Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru,

sehingga disebut dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar

ke bagian atau organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya

dari TB paru. Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang

berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi

adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan serta TB dengan

keadaan khusus.1

Akhir tahun 1990-an, World Health Organization memperkirakan

bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M.

tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia dan Amerika Latin.

Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak

hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap

merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian,

baik di negara berkembang maupun di negara maju. Menurut perkiraan

WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah

583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000

orang per tahun.1

Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB anak sering kali tidak khas.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak,

1
sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Hal tersebut

terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa

dengan sputum basil tahan asam positif sehingga penanggulangan TB

ditekankan pada pengobatan pengobatan TB dewasa. Akibatnya

penanganan TB anak kurang diperhatikan.2

2
BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas pasien

Nama : Nn. A

Tanggal Lahir : 17/06/2003

Umur : 15 tahun 4 bulan

Jenis Kelamin : perempuan

Alamat : parang carammeng

Agama : Islam

Ruangan : perawatan II , Lantai II D asoka

A. IDENTITAS ORANG TUA/WALI :

KAKAK KANDUNG

Nama : Nn. A

Umur : 18 tahun

Pekerjaan : belum bekerja

Pendidikan : SMA

Status kesehatan :sehat

3
1) Anamnesis

Keluhan utama : Demam

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien masuk dengan keluhan demam sejak ± 2 minggu yang lalu

sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan naik turun,meningkat pada malam

hari dan demam turun namun tidak sampai ke suhu normal pada pagi hari. demam

disertai menggigil, pasien juga mengeluh batuk sejak ± 2 minggu yang lalu

sebelum masuk rumah sakit, lendir ada dan berwarna kuning kehijauan, batuk

disertai darah (-) Mual (ada) dan muntah (ada) dengan frekuensi 2 x yang

berisikan air sejak tadi malam, nyeri ulu hati (ada), Riwayat penurunan berat

badan (+) ± 10 kg.

Nafsu makan : Menurun

Nafsu minum : Menurun

Buang Air Besar : Biasa

Buang Air Kecil : Biasa

Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada

Riwayat penyakit keluarga : Riwayat ibu minum OAT 4 tahun yang lalu sebelum

meninggal

Riwayat pengobatan : Tidak ada

4
Status neonatal

Tempat lahir : Rumah

Ditolong oleh : Dukun

Lahir secara : Spontan

Bayi cukup bulan dan sesuai masa kehamilan

BBL : Lupa PBL : Lupa

Status imunisasi
Status Imunisasi Belum Pernah 1 2 3 Tidak tahu
BCG 
Polio   
Difteri   
Tetanus   
Pertusis   
Hep. B   
Campak   
Hib I   

2) Pemeriksaan fisik
a. Status Present
K.U : Lemas / Gizi kurang / Compos mentis
BB : 30 kg
PB : 150 cm
BB/U : Status Gizi kurang
b. Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/70 MmHg
Suhu : 37,4 0C
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit

5
3) Status Generalis
Pucat (-) Telinga : Otorrhea (-)
sianosis (-) Mata : Cekung (-), anemis (-)
Tonus : Normal Hidung : Rhinorea (-)
Ikterus (-) Bibir : Kering (+)
Turgor : Baik Lidah : Kotor (-)
Busung (-) Sel. Mulut : Stomatitis (-)
Kepala : kesan normal Leher : Kaku kuduk (-)
Muka : kesan normal Kulit : Tidak ada kelainan
Rambut : hitam, mudah dicabut Tenggorok : Hiperemis (-)
Ubun ubun besar : Menutup (+) Tonsil : T1/T1 Hiperemis (-)
Thorax Jantung
Inspeksi Inspeksi:
 Simetris kiri dan kanan  Ictus cordis tidak tampak
 Retraksi dinding dada (-) Palpasi :
Perkusi:  Ictus cordis tidak teraba
 Sonor kiri dan kanan Perkusi :
Auskultasi :  Batas kiri :
 Bunyi Pernapasan : bronkovesikuler Linea midclavicularis sinistra
 Bunyi tambahan: Rh +/+, Wh -/-  Batas kanan :
Linea parasternalis dextra
 Batas atas : ICS III sinistra
Auskultasi :
 Bunyi Jantung I dan II regular, bising
jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Alat kelamin :
 Perut datar, ikut gerak napas - Dalam batas normal
 Massa tumor (-) - Tasbeh (-)
Palpasi : Col. Vertebralis : Skoliosis (-)

6
 Limpa : tidak teraba Pembesaran KGB (-) pada cervical
 Hati : Hepatomegali (-) KPR : TDE
 Nyeri tekan (+) regio epigastrium APR : TDE
Perkusi : TPR : TDE
- Tympani (+) BPR : TDE
Auskultasi
- Peristaltik kesan normal

7
4) Follow Up Pasien
Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter

S :Pasien masuk rumah Terap


sakit Ugd

9/10/2018 Syekh yusuf kab. Gowa dengan - - IVFD RL 20 tpm

keluhan demam sejak ±2 minggu - - Antrain/amp/iv


-
yang lalu, demam naik turun,
- Instruksi dr via Line :
menggigil (+), kejang (-), nyeri
- - IVFD RL 20 tpm
kepala (-), batuk (+) sejak 2
- - ceftriaxon 1 gr/12 jam/iv
minggu yang lalu, berlendir (+)
- - ranitidin 10 mg/8 jam/iv
berwarna kuning kehijauan, flu
- - paracetamol tab 3x1
(-), sesak (-), nyeri perut (-), mual
- -ambroxol syr 3x1 cth
(+), muntah (+) sebanyak 2 kali
- -vit B complex/vit C 2x1 tab
isi air, Nyeri ulu hati (-)
-
Nafsu makan : berkurang
Hasil Lab :
Nafsu minum : baik
- WBC : 15,2 x10^3
BAB : Biasa
- RBC : 4,3 x10^6
BAK : lancar
- Hb : 9,9 g/dL
O : KU : lemas
- Plt : 436 x10^3
T : 100/70 MmHg
- MCV 72,0
0
S: 37,4 C
- MCH 23.0
N: 90 x/menit

P: 20 x/menit

Paru : Rh +/+

8
A : susp. TB paru

P: cek DR, foto thorax ap

Instruksi dr. via line :

-cek UR,Widal, SGOT, SGPT,

Ureum,Kreatinin, Albumin, GDS,

Elektrolit.

-tes tuberculin

10/10/18 S :Demam (+) tadi malam, Obat dari dokter

menggigil (-), Keringat pada - - IFVD RL 1000 cc/24 jam

malam hari (+), Batuk (+) lendir - -ceftriaxon 1 gr/ 12 jam/iv

berwarna kuning kehijauan, nyeri - -ranitidin 1 amp/8 jam/iv

ulu hati (+). - -paracetamol tab 3x1

Nafsu makan : menurun - -ambroxol syr 3x1 cth

Nafsu minum : biasa - -vit C dan Vit B complex 2x1

BAB : Biasa

BAK : lancar Hasil LAB :

O : KU : lemah urin rutin

TD : 100/70 mmHg  WBC : 0 cell/uL

N : 96 x/m  Ket : 0 mmol/L

P : 20 x/m  Nit :-

S : 36.7°C  Bil : -

Paru : Rh +/+  Pro : -


A : Suspek TB paru  Glu : -

9
- P: konsul gizi klinik  BLD : -

Kimia darah :

 GDS : 70 mg/dl

 SGOT : 20 U/L

 SGPT : 8 U/L

 Ureum Darah : 8 U/L

 Kreatinin Darah : 0,3 U/L

 Albumin : 3,4 gr/dl

 Elektrolit

Na : 141 mmol/L

K : 3,7 mmol/L

Cl : 105 mmol/L

 Widal : negatif

12/10/18 S : Demam (+) naik turun, Obat dari dokter

menggigil (+), Keringat pada - IFVD RL 1000 cc/24 jam

malam hari (+), Batuk (+) lendir - -ceftriaxon 1 gr/ 12 jam/iv

berwarna kuning kehijauan, nyeri - -ranitidin 1 amp/8 jam/iv

ulu hati (-). - -paracetamol 300 mg/8 jam/iv

Nafsu makan : menurun - -ambroxol syr 3x1 cth

Nfsu minum : biasa - -vit C dan Vit B complex 2x1

10
BAB : Biasa Skoring TB :

BAK : lancar Riwayat kontak : 3

O : KU : lemah Mantoux test : +

T : 100/70 mmHg Gizi : kurang 71 % (2)

N : 120 x/m Demam : 1

P : 20 x/m Batuk : 2 minggu (0)

S : 40 °C Pembesaran kelenjar : 0

Paru : Rh +/+ Pembengkakan tulang : 0

A : TB paru Foto thorax : 1

13/10/18 S : Demam (-), menggigil (-), - Obat dari dokter

Keringat pada malam hari (+), - IFVD RL 1000 cc/24 jam

Batuk (+) lendir berwarna kuning - -ceftriaxon 1 gr/ 12 jam/iv

kehijauan. - -ranitidin 1 amp/8 jam/iv

Nafsu makan : membaik - -paracetamol 300 mg/8 jam/iv

Nafsu minum : biasa - -ambroxol syr 3x1 cth

BAB : biasa - -vit C dan Vit B complex 2x1

BAK : lancar - -mulai KDT

O:

T : 110/80 mmhg

N : 120 x/menit

P : 26 x/menit

S : 37,4 °C

11
Paru : Rh +/+

A : TB paru

15/10/18 S : demam (-), menggigil (-), Obat dari dokter

keringat malam hari (+), batuk - IFVD RL 1000 cc/24 jam

(+) lendir berwarna kuning. - -ceftriaxon 1 gr/ 12 jam/iv

Nafsu makan : membaik - -ranitidin 1 amp/8 jam/iv

Nafsu minum : baik - -paracetamol tab 3x1 (K/P)

BAB : Biasa - -ambroxol syr 3x1 cth

BAK : Lancar - -vit C dan Vit B complex 2x1

O: - KDT lanjut

T : 100/70 mmhg

N : 128 x/menit

P : 28 x/menit

S : 37,1 °C

Paru : Rh +/+

A : TB paru

16/10/18 S : demam (-), menggigil (-), Obat dari dokter

keringat malam hari (-), batuk (+) IVDF RL : Dextrose 5% 1 : 1

lendir (-) 1000 cc/24 jam

Nafsu makan : membaik -ceftriaxon 1 gr/12 jam/iv

Nafsu minum : baik -ranitidin 1 amp/8 jam/iv

12
BAB : Biasa -paracetamol tab 3x1 (K/P)

BAK : Lancar -Bcomplex dan Vit C 2x1 tab

O: -Ambroxol 3x1 cth

T : 100/70 mmhg -KDT lanjut

N : 121 x/menit

P : 23 x/menit

S : 37,6 °C

Paru : Rh +/+

A : TB paru

5). Diagnosis kerja


Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan

penunjang, pasien mengalami :

Diagnosis Masuk :susp. TB paru

Diagnosis Klinis :

- TB paru duplex aktif

-Gizi kurang

-Anemia Defisiensi Besi

13
Resume :

Pasien masuk Rumah sakit Syekh Yusuf kabupaten Gowa diantar

oleh keluarganya datang dengan keluhan demam sejak ± 2 minggu yang

lalu sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan naik turun, demam

meningkat pada malam hari dan menurun pada siang hari namun tidak

mencapai suhu normal, demam disertai menggigil. pasien juga mengeluh

batuk sejak ± 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit, lendir (ada)

berwarna kuning kehijauan,dengan konsistensi kental. Batuk disertai darah

(tidak pernah), Mual (ada) dan muntah (ada) dengan frekuensi 2x yang

berisikan air, nyeri ulu hati (ada). nafsu makan menurun, nafsu minum

baik.Buang air besar biasa .Buang air kecil lancar. Status gizi kurang ,

tekanan darah 100/70 MmHg, suhu 37,40C, nadi 90 x/menit, pernapasan

20 x/menit, keadaan umum lemas, mata cekung (-), mulut kering (-),

turgor baik, bunyi pernapasan bronkovesikuler, bunyi tambahan Rh +/+,

Wh -/-, nyeri tekan (+) regio epigastrium.Memiliki 4 saudara. Penurunan

berat badan sejak beberapa bulan terakhir ± 10 kg. Riwayat Ibu melakukan

pengobatan OAT 4 tahun yang lalu sebelum meninggal

Skoring TB :

Riwayat kontak : 3

Mantoux test : 3

14
Gizi : kurang 71 % (1)

Demam : 1

Batuk : 2 minggu (0)

Pembesaran kelenjar : 0

Pembengkakan tulang : 0

Foto thorax : 1
Foto Thorax AP :

15
Hasil Lab :

1. Darah rutin

o WBC : 15,2 x10^3

o RBC : 4,3 x10^6

o Hb : 9,9 g/dL

o Plt : 436 x10^3

2. urin rutin

o WBC : 0 cell/uL

o Keton : 0 mmol/L

o Nitrat : (-)

o Bilirubin : (-)

o Protein : (-)

o Glukosa : (-)

o Blood : (-)

3. Kimia darah :

o GDS : 70 mg/dl

o SGOT : 20 U/L

o SGPT : 8 U/L

o Ureum Darah : 8 U/L

o Kreatinin Darah : 0,3 U/L

o Albumin : 3,4 gr/dl

o Elektrolit

Na : 141 mmol/L

16
K : 3,7 mmol/L

Cl : 105 mmol/L

4. Widal Test : (-)

Tatalaksana :

Medikamentosa

Terapi di Ugd

o IVFD RL 20 tpm

o Antrain/amp/iv

Terapi Dokter Anak

o IVFD RL 1000 cc/24 jam

o IVDF RL : Dextrose 5% 1 : 1 1000 cc/24 jam

o ceftriaxon 1 gr/12 jam/iv

o ranitidin 10 mg/8 jam/iv

o paracetamol 300 mg/8 jam/iv

o paracetamol tab 3x1

o ambroxol syr 3x1 cth

o vit B complex/vit C 2x1 tab

o KDT

Non Medikamentosa

-Diet Makanan Biasa

17
BAB III

DISKUSI

Pada kasus ini, pasien masuk ke ruang Perawatan Anak Rumah

Sakit Syekh Yusuf kabupaten Gowa tanggal 9 oktober 2018 dengan

keluhan Pasien masuk rumah sakit Syekh yusuf kab. Gowa dengan

keluhan demam sejak ± 2 minggu yang lalu demam naik turun, meningkat

pada malam hari menurun pada pagi hari namun tidak sampai kesuhu

normal. menggigil (+),pasien juga mengeluh batuk sejak ± 2 minggu

sebelum masuk rumah sakit, lendir (ada) berwarna kuning kehijauan. Mual

(+), muntah (+) dengan frekuensi 2x yang berisikan air, pasien juga

mengeluh penurunan berat badan sejak beberapa bulan terakhir ± 10 kg.

Nafsu makan menurun, nafsu minum baik. Buang air besar biasa . Buang

air kecil lancar. Riwayat Ibu melakukan pengobatan OAT 4 tahun yang

lalu sebelum meninggal. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang

disebabkan oleh bakteri Micobacterium tuberculosa. Sesuai dengan teori

yang menjelaskan bahwa gejala pada seseorang yang menderita penyakit

tersebut yaitu :

 Gejala klinik

- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan

malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam

seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Temuan demam pada pasien

18
TB berkisar antara 40-80% kasus. Pada kasus ini pasien mengalami

demam ± 2 minggu yang lalu. Demam hilang timbul.

- Penurunan nafsu makan dan berat badan. Terjadi penurunan berat badan

sejak beberapa bulan terakhir ± 10 kg

- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

pasien mengalami batuk produktif ± 2 minggu yang lalu, disertai lendir

berwarna kuning kehijauan, batuk disertai darah (-).

Faktor resiko primer kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan

penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Dari

anamnesis, pasien mengatakan bahwa orang tua yakni ibu, memiliki

riwayat pengobatan OAT sekitar 4 tahun yang lalu sebelum meninggal,

adapun hasil dari tes tuberlukin >10 mm : positif

TOTAL SKOR : 9

19
Berdasarkan perhitungan status gizi, pasien ini termasuk status gizi

kurang hal ini sesuai dengan teori CDC

Berdasarkan status gizi : hasil 71 %

Gizi kurang : 70-90%

20
Pada pemeriksaan fisis Nyeri tekan pada epigastrium (+)dan Pada

tanggal 9 oktober 2018, dilakukan pemeriksaan DR. Dan Hasil lab yang

bemakna menunjukkan kesan leukositosis, yang menandakan adanya

bakteri berada pada tubuh. Dan pada pemerikasaan foto thorax terdapat

kesan TB paru duplex aktif. Diagnosa untuk pasien ini adalah TB paru

Adapun terapi-terapi yang diberikan sesuai dengan diagnosa dan juga

sesuai dengan keadaan pasien.

A. DEFINISI

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil

yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya.

Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru dan sebagianlagi dapat

menyerang di luar paru - paru, seperti kelenjar getah bening(kelenjar),

kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagianya.1,2

B. ETIOLOGI

 Penyebab penyakit TBC

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri Micobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan

bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam

(BTA). 3

21
 Kuman TBC

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil

Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari

langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap

dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama

selama beberapa tahun. 3,4

C. EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah

mencanangkan TB sebagai Global Emergency. WHO dalam Annual

Report on Global TB Control 2011 menyatakan bahwa terdapat 22 negara

dikategorikan sebagai high burden countries terhadap TB, termasuk

Indonesia. Pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 8,8 juta kasus TB,

dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif serta 1,4

juta orang meninggal di seluruh dunia akibat TB termasuk 0,35 juta orang

dengan penyakit HIV.

Tahun 2010, Indonesia menempati peringkat ke-4 negara dengan

insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,37 – 0,54 juta setelah India (2,0

– 2,5 juta), Cina (0,9 – 1,2 juta), Afrika Selatan (0,40 – 0,59 juta). Pada

tahun 2004, diperkirakan angka prevalensi kasus TB di Indonesia

130/100.000 penduduk, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan jumlah

kematian sekitar 101.000 orang pertahun serta angka insidensi kasus TB

BTA positif sekitar 110/100.000 penduduk. Penyakit ini merupakan

22
penyebab kematian terbesar ke-3 setelah penyakit kardiovaskular dan

penyakit saluran pernapasan serta merupakan nomor satu terbesar dalam

kelompok penyakit infeksi.5

D. FAKTOR RESIKO

Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya tuberkulosis primer:

1) Faktor Infeksi

Penularan tuberkulosis primer, yaitu:

- Batuk orang dewasa

Saat orang dewasa batuk atau bersin, sejumlah tetesan cairan

(ludah) tersembur ke udara. Bila orang tersebut menderita tuberkulosis

paru, maka tetesan tersebut mengandung kuman. Jika disekitar orang

tersebut terdapat orang dewasa atau anak-anak yang pada saat itu

kekebalan tubuhnya menurun maka dengan mudah akan terinfeksi atau

tertular.

2) Faktor Lingkungan

Lingkungan yang tidak sehat, gelap dan lembab akan mendukung

Perkembang biakan basil Mycobacterium Tuberkulosis. Seperti diketahui

basil tuberkulosis merupakan BTA (Basil Tahan Asam) yang dapat

berkembangbiak apabila ada di ruangan yang gelap dan lembab, akan mati

jika terkena sinar matahari secara langsung. Jadi kebersihan lingkungan

perlu diperhatikan.

3) Faktor Ekonomi

23
Faktor ekonomi berkaitan dengan ketersediaan pangan yang kaya

zat gizi. Ekonomi juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi

penyebab penularan tuberkulosis primer. 4

E. PATOGENESIS

Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB.

Karena ukurannya yang sangat kecil (<5 μm), kuman TB dalam droplet

nuklei yang terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman

TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non

spesifik. Akan tetapi pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat

dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh

kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian

besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat

dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya

menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi

ditempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.

Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran

limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang

mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini

menyebabkan terjadinya inflamasi disaluran limfe (limfangitis) dan di

kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di

lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar

limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks

24
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara

fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga

terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa

inkubasi. Masa inkubasi TB berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya

selama 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB

primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas

seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya

hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif.

Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar

individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun

seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian

kecil kuman TB akan dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas

seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk kedalam alveoli akan

segera dimusnakan oleh imunitas seluler spesifik (cellular mediated

immunity, CMI ).

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru

mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi

setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi

penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru.

Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam

kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.

25
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi

yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe

regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan

pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat,

bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga

meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe parahilus

atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi, akan

membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus akan

terganggu.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler,

dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran

limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk

kompleks primer atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat

juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke

dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran

hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit

sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam

bentuk penyebaran hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB

menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak

menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian mencapai berbagai organ

diseluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik,

paling sering di apeks paru, limpa dan kelenjar limfe superfisialis. Selain

26
itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan

lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi

tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks

paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami

reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa. 1,6

F. MANIFESTASI KLINIS

Anak kecil sering tidak menunjukkan gejala selama beberapa

waktu. Tanda dan gejala pada balita dan dewasa muda cenderung lebih

signifikan sedangkan pada kelompok dengan rentang umur diantaranya

menunjukkan clinically silent dissease.

Gejala penyakit TBC paru dapat dibagi menjadi gejala umum dan

gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran

27
secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup

sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.5

 Gejala sistemik/umum

- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan

malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam

seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Temuan demam pada pasien

TB berkisar antara 40-80% kasus.

- Penurunan nafsu makan dan berat badan.

- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

- Perasaan malaise, lemah.

 Gejala khusus

- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan

sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan

kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",

suara nafas melemah yang disertai sesak.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat

terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa.

Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa

memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun

yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA

positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan

serologi/darah.5

G. DIAGNOSIS

28
Diagnosis TB pada anak ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,

gejala klinis, uji tuberkulin serta pemeriksaan penunjang seperti

laboratorium dan radiologi. Uji tuberkulin (tes Mantoux) menjadi alat

diagnostik utama pada kasus TB anak. 4

Seorang anak akan dinyatakan menderita TB anak jika skor nya

lebih dari atau sama dengan 5. Untuk anak yang keadaan klinisnya

menunjukkan TB namun skornya kurang dari 5, maka akan dilakukan

observasi terlebih dahulu, dan setelah 2 minggu akan dilakukan

pemeriksaan ulang untuk mengetahui progresivisitas penyakit.

WHO membuat kriteria anak yang diduga menderita TB, bila:

 Sakit, dengan riwayat kontak dengan seseorang yang diduga atau

dikonfirmasi menderita TB paru;

 Tidak kembali sehat setelah sakit campak atau batuk rejan (whooping

cough);

 Mengalami penurunan berat badan, batuk, dan demam yang tidak berespon

dengan antibiotik saluran nafas

 Terdapat pembesaran abdomen, teraba massa keras tak terasa sakit, dan

ascites

 Terdapat pembesaran kelenjar getah bening superfisial, tidak terasa sakit,

dan berbatas tegas

 Mengalami gejala-gejala yang mengarah ke meningitis atau penyakit

sistem saraf pusat.1

29
H. KEMOPROFILAKSIS

Seorang anak dapat terinfeksi kuman TB tetapi belum tentu

bermanifestasi menjadi sakit TB. Apabila daya tahan tubuh anak menurun

atau virulensi kuman TB yang menginfeksi ganas maka anak yang semula

„hanya‟ terinfeksi menjadi sakit TB.

Ada 2 macam kemoprofilaksis TB pada anak :

 Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi

tuberkulosis pada anak, dengan memberikan isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari,

dosis tunggal. Kemoprofilaksis primer dihentikan bila sumber kontak tidak

menular lagi dan anak ternyata tetap tidak infeksi – dibuktikan dengan uji

tuberkulin ulang. Kalau ternyata hasil uji tuberkulin positif maka harus

dievaluasi lebih lanjut.

 Kemoprofilaksis sekunder bertujuan mencegah aktifnya infeksi sehingga

anak tidak sakit – yang ditandai dengan uji tuberkulin positif tetapi gejala

klinis dan radiologis normal. Yang diberikan adalah isoniazid 10

mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan. Kelompok anak terinfeksi TB yang

berisiko tinggi menderita TB adalah:

1. usia <5 tahun

2. menderita penyakit infeksi (morbili, varisela)

3. mendapat obat imunosupresif jangka panjang (sitostatik, steroid)

4. usia pubertas

5. infeksi paru TB, konversi uji tuberkulin dalam kurang dari 12 bulan.6

30
Klasifikasi TB pada anak

Kelas Kontak Infeksi Sakit Tatalaksana

0 - - - -

1 + - - profilaksis 1

2 + + - Profilaksis 2

3 + + + terapi TB

I. PENGOBATAN TB

Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin

(R), isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S).

Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah

dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin.

 Isoniazid
Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT)

yang sangat efektif saat ini, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap

kuman dalam keadaan metabolik aktif (kuman yang sedang berkembang),

bakteriostatik terhadap kuman yang diam.

Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan

adalah 5-15 mg/kgBB/hari, maksimal 300mg/hari, dan diberikan dalam

satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet

100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg/5cc. Isoniazid pada

air susu ibu (ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar

darah plasenta, tetapi kadar obat yang mencapai janin/bayi tidak

membahayakan.

31
Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yaitu hepatotoksik

dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya terjadi

pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan

bertambahnya usia.

 Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat

memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang

tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik

melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum

makan), dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis

maksimal 600 mg/hari, dengan satu kali pemberian per hari. Jika diberikan

bersamaan dengan isoniazid , dosis rifampisin tidak melebihi 15

mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari. Distribusinya sama

dengan isoniazid.

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid. Efek

yang kurang menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin,

ludah, sputum, dan air mata, menjadi warna oranye kemerahan. Selain itu,

efek samping rifampisin adalah gangguan gastrointestinal (mual dan

muntah), dan hepatotoksisitas (ikterus/hepatitis) yang biasanya ditandai

dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik.

Rifampisin umumnya tersedia dalam sedian kapsul 150 mg, 300 mg dan

450 mg.

32
 Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid, berpenetrasi baik pada

jaringan dan cairan tubuh termasuk CSS, bakterisid hanya pada intrasel

suasana asam, dan diabsorbsi baik pada saluran cerna. Pemberian

pirazinamid secara oral sesuai dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis

maksimal 2 gram/hari. Penggunaan pirazinamid aman pada anak. Kira-kira

10 % orang dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping

berupa atralgia, artritis, atau gout akibat hiperurisemia, tetapi pada anak

manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang terjadi. Efek samping

lainnya adalah hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna.

 Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya

pada mata. Obat ini memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat

bakterisid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten.

Selain itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya

resistensi terhadap obat-obat lain.. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet

250 mg dan 500 mg. etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan

anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari ,

tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan

meningitis.

Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai penatalaksanaan TB

anak, etambutol dianjurkan penggunaanya pada anak dengan dosis 15-25

mg/kgBB/hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan

33
kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak

dapat digunakan.

 Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman

ekstraseluler pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk

membunuh kuman intraseluler. Saat ini streptomisin jarang digunakan

dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting penting pada

pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB. Streptomisin

diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari,

maksimal 1 gr/hari dan kadar puncak 40-50 μg/ml dalam waktu 1-2 jam.

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang,

tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang.streptomisin

berdifusi baik pada jaringan dan cairan pleura dan di eksresikan melalui

ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan

resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat.

Toksisitas ginjal jarang terjadi. Streptomisin dapat menembus plasenta,

sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil

karena dapat merusak saraf pendengaran janin yaitu 30% bayi akan

menderita tuli berat.1,2,5,6

34
Nama Dosis (mg/kgBB/hari) Dosis maksimal
(mg/hari)
Isoniazid (INH 5-15 mg/kgBB/hari 300 mg/hari

Rifampisin (RIF 10-20 mg/kgBB/hari 600 mg/hari

Pirazinamid (PZA) 25-35 mg/kgBB/hari 2000 mg/hari


Streptomisin (harus 15-40 mg/kgBB/hari 1250 mg/hari
parenteral)
Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari 1000 mg/hari

Paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap = KDT.

Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu :

 Tablet RHZ yang merupakan kombinasi dari R (Rifampisin),H (Isoniazid),

dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.

 Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H

(Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.

Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat

badan anak dan komposisi dari tablet KDT tersebut.

Dosis KDT pada anak

Berat badan (KG 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari


RHZ (75/50/150) RH (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet


10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan :

 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk kerumah sakit

 Anak dengan BB > 33 kg, disesuaikan dengan dosis dewasa

 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

35
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus

 Bila paket KDT belum tersedia dapat digunakan paket OAT Kombipak

anak dosisnya.6

 Evaluasi hasil pengobatan

Sebaiknya pasien kontrol tiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan

dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan

beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan

LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang

atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal

pengobatan, misalnya penambahan berat badan, hilangnya demam,

hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan dan lain-lain. Apabila respon

pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan.

Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada

dan tidak terjadi penambahan BB, maka OAT tetap diberikan sambil

dilakukan evaluasi lebih lanjut mengapa tidak terjadi perbaikan.

Kemungkinan yang terjadi adalah misdiagnosis, mistreatment, atau

resistensi terhadap OAT.

Pengobatan selama 6 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu

subpopulasi persisten M. tuberculosis (tidak mati dengan obat-obatan)

bertahan dalam tubuh, dan mengurangi secara bermakna kemungkinan

terjadinya kekambuhan. Pengobatan lebih dari 6 bulan pada TB anak tanpa

36
komplikasi menunjukkan angka kekambuhan yang tidak berbeda

bermakna dengan pengobatan 6 bulan.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K)

et al : Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,buku 2,EGC 2008 hal.1028 –

1043

2. Tuberculosis: http://www.emedicine.com/ped/topic2321.htm

3. Pediatrics in Review Vol. 18, 1997, No. 2, hal. 50 –58.

4. Latief A,dkk. Ilmu kesehatan anak 2. Jakarta : Bagian ilmu kesehatan anak

FKUI;2008.

5. Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta;

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007, hal 573 – 761.

6. Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. : Patofisiologi Klinik, edisi ke 5,

Tuberkulosis, hal 753 – 761.

38

Anda mungkin juga menyukai