Anda di halaman 1dari 8

Perpres 54/2010 Pasal 51 ayat 1 yang menyatakan bahwa Kontrak Lum Sum merupakan

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu
tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. jumlah harga pasti dan tetap serta tidak dimungkinkan penyesuaian harga;

2. semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia Barang/Jasa;

3. pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi
Kontrak;

4. sifat pekerjaan berorientasi kepada keluaran (output based);

5. total harga penawaran bersifat mengikat; dan

6. tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang.

Huruf f yang menyebutkan tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang, kerap


menjadi momok yang menakutkan bagi setiap pihak terutama untuk pekerjaan konstruksi
yang notabene sangat rentan dengan perubahan. Essensinya perubahan dalam sebuah
pekerjaan konstruksi adalah sebuah keniscayaan.

Definisi Lumsum
Untuk itu perlu diurai pemahaman tentang filosofi dasar kontrak lumsum sebenarnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) lumsum adalah uang yang dibayarkan
sekaligus untuk semua biaya (transpor, uang makan, dan sebagainya). Ini berarti lumsum
mengikat kepada total biaya. KBBI menggunakan Lumsum sebagai kata serapan dari Lump-
Sum.

Mengingat bahasan berada dalam lingkungan pengadaan barang/jasa, khususnya banyak


dibicarakan pada pekerjaan konstruksi, maka ada baiknya diurai berdasarkan peraturan
perundang-undangan konstruksi. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi sebagai pengganti UU 18/1999 tentang Jasa Konstruksi masih belum punya
aturan turunan yang menegaskan jenis kontrak. Untuk itu pemahaman dapat bersumber dari
petunjuk teknis UU 18/1999 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

PP 29/2000 pasal 21 berbunyi bahwa Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Lump
Sum (KBBI: Lumsum) merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam
jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang
mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh
penyedia jasa sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah.

Irma Devita – Info Kenotariatan dan Pertanahan


Apa saja hal-hal yang wajib dipahami?

Di dalam pasal 51 Perpres No. 54/ 2010, beberapa jenis kontrak memiliki ketentuan-
ketentuan:

1. Kontrak Lump Sum memiliki ketentuan;

Jumlah harga pasti dan tetap serta tidak dimungkinkan penyesuaian harga, semua risiko
sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/ jasa, pembayaran didasarkan pada
tahapan produk/ keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi kontrak, sifat pekerjaan
berorientasi kepada keluaran (output based), total harga penawaran bersifat mengikat dan
tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah atau kurang.

Dimensi kuantitas dan kualitas barang/ jasa yang diperjanjikan harus diidentifikasi secara
tegas dan jelas dalam kontrak. Dimensi inilah yang mengikat penyedia barang/ jasa.

Yang perlu diperhatikan adalah realisasi dari kontrak tersebut.

Peran panitia penerima barang/ jasa menjadi sangat penting karena panitia penerima
barang/ jasa mengambil alih peran pengawas bangunan untuk memastikan bahwa hasil
pekerjaan yang diserahkan sudah sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang diperjanjikan.
Setiap pengurangan kualitas dan/ atau kuantitas adalah tindak pidana.

Kontrak Lumsum digunakan misalnya:

 pelaksanaan pekerjaan kontruksi sederhana;

 pekerjaan Konstruksi Terintegrasi (design and build);

 pengadaan peralatan kantor;

 pengadaan benih;

 pengadaan jasa boga;

 sewa gedung; atau

 pembuatan video grafis.


KONTRAK UNIT PRICE

Secaraa umum, Kontrak Unit Price adalah kontrak di mana volume pekerjaan yang tercantum
dalam kontrak hanya merupakan perkiraan dan akan diukur ulang untuk menentukan volume
pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan, atau dalam bahasa Inggris: "A Unit Price Contract
is a contract where the Bill of Quantity is subject to remeasurement".

Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2000 Pasal 21 ayat (2) mengatakan: "Kontrak kerja
konstruksi dengan bentuk imbalan Harga Satuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(3) huruf a angka 2 merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam
jangka waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap
satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu yang volume pekerjaannya
didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah
dilaksanakan Penyedia Jasa".

Selanjutnya dalam penjelasan ayat ini tertulis:


"Pada pekerjaan dengan bentuk imbalan harga satuan, dalam hal terjadi pembetulan
perhitungan perincian harga penawaran dikarenakan adanya kesalahan aritmatik, harga
penawaran total dapat berubah, akan tetapi harga satuan tidak boleh diubah. Koreksi aritmatik
hanya boleh dilakukan pada perkalian antara volume dengan harga satuan. Semua risiko
akibat perubahan karena adanya koreksi aritmatik menjadi tanggung jawab awab sepenuhnya
Penyedia Jasa. Penetapan pemenang lelang berdasarkan harga penawaran terkoreksi.
Selanjutnya harga penawaran terkoreksi menjadi harga kontrak (nilai pekerjaan). Harga
Satuan juga menganut prinsip lump sum".

Robert D. Gilbreath dalam bukunya Managing Construction Contracts, halaman 44-45,


menulis tentang kontrak unit price sebagai berikut (terjemahan bebas Penulis):
"Harga Satuan
Kontrak Harga Satuan menggambarkan variasi dari kontrak lump sum. Mengingat lump
sum meliputi satu harga pasti/tetap untuk semua atau beberapa bagian pekerjaan, harga satuan
hanya mengatur harga satuan. Total nilai kontrak ditetapkan dengan mengalikan harga satuan
dengan volume pekerjaan yang dilaksanakan.

Sebagai contoh, pengecoran beton dengan harga satuan US$ 60 per m3 sudah terpasang. Jika
1.000 m3 yang dicor, total harga kontrak menjadi US$ 60.000. Risiko Pengguna jasa dengan
sistem harga satuan termasuk sebagian besar yang terdapat dalam kontrak lump sum. Di
samping itu, kontrak harga satuan menuntut pemantauan ketat dan verifikasi terhadap jumlah
satuan sesungguhnya. Menelusuri berapa banyak yang ditambah, dikurangi, dipasang atau
dibongkar benar-benar merupakan suatu pekerjaan yang harus dikerjakan secara sungguh-
sungguh".

Mc Neil Stokes dalam bukunya Construction Law in Contractor's Language, halaman 34-35,
menulis mengenai kontrak unit price sebagai berikut (terjemahan bebas Penulis):
"Kontrak Harga Satuan
Dalam kontrak harga satuan, Penyedia Jasa dibayar suatu jumlah yang pasti untuk setiap
satuan pekerjaan yang dilaksanakan. Untuk menghindarl sengketa mengenal berapa pekerjaan
yang sesungguhnya dilaksanakan, setiap satuan pekerjaan harus ditentukan dengan tepat.
Dalam menggunakan metode harga satuan, Pengguna Jasa memperkirakan risiko atas jumlah
pekerjaan yang akan dilaksanakan; termasuk perkiraan risiko pekerjaan yang dibuat
Pengguna Jasa atau Perencana (Arsitek). Perkiraan ini, meskipun baru perkiraan harus akurat
dan oleh karena itu total biaya konstruksi dapat diperkirakan dengan tepat.
Penyedia Jasa menanggung risiko kenalkan harga satuan yang tercantum dalam kontrak.
Apabila Penyedia Jasa mengajukan penawaran atas dasar satuan pekerjaan, dia mendasarkan
harganya atas biaya melaksanakan jumlah pekerjaan yang diantisipasi. Jika selama masa
pelaksanaan pekerjaan jumlah pekerjaan tersebut banyak sekali berkurang, maka biaya per
satuan pekerjaan biasanya akan lebih besar daripada yang diperkirakan. Sebaliknya, jika
jumlah satuan pekerjaan tersebut banyak sekali bertambah, maka harga satuan yang
dikerjakan dapat turun, sehingga harga satuan asli menjadi tinggi. Ini tak adil".

Dari uralan di atas dapatlah disimpulkan bahwa bentuk kontrak harga satuan tidak
mengandung risiko Pengguna Jasa membayar lebih karena volume pekerjaan yang tercantum
dalam kontrak lebih besar daripada kenyataan sesungguhnya sehingga Penyedia Jasa
mendapat keuntungan tak terduga.
Sebaliknya, Penyedia Jasa juga tidak menanggung risiko rugi apabila volume pekerjaan
sesungguhnya lebih besar daripada yang tercantum dalam kontrak karena yang dibayarkan
kepada Penyedia Jasa adalah pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan.

Yang menjadi masalah dalam bentuk kontrak semacam ini adalah banyaknya pekerjaan
pengukuran ulang yang harus dilakukan bersama antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa
untuk menetapkan volume pekerjaan yang benar-benar terlaksana.

Kontrak Harga Satuan memiliki ketentuan;

Harga satuan pasti dan tetap untuk setiap satuan unsure pekerjaan dengan spesifikasi
teknis tertentu, volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat
Kontrak ditandatangani, pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas
volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh Penyedia Barang/ Jasa,
dimungkinkan adanya pekerjaan tambah/ kurang berdasarkan hasil pengukuran bersama
atas pekerjaan yang diperlukan.

KONTRAK GABUNGAN

Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan adalah kontrak yang merupakan gabungan
dua sifat kontrak yaitu lump sum dan harga satuan dalam satu pekerjaan yang diperjanjikan.

Yang patut diperhatikan sejak awal dalam Daftar Kuantitas dan Harga (DKH) penetapan item
yang bersifat Harga Satuan atau Lumpsum harus ditentukan terlebih dahulu. Hal ini penting
terkait proses sejak pemilihan penyedia yaitu pada proses koreksi aritmatik. Kekeliruan yang
terjadi adalah hal ini tidak dengan jelas tertuang dalam dokumen pemilihan/pelelangan.

Gabungan Lumsum dan Harga Satuan


Kontrak Gabungan Lumsum dan Harga Satuan digunakan dalam hal terdapat
bagian pekerjaan yang dapat dikontrakkan menggunakan Kontrak Lumsum
dan terdapat bagian pekerjaan yang dikontrakkan menggunakan Kontrak
Harga Satuan. Kontrak Gabungan Lumsum dan Harga Satuan digunakan
misalnya untuk Pekerjaan Konstruksi yang terdiri dari pekerjaan pondasi tiang
pancang dan bangunan atas.Kontrak Gabungan Lump Sum dan Harga Satuan

Kontrak yang merupakan gabungan Lump Sum dan Harga Satuan dalam 1 (satu) pekerjaan
yang diperjanjikan.

Contohnya: Kontrak pembangunan gedung di atas lahan rawa. Dalam pekerjaan tersebut
terdapat volume pekerjaan yang dapat diestimasi dan yang tidak dapat diestimasi sejak
awal.

TURN KEY

Kontrak terima jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas penyelesaian
seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai
seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama maupun penunjangnya dapat
berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan

Sistem ini lebih tepat digunakan untuk membeli suatu barang atau industri jadi yang hanya
diperlukan sekali saja, dan tidak mengutamakan kepentingan untuk alih (transfer) teknologi
selanjutnya.

Jika boleh disimpulkan Kontrak Terima Jadi atau Turn Key ini bersifat lumpsum murni yaitu
termin fisik dan pembayaran hanya 1 kali yaitu pada saat progres fisik 100%.

Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2012 pasal 51 Tentang Pengadaan Barang
dan Jasa, Kontrak Terima Jadi ( Turnkey ) adalah Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu
dengan ketentuan sebagai berikut:

 jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan.
 pembayaran dilakukan berdasarkan hasil penilaian bersama yang menunjukkan
bahwa pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan.

Dan biasanya untuk pekerjaan jenis kontrak Turn Key ini, untuk harga satuan pekerjaan
relatif lebih tinggi dari pada jenis kontrak lainnya. 4) Terima Jadi (Turnkey)
Kontrak Terima Jadi digunakan dalam hal Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan ketentuan sebagai berikut:
a) jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan

b) pembayaran dapat dilakukan berdasarkan termin sesuai kesepakatan dalam Kontrak.

Penyelesaian pekerjaan sampai dengan siap dioperasionalkan/difungsikan sesuai kinerja


yang telah ditetapkan. Kontrak Terima Jadi biasa digunakan dalam Pekerjaan Konstruksi
terintegrasi, misalnya Engineering Procurement Construction (EPC) pembangunan
pembangkit tenaga listrik, pabrik, dan lain-lain.

Kontrak Payung (Framework Contract) adalah perjanjian dengan


satu atau sejumlah penyedia untuk melakukan pengadaan
barang/jasa dengan menetapkan harga satuan (syarat dan kondisi
untuk dilakukan transaksi pembelian selama masa perjanjian
berlaku).

Kontrak Payung digunakan dalam hal pengadaan atau pekerjaan


yang akan dilaksanakan secara berulang dengan spesifikasi yang
pasti, namun volume dan waktu pemesanan belum dapat ditentukan.

Kontrak Payung biasanya ditemukan dalam perjanjian Pengadaan


Barang/Jasa (PBJ), misalnya jasa layanan perjalanan (travel agent),
pengadaan material, pengadaan alat tulis kantor (ATK), atau
pengadaan obat tertentu pada rumah sakit. Adapun contoh
pengadaan barang/jasa yang tepat dilakukan melalui Kontrak
Payung, menurut Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) adalah sebagai berikut:

 Syarat dan kriteria yang dapat digunakan dalam Kontrak


Payung

1. Persyaratan dapat dipahami dengan baik, yaitu bahwa barang atau


jasa hendaknya merupakan item yang didefinisikan dengan mudah
sehingga dalam menyusun persyaratan barang pun dapat dilakukan
dengan mudah;

2. Persyaratan kebutuhan yang berulang, maksudnya penggunaan


barang atau jasa setiap tahunnya selalu ada permintaan rutin;

3. Persyaratan yang sederhana dan bersifat komoditas, yakni barang


atau jasa secara sederhana dan merupakan satu kesatuan yang utuh
dan dalam penyusunan anggarannya bukan merupakan bagian dari
suatu paket kegiatan;

4. Persyaratan dengan volume pemesanan bervariasi, yang artinya


diawal tahun anggaran kebutuhan pengguna/SKPD belum terukur
dengan baik dan penggunaannya belum bisa ditentukan secara
tepat. (Modul 14 MCAI 2016)

Kontrak Payung pada Jasa Konsultansi digunakan untuk mengikat


Penyedia Jasa Konsultansi dalam periode waktu tertentu untuk
menyediakan jasa, dimana waktunya belum dapat ditentukan.

Penyedia Jasa Konsultansi yang diikat dengan Kontrak Payung


adalah Penyedia Jasa Konsultansi yang telah memenuhi atau lulus
persyaratan yang ditetapkan.

Kontrak Payung digunakan misalnya untuk Pengadaan Jasa


Konsultansi dalam rangka penasihatan hukum, penyiapan proyek
strategis nasional, dan penyiapan proyek dalam rangka kerjasama
pemerintah dan badan usaha.

 Tujuan Menggunakan Kontrak Payung dalam Pekerjaan


Pengadaan Barang/Jasa

Kontrak Payung merupakan kontrak yang memayungi beberapa


kontrak dalam bentuk Kontrak Harga Satuan antara Pejabat
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi
dengan Penyedia Barang atau Jasa. Tujuan dari kontrak payung
adalah :

1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses serta administrasi


pengadaan;

2. Memperoleh cost reduction karena dilakukan agregasi belanja;

3. Menjamin ketersediaan supply untuk jenis barang/jasa yang tertentu


atau yang bersifat mendesak (urgent);

4. Ter-standarisasinya proses pengadaan atau spesifikasi barang/jasa


yang dicantumkan dalam Kontrak Payung;

5. Pengelolaan pengadaan yang lebih baik untuk pengadaan yang


bersifat berulang atau volume kecil;

6. Pengolahan rantai supply yang lebih baik;


7. Mendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah;

8. Meningkatkan kemampuan industri dalam menyediakan kebutuhan


pemerintah.

Alasan diperlukannya Kontrak Payung, yaitu untuk mengurangi


waktu proses pengadaan, menurunkan harga kontrak, mengurangi
risiko tiadanya barang/jasa, dan pekerjaan berulang dari waktu ke
waktu.

Kontrak Payung dapat dilakukan untuk beberapa tahun dan tidak


ada batasan yang tetap. Batasan Kontrak Payung untuk beberapa
tahun dibatasi dengan analisa seperti cepatnya perubahan teknologi
alat, perubahan metodologi kerja atau perubahan kompetensi,
hingga efisiensi harga.

Dalam melakukan proses pengadaan barang/jasa secara Kontrak


Payung pun tidak harus menunggu kepastian adanya anggaran.
Proses pengadaan barang/jasa secara Kontrak Payung dapat
dilakukan kapan saja atau mendahului tersedianya anggaran,
karena yang diajukan sebagai pertanggungjawaban perikatan bukan
Kontrak Payungnya tapi kontrak ketika tersedia anggarannya, atau
kontrak transaksinya (dapat berupa surat pesanan di pengadaan
barang).

Kontrak payung memang secara regulasi belum banyak yang


mengatur, hanya tertera di Perpres 54 Tahun 2010 dan perubahannya
tentang PBJ Pemerintah pasal 53 ayat 3 dan Perka LKPP No.06
Tahun 2016 tentang E-purchasing, tapi ini merupakan langkah bagi
para pelaku pengadaan untuk melakukan transformasi pengadaan
sebagai metode baru yang dapat digunakan pada proses pengadaan
barang/jasa atau procurement.

Anda mungkin juga menyukai