melakukan kalkulasi terhadap input yang diberikan dengan menerapkan sejumlah teori dan konsep seperti:
Framework Prime and Aggregates, IT Capabilities, TCO, Future Value, dan lain sebagainya. Initial Output ini
kemudian diolah kembali untuk didiagnosa sehingga dihasilkan Final Output sebagai berikut:
BAB 18. KONSEP TOTAL VALUE OF OPPORTUNITY DARI GARTNER 64
Dari Final Output tersebut jelas terlihat bahwa dari overall s
ore yang dihasilkan adalah 57%, yang dalam
tabel berada pada wilayah range 51%-75%, dimana mengandung arti: Ren
ana investasi terkait dipandang
baik, hanya saja butuh sejumlah penyempurnaan (ne tuning).
Sebagai
atatan, sejumlah perusahaan besar yang telah mengadopsi TVO sebagai metode analisa
ost-
benet adalah: Mi
rosoft, SAP, Intel, Cis
o, JP Morgan Chase, Bla
k and De
ker, Cognos, Hyperion, Kintana,
Captaris, dan Newroads.
Bab 19
1. Proje t ROI
Keempat langkah tersebut berada di dalam dua buah domain perspektif, masing-masing adalah perspektif
makro dan mikro (dalam kaitannya dengan dampak terhadap bisnis perusahaan yang terjadi karena diimple-
mentasikannya teknologi informasi), dan perspektif internal dan eksternal (terkait dengan stakeholders yang
memperoleh manfaat dari teknologi informasi).
65
BAB 19. PENDEKATAN I.T. VALUE CHAIN MANAGEMENT DARI ALINEAN 66
Setiap proyek teknologi informasi pasti diusulkan karena adanya kebutuhan atau tuntutan tertentu dari
bisnis (business
ase). Oleh karena itu,
ara lain mengidentikasan adanya manfaat dari dilaksanakannya
sebuah proyek teknologi informasi adalah terjadinya benet value yang merupakan hasil pengurangan dari
proposed plan (usulan pelaksanaan proyek teknologi informasi) dengan kondisi yang ada saat ini, atau dapat
dinyatakan dengan formula:
Value =
(Cost and Benet with IT Investment) (Cost and
Benet without IT Investment)
BAB 19. PENDEKATAN I.T. VALUE CHAIN MANAGEMENT DARI ALINEAN 67
Nilai value tersebut haruslah positif karena berarti (Benet-Cost) ketika investasi dilakukan (To-Be) jauh le-
bih besar dibandingkan dengan (Benet-Cost) jika investasi tidak dilakukan (As-Is). Adapun indikator nansial
yang biasa dipergunakan dalam menghitung
ost-benet terkait dengan proyek teknologi informasi ini adalah:
ROI, NPV, IRR, dan Payba
k Period.
Dimana masing-masing indikator tersebut akan melibatkan sejumlah formula dan variabel tertentu terkait
dengan total biaya yang harus diperkirakan dan perkiraan manfaat yang dapat diperoleh seperti yang diperli-
hatkan pada gambar berikut.
Untuk dapat mengukur manfaat se
ara tepat, tentu saja dibutuhkan pengetahuan yang
ukup untuk dapat
mengidentikasi tidak saja tangible benets tetapi memasukkan juga unsur-unsur intangible benets. Demikian
pula di dalam menghitung total
ost, harus dimasukkan pula asumsi-asumsi terkait dengan sejumlah resiko yang
kerap dihadapi proyek teknologi informasi.
BAB 19. PENDEKATAN I.T. VALUE CHAIN MANAGEMENT DARI ALINEAN 68
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, maka dapat dilakukan proses seleksi melalui sejumlah kriteria dan
perhitungan berbasis pada data ROI, resiko, biaya total, NPV, IRR, dan Payba
k Period. Katakanlah hasil
perhitungan memperlihatkan bahwa dua proyek dapat ditunda atau tidak dilaksanakan karena nilai atau s
ore-
nya yang rendah, yaitu masing-masing: proyek Se
urity Improvement dan proyek Human Capital Management
Automation. Maka dapatlah disusun perkiraan anggaran yang dibutuhkan seperti yang diperlihatkan pada
tabel berikut.
Dengan telah dipetakannya perhitungan tersebut, maka dengan sendirinya biaya dan manfaat seluruh proyek
teknologi informasi telah diintegrasikan dengan seluruh komponen biaya dan manfaat perusahaan sehingga dapat
diperoleh balan
e sheet,
ash ow, dan in
ome statement yang terpadu dan telah mereprentasikan prol proyek
teknologi informasi sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh para stakeholder terkait.
Tujuan dari dilakukannya perbandingan tersebut untuk dapat mengevaluasi apakah perusahaan
enderung
melakukan over investment atau under investment disamping untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif
antara perusahaan dengan kompetitornya, sehingga usaha perbaikan dapat se
ara terus menerus dilakukan.\
Bab 20
Domain Relasi Internal berkaitan dengan pengelolaan informasi (pen
iptaan, penyimpanan, penyaluran, dan
pengawasan) yang melibatkan berbagai entiti bisnis yang saling terkait satu lainnya dalam batasan wilayah
organisasi usaha. Contohnya adalah informasi yang mengalir antar departemen, antar fungsi, antar jabatan,
antar unit bisnis, dan lain-lain.
Domain Relasi Konsumen berkaitan dengan pengelolaan informasi pada suatu wilayah yang terbentuk ka-
rena adanya interaksi antara perusahaan dengan pelanggannya. Contohnya adalah informasi prol pelanggan,
informasi transaksi melalui internet, informasi pembayaran dengan kartu kredit, informasi jual-beli produk, dan
lain-lain.
Domain Relasi Mitra Bisnis berkaitan dengan pengelolaan informasi dalam suatu wilayah kolaborasi an-
tara perusahaan dengan sejumlah mitra bisnisnya, seperti para supplier, vendor, lembaga keuangan, dan lain
71
BAB 20. ANALISA INVESTASI PROYEK SISTEM KEAMANAN JARINGAN 72
sebagainya. Dalam kerjasama ini, beragam informasi mengalir dari perusahaan ke sejumlah mitra bisnis dan
sebaliknya. Contohnya adalah informasi berkaitan dengan pemesanan barang, peminjaman kredit di bank,
kontrak kerjasama, dan lain-lain.
• Masuknya virus yang merusak data dan/atau informasi yang dimiliki perusahaan akan membuat kegiatan
produksi perusahaan terganggu;
• Bo
ornya data dan/atau informasi rahasia perusahaan ke tangan kompetitor (terutama yang berkaitan
dengan hak milik intelektual) dapat mendatangkan kerugian yang sangat besar;
• Hilangnya data dan/atau informasi krusial dapat menghentikan sejumlah proses dan aktivitas internal
perusahaan;
• Dirubahnya sejumlah data dan/atau informasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab akan membuat
keputusan strategis yang diambil menjadi salah;
• Rusaknya sistem email dapat menurunkan esiensi kinerja karena sulitnya melakukan komunikasi; dan
lain sebagainya;
Resiko terbesar yang dihadapi oleh perusahaan sehubungan dengan hal ini adalah terganggunya atau terhentinya
proses produksi yang berarti hilangnya kesempatan perusahaan untuk menawarkan produk dan/atau jasanya
kepada pelanggan yang berarti pula an
aman terhadap eksistensi usaha.
Peranan kedua dari informasi adalah sebagai alat bantu ter
iptanya kontrol internal yang baik di dalam
perusahaan terutama yang berkaitan dengan aspek good
orporate governan
e yang belakangan ini mutlak
dituntut oleh mayoritas stakeholder organisasi. Sejumlah kasus keamanan yang kerap terjadi sehubungan dengan
hal ini misalnya:
• Manipulasi laporan keuangan dan perpajakan karena buruknya sistem keamanan aplikasi maupun data-
base perusahaan;
• Diubahnya data dan/atau informasi sejumlah ukuran kinerja bisnis pada masing-masing unit atau depar-
temen agar tidak terlihat adanya kinerja buruk yang terjadi;
• Digantinya isi dari sejumlah dokumen arsip agar tidak terkena jeratan hukum;
• Dibukanya dokumen-dokumen rahasia oleh mereka yang tidak berhak untuk mengaksesnya; dan lain
sebagainya.
Adapun resiko terbesar yang dihadapi oleh perusahaan jika faktor keamanan terhadap data dan/atau informasi
tidak terjaga dalam konteks ini adalah potensi terjadinya
haos atau keka
auan internal, yang tentu saja akan
berdampak langsung dan sangat buruk terhadap operasional usaha.
Resiko Keamanan Konsumen
Perusahaan dapat eksis menjalankan usahanya karena adanya konsumen yang setia membeli produk dan/atau
jasa yang ditawarkan. Dengan kata lain, konsumen merupakan faktor penentu dari hidup matinya usaha. Da-
lam menjalankan bisnisnya sehari-hari, tentu saja terjadinya relasi yang intens antara perusahaan dengan para
konsumennya. Dan di dalam era internet seperti saat ini, sejumlah dan beragam interaksi antara perusahaan
dengan konsumennya terjadi di dunia maya. Berbeda dengan resiko kemanan internal dimana hanya kalangan
terbatas saja terhubung dengan jaringan komputer perusahaan, di dalam dunia maya, puluhan bahkan ratusan
juta individu maupun kelompok saling terhubung satu dengan yang lain sehingga se
ara langsung meningkatk-
an kompleksitas dan mempertinggi resiko terjadinya tindak kejahatan terhadap perusahaan melalui pen
urian
maupun pengrusakan terhadap informasi yang mengalir di internet.
BAB 20. ANALISA INVESTASI PROYEK SISTEM KEAMANAN JARINGAN 73
Paling tidak ada tiga jenis resiko keamanan yang dapat terjadi dalam konteks relasi ini:
• Resiko keamanan yang berpotensi mendatangkan kerugian bagi kedua belah pihak.
Jenis pertama merupakan an
aman nyata terhadap para konsumen yang menginginkan untuk melakukan tran-
saksi jual beli melalui internet (e-
ommer
e). Tindakan kriminal yang telah terjadi di dunia maya dimana
dampaknya sangat merugikan para konsumen adalah:
• Pen
urian nomor kartu kredit, sehingga orang lain yang tidak berhak dapat dengan leluasa memperguna-
kannya untuk berbelanja di internet;
• Penyadapan data dan/atau informasi yang bersifat priva
y dimana sering disalahgunakan oleh mereka
yang men
urinya untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan (spamming, pemerasan, marketing, dll.);
• Pengambilan kata kun
i rahasia (password) sehingga dapat disalahgunakan orang lain (melakukan peme-
sanan palsu, mengganti konten, memtnah, mengadu domba, dll.); dan lain sebagainya.
Jenis kedua adalah hal-hal yang berpotensi mendatangkan kerugian bagi perusaaan, seperti yang terjadi karena
aktivitas kriminal sebagai berikut:
• Pemesanan palsu terhadap sejumlah barang yang telah dikirimkan ke konsumen dan kembali lagi ke
perusahaan;
• Pengambilan produk digital tanpa meninggalkan atatan jual-beli; dan lain sebagainya.
Dalam situasi dimana terjadi sejumlah tindakan kriminal sekaligus, tentu saja kedua pihak yaitu masing-masing
konsumen dan perusahaan mengalami kerugian se
ara bersama-sama.
Resiko Keamanan Mitra Bisnis
Seperti halnya pada konsumen, terdapat tiga jenis resiko yang terkait dengan relasi ini, yaitu masing-masing:
• Resiko keamanan yang berpotensi mendatangkan kerugian bagi kedua belah pihak.
Contoh- ontoh kasus kejahatan yang berkaitan dengan ketiga jenis kerugian tersebut antara lain:
• Pemesanan palsu yang dilakukan oleh pihak yang berhasil masuk ke dalam domain akses jaringan sehingga
pihak pemasok (supplier) mengirimkan bahan baku kepada perusahaan yang tidak membutuhkannya;
BAB 20. ANALISA INVESTASI PROYEK SISTEM KEAMANAN JARINGAN 74
• Proses autorisasi dan autentikasi yang seolah-oleh telah berjalan dengan sempurna padahal sifatnya semu
(menjalankan program aplikasi yang ditanam oleh pelaku kejahatan);
• Penggunaan signature palsu untuk melakukan transaksi dan/atau pengaksesan terhadap dokumen dan
arsip rahasia; dan lain sebagainya.
• Resiko Besar keadaan dimana jika terjadi suatu kasus kejahatan tertentu, perusahaan akan teran
am
keberadaan atau eksistensinya;
• Resiko Menengah keadaan dimana jika terjadi suatu kasus kejahatan tertentu, perusahaan akan meng-
alami kerugian yang
ukup signikan walaupun tidak sampai mengan
am keberadaannya; dan
• Resiko Ke
il keadaan dimana jika terjadi suatu kasus kejahatan tertentu, kerugian yang terjadi tidak
terlampau mempengaruhi kinerja perusahaan se
ara keseluruhan.
Jika tingkat resiko ini dikaitkan dengan tipe resiko bisnis yang telah dikemukakan sebelumnya, akan dapat
diperoleh sebuah matriks yang memperlihatkan portofolio tingkat kritikalitas sistem keamanan jaringan ditinjau
dari resiko bisnis terburuk yang dapat ditimbulkan. Se
ara jelas terlihat dalam matriks tersebut, hal-hal mana
saja yang termasuk di dalam kategori resiko besar, menengah, dan ke
il. Berdasarkan pemetaan ini, terdapat
tiga jenis keputusan yang perlu diambil oleh manajemen perusahaan terkait dengan strategi pengembangan
sistem keamanan jaringan, masing-masing adalah:
• Terhadap an
aman kejahatan yang beresiko besar, sewajarnya perusahaan berusaha untuk membangun
sistem keamanan jaringan terkait at any
ost, dalam arti kata tanpa mempertimbangkan lagi seberapa
besar biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini wajar mengingat jika terjadi kasus, keberadaan perusahaan
dalam keadaan teran
am.
• Terhadap an
aman kejahatan yang beresiko menengah, perusahaan biasanya akan mengadakan perhi-
tungan
ost-benet mengingat an
aman yang ada terkait dengan hilangnya sumber daya nansial. Pada
saat ini biasanya perusahaan akan menganggarkan keuangannya se
ara wajar sesuai dengan resiko yang
dihadapi.
• Terhadap an
aman kejahatan yang beresiko ke
il, biasanya perusahaan memutuskan untuk membangun
sistem keamanan dengan standar minimum saja.
Prinsip yang dipergunakan di dalam kategori ini adalah perusahaan harus se
ara mutlak memiliki sistem
keamanan jaringan jika tidak ingin suatu ketika nanti gulung tikar pada saat terjadi kasus kejahatan. Ja-
di keberadaannya bersifat mutlak. Ditinjau dari segi manfaat (benet), jelas terlihat bahwa dengan adanya
sistem jaringan keamanan yang baik, perusaaan terbebas dari sebuah resiko yang mengan
am eksistensinya.
Justikasi biaya (
ost) yang harus dikeluarkan, sangat terkait erat dengan domain resiko keamanan yang ada:
• Pada Domain Relasi Internal, biasanya biaya yang harus dikeluarkan untuk melindungi perusahaan dari
an
aman kejahatan jaringan tidak lagi sekedar menjadi sebuah biaya investasi, tetapi lebih merupakan
sebuah overhead yang dibebankan sebagai biaya operasional sehari-hari karena sifatnya yang mutlak.
Se
ara kontinyu dan berkala sistem keamanan jaringannya harus selalu diawasi dan dievaluasi, dan tentu
saja diremajakan sesuai dengan perkembangan teknologi baru yang ada.
• Pada Domain Relasi Mitra Bisnis, perusahaan memiliki kesempatan untuk dapat memperke
il biaya yang
harus dikeluarkan dengan
ara mengajak para mitranya untuk berbagi biaya (
ost sharing). Hal ini
dimungkinkan mengingat resiko yang sama (walau mungkin dengan derajat yang berbeda) dihadapi pu-
la oleh mitra bisnis terkait, sehingga dengan sedikit usaha negosiasi, perusahaan tidak harus sendirian
mengalokasikan sumber daya nansialnya untuk membangun sistem keamanan jaringan.
• Pada Domain Relasi Konsumen, keadaan
ukup berbeda, mengingat banyaknya jumlah konsumen yang
perlu dilayani. Dalam kerangka ini, usulan implementasi anggaran tak terbatas dapat dilakukan de-
ngan
ara mengajak pihak ketiga untuk bersama-sama berinvestasi dalam mengelola resiko yang ada.
Contohnya adalah perusahaan asuransi yang memberikan tawaran perlindungan terhadap transaksi elek-
tronik, dimana jika terjadi kejahatan, yang bersangkutan akan mengganti kerugian konsumen; sementara
jika kejahatan tidak terjadi, perusahaan asuransi mendapatkan persentasi dari nilai transaksi. Dalam
kerangka ini, kedua belah pihak sepakat untuk memilih suatu sistem jaringan yang terjangkau biayanya
(aordable), namun memiliki kinerja yang
ukup baik (bukan state-of-the-arts). Perjanjian bisnis lain
dapat juga terjadi antara perusahaan dengan beragam industri terkait, misalnya dengan vendor teknologi
informasi, perusahaan jasa kemanan jaringan, konsultan, atau dengan pihak-pihak lainnya.
• Pada Domain Relasi Internal, formula yang biasa dipergunakan
ukup mudah. Anggaplah dengan ada-
nya virus yang masuk ke dalam sistem, maka produktivitas perusahaan menurun sebesar 25%. Maka
potensi kerugian perusahaan yang timbul dalam satu hari adalah nilai tersebut dikalikan dengan rata-
rata pendapatan perusahaan yang diperoleh dalam satu hari. Dengan kata lain perusahaan akan dapat
mengira-ngira hilangnya potensi pendapatan yang ada dalam satu tahun. Angka tersebut kemudian di-
pakai untuk menghitung nilai investasi sistem jaringan keamanan dan ROI yang terjadi sebagai bahan
pengambilan keputusan. Cara kedua adalah dengan menghitung biaya yang harus dikeluarkan seanda-
inya terjadi masalah terkait dengan rusaknya sistem jaringan yang dipergunakan. Katakanlah untuk
memperbaikinya, dibutuhkan biaya X, dan kejadian tersebut terjadi hampir setiap bulan. Maka dapat de-
ngan mudah manajemen menghitung biaya yang harus dikeluarkan dalam waktu satu tahun hanya untuk
memperbaiki sistem terkait agar bisnis dapat berjalan kembali se
ara normal.
• Pada Domain Relasi Mitra Bisnis, biasanya untuk sistem dengan resiko menengah ini kedua perusahaan
yang bermitra berada dalam posisi seimbang dimana keduanya dapat bersama-sama membangun sistem
unik (proprietary) yang didedikasikan untuk kepentingan bersama. Mengenai keputusan jumlah biaya
yang perlu dialokasikan, biasanya selain faktor resiko dilihat pula business value yang dapat dinikmati
oleh kedua belah pihak.
• Pada Domain Relasi Konsumen, angka besarnya investasi untuk membangun sistem keamanan jaringan
dihitung melalui potensi kerugian yang mungkin terjadi dalam setiap kasus kejahatan, dikalikan dengan
angka probabilitas/ kemungkinan terjadinya tindakan kriminal tersebut. Untuk keperluan tersebut, peru-
sahaan harus memiliki daftar jenis kejahatan yang mungkin terjadi dengan potensi kerugian dan probabili-
tas frekuensi kejadian sebelum akhirnya dapat memperkirakan total biaya yang layak untuk diinvestasikan.
• Pada Domain Relasi Internal, manajemen perusahaan biasanya melakukan proses perbandingan (ben
h-
marking) di perusahaan pada industri sejenis terhadap jumlah alokasi atau persentasi biaya yang didedi-
kasikan untuk membangun dan memelihara sistem jaringan keamanan.
• Pada Domain Relasi Mitra Bisnis, ada kesempatan dimana perusahaan melimpahkan atau memberikan
keleluasaan kepada mitra bisnisnya untuk membangun sistem terkait, mengingat keberadaan sistem ini
bagi perusahaan bersifat tidak mendesak sementara mungkin bagi mitra bisnis bersifat sebaliknya.
• Pada Domain Relasi Konsumen, hal yang kurang lebih sama terjadi. Mengingat bahwa kerugian yang
diderita perusahaan tidak terlampau signikan, maka faktor resiko dan biayanya, diserahkan atau di-
limpahkan kepada para konsumen yang ingin melakukan transaksi. Hal ini akan berjalan se
ara efektif
terutama jika konsumen juga memandang resiko kerugian yang dihadapi
ukup rendah seandainya terjadi
an
aman keamanan.
Pada akhirnya, pengalaman memperlihatkan bahwa keputusan untuk menentukan apakah perusahaan akan
membangun sistem keamanan jaringannya atau tidak akan sangat tergantung dari dua hal utama, yaitu: per-
anan sistem dan teknologi informasi bagi perusahaan terkait dan pola atau gaya manajemen pimpinan peru-
sahaan. Jika keberadaan atau posisi sistem dan teknologi informasi sangat kritikal bagi perusahaan (terkait
dengan peranannya dalam melan
arkan rangkaian proses bisnis inti atau
ore pro
esses), maka jelas perma-
salahan keamanan jaringan merupakan hal yang mutlak diperhatikan. Sebaliknya jika tidak, maka pemikiran
terhadap perlu tidaknya dilakukan pembangunan terhadap sistem keamanan jaringan menjadi hal yang tidak
mendapatkan prioritas utama. Ditinjau dari gaya kepemimpinan, seorang risk taker biasanya justru berani
mengambil resiko dengan
ara tidak perlu memperhatikan sungguh-sungguh terhadap isu keamanan ini; se-
mentara seorang risk averse biasanya justru tertarik untuk men
ari jalan bagaimana agar segala resiko yang
mengan
am kelanggengan usaha bisnisnya dapat diminimalisasi.
Seperti yang sering terjadi dalam fenomena kehidupan sehari-hari, seorang kepala rumah tangga tidak akan
pernah berkir untuk menyisihkan sebagian pendapatannya guna membeli sistem alarm rumah, sampai tetangga
atau teman dekatnya mengalami musibah perampokan.
Daftar Pustaka
Alavi, M. (1984). An Assessment of the Prototyping Approa
h to IS Development. Commun
iations of the
ACM, 27, 6, 556-63.
Alinean. (2002). Aligning IT Investment Strategies with Business Value: Cost Justifying IT Investments using
ROI and IT Value. Presentation by Tom Pisello, CEO and Founder.
Fisher, S. (2000). Metri
s for e-Su
ess, CTO FirstMover, 15 May, 27-3- (www.infoworld.
om).
Gartner, (2002). Gartner Business Performan
e Framework and Total Value of Opportunity: Measure the
Business Value of IT Initiatives. Gartner Presentation by Rudi Roegiers, USA.
Hertz, D. (1990). Risk Analysis in Capital Investment. In Dyson, G. (ed.) Strategi
Planning: Models and
Analyti
al Te
hniques. John Wiley, Chi
hester.
Hirs
hheim, R. (1985). O
e Automation: a So
ial and Organisational Perspe
tive. John Wiley, Chi
hester.
House, E. (ed.) (1983). Philosophy of Evaluation. Sage, San Fransis
o and London.
Indrajit, Ri
hardus Eko. (2002). Isu dan Strategi Sistem Keamanan Jaringan, STIBANAS Applied Te
hno-
logy Center Bulleting, 2002.
ITGI. (2000). COBIT Management Guidelines 3rd Edition. Information System Audit and Control Founda-
tion, IT Governan
e Institute, Rooling Meadow, Illinois, USA.
Keen P.G.W. Value Analysis: Justiying De
ision Support Systems. MIS Qtly (Mar
h).
King, J. and S
hrems, E. (1978). Cost Benet Analysis in IS Development and Operation. Computing Surveys,
Mar
h, 19-34.
Kumagai, William. (2002). Publi
Se
tor Challenges in 2002. Gartner Consulting-MISAC, United States.
Martin, R. (1989). The Utilisation and E
ien
y of IS: a Comparative Analysis. Oxford Institute of Infor-
mation Management, Templeton Cllege, Oxford.
Melone, N. and Wharton T. (1984). Strategies for MIS Proje
t Sele
tion. Journal of Systems Management,
32, 2, 26-37.
Parker, M, and Benson, R. With Trainor, H. (1987). Information E
onomi
s. Prenti
e-Hall, Englewood Clis,
NJ.
Proje
t Management Institute. (1993). Proje
t Management Body of Knowledge. PMI Publishing, Maryland,
USA.
Rad lie, R. (1982). Investment: Con epts, Analysis, Strategy. S ott Foreman, Glenview, Illinois.
Remenyi, Dan, Arthur Money, and Alan Twite. (1995). Ee
tive Measurement and Management of IT Costs
and Benets, Butterworth-Heinemann, Oxford.
Roa
h, S. (1994). Lessons of the Produ
tivity Paradox. In Gillin, P. (ed.) The Produ
tivity Payo: the 100
Most Ee
tive Users of Information Te
hnology. Computerworld, Septemebr 19th, Se
tion 2, 55.
Ro
kart, J. (1979). Chief Exe
urives Dene their own Information Needs. Harvard Business Review, 57, 2,
81-93.
77
Daftar Pustaka
S
walbe, Kathy. (2002). Information Te
hnology Proje
t Management, The Course Te
hnology Thomson
Learning.
Silk, D.J. (1990). Managing IS Benets for the 1990s, Journal of Information for MBA Studnets, Henley
The Management College.
Strassman, P. (1985). Information Payo: The Transformation of Work in the Ele
troni
Age. The Free
Press, New York.
Strassman, P. (1990). The Business Value of Computers, The Information E
onomi
s Press.
Strassmann, P. (1997a). Do US Firms Spend too mu
h on Information Te
hnology? Interview by Norm
Alster. Investor's Business Daily, April 3rd.
Strassmann, P. (1997b) P. The Squandered Computer. Information E
onomi
s Press, New Canaan.
Wil
o
ks, Leslie P. and Stephanie Lester. (2000). Beyond the IT Produ
tivity Paradox. John Wiley and
Sons, New York.
Vaid-Raizda, V. (1983). In
orporation of Intangibles in Comptuer Sele
tion De
isions. Journal of Systems
Management, 34, 11, 30-46.
78