BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum analisis proksimat bahan pakan
antara lain :
a. Cawan porselin
b. Desikator
c. Oven
d. Timbangan analitik
e. Tang penjepit
f. Tanur
g. Labu kjeldahl
h. Alat penyuling
i. Erlenmeyer
j. Mikrobiuret
k. Ekstraksi soxhlet
l. Alat pendingin
m. Kertas saring
n. Corong tegak
o. Pendingin tegak
p. Seperangkat bomb kalorimeter
q. Alat titrasi
r. Gelas kimia
Bahan yang digunakan dalam praktkum analisis proksimat bahan
pakan antara lain :
a. Sampel bahan pakan
b. H2SO4 pekat
c. Katalisator
d. NaOH
e. HCL
f. Asam borat
g. Indikator metil red
h. H2SO4 0,3 N
i. NaOH 1,5 N
j. Aseton
k. Aquades
l. Alkohol 96%
m. Indikator pp
n. Indikator metil orange
o. Asam benzoate
p. Na2CO3
q. Pelarut (eter)
2.2. Metode
2.2.1 Pengukuran Kadar Air
a. Cawan dioven, selanjutnya dimasukkan ke desikator dan
ditimbang.
b. Sampel bahan pakan ditimbang sebanyak 2 gram dan
dimasukkan kedalam cawan.
c. Sampel dioven selama ± 8 jam, selanjutnya dimasukkan ke
desikator dan ditimbang.
d. Kadar bahan kering dan kadar air dihitung.
2.2.2 Pengukuran Kadar Abu
a. Cawan porselin dan sampel kadar air disiapkan.
b. Cawan dan sampel pakan dibakar di tanur selama 4 – 12 jam
dengan suhu 600°C.
c. Sampel pakan didinginkan pada oven hingga suhu 140°C.
d. Sampel didesikator dan ditimbang kembali.
2.2.3 Pengukuran Protein Kasar dengan metode Kjedahl melalui
beberapa tahapan yaitu proses destruksi (oksidasi), destilasi
dan titrasi.
a. Sampel pakan ditimbang sebanyak 0,1 gr dan katalisator
kemudian 1,5 ml H2SO4 pekat.
b. Kemudian didestruksi sampai jerih.
c. Dituang ke dalam alat destilasi dan 10 ml NaOH 40%.
d. Asam borat dan metil red ditampung didalam erlenmeyer
sebanyak 125 ml dan 10 ml.
e. Kemudian dititrasi dengan HCL 0,1 N.
f. Kemudian ditunggu hingga warna menjadi merah bata.
g. Dihitung jumlah tetes yangdiperlukan.
2.2.4 Pengukuran Serat Kasar
a. Sampel pakan ditimbang sebanyak 1 gr, kemudian dimasukkan
ke erlenmeyer dan di tambah H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml
kemudian didihkan selama ± 30 menit.
b. Ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N sebanyak 25 ml dan dididihkan
selama ± 30 menit.
c. Kertas whatman dioven dengan suhu 105° C selama 1 jam.
d. Sampel bahan pakan disaring dengan kertas whatman,
selanjutnya dicuci dengan 50 ml H2O panas, 50 ml H2SO4 0,3 N,
50 ml H2O panas, dan 25 ml aseton.
e. Kertas whatman dan isinya dimasukkan kedalam cawan porselin,
dan di oven dengan suhu 105° C selama 4 jam.
f. Kemudian dimasukkan ke desikator dan ditimbang, selanjutnya
ditanur selama 3 jam, kemudian dimasukkan ke oven hingga
suhu turun 140°C
2.2.5 Pengukuran Lemak Kasar
a. Sampel pakan ditimbang sebanyak 1 gr, kemudian dibungkus
dengan kertas saring, kemudian dioven selama 14 jam dengan
suhu 105°C.
b. Kemudian dimasukkan kedalam desikator, dan dimasukkan alat
soxhlet, ditunggu hingga jernih (4-16 jam).
c. Sampel dikeluarkan, kemudian didinginkan hingga tidak berbau
ether, kemudian oven kembali selama 14 jam.
d. Kemudian dimasukkan kedesikator dan timbang kembali sampel
bahan pakan.
2.2.6 Pengukuran Gross Energy
a. Sampel pakan ditimbang sebanyak 0,5 gr, kemudian dibungkus
dengan kertas saring dan diikat.
b. Kemudian diletakkan didalam bomb kalorimeter dan catat
kenaikan suhu yang terjadi.
c. Jika sudah selesai hitung sisa kawat, bucket dicuci dengan
aquadest, dan hitung sisa air cucian.
d. Kemudian sampel diambil sebanyak 10 ml dan ditetesi dengan
indikator metil orange dan dititrasi dengan Na2CO3.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Hasil dari praktikum analisis proksimat bahan pakan adalah sebagai
berikut :
1. Penetapan Kadar Air
No Keterangan Sampel I (gram) Sampel II (gram)
1 Berat wadah + bahan 4,7414 4,6812
(a)
3 Kadar air
𝑓
( 𝑥 100%) 8,63% 9,36%
𝑐
Perhitungan kadar air :
𝑓 𝑓
Sampel I = ( 𝑐 𝑥 100%) Sampel II = ( 𝑐 𝑥 100%)
0,1726 0,1837
= 𝑥 100% = 𝑥 100%
2,0004 1,9626
= 8,63%
= 9,36%
= 8,89 = 16,75
4. Penetapan Kadar Fiber
No Keterangan Sampel I Sampel II
1 Berat kertas + sampel (a) 1,1741 1,1700
3.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum analisis proksimat yang telah dilakukan di lakukan
di laboratorium PT. Sido Agung Farm Magelang dengan sampel bahan
pakan jadi sebanyak ± 2 gram. Untuk selanjutnya untuk dianalisis
proksimatnya dengan uji kadar air, kadar protein, kadar lemak, kasar fiber,
kadar abu, dan BETN-nya.
Pakan adalah sumber gizi bagi ternak yang merupakan kebutuhan pada
ternak. Pakan ini berguna untuk pertumbuhan serta produksi. Pakan yang
bisa dikategorikan hijauan makanan ternak (HMT) adalah hijauan yang
memiliki nilai kandungan gizi yang cukup sesuai kebutuhan ternak
khususnya ruminansia. Hijauan makanan ternak (HMT) merupakan salah
satu bahan makanan ternak yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya
bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak. Hijauan makanan ternak
dijadikan sebagai salah satu bahan makanan dasar dan utama untuk
mendukung peternakan ternak ruminansia, terutama bagi peternak sapi
potong ataupun sapi perah yang setiap harinya membutuhkan cukup banyak
hijauan (Udding et al, 2014).
Oleh karena itu diperlukannya analisis proksimat untuk mengetahui
kandungan bahan pakan yang akan dijadikan ransum ternak agar nilai
kangungan dan nutrisinya terjaga. Analisis proksimat menggolongkan
komponen yang ada dalam bahan pakan berdasarkan fungsi dan komposisi
kimia. Penyediaan bahan pakan pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan zat makanan yang diperlukan oleh ternak. Pemilihan bahan
pakan tidak akan terlepas dari kesediaan zat makanan itu sendiri yang
dibutuhkan oleh ternak. Untuk mengetahui beberapa jumlah zat makanan
yang diperlukan oleh ternak serta cara menyusun ransum diperlukan
pengetahuan mengenai kualitas dan kuantitas zat makanan. Jumlah zat
makanan dapat dideterminasi dengan analisi kimia, seperti analisis
proksimat.
Maka dari itu setiap analisis bahan pakan menghasilkan data sebagai
berikut :
1. Kadar Air
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas
dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu,
penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar
dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat
penanganan yang tepat. Kadar air ini menyebabkan mudahnya
bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan
terjadi perubahan pada bahan pangan (Wiranto, 2009).
Sampel yang akan diuji dioven dengan suhu 105-110oC selama 2
jam, akan tetapi lama waktu yang digunakan saat pengovenan
berbeda tapi tingkatan suhu yang digunakan sama seperti pendapat
(Wiranto, 2009) pada umumnya penetuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3 jam
atau sampai didapat berat yang konstan. Untuk bahan yang tidak
tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging,
kecap, dan lain – lain. Pemanasan dilakukan dalam oven vakum
dengan suhu yang lebih rendah. Kadang – kadang pengeringan
dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukan kedalam eksikator
dengan pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang
konstan.
Analisis kadar air yang telah dilakukan menghasilkan data pada
sampel I memiliki kadar air sebanyak 8,63% dan sampel II sebanyak
9,36%. Hasil tersebut memiliki kadar air yang sedang, menurut
Restiani (2016) Kadar air maksimal untuk bahan pakan yaitu 14%.
Apabila kadar air lebih dari 14% maka bahan pakan akan mudah
busuk karena air adalah media yang baik untuk perkembangan
mikroba. Kadar air maksimal bahan pakan adalah 14% agar bahan
pakan tidak mudah busuk.
2. Kadar Protein
Metode yang sering digunakan untuk determinasi protein di dalam
bahan makanan adalah metode Kjedahl. Penetapan protein
berdasarkan oksidasi bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi
ammonia. Selanjutnya ammonia bereaksi dengan berlebihan asam
membentuk ammonium sulfat. Larutan dibuat menjadi basa, dan
ammonia diuapkan untuk kemudian diserap dalam larutan asam
boraks. Nitrogen yang terkandung dalam larutan dapat ditentukan
jumlahnya dengan menggunakan titrasi HCl 0,02 N (Dhalika, dkk.,
2011)
Prinsip dari analisis protein kasar dengan metode Kjedahl dibagi
menjadi 3 yaitu dengan destruksi, destilasi, titrasi. Destruksi berfungsi
untuk merenggangkan ikatan N. Destilasi berfungsi untuk memutus
dan menangkap N. Titrasi berfungsi untuk menghitung banyak N yang
tertangkap. Analisis ini disebut potein kasar karena N tidak hanya
berasal dari protein tetapi juga dari Non Protein Nitrogen (NPN).
Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Hernawati (2010)
bahwa, tidak semua N berasal dari protein tetapi juga dari non protein
nitrogen. Destruksi menggunakan katalisator untuk mempercepat
reaksi tanpa bereaksi dan H2SO4 pekat untuk merenggangkan ikatan
N. Destilasi menggunakan NaOH 40 % untuk memutuskan ikatan N
dan asam borat untuk menangkap N. Pernyataan tersebut sesuai
dengan pendapat Sofyan (2013) bahwa, fungsi H2SO4 pekat pada
destruksi adalah untuk merenggangkan ikatan N dan fungsi NaOH
untuk menciptakan suasan basa dan memituskan ikatan N.
Hasil dari praktikum analisis kadar protein ini menghasilkan data
pada sampel I sebanyak 20,95% dan pada sampel II sebanyak
12,24%. Hasil sampel II tersebut tidak sesuai dengan pendapat
Restiani (2016) bahwa, kadar protein kasar sebesar >21,56 %.
perbedan hasil disebabkan karena adanya kesalahan dalam titrasi
dan perbedaan kualitan bahan pakan.
3. Kadar Lemak
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang
termasuk golongan lipid. Suatu sifat yang khas dan mencirikan
golongan lipid (termasuk 20 lemak dan minyak) adalah kelarutannya
dalam pelarut organik (pelarut non polar) dan sebaliknya
ketidaklarutannya dalam pelarut dan pelarut polar lainnya. Trigliserida
merupakan kelompok lipid yang terdapat paling banyak dalam
jaringan hewan dan tumbuhan. Trigliserida ini merupakan senyawa
hasil kondensasi dengan tiga molekul asam lemak. Secara umum,
lemak diartikan sebagai triglierida yang dalam kondisi suhu ruang
berada dalam keadaan padat, sedangkan minyak adalah trigliserida
yang dalam suhu ruang berbentuk cair (Suparjo, 2010).
Menurut pendapat Sutardi (2014) bahwa senyawa yang larut
dalam pelarut lemak tidak hanya lemak, tetapi juga vitamin A, D, E, K,
kloofi dan sterol. Prinsip dari analisis lemak kasar adalah lemak akan
larut dalam pelarut lemak menurut soxhlet. Berat yang hilang setelah
ekstraksi adalah lemak kasar. Disebut lemak kasar karena tidak
hanya lemak yang larut dalam pelarut lemak tetapi juga ada vitamin
A,D, E, K, klorofil dan sterol.
Hasil dari praktikum analisis kadar lemak yaitu sampel I sebanyak
8,89% dan sampel II sebanyak 16,75%.
4. Kadar Fiber
Hasil dari analisis kadar fiber menghasilkan sampel I sebanyak
5,54% dan sampel II sebanyak 9,66%. Prinsip analisis kadar serat
kasar yaitu bahan pakan bebas air dan lemak akan larut dalam asam
basa kuat. Hasil setelah pemijaran adalan serat kasar. Pernyataan
tersebut sesuai dengan pendapat Prakoso (2012) bahwa, bahan
paka bebas air dan lemak akan larut alam asam basa kuat. Selisih
antara berat sampel setelah direbus engan asam basa kat dan berat
sampel setelah dibukan menunjukan jumlah serat kasar dalam suatu
bahan pakan.
Proses analisis penentuan kadar serat kasar terdapat beberapa
kelemahan yaitu, terdapat sebagian kecil senyawa organik yang
tergolong fraksi serat masih dapat larut dalam asam dan basa encer,
sehingga mengurangi nilai kandungan serat, misalnya selulosa dan
hemiselulosa (Sutardi, 2009). Penundaan penyaringan udara dapat
mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisis. Sering mengalami
kesulitan dalam penyaringan, maka sebagian dilakukan dengan
enzim proteolitik.
5. Kadar Abu
Hasil dari praktikum analisis kadar abu pada sampel I sebanyak
5,48% dan sampel II sebanyak 9,1%. Prinsip dari analisis kadar abu
adalah bahan pakan apabila dipanaskan pada suhu 750˚C maka
senyawa organik akan teroksidasi menjadi CO2, H2O dan gas lainnya
dan yang tertinggal adalah zat anorganik atau abu atau mineral.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Sudarmadji (2015)
bahwa, abu merupakan zat anorganik sisa pembakaran yang
menunjukan mineral pada bahan pakan. Sampel yang digunakan
pada analisis kadar abu merupakan sampel hasil analisis kadar air.
Terdapat beberapa kelemahan pada analisis abu secara
langsung. Kelemahan dari cara langsung antara lain proses
pengabuan membutuhkan waktu yang lebih lama, memerlukan suhu
yang relatif tinggi, dan adanya kemungkinan kehilangan mineral yang
dapat menguap pada suhu tinggi (Apriantono, 1989). Mineral yang
ikut menguap menjadi gas contohnya sulfur (H2S). Dan tidak
seluruhnya unsur utama pembentuk senyawa organik dapat terbakar
dan berubah menjadi gas. Oksigen ada yang masih tinggal dalam
abu sebagai oksida, yaitu kalsium oksida (CaO) dan karbon sebagai
karbonat (CO3).
6. Gross Energi
Hasil dari perhitungan gross energy adalah BETN pada sampel I
dan sampel II sebanyak 30,51% dan 40,89%. Untuk metabolisme
energinya diperoleh perhitungan sampel I dan sampel II sebesar
3418 dan 3466.
Prinsip energi bruto yaitu nutrien organik dibakar secara
sempurna maka akan menghasilkan oksida (CO2, H2O, dan gas lain)
panas yang dihasilkan disebut nergi bruto. Pernyataan tersebut
sesuai dengan pendapat Widyastuti (2011) bahwa, proses perubahan
menjadi panas dapat dilakukan dengan pembakaran menggunakan
bom kalorimeter. Alat yang digunakan untuk analisis kadar energi
bruto yaitu bom kalorimeter.
BAB IV
KESIMPULAN
Hernawati. 2010. Teknik Analisa Energi Pakan, Kecernaan Pakan dan Evaluasi
Energi pada Ternak. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Luthfi, Auliya Chaifuddin dan Moch. Tirta. 2018. Analisis Proksimat Bahan Pakan
Bekatul. Universitas Boyolali.
Muzhafar, M Irfan dkk. 2017. Analisis Proksimat dan Energi Bruto. Universitas
Padjadjaran : Sumedang.
Prakoso, A. D. 2012. Pembuatan Pupuk Organik Cair dan Tepung Pakan Ayam
dari Limbah Tempe Menggnakan Bioekstraktor EM4. Skripsi.
Universitas Indonesia. Depok.
Sofyan. 2013. Sintesis dan karakteristik bahan keramik cochorite dari abu sekam.
Jurnal kimia analisi. 4(2):24-26.
Udding, R., et al. 2014. Analysis of Protein Content (PC) of Coarse and Crude
Fiber (CF) Bulrush Combination (Pannisetum purpureum) and Maize
Fermented Tumpi. Jurnal Galung Tropika. Hal. 201-207. Universias
Hassanudin. Makasar.
Wiranto, F.G. 2009. Pangan gizi, teknologi dan konsumen. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama.