Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH KASUS

PYOMETRA PADA ANJING JERMAN SHEPHERD

Oleh:
S.M Leluala, SKH B94191003
Resti Indana, SKH B94191011
Nike Choo Lee Ann, SKH B94191038
Naufal H Maulana, SKH B94191058
Arif Sofyan Aziz, SKH B94191065
Gita Angelica Utama, SKH B94191072
Lydia Pow Kar Men, SKH B94191813

Di bawah bimbingan:

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
Sumber Kasus: Biswas D, Das S, Das, BC, Saifudin AKM. 2012. Pyometra in a
german shepherd dog: a clinical case report. Asian Journal of Animal
and Veterinary Advances. 7(5):446-451.

Signalement Hewan
Nama :-
Jenis Hewan : Anjing
Warna bulu dan kulit :-
Ras/ Breed : German Shepherd
Jenis Kelamin : Betina
Umur : 9 tahun
Bobot Badan :- (Kaheksia)
Tanda Khusus :-
Status reproduksi : Dara

Anamnesa : Hewan selama beberapa hari menunjukan gejala berupa discharge


sanguinopurulent pada bagian vagina dan distensi abdomen.

Gejala Teramati
Discharge pada vagina teramati ketika dilakukan pemeriksaan di district
Veterinary Hospital, Chittagong Metropolitan Area, Bangladesh. Hewan kemudian
dirujuk ke SA Quadery Teaching Veterinary Hospital, Chittagong Veterinary and
Animal Sciences University, Bangladesh. Gejala yang teramati setelah dirujuk berupa
lesu, ketidaknyamanan dan discharge disekitar vagina, nafsu makan menurun, serta
penurunan bobot badan.

Diagnosa
Munculnya discharge dan kondisi tubuh yang semakin memburuk, serta
tingginya kadar sel darah putih (65%) pada hematological examination menunjukan
bahwa terjadi infeksi bakteri pada organ reproduksi. Hal tersebut memungkinkan
terjadinya akumulasi eksudat purulent di dalam orgam reproduksi terutama pada uterus
atau lebih dikenal dengan pyometra. Akumulasi cairan di dalam uterus juga dapat
disalahartikan sebagai mucometra, hydrometra, hematometra, hydrocolpos, pyovagina,
pregnancy, metritis, placentitis, torsio uteri, dan peritonitis. Pemeriksaan kejadian
pyometra secara pasti dapat dengan menggunakan ultrasonografi dan radiografi
(Baithalu dan Fossum 2013).

Patogenesa
Kejadian pyometra yang dilaporkan pada kasus dapat terjadi akibat gangguan
hormonal disertai dengan cemaran bakteri pada bagian uterus. Kejadian ini biasanya
diawali ketika hewan estrus maka konsentrasi estrogen pada tubuh akan meningkat.
Hal tersebut akan membuat bagian serviks terbuka. Keadaan serviks yang terbuka akan
menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam bagian uterus. Mikroorganisme yang
dilaporkan sering menyebabkan kejadian pyometra adalah Escherichia coli. Setelah
estrus, hewan akan memasuki fase luteal.
Fase luteal dicirikan dengan terdapatnya corpus luteum (CL) pada ovarium.
Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan progesteron yang akan menstimulasi
kelenjar uterus untuk menghasilkan cairan uterus selama fase luteal. Ketika terjadi
gangguan pada produksi progesteron yang terus menerus (prolonged progesterone),
hal tersebut akan menyebabkan kondisi kelenjar pada uterus dan endometrium
mengalami hiperplasia karena terus menerus mensekresikan cairan uterus.
Kondisi tersebut menyebabkan akumulasi cairan dalam uterus, yang merupakan
kondisi yang disukai patogen untuk tumbuh dan berkembang. Peningkatan konsentrasi
progesteron juga akan menekan imunitas seluler. Ketika keadaan tersebut terjadi maka
uterus akan mengalami peradangan akibat infeksi bakteri dan lama kelamaan akan
menghasilkan akumulasi eksudat purulent di dalamnya yang dinamakan dengan
pyometra. Kejadian pyometra pada kasus ini juga bersamaan dengan terbentuknya
cystic endometritis hiperplasia (CEH) sehingga dinamakan dengan CEH-pyometra
complex.
Selain uterus yang terdapat akumulasi eksudat peradangan, pada bagian
ovarium kanan ditemukan large ovarian cystic dan persisten CL. Selain itu pada
ovarium kiri ditemukan juga persistent CL. Adanya struktur CL yang persistent dapat
terjadi akibat kurangnya produksi prostaglandin pada uterus yang menyebabkan CL
tidak mengalami regresi sehingga progesteron tetap diproduksi. Sedangkan adanya
large ovarian cystic dapat disebabkan oleh tidak diproduksinya luteinizing hormone
(LH) yang dapat menyebabkan folikel besar masih tertahan pada ovarium. Keberadaan
cystic folikel dan cystic corpus luteum menyebabkan ketidakseimbangan hormon
estrogen dan progesteron di dalam tubuh hewan.

Pengobatan
Pengobatan awal yang dilakukan dalam kasus ini yaitu pemberian antibiotik
sistemik Eracef® Vet sebanyak 1 gram yang mengandung bahan aktif ceftriaxone.
Pemberian antibiotik tidak menunjukkan adanya kemajuan dari kondisi anjing
sehingga pengobatan dilanjutkan dengan operasi ovariohisterektomi (OHE).
Ovariohisterektomi merupakan salah satu prosedur yang paling umum digunakan
dalam penanganan kasus pyometra dengan alasan untuk mencegah terjadinya rekurensi
(kekambuhan). Sebelum dilakukan OHE, anjing diberikan premedikasi berupa atropin
sulfat dengan dosis 0.04 mg/kg dan xylazin hidroklorida dengan dosis 1 mg/kg melalui
intramuskular. Anestesi yang digunakan dari proses induksi dan selama proses operasi
yaitu diazepam dan ketamine hidroklorida dengan kombinasi 0.5 mg/kg dan 5 mg/kg.
Prosedur OHE dimulai dengan sayatan laparotomi, kemudian dilanjutkan
dengan ligasi pembuluh darah yang memvaskularisasi ovarium dan uterus. Ovarium
dan seluruh bagian uterus (kornua dan korpus) diangkat seluruhnya. Bagian dinding
abdomen dijahit menggunakan benang catgut. Selama proses operasi dilakukan, anjing
diinfus dengan menggunakan 5% dextrose saline. Obat yang diberikan setelah operasi
berupa antibiotik spektrum luas ceftriaxone selama 7 hari dan analgesik ketoprofen
selama 3 hari.
Penanganan kasus pyometra menurut referensi lain juga menggunakan
prosedur OHE, terutama untuk anjing yang sudah tua dan tidak memiliki tujuan untuk
dikembangbiakan. Hal ini dikarenakan prosedur OHE merupakan prosedur yang paling
aman dan efektif dalam menangani pyometra karena sumber dari infeksi bakteri secara
langsung diangkat dan mencegah terjadinya kejadian pyometra kembali. Pemberian
antibiotik spektrum luas dan terapi cairan juga biasa dilakukan sebagai bentuk
pertolongan pertama pada kasus pyometra untuk menstabilkan kondisi tubuh hewan.
Penanganan pyometra juga dapat dilakukan dengan pemberian prostaglandin (PGF2α)
dengan dosis bertahap dari 50 µg/kg hingga 250 µg/kg setiap 12 jam selama 3-5 hari,
namun prosedur ini tidak disarankan karena memiliki prognosa yang tidak selalu baik
pada tiap kasus dan memiliki banyak efek samping seperti mual, muntah, diare, dan
salivasi sehingga memiliki indeks keamanan yang rendah. Selain itu, penggunaan
prostaglandin pada hewan kecil untuk pengobatan tidak legal di beberapa tempat
seperti Amerika (Smith 2006, Rafeel et al. 2015; Hagman 2018).

Patologi Anatomi dan Histopatologi dari Uterus


Perubahan yang dapat teramati pada hewan yang mengalami pyometra antara
lain, peningkatan ukuran uterus akibat akumulasi cairan, yang dapat berdampak pada
perubahan ukuran abdomen. Uterus yang terus menerus menghasilkan cairan
menyebabkan cystic pada dinding endometrium, selain itu adanya infeksi bakteri
menyebabkan munculnya eksudat berupa Sanguinuspurulent. Pengamatan
histopatologis menunjukan terjadinya erosi multifokal dan ulserasi pada lapisan epitel
superfisial endometrium. Infiltrasi didominasi neutrophil dan jaringan serta eritrosit
ekstravaskular (pendarahan). Uterus menjadi sangat tebal karena jaringan yang
berkumpul dan mengalami hiperplastik.

a. Sanguinus purulent di dalam uterus b. Dinding endometrium bergelombang


c. Pembesaran ovarium dan corpus d. Ulcerasi endometrium
luteum persisten

e. Infiltrasi seluler

Daftar Pustaka
Baithalu R, Fossum TW. 2013. Small Animal Surgery. 4th Ed. New York (US):
ELSIVIER.
Hagman R. 2018. Pyometra in small animals. Vet Clin Small Anim. 48: 639-661.
Rafeel MA, Amarpal, Baghel M. 2015. Pyometra in a great dane: a clinical case report.
Journal of Advanced Veterinary Research. 5(2): 95-98.
Smith FO. 2006. Canine pyometra. Theriogenology. 66: 610-612.

Anda mungkin juga menyukai