Anda di halaman 1dari 7

1. Jelaskan bagaimana model feedback negatif yang terjadi saat masuknya antigen?

2. Jelaskan bagaimana bakteri menghindari sistem imun !

1. Cara bakteri ekstraseluler menghindari sistem imun


Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di
dalam sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Bakteri
ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan tertentu
bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit karena adanya sintesis
kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang mengakibatkan adhesi yang
tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri, seperti pada infeksi bakteri berkapsul
Streptococcus pneumoniae atau Haemophylus influenzae. Selain itu, kapsul tersebut
melindungi molekul karbohidrat pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat
dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi
C3b pada dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan
eksotoksin yang meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah dengan pengikatan bakteri
ke permukaan sel non-fagosit sehingga memperoleh perlindungan dari fungsi fagosit .
Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari
kerusakan oleh komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan
pemecahan C3 konvertase. Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut,
sehingga akan mengaktifkan jalur alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b
konvertase pada permukaan sel bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan
menyebabkan aktivasi dan stabilisasi komplemen yang buruk.
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui
aksi produk mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi
komplemen. Bahkan beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara
mengalihkan lokasi aktivasi komplemen melalui sekresi protein umpan (decoy
protein) atau posisi permukaan bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa
organisme Gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang menghambat
insersi komplek serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag
termasuk menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi
fagosom-lisosom dan mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi
antigenik juga dimiliki oleh beberapa bakteri, seperti variasi lipoprotein permukaan,
variasi enzim yang terlibat dalam sintesis struktur permukaan dan variasi antigenik
pili.Keadaan sistem imun yang dapat menyebabkan bakteri ekstraseluler sulit
dihancurkan adalah gangguan pada mekanisme fagositik karena defisiensi sel
fagositik (neutropenia) atau kualitas respons imun yang kurang (penyakit
granulomatosa kronik).
Selain itu cara bakteri ekstraseluler menghindari system imun yaitu :
a. Mekanisme Antifagositik
Bakteri dengan kapsul yang banyak mengandung polisakarida tahan terhadap
fagositosis sehingga menjadi lebih virulen dibanding strain homolog yang tidak
berkapsul.
b. Menghambat Komplemen atau Menginaktivasi produksi Komplemen
Kapsul pada beberapa bakteri gram +ve dan –ve mengandung residu sialic
acid (asam sialik) yang mampu menghambat aktivasi komplemen dari jalur
alternative.
c. Variasi genetik dari antigen permukaan
Perubahan pada struktur LPS dan struktur permukaan lainnya menyebabkan
sistem imun humoral tidak dapat mengenali mikroba sehingga lolos.
2. Cara bakteri intraseluler menghindari sistem imun
Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif
dan obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah difagositosis
tetapi tidak dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri intraseluler obligat
adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel hospes. Hal
ini dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam sirkulasi,
sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri intraseluler juga berbeda
dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler. Beberapa jenis bakteri seperti basil
tuberkel dan leprosi, dan organisme Listeria dan Brucella menghindari perlawanan
sistem imun dengan cara hidup intraseluler dalam makrofag, biasanya fagosit
mononuklear, karena sel tersebut mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh. Masuknya
bakteri dimulai dengan ambilan fagosit setelah bakteri mengalami opsonisasi. Namun
setelah di dalam makrofag, bakteri tersebut melakukan perubahan mekanisme
pertahanan.
Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga
mekanisme, yaitu:
a. Hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri,
b. Lipid mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi pembentukan ROI
(reactive oxygen intermediate) seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan
hidrogen peroksida dan terjadinya respiratory burst.
c. Menghindari perangkap fagosom dengan menggunakan lisin sehingga tetap
hidup bebas dalam sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses pemusnahan
selanjutnya. Selain itu ada juga mekanisme yang dilakukan oleh bakteri untuk
menghindari system imun.

3. Jelaskan bagaiman mekanisme kerja obat-obat imunosupresif yang ditentukan untuk


mencegah reaksi graft vs host?
Glukokortikoid

Dalam dosis farmakologis (suprafisiologis), glukokortikoid, seperti prednison,


deksametason, dan hidrokortison digunakan untuk menekan berbagai gangguan alergi,
inflamasi, dan autoimun. Glukokortikoid juga diberikan sebagai imunosupresan pasca
transplantasi untuk mencegah penolakan transplantasi akut dan penyakit graft-versus-host.
Meskipun demikian, glukokortikoid tidak mencegah infeksi dan juga menghambat proses
pemulihan selanjutnya.

Mekanisme imunosupresif

Glukokortikoid menekan imunitas yang dimediasi sel. Obat bertindak dengan


menghambat gen yang mengkode sitokin Interleukin 1 (IL-1), IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6,
IL-8, dan TNF-alpha, yang paling penting di antaranya adalah IL-2. Produksi sitokin yang
lebih kecil mengurangi proliferasi sel T.
Glukokortikoid juga menekan imunitas humoral, menyebabkan sel B
mengekspresikan sejumlah kecil reseptor IL-2 dan IL-2. Hal ini mengurangi ekspansi klon sel
B dan sintesis antibodi.

Sitostatik

Sitostatik menghambat pembelahan sel. Dalam imunoterapi, sitostatik digunakan


dalam dosis yang lebih kecil daripada dalam pengobatan penyakit ganas. Mereka
memengaruhi proliferasi sel T dan sel B. Karena efektivitas tertinggi, analog purin paling
sering diberikan.
Zat alkilasi

Zat alkilasi yang digunakan dalam imunoterapi adalah nitrogen mustard,


(siklofosfamid), nitrosourea, senyawa platinum, dan lainnya. Siklofosfamid (Baxter's
Cytoxan) mungkin merupakan senyawa imunosupresif yang paling kuat. Dalam dosis kecil,
sangat efisien dalam terapi systemic lupus erythematosus, anemia hemolitik autoimun,
granulomatosis dengan poliangiitis, dan penyakit autoimun lainnya. Dosis tinggi
menyebabkan pansitopenia dan sistitis hemoragik.
Metotreksat

Metotreksat adalah analog asam folat. Obat mengikat reduktase dihydrofolate dan
mencegah sintesis tetrahidrofolat. Metotreksat digunakan dalam pengobatan penyakit
autoimun (misalnya rheumatoid arthritis atau Behcet's Disease) dan dalam transplantasi.

Azathioprine dan merkaptopurine

Azathioprine (Prometheus 'Imuran) adalah zat sitotoksik imunosupresif utama. Obat


ini banyak digunakan untuk mengendalikan reaksi penolakan transplantasi. Secara non-
enzimatik terpecah menjadi merkaptopurin, yang bertindak sebagai analog purin dan
penghambat sintesis DNA. Merkaptopurin sendiri juga dapat diberikan secara langsung.
Dengan mencegah ekspansi klon limfosit dalam fase induksi respon imun, itu
mempengaruhi baik sel dan imunitas humoral. Obat juga efisien dalam pengobatan penyakit
autoimun.
Antibodi poliklonal

Antibodi poliklonal heterologis diperoleh dari serum hewan (misalnya kelinci, kuda),
dan disuntikkan dengan timus atau limfosit pasien. Antilymphocyte (ALG) dan
antithymocyte antigen (ATG) sedang digunakan. Mereka adalah bagian dari reaksi penolakan
akut yang resisten terhadap steroid dan pengobatan anemia aplastik berat. Namun, mereka
ditambahkan terutama ke imunosupresif lain untuk mengurangi dosis dan toksisitasnya.
Mereka juga memungkinkan transisi ke terapi siklosporin.
Antibodi poliklonal menghambat limfosit T dan menyebabkan lisis, yang merupakan
sitolisis dengan komplemen dan opsonisasi yang dimediasi sel diikuti dengan pengangkatan
sel retikuloendotelial dari sirkulasi di limpa dan hati. Dengan cara ini, antibodi poliklonal
menghambat reaksi imun yang dimediasi sel, termasuk penolakan graft, hipersensitivitas
tertunda (yaitu reaksi kulit tuberkulin), dan penyakit graft-versus-host (GVHD), tetapi
memengaruhi produksi antibodi yang bergantung pada timus.

Siklosporin

Seperti takrolimus, siklosporin (Novartis 'Sandimmune) adalah inhibitor kalsineurin


(CNI). Telah digunakan sejak 1983 dan merupakan salah satu obat imunosupresif yang paling
banyak digunakan. Siklosporin merupakan peptida jamur siklik yang terdiri dari 11 asam
amino.

Siklosporin diduga berikatan dengan protein sitosol, siklofilin (imunofilin) limfosit


imunokompeten terutama limfosit T. Kompleks siklosporin dan siklofilin ini menghambat
fosfatase kalsineurin, yang dalam keadaan normal menginduksi transkripsi interleukin-2.
Obat ini juga menghambat produksi limfokin dan pelepasan interleukin, yang menyebabkan
berkurangnya fungsi sel T efektor.
Siklosporin digunakan dalam pengobatan reaksi penolakan akut, tetapi telah semakin
digantikan dengan imunosupresan yang lebih baru dan lebih sedikit nefrotoksik. Inhibitor
kalsium dan azatioprin telah dikaitkan dengan keganasan pasca-transplantasi dan kanker kulit
pada penerima transplantasi organ. Kanker kulit non-melanoma (NMSC) setelah transplantasi
ginjal adalah umum dan dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa inhibitor kalsineurin memiliki sifat onkogenik
terutama terkait dengan produksi sitokin yang meningkatkan pertumbuhan tumor, metastasis
dan angiogenesis.
Obat ini telah dilaporkan mengurangi frekuensi sel T regulator (T-Reg) dan setelah
mengubah dari monoterapi CNI menjadi monoterapi mikofenolat, pasien ditemukan
mengalami peningkatan keberhasilan graft dan frekuensi T reg.[3]
Takrolimus
Takrolimus (nama dagang Prograf, Astagraf XL, Envarsus XR) adalah produk dari
bakteri Streptomyces tsukubaensis. Takrolimus merupakan lakton makrolida dan bertindak
dengan menghambat kalsineurin.
Obat ini digunakan terutama dalam transplantasi hati dan ginjal, meskipun di
beberapa klinik digunakan dalam transplantasi jantung, paru-paru, dan jantung/paru-paru.
Obat mengikat ke imunofilin FKBP1A, diikuti oleh pengikatan kompleks untuk kalsineurin
dan penghambatan aktivitas fosfatasenya. Dengan cara ini, takrolimus mencegah sel dari
transisi dari fase G0 ke fase G1 dari siklus sel. Takrolimus lebih kuat daripada siklosporin dan
memiliki efek samping yang lebih sedikit.
Sirolimus

Sirolimus (rapamycin, nama dagang Rapamune) adalah lakton makrolida, diproduksi


oleh bakteri actinomycete Streptomyces hygroscopicus. Sirolimus digunakan untuk mencegah
reaksi penolakan transplant. Walaupun strukturnya merupakan analog dari takrolimus,
sirolimus memiliki mekanisme aksi serta efek samping yang berbeda.
Siklosporin dan takrolimus memengaruhi fase pertama aktivasi limfosit T, sedangkan
sirolimus mempengaruhi fase kedua, yaitu transduksi sinyal dan proliferasi klonal limfosit.
Sirolimus berikatan dengan FKBP1A seperti takrolimus, namun kompleks ini tidak
menghambat kalsineurin tetapi protein lain, mTOR. Oleh karena itu, sirolimus beraksi secara
sinergis dengan siklosporin dan dalam kombinasi dengan imunosupresan lainnya, memiliki
beberapa efek samping. Juga, secara tidak langsung menghambat beberapa limfosit T spesifik
kinase dan fosfatase, maka mencegah transisi mereka dari G1 ke fase S dari siklus sel.
Dengan cara yang sama, sirolimus mencegah diferensiasi sel B menjadi sel plasma,
mengurangi produksi antibodi IgM, IgG, dan IgA.

4. Bagaimana konsep anda mengenai vaksin pada dengue ?

Vaksin Dengue adalah vaksin untuk mencegah infeksi Dengue atau mengurangi
resiko seorang anak terkena infeksi Dengue yang berat. Seperti kita ketahui,
infeksi Dengue sangat bervariasi dari yang ringan hingga berat. Manifestasi klinisnya bisa
ringan seperti demam Dengue atau dengan manifestasi kebocoran plasma pada demam
berdarah Dengue atau yang berat seperti syok sindrom Dengue yang dapat menyebabkan
kematian pada beberapa kasus.
Vaksin demam berdarah yang telah tersedia adalah vaksin CYD-TDV (Dengvaxia).
Vaksin ini berisi virus dengue tetravalen yang telah dilemahkan. Tetravalen di sini artinya
vaksin tersebut dapat membentuk kekebalan tubuh terhadap empat tipe virus dengue yang
beredar, yaitu virus dengue serotipe 1 – 4. Vaksin ini telah mendapatkan ijin edar di beberapa
negara endemik demam berdarah, dan biasanya diberikan tiga kali dengan jarak waktu antara
penyuntikannya adalah empat hingga enam bulan.

5. Bagaimana mekanisme aktivitas IgA yang timbul sebagaimana imunitas mukosa pada
pemberian vaksin ?
Sudah menjadi rahasia umum bahwa imunitas seluler atau cell-mediated immunity
(CMI) memainkan peran penting dalam respons imun terhadap infeksi Mtb. Di sisi lain,
peran protektif imunitas humoral spesifik Mtb masih bersifat kontroversial. Beberapa tahun
terakhir ini, beberapa bukti menunjukkan peran protektif antibodi terhadap Mtb, di mana
sIgA adalah isotope antibodi alami yang secara berlimpah dihasilkan oleh jaringan mukosa.
Sekitar 60% dari total immunoglobulin yang diproduksi oleh manusia adalah IgA.
Meskipun IgA hanya 10-15% dari immunoglobulin serum, tapi produksi terbanyaknya
berasal dari mukosa. Pada individu dengan defisiensi IgA, seringkali ditemukan dengan
infeksi saluran napas, malabsorpsi, dan kelainan autoimun. Dari percobaan pada hewan,
diketahui bahwa inokulasi atau pembiakan IgA untuk melawan antigen Mtb mengakibatkan
hilangnya infeksi tuberkulosis pada paru, sehingga hal ini menjadi dasar pemberian vaksin
intranasal pada Mtb.
Diketahui bahwa sIgA dapat berfungsi sebagai pembawa antigen; juga memiliki
potensi dalam menghambat perlekatan bakteri, netralisasi racun dan virus, dan
pencegahan pengambilan antigen oleh sel epitel, sebagian dengan cara mengikat dan
menginterupsi invasi pathogen dan/atau menetralisir produk beracun mereka selama berada
dalam cairan mukosa. Hal ini menunjukkan bahwa sIgA yang disekresi mukosa dapat berperan
penting dalam pertahanan awal host terhadap invasi patogen pada saluran napas. Sayangnya,
dibutuhkan waktu beberapa hari untuk mendapatkan respons sIgA spesifik yang dibutuhkan
pada situs invasi dan replikasi suatu infeksi antigen. Pada masa tersebut, respons imun innate-
lah, yang dapat merespons segera tetapi berfungsi tidak spesifik pada antigen tertentu, yang
akan melawan patogen dengan memproduksi sitokin proinflamasi dan IFN-γ.

Anda mungkin juga menyukai