Anda di halaman 1dari 10

KUNCI JAWABAN

1. B
2. E
3. B
4. C
5. C
6. D
7. B
8. D
9. C
10. C
11. B
12. C
13. A
14. E
15. C
16. E
17. C
18. E
19. E
20. C
21. D
22. A
23. C
24. E
25. A
26. B
27. C
28. E
29. E
30. E
31. E
32. E
33. B
34. A
35. B
36. A
37. C
38. E
39. A
40. E
41. D
42. B
43. E
44. E
45. A
46. A
47. B
48. E
49. E
50. D
51. A Cukup jelas. Sesuai dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998.
52. D Cukup jelas. Sesuai dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998.
53. E Cukup jelas. Sesuai dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998.
54. B Cukup jelas. Sesuai dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998.
55. E Istilah Pancasila berasal dari kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca dari
Kerajaan Majapahit.
56. B Kata Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta. Panca berarti lima, sedangkan Syila berarti
dasar/sendi.
57. D
Anggota Panitia Sembilan:

1. Soekarno (KETUA)
2. Moh. Hatta (NASIONALIS)
3. Ahmad Soebardjo (NASIONALIS)
4. Muhammad Yamin (NASIONALIS)
5. A. A. Maramis (NASIONALIS)
6. H. Agoes Salim (ISLAM)
7. KH A. Wachid Hasyim (ISLAM)
8. Abikusno Tjokrosuyoso (ISLAM)
9. Abdoel Kahar Moezakkir (ISLAM)

58. B
Anggota Panitia Sembilan:

1. Soekarno (KETUA)
2. Moh. Hatta (NASIONALIS)
3. Ahmad Soebardjo (NASIONALIS)
4. Muhammad Yamin (NASIONALIS)
5. A. A. Maramis (NASIONALIS)
6. H. Agoes Salim (ISLAM)
7. KH A. Wachid Hasyim (ISLAM)
8. Abikusno Tjokrosuyoso (ISLAM)
9. Abdoel Kahar Moezakkir (ISLAM)

59. C
Anggota Panitia Sembilan:

1. Soekarno (KETUA)
2. Moh. Hatta (NASIONALIS)
3. Ahmad Soebardjo (NASIONALIS)
4. Muhammad Yamin (NASIONALIS)
5. A. A. Maramis (NASIONALIS)
6. H. Agoes Salim (ISLAM)
7. KH A. Wachid Hasyim (ISLAM)
8. Abikusno Tjokrosuyoso (ISLAM)
9. Abdoel Kahar Moezakkir (ISLAM)

60. A Ma-Limo merupakan aturan berupa lima butir larangan di tanah Jawa sejak zaman Kerajaan
Singasari, yaitu : madat ( menghisap candu ), madon ( melacur atau bermain perempuan ),
minum ( mabuk minuman keras ), main ( berjudi ), maling ( mencuri ).
61. D Ma-Limo merupakan aturan berupa lima butir larangan di tanah Jawa sejak zaman Kerajaan
Singasari, yaitu : madat ( menghisap candu ), madon ( melacur atau bermain perempuan ),
minum ( mabuk minuman keras ), main ( berjudi ), maling ( mencuri ).
62. A
Asal mula Pancasila dasar filsafat negara dibedakan:

1. Causa Materialis (asal mula bahan) : berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat
dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
2. Causa Formalis (asal mula bentuk) : bagaimana Pancasila itu dibentuk rumusannya
seperti yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran
yang sangat menentukan.
3. Causa Efisien (asal mula karya) : asal mula yang meningkatkan Pancasila dari calon
dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya dalam
hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam
sidang-sidangnya.
4. Causa Finalis (asal mula tujuan) : tujuan dari perumusan dan pembahasan Pancasila
yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada causa finalis
tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.

63. B
Asal mula Pancasila dasar filsafat negara dibedakan:

1. Causa Materialis (asal mula bahan) : berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat
dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
2. Causa Formalis (asal mula bentuk) : bagaimana Pancasila itu dibentuk rumusannya
seperti yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran
yang sangat menentukan.
3. Causa Efisien (asal mula karya) : asal mula yang meningkatkan Pancasila dari calon
dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya dalam
hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam
sidang-sidangnya.
4. Causa Finalis (asal mula tujuan) : tujuan dari perumusan dan pembahasan Pancasila
yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada causa finalis
tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.

64. E
Asal mula Pancasila dasar filsafat negara dibedakan:

1. Causa Materialis (asal mula bahan) : berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat
dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
2. Causa Formalis (asal mula bentuk) : bagaimana Pancasila itu dibentuk rumusannya
seperti yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran
yang sangat menentukan.
3. Causa Efisien (asal mula karya) : asal mula yang meningkatkan Pancasila dari calon
dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya dalam
hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam
sidang-sidangnya.
4. Causa Finalis (asal mula tujuan) : tujuan dari perumusan dan pembahasan Pancasila
yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada causa finalis
tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.

65. D
Asal mula Pancasila dasar filsafat negara dibedakan:

1. Causa Materialis (asal mula bahan) : berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat
dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
2. Causa Formalis (asal mula bentuk) : bagaimana Pancasila itu dibentuk rumusannya
seperti yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran
yang sangat menentukan.
3. Causa Efisien (asal mula karya) : asal mula yang meningkatkan Pancasila dari calon
dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya dalam
hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam
sidang-sidangnya.
4. Causa Finalis (asal mula tujuan) : tujuan dari perumusan dan pembahasan Pancasila
yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada causa finalis
tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.

66. C
Asal mula Pancasila dasar filsafat negara dibedakan:
1. Causa Materialis (asal mula bahan) : berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat
dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
2. Causa Formalis (asal mula bentuk) : bagaimana Pancasila itu dibentuk rumusannya
seperti yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran
yang sangat menentukan.
3. Causa Efisien (asal mula karya) : asal mula yang meningkatkan Pancasila dari calon
dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya dalam
hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam
sidang-sidangnya.
4. Causa Finalis (asal mula tujuan) : tujuan dari perumusan dan pembahasan Pancasila
yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada causa finalis
tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.

67. B
Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

 Dasar Ontologis : Pancasila sudah menjiwai dalam tubuh manusia secara kodrati
 Dasar Epistemologis : Pancasila merupakan suatu sistem pengetahuan untuk pedoman
bangsa
 Dasar Aksiologis : Pancasila merupakan satu kesatuan nilai.

68. D
Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

 Dasar Ontologis : Pancasila sudah menjiwai dalam tubuh manusia secara kodrati
 Dasar Epistemologis : Pancasila merupakan suatu sistem pengetahuan untuk pedoman
bangsa
 Dasar Aksiologis : Pancasila merupakan satu kesatuan nilai.

69. C
Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

 Dasar Ontologis : Pancasila sudah menjiwai dalam tubuh manusia secara kodrati
 Dasar Epistemologis : Pancasila merupakan suatu sistem pengetahuan untuk pedoman
bangsa
 Dasar Aksiologis : Pancasila merupakan satu kesatuan nilai.

70. A
Sususan sila Pancasila :

 Organis : Tidak dapat berdiri sendiri/ merupakan satu kesatuan


 Saling mengisi dan mengkualifikasi : pada setiap sila terkandung nilai keempat sila
lainnya
 Hierarkis Piramidal : Urutan sila menunjukkan rangkaian tingkat dalam luas dan isi
sifatnya. Sila 1 menjiwai sila 2, 3, 4, dan 5. Sila 2 dijiwai sila 1 dan menjiwai sila 3, 4, dan
5. begitu seterusnya hingga sila kelima.

71. B
Sususan sila Pancasila :

 Organis : Tidak dapat berdiri sendiri/ merupakan satu kesatuan


 Saling mengisi dan mengkualifikasi : pada setiap sila terkandung nilai keempat sila
lainnya
 Hierarkis Piramidal : Urutan sila menunjukkan rangkaian tingkat dalam luas dan isi
sifatnya. Sila 1 menjiwai sila 2, 3, 4, dan 5. Sila 2 dijiwai sila 1 dan menjiwai sila 3, 4, dan
5. begitu seterusnya hingga sila kelima.
72. C
Jika sila Pancasila tidak dikaitkan dengan sila - sila lainnya ...

 Sila 1 saja : THEOKRASI ABSOLUT


 Sila 2 saja : KOSMOPOLITANISME
 Sila 3 saja : CHAUVINISME
 Sila 4 saja : DEMOKRASI LIBERAL
 Sila 5 saja : KOMUNISME/SOSIALISME ATHEIS

73. A
Jika sila Pancasila tidak dikaitkan dengan sila - sila lainnya ...

 Sila 1 saja : THEOKRASI ABSOLUT


 Sila 2 saja : KOSMOPOLITANISME
 Sila 3 saja : CHAUVINISME
 Sila 4 saja : DEMOKRASI LIBERAL
 Sila 5 saja : KOMUNISME/SOSIALISME ATHEIS

74. E
Jika sila Pancasila tidak dikaitkan dengan sila - sila lainnya ...

 Sila 1 saja : THEOKRASI ABSOLUT


 Sila 2 saja : KOSMOPOLITANISME
 Sila 3 saja : CHAUVINISME
 Sila 4 saja : DEMOKRASI LIBERAL
 Sila 5 saja : KOMUNISME/SOSIALISME ATHEIS

75. B
Jika sila Pancasila tidak dikaitkan dengan sila - sila lainnya ...

 Sila 1 saja : THEOKRASI ABSOLUT


 Sila 2 saja : KOSMOPOLITANISME
 Sila 3 saja : CHAUVINISME
 Sila 4 saja : DEMOKRASI LIBERAL
 Sila 5 saja : KOMUNISME/SOSIALISME ATHEIS

76. D
Jika sila Pancasila tidak dikaitkan dengan sila - sila lainnya ...

 Sila 1 saja : THEOKRASI ABSOLUT


 Sila 2 saja : KOSMOPOLITANISME
 Sila 3 saja : CHAUVINISME
 Sila 4 saja : DEMOKRASI LIBERAL
 Sila 5 saja : KOMUNISME/SOSIALISME ATHEIS

77. B
UUD 1945 sudah diamandemen 4 kali, yaitu:

 Amandemen I (19 Oktober 1999)


 Amandemen II (18 Agustus 2000)
 Amandemen III (9 November 2001)
 Amandemen IV (10 Agustus 2002)

78. A
UUD 1945 sudah diamandemen 4 kali, yaitu:

 Amandemen I (19 Oktober 1999)


 Amandemen II (18 Agustus 2000)
 Amandemen III (9 November 2001)
 Amandemen IV (10 Agustus 2002)

79. E
UUD 1945 sudah diamandemen 4 kali, yaitu:

 Amandemen I (19 Oktober 1999)


 Amandemen II (18 Agustus 2000)
 Amandemen III (9 November 2001)
 Amandemen IV (10 Agustus 2002)

80. C
UUD 1945 sudah diamandemen 4 kali, yaitu:

 Amandemen I (19 Oktober 1999)


 Amandemen II (18 Agustus 2000)
 Amandemen III (9 November 2001)
 Amandemen IV (10 Agustus 2002)

81. B
Pasal-pasal yang diamandemen :

 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17 ,20, 21


 18, 19, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30, 36
 1, 3, 6, 7, 8, 11, 17, 22, 23, 24
 2, 6, 8, 11, 16, 23, 24, 31, 32, 33, 34, 37, At. Peralihan, At. Tambahan, Bab IV dihapus

82. A
Pasal-pasal yang diamandemen :

 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17 ,20, 21


 18, 19, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30, 36
 1, 3, 6, 7, 8, 11, 17, 22, 23, 24
 2, 6, 8, 11, 16, 23, 24, 31, 32, 33, 34, 37, At. Peralihan, At. Tambahan, Bab IV dihapus

83. E
Pasal-pasal yang diamandemen :

 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17 ,20, 21


 18, 19, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30, 36
 1, 3, 6, 7, 8, 11, 17, 22, 23, 24
 2, 6, 8, 11, 16, 23, 24, 31, 32, 33, 34, 37, At. Peralihan, At. Tambahan, Bab IV dihapus

84. C
Pasal-pasal yang diamandemen :

 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17 ,20, 21


 18, 19, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30, 36
 1, 3, 6, 7, 8, 11, 17, 22, 23, 24
 2, 6, 8, 11, 16, 23, 24, 31, 32, 33, 34, 37, At. Peralihan, At. Tambahan, Bab IV dihapus

85. B
Pasal-pasal yang belum pernah diamandemen, yaitu 4, 10, 12, 29, 35.
86. B
Tiga garis besar batang tubuh/pasal-pasal UUD 1945, yaitu : hal bentuk negara, hal lembaga
negara, dan hal warga negara.
87. B
BAB-BAB dalam UUD 1945 :

 Bab I : Bentuk dan Kedaulatan


 Bab II : MPR
 Bab III : Kekuasaan Pemerintahan Negara
 Bab IV : Dewan Pertimbangan Agung
 Bab V : Kementerian Negara
 Bab VI : Pemerintah Daerah
 Bab VII : DPR
 Bab VII A: DPD
 Bab VII B: Pemilihan Umum
 Bab VIII : Hal Keuangan
 Bab VIIIA : BPK
 Bab IX : Kekuasaan Kehakiman
 Bab IXA : Wilayah Negara
 Bab X : Warga Negara dan Penduduk
 Bab XA : Hak Asasi Manusia
 Bab XI : Agama
 Bab XII : Pertahanan Negara dan Keamanan Negara
 Bab XIII : Pendidikan dan Kebudayaan
 Bab XIV : Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
 Bab XV : Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
 Bab XVI : Perubahan UUD

88. A
BAB-BAB dalam UUD 1945 :

 Bab I : Bentuk dan Kedaulatan


 Bab II : MPR
 Bab III : Kekuasaan Pemerintahan Negara
 Bab IV : Dewan Pertimbangan Agung
 Bab V : Kementerian Negara
 Bab VI : Pemerintah Daerah
 Bab VII : DPR
 Bab VII A: DPD
 Bab VII B: Pemilihan Umum
 Bab VIII : Hal Keuangan
 Bab VIIIA : BPK
 Bab IX : Kekuasaan Kehakiman
 Bab IXA : Wilayah Negara
 Bab X : Warga Negara dan Penduduk
 Bab XA : Hak Asasi Manusia
 Bab XI : Agama
 Bab XII : Pertahanan Negara dan Keamanan Negara
 Bab XIII : Pendidikan dan Kebudayaan
 Bab XIV : Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
 Bab XV : Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
 Bab XVI : Perubahan UUD

89. B
BAB-BAB dalam UUD 1945 :

 Bab I : Bentuk dan Kedaulatan


 Bab II : MPR
 Bab III : Kekuasaan Pemerintahan Negara
 Bab IV : Dewan Pertimbangan Agung
 Bab V : Kementerian Negara
 Bab VI : Pemerintah Daerah
 Bab VII : DPR
 Bab VII A: DPD
 Bab VII B: Pemilihan Umum
 Bab VIII : Hal Keuangan
 Bab VIIIA : BPK
 Bab IX : Kekuasaan Kehakiman
 Bab IXA : Wilayah Negara
 Bab X : Warga Negara dan Penduduk
 Bab XA : Hak Asasi Manusia
 Bab XI : Agama
 Bab XII : Pertahanan Negara dan Keamanan Negara
 Bab XIII : Pendidikan dan Kebudayaan
 Bab XIV : Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
 Bab XV : Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
 Bab XVI : Perubahan UUD

90. C
BAB-BAB dalam UUD 1945 :

 Bab I : Bentuk dan Kedaulatan


 Bab II : MPR
 Bab III : Kekuasaan Pemerintahan Negara
 Bab IV : Dewan Pertimbangan Agung
 Bab V : Kementerian Negara
 Bab VI : Pemerintah Daerah
 Bab VII : DPR
 Bab VII A: DPD
 Bab VII B: Pemilihan Umum
 Bab VIII : Hal Keuangan
 Bab VIIIA : BPK
 Bab IX : Kekuasaan Kehakiman
 Bab IXA : Wilayah Negara
 Bab X : Warga Negara dan Penduduk
 Bab XA : Hak Asasi Manusia
 Bab XI : Agama
 Bab XII : Pertahanan Negara dan Keamanan Negara
 Bab XIII : Pendidikan dan Kebudayaan
 Bab XIV : Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
 Bab XV : Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
 Bab XVI : Perubahan UUD

91. E

BAB-BAB dalam UUD 1945 :

 Bab I : Bentuk dan Kedaulatan


 Bab II : MPR
 Bab III : Kekuasaan Pemerintahan Negara
 Bab IV : Dewan Pertimbangan Agung
 Bab V : Kementerian Negara
 Bab VI : Pemerintah Daerah
 Bab VII : DPR
 Bab VII A: DPD
 Bab VII B: Pemilihan Umum
 Bab VIII : Hal Keuangan
 Bab VIIIA : BPK
 Bab IX : Kekuasaan Kehakiman
 Bab IXA : Wilayah Negara
 Bab X : Warga Negara dan Penduduk
 Bab XA : Hak Asasi Manusia
 Bab XI : Agama
 Bab XII : Pertahanan Negara dan Keamanan Negara
 Bab XIII : Pendidikan dan Kebudayaan
 Bab XIV : Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
 Bab XV : Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
 Bab XVI : Perubahan UUD

92. B
BAB-BAB dalam UUD 1945 :

 Bab I : Bentuk dan Kedaulatan


 Bab II : MPR
 Bab III : Kekuasaan Pemerintahan Negara
 Bab IV : Dewan Pertimbangan Agung
 Bab V : Kementerian Negara
 Bab VI : Pemerintah Daerah
 Bab VII : DPR
 Bab VII A: DPD
 Bab VII B: Pemilihan Umum
 Bab VIII : Hal Keuangan
 Bab VIIIA : BPK
 Bab IX : Kekuasaan Kehakiman
 Bab IXA : Wilayah Negara
 Bab X : Warga Negara dan Penduduk
 Bab XA : Hak Asasi Manusia
 Bab XI : Agama
 Bab XII : Pertahanan Negara dan Keamanan Negara
 Bab XIII : Pendidikan dan Kebudayaan
 Bab XIV : Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
 Bab XV : Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
 Bab XVI : Perubahan UUD

93. D
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 : Negara Indonesia adalah negara hukum.
94. C
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 : Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik.
95. A
Trustee adalah wilayah jajahan dari negara-negara yang kalah perang dalam perang Dunia II
dan berada di bawah naungan Dewan Perwalian PBB serta negara yang menang perang.
Pemerintahan di daerah trustee melibatkan Dewan Perwalian PBB dengan tujuan untuk
mempertinggi kemajuan dalam bidang ekonomi, politik, sosial, pendidikan rakyat di daerah
tersebut menuju ke arah pemerintah sendiri. Hal ini selaras dengan hak menentuan nasib
sendiri.
96. B
Protektorat adalah suatu negara yang berada di bawah lindungan negara lain yang kuat.
Umumnya, negara yang dilindungi tidak dianggap berdaulat dan tidak merdeka. Hal-hal yang
berhubungan dengan luar negeri dan pertahanan negara diserahkan pada negara
pelindungnya.
97. C
Negara mandat merupakan sebuah negara yang awalnya adalah jajahan dari negara yang
kalah dalam Perang Dunia I yang kemudian diletakkan di bawah perlindungan suatu negara
yang menang perang dengan pengawasan dari Dewan Mandat Liga Bangsa-Bangsa.
Ketentuan-ketentuan tentang pemerintahan perwalian ini telah ditentukan dalam suatu
perjanjian di Versailles. Contohnya, Kamerun merupakan negara bekas jajahan Jerman
menjadi mandat Prancis.
98. A
Pengertian dari negara serikat adalah suatu negara yang terdiri atas beberapa negara bagian
dengan mempunyai satu buah pemerintah federasi yang mana bertugas untuk
mengendalikan kedaulatan negara tersebut. Keseluruhan dari negara bagian tersebut diatur
dengan peraturan yang mengatur tentang pembagian kewenangan antara pemerintah federal
dan pemerintah negara bagian. Hal ini dapat diartikan juga bahwa setiap negara bagian
mempunyai pemerintah dan konstitusi sendiri. Meski demikian yang menjalankan hubungan
internasional dengan pihak luar negeri tetaplah menjadi kewenangan negara federal.
99. D
Negara Koloni / Negara Jajahan adalah suatu daerah yang tidak diperintah oleh pemerintah
dari bangsa tersebut, tetapi diperintah oleh bangsa lain, dan seluruh urusan pemerintahan
diatur negara yang menjajah. atau negara koloni juga disebut sebagai suatu negara yang
menjadi jajahan negara lain. Jadi, daerah atau negara koloni tidak memiliki hak untuk
menentukan nasib sendiri karena nasibnya ditentukan oleh pemerintah negara yang
menjajahnya. Contohnya, Indonesia pernah menjadi koloni (negara jajahan) Belanda selama
kurang lebih dari 350 tahun.
100. A Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 : Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali
dalam lima tahun di Ibu Kota Negara.

Anda mungkin juga menyukai