Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa kelemahan lengan dan

tungkai kanan. Kelemahan ini disebut parese,yaitu berkurangnya kekuatan otot

sehingga gerak voluntar sukar tapi masih bisa dilakukan walaupun dengan

gerakan yang terbatas. Keluhan pada pasien terjadi pada anggota gerak sebelah

kanan, sehingga disebut dengan hemiparese dextra. Selain itu pasien juga

mengeluhkan bicara pelo yang muncul beberapa saat setelah mengalami

kelemahan. Bicara pelo atau disartria ini terjadi karena adanya gangguan pada

otot-otot bicara atau persarafannya yaitu n.VII dan n.XII.

Pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak 18 tahun yang lalu dan

menurut pengakuan pasien bahwa pasien tidak rutin meminum obat hipertensi.

Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan

penyumbatan pembuluh darah. Penderita hipertensi memiliki fakktor risiko enam

kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90

persen stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena stroke. Pasien juga

memiliki riwayat keluarga yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga

merupakan faktor risiko seseorang terkena stroke.9

Tidak adanya riwayat nyeri kepala, muntah,dan penurunan kesadaran

menandakan bahwa tidak ada peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan

tekanan intrakranial merupakan tekanan akibat gumpalan darah yang keluar dari

pembuluh darah yang rupture, terjadi pada keadaan stroke hemoragik. Adanya

25
gejala seperti kelemahan anggota gerak satu sisi, afasia, gangguan memori,

kelumpuhan nervus cranial (bicara pelo, mulut mencong, baal sesisi wajah, dan

kesulitan menelan) merupakan gejala dari stroke iskemik (non hemoragik).

Siriraj Stroke Score (SSS)

SSS = [2,5 x (Derajat Kesadaran)] + [2 x (Vomitus)] + [2 x (Nyeri Kepala)] + [0,1


x (Tekanan Diastolik) – [3 x (Atheroma)] – 12

Derajat Kesadaran
0 = kompos mentis
1= somnolen
2= stupor/koma

Vomitus
0= tidak ada
1= ada

Nyeri kepala
0= tidak ada
1= ada

Tekanan diastolik

Atheroma
0= tidak ada
1= salah satu atau lebih (M, angina, penyakit pembuluh darah)

Skor
>1 : stroke perdarahan
<-1: infark serebri
-1 sampai 1 : meragukan

SSS = [2,5 x (Derajat Kesadaran)] + [2 x (Vomitus)] + [2 x (Nyeri Kepala)] + [0,1

x (Tekanan Diastolik) – [3 x (Atheroma)] – 12

= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 110) – (3 x 0) -12

= 0 + 0 + 0 + 11 -0 - 12

= -1 (Stroke non hemoragik / infark serebri)

26
Selama perawatan di rumah sakit, pasien mendapatkan terapi IVFD NS

20tpm, inj. citicolin 3x250mg dan po ASA 2x1 (80mg). Pemberian cairan NS

berfungsi sebagai zat pembawa atau pelarut untuk obat-obatan infus. Pemberian

citicoline berfungsi sebagai neuroprotectan, citicoline meningkatkan kerja

formation reticularis dari batang otak terutama system pengaktifan formation

reticularis ascendens yang berhubungan dengan kesadaran. Citicoline

mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan sistem motorik dan

menaikkan konsumsi oksigen dari otak serta memperbaiki metabolisme otak.

Peran sitikolin sebagai neuroprotektan pada level neuronal adalah memperbaiki

membran sel dengan cara menambah sintesis phosphatidylcholine yang

merupakan komponen utama membran sel terutama otak. Meningkatnya sintesis

phosphatidylcholine akan berpengaruh pada perbaikan fungsi membran sel yang

mengarah pada perbaikan sel. Selain itu, kolin dalam sitikolin merupakan

precursor asetilkolin yaitu neurotransmitter yang penting untuk fungsi kognitif.

Sitikolin berperan dalam menurunkan aktifitas enzim fosfolipase sehingga

mengurangi produksi asam arakhidonat dan meningkatkan sintesis kardiolipin

yang merupakan komponen membran mitokondria. Sitikolin juga meningkatkan

produksi glutatione yang merupakan antioksidan endogen otak terhadap radikal

bebas. Pada level vaskuler, sitikolin berperan dalam meningkatkan aliran darah

otak, meningkatkan konsumsi oksigen, dan menurunkan resistensi vaskuler.10,11

Dari perhitungan SSS dan ct scan serta tidak adanya penyakit jantung,

stroke yang dialami pasien ini adalah stroke non hemoragik tipe trombotik (non-

embolik). Prinsip pemberian antikoagulan pada pasien stroke lebih ditujukan

27
sebagai upaya pencegahan rekurensi daripada perbaikan proses iskemia atau

infark di otak. Pada stroke iskemik non-kardioemboli, pemberian antikoagulan

tidak dianjurkan mengingat risiko perdarahan. Pemberian antikoagulan hanya

dipertimbangkan jika pasien mengalami hiperkoagulasi. Pemberian antikoagulan

heparin pada kondisi transient ischemic attack atau stroke in evolution juga tidak

memberikan manfaat secara signifikan. Oleh karena itu, pada stroke iskemik non-

kardioemboli, terapi hemostasis yang diberikan hanya antiplatelet, yaitu

acetylsalicylic acid (ASA).12

28

Anda mungkin juga menyukai