Anda di halaman 1dari 7

KPK Diminta Usut Korupsi Pasar Babakan Tangerang

Pengelolaan pasar itu dinilai melanggar undang-undang.

Sabtu, 11 Februari 2017 | 01:19 WIB

Oleh : Syahrul Ansyari, Edwin Firdaus

Gedung KPK. (VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar)

VIVA.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali diminta untuk mengusut kasus dugaan
korupsi Pasar Babakan, Tangerang, Banten. Permintaan itu disampaikan puluhan orang yang
tergabung dalam Aliansi Selamatkan Banten saat menggelar unjuk rasa depan KPK, Kuningan
Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Februari 2017.

Koordinator Aliansi Selamatkan Banten, Muhammad Faqih, menyatakan lahan Pasar Babakan
dan area parkirnya yang dikelola PT. Panca Karya Griyatama dan PT Pancakarya Putra
Griyatama sejak 2007 merupakan milik Departemen Kehakiman atau saat ini Kemkumham.

Untuk itu, pengelolaan Pasar Babakan dan area parkirnya oleh PT PKPG, dinilai Faqih melanggar
undang-undang, karena tidak didasari perjanjian apapun.

"Kemenkumham secara tegas mengatakan pengelolaan Pasar Babakan dan parkirnya sejak
2007 adalah diduga ilegal," kata Faqih.

Ironinya, terang Faqih, para pedagang Pasar Cikokol yang seharusnya menempati Pasar
Babakan setelah digusur, justru dipaksa membeli kios dan menyewa lapak ke PT PKPG. Tak
tanggung, para pedagang harga kios yang dijual PT PKPG mencapai Rp10 juta, sementara lapak
disewakan dengan harga per hari mencapai Rp50 ribu.
"Pada November 2016, DPRD Kota Tangerang memanggil pengelola Pasar Babakan secara
resmi. Dalam forum itu, pengelola mengakui bahwa pihaknya tidak memiliki izin resmi
mengelola Pasar Babakan. Mereka mengakui hanya memiliki izin lisan untuk mengelola Pasar
Babakan dari Mantan Wali Kota Tangerang, Wahidin Halim," ujarnya.

Diungkapkan Faqih, berdasarkan penelusuran pihaknya, Wahidin Halim diduga menerima suap
dan gratifikasi secara rutin dari PT PKPG selama kurun 2010-2011. Suap itu dialirkan melalui
rekening BCA atas nama NN, istri WH. Namun beberapa kesempatan, Wahidin telah
membantah pernah menerima suap dan gratifikasi terkait hal tersebut.

Meski begitu, Faqih menyatakan, pihaknya meminta KPK tetap mengusut tuntas kasus ini.
Sehingga jelas perkara ini nantinya.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pihaknya masih menelaah laporan dari
masyarakat terkait hal itu. Kalau ditemukan indikasi korupsi, kata Febri, perkara itu akan
ditingkatkan ke tahap penyelidikan.

"Sekarang masih ditelaah di Dumas (pengaduan masyarakat). Kalau ditemukan indikasi, tentu
akan ditingkatkan ke tahap selanjutnya (penyelidikan)," ujar Febri.

Jenis korupsi : transaktif

Modus : pengelolaan Pasar Babakan dan area parkirnya oleh PT PKPG, dinilai melanggar
undang-undang, karena tidak didasari perjanjian apapun

Perspektif :

Hukum :
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 2

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Agama : Menyuap adalah perbuatan yang sangat dilarang di dalam Islam, dan disepakati oleh
para ulama sebagai perbuatan haram, karena harta yang diperoleh dari hasil menyuap
tergolong harta yang diperoleh melalui jalan yang bathil, Allah SWT berfirman di dalam Alquran
surah al-Baqarah ayat 188 menyangkut tentang bagaimana orang yang memakan harta yang
diperoleh melalui jalan yang bathil sebagai berikut;

Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
Budaya : seharusnya pemerintah bertindak tegas karena kegiatan tersebut sudah dilakukan
hampir 10 tahun namun baru ditindak sekarang. Dan mantan wali kota tersebut sangat
menikmati hasil dari penyuapan tersebut. Seharusnya mantan wali kota tersebut tidak memberi
izin karena tidak adanya izin secara resmi yang dimandatkan kepada beliau. Dan uang hasil
penyuapan tersebut tidak seharusnya diterima karena uang tersebut hasil kegiatan ilegal yang
dilarang oleh pemerintah maupun UU.

Kasus Korupsi RSUD Raden Mattaher, 2 Pegawai Cantik


Ditahan Jaksa
Penulis KlikJambiNews -

25/02/2017

KlikJambi.news – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi menahan dua orang tersangka dugaan korupsi
proyek pengadaan alat kesehatan RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi tahun 2015 senilai Rp
15 miliar.
“Iya sudah, kemarin ada dua orang,” kata Kepala Seksi (Kasi) Penyidikan Kejati, Imran Yusuf saat
di Konfirmasi melalu Ponselnya, Sabtu (25/2/2017).

Mereka yang ditahan adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Raden Mattaher Diah
Anggarani dan Kuasa Direktur PT Arun Pratama Karya (APK) Wulandari.

Kedua tersangka langsung ditahan oleh Kejati Jambi pada Kamis (23/02) malam, dan langsung
dijebloskan ke Lapas Kelas II A Jambi. Keduanya diketahui telah merugikan keuangan negara
sebesar 8,5 milyar rupiah.

Imran Yusuf mengatakan, bahwa kedua tersangka akan ditahan selama 20 hari kedepan,
terhitung tanggal 23 Februari 2017.

“Dua tersangka sudah dianggap sebagai yang paling bertanggung jawab secara pidana, dalam
kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Raden Mattaher,” ungkap Imran
Yusuf. (afm)

Jenis korupsi : transaktif

Modus : dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan RSUD Raden Mattaher Provinsi
Jambi tahun 2015 senilai Rp 15 miliar.

Perspektif :

Hukum :

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Agama :

Allah memberi jabatan kepada hambanya agar dapat berbuat adil terhadap yang dibawahnya.
Namun mereka buta dengan kekayaan duniawi yang begitu gemerlap sehingga mereka berani
melakukan tindakan tersebut yang mereka ketahui itu adalah perbuatan dosa dan hasilnya
adalah haram. Dengan diberikannya hukuman penjara dan denda, namun takkan meringankan
hukumannya pada hari kiamat kelak karena Allah akan tetap menanti pertanggung jawabannya.
Seperti yang disebutkan dalam hadist mengenai korupsi berikut:

Artinya : Barangsiapa di antaramu kami minta mengerjakan sesuatu untuk kami, kemudian ia
menyembunyikan satu alat jahit (jarum) atau lebih dari itu, maka perbuatan itu ghulul (korupsi)
harus dipertanggung jawabkan nanti pada Hari Kiamat. (HR. Muslim)

Budaya : dengan jabatan yang di embannya, membuatnya buta akan apa yang ada di depannya.
Sehingga mereka melakukan berbagai cara agar mendapat bagian dalam pengadaan alat
kesehatan tersebut yang sangat merugikan Negara dengan kisaran yang sangat besar. Pada saat
di lapangan, banyak sekali alat-alat kesehatan yang harus di penuhi dan mengganti alat-alat
rusak dengan yang baru agar para pasien dapat menjalankan pengobatan tanpa ada hambatan.
Seharusnya para koruptor tersebut memikirkan kebutuhan pasien maupun masyarakat yang
ingin atau pun akan memakai alat-alat tersebut demi kesehatan mereka, padahal mereka juga
ikut membayar jaminan kesehatan namun mereka tidak dapat merasakan yang seharusnya
mereka rasakan karena keserakahan para koruptor tersebut.

Anda mungkin juga menyukai