Anda di halaman 1dari 6

Essay

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Multikulturalisme dan Pendidikan


Nilai dalam Pembelajaran Sejarah

Dosen Pengampu
Dr. Musa Pellu, S.Pd., M.Pd

Disusun oleh:
Aditya Prawira : S861902001
M. Afrillyan Dwi Syahputra : S861902008
Rahman Abidin : S861902011
Yoga Fernando Rizqi : S861902014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
Budaya Kekerasan dianggap Sebagai dampak dari kegagalan
Pendidikan Nilai di Sekolah.

Menurut John Hagan, (1981:181) kekerasan atau la violencia (Columbia),


the vendetta barbaricina (Italia), la vidavale nada (El Salvador). Merupakan
bentuk tindakan seseorang kepada pihak lain yang berakibat pada timbulnya rasa
sakit dan perubahan baik fisik maupun psikis. Menurut Kadish (1983:1618),
kekerasan adalah: All types of illegal behavior, either threatened or actual that
result in the damage or destruction of property or in the injury or death of
individual. Semua jenis perilaku ilegal, baik yang terancam atau aktual yang
mengakibatkan kerusakan atau perusakan properti atau cedera atau kematian
individu.
Secara umum, tindakan kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan
yang dapat merugikan orang lain, baik secara fisik maupun secara psikis.
Kekerasan tidak hanya berbentuk eksploitasi fisik semata, tetapi juga berbentuk
eksploitasi psikis. Dan justru kekerasan psikislah yang perlu diwaspadai karena
akan menimbulkan efek traumatis yang cukup lama bagi si korban.
Dewasa ini, sering terjadi kekerasan dalam dunia pendidikan yang sudah
menjadi sorotan masyarakat. Berbagai bentuk kekerasan, mulai dari kekerasan
verbal seperti membentak siswa sampai dengan kekerasan fisik yakni menampar
sampai memukul siswa telah menjadi fenomena di dunia pendidikan negeri ini.
Kondisi tersebut sudah berlangsung lama, bahkan frekuensinya meningkat seiring
dengan meningkatknya agresifitas siswa didik di lingkungan sekolah. Tindakan
kekerasan dalam dunia pendidikan sering dikenal dengan istilah Bullying.
Tindakan kekerasan dalam pendidikan ini dapat dilakukan oleh siapa saja,
misalnya teman sekelas, kakak kelas dengan adik kelas, guru dengan muridnya
dan pemimpin sekolah dengan staffnya. Tindakan kekerasan tersebut sama sekali
tidak bisa dibenarkan meskipun terdapat beberapa alasan tertentu yang
melatarabelakanginya. Tindakan kekerasan juga bisa terjadi dalam bentuk aksi

1
demonstrasi mahasiswa, baik dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk lisan.
Misalnya, mencaci maki, berkata kasar dan kotor, serta tawuran yang terjadi antar
mahasiswa
Kasus kekerasan dikalangan pelajar sangat meresahkan sekaligus menodai
dunia pedidikan Indonesia yang masih dihantui banyak masalah. Apalagi kasus
kekerasan yang terjadi menimbulkan kerusakan, perampasan dan luka fisik.
Persoalan ini menegaskan ada kesalahan dalam system pendidikan Indonesia. Jika
tidak segera diatasi kerasan dalam pendidikan terus berulang. Faktor-faktor
Terjadinya Kekerasan dalam Pendidikan dapat dilihat dalam bagan berikut
(Tamsil Muis, dkk 2011 : 64):

Dari beberapa kasus yang tersebutkan di atas, terdapat beberapa analisa


tentang faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam dunia pendidikan,
antara lain yaitu:
1. Kekerasan dalam dunia pendidikan muncul karena adanya pelanggaran
yang disertai dengan hukuman, terutama fisik. Jadi, ada pihak yang
melanggar dan ada pihak yang memberi sanksi. Bila sanksi melebihi batas
atau tidak sesuai dengan kondisi pelanggaran, maka terjadilah apa yang
disebut dengan tindak kekerasan. Seperti contoh, pemukulan murid hingga
tawuran antar pelajar
2. Kekerasan dalam dunia pendidikan juga bisa dikarenakan oleh buruknya
sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku. Muatan kurikukum yang
hanya mengandalkan kemampuan aspek kognitif dan mengabaikan

2
pendidikan afektif menyebabkan berkurangnya proses humanisasi dalam
pendidikan.
3. Kekerasan dalam dunia pendidikan dipengaruhi juga oleh lingkungan
masyarakat dan tayangan media massa yang memang belakangan ini kian
vulgar dalam menampilkan aksi-aksi kekerasan.
4. Kekerasan dalam dunia pendidikan bisa dipengaruhi oleh latar belakang
sosial-ekonomi pelaku. Pelaku kekerasan sering muncul karena Ia
mengalami himpitan sosial-ekonomi.

Berdasarkan hal di atas, menunjukkan bahwa lembaga formal tidak bisa


dijadikan variabel utama dalam mencapai tujuan pendidikan, tetapi masih
diperlukan variabel lain yaitu lembaga keluarga dan lingkungan. Hawari Dadang
(2002 : 43) menyatakan bahwa di dalam kehidupan siswa sehari-hari hidup dalam
tiga kutub, yaitu ; kutub keluarga, sekolah, dan masyarakat, sebagaimana dalam
skema berikut ini :

(Hawari dadang, 2002)

Kondisi masing-masing kutub ini akan menghasilkan dampak positif


maupun negatif pada siswa. Dampak positif misalnya ; prestasi akademik nya baik
dan tidak menunjukkan perilaku antisosial. Sedangkan dampak negatifnya
misalnya ; prestasi akademiknya merosot, menunjukkan perilaku anti sosial. Bila
terjadi perilaku yang menyimpang pada siswa, maka yang sering terjadi adalah

3
sikap masing-masing kutub yang saling menyalahkan. Misalnya, orang tua di
rumah (keluarga) menyalahkan pihak sekolah (guru), atau menyalahkan
masyarakat, demikian pula sebaliknya. Bila kita kaji dengan jujur, maka
kesalahan itu terjadi pada masing-masing kutub, dan tidak ada faktor (kutub) yang
berdiri sendiri, satu sama lain saling berkaitan.
Menanggapi hal itu, kelompok kami memikirkan bahwa kita perlu mencari
akar permasalahan atas terjadinya berbagai kekerasan pelajar. Ada beberapa
faktor yang harus ditinjau
1. Implementasi Pendidikan karakter
Implementasi Pendidikan karakter sangat diperlukan di sekolah untuk
penanaman diri pada peserta didik yang dilakukan oleh pendidik. Dengan
menanamkan nilai karakter yang baik siswa diharapkan dapat menjadi
pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Menangani persoalan
tersebut, maka implementasi pendidikan karakter menjadi suatu
keniscayaan. Melihat bahwa pendidikan karakter merupakan
pengembangan kemampuan pada pembelajar untuk berperilaku baik siswa
yang ditandai dengan perbaikan berbagai kemampuan yang akan
menjadikan manusia sebagai makhluk yang berketuhanan (tunduk patuh
pada konsep ketuhanan), dan mengemban amanah sebagai pemimpin di
dunia. Sehingga, hakikat pendidikan karakter adalah proses bimbingan
peserta didik agar terjadi perubahan perilaku, perubahan sikap, dan
perubahan budaya, yang akhirnya kelak mewujudkan komunitas yang
beradab.
2. Spritualitas dalam pendidikan.
Pada dasarnya siswa merindukan pendidikan spiritual untuk
menyiapkan mereka membangun inter-connection (silaturahmi, baik
dengan tuhan , manusia dan alam), compassion (rasa kasih saying dan
kepedulian) dan character (ahlak mulia) agar dapat mengisi kehidupan
mereka.

4
3. Penegakan hukum yang tegas dari pihak sekolah
Pemberian hukuman sebaiknya tidak dipahami dari sudut pandang
negatif saja. Sebab hukuman diberikan untuk memberikan efek jera supaya
siswa yang melanggar peraturan menjadi enggan dan takut untuk kembali
melakukan kesalahan-kesalahan, kemudian membuat siswa menjadi lebih
patuh terhadap peraturan-peraturan yang dibuat oleh sekolah.

Sebuah institusi yang berbasis pendidikan, budaya kekerasan sangat dilarang


dan harus dihapuskan. Beberapa sekolah di Indonesia masih kurang dalam
penanaman nilai-nilai moral dan juga multikultural. Sehingga, sebuah institusi
pendidikan atau sekolah ini dapat dianggap gagal jika didalamnya pendidikan
nilai multikultural tidak di terapkan dengan baik. Ketidak merataan pendidikan
dan kurangnya toleransi perbedaan diantara siswa menjadi rentan akan terjadinya
gesekan sehingga menimbulkan kekerasan.

Referensi

Hagan, John (1981) Introduction to Criminology: Theories, Methods, and


Criminal Behaviour. Nelson – Hall Inc Publisher : Chicago
Hawari Dadang (2002) Dampak Penyalahgunaan narkoba Terhadap Remaja &
kamtibmas. Jakarta : Bp. Dharma Bhakti
Kadish, Sanford dkk (1983) Encylopedia of Criminal Justice. The Free Press.
Collier Macmillan.
Tamsil Muis, dkk (2011) Bentuk, Penyebab, Dan Dampak Dari Tindak Kekerasan
Guru Terhadap Siswa Dalam Interaksi Belajar Mengajar Dari Perspektif
Siswa Di Smpn Kota Surabaya: Sebuah Survey. JURNAL PSIKOLOGI:
TEORI & TERAPAN, Vol. 1, No. 2, Unesa

Anda mungkin juga menyukai