Anda di halaman 1dari 25

Laporan Pendahuluan

PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Kronik )

1. TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

PPOK sebagai penyakit yang dapat diobati dan dicegah dengan beberapa

efek ektrapulmonal yang memberi kontribusi keparahan penyakit. Komponen

paru ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak reversibel sempurna.

Hambatan aliran udara biasanya progresif dan ada hubungan dengan respons

inflamasi paru terhadap berbagai partikel noksa dan gas (Irman, 2008).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang

dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara

pada saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang

bersifat progresif ini terjadi karena adanya respon inflamasi paru akibat pajanan

partikel atau gas beracun yang disertai efek ekstraparu yang berkontribusi

terhadap derajat penyakit (GOLD, 2009).

Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang

mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupaka

kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan

aliran masuk dan keluar udara paru-paru ( Arif Muttaqin, 2008).


B. ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan

factor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

a. Pajanan dari partikel antara lain :

a) Merokok

Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di

negara berkembang. Perokok aktif dapat meng-alami hipersekresi

mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubung-an

antara penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)

dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok. Studi di China

menghasilkan risiko relative merokok 2,47 (95% CI : 1,91-2,94),

Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran

napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat

menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok pada saat hamil

juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan mempengaruhi

pertumbuhan paru-paru-nya.

b) Polusi indoor

memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang

jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar

minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%.

Manusia banyak menghabiskan waktunya pada lingkungan

rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang

kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting antara lain
SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan

pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan

mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan

serta perokok pasip. WHO melaporkan bahwa polusi indoor

bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang setiap

tahunya.

c) Polusi outdoor

polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan

yang paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan

debu. Bahan asap pem-bakaran/ pabrik/ tambang. Bagaimanapun

peningkatan relatif kendara-an sepeda motor di jalan raya pada dekade

terakhir ini. saat ini telah meng-khawatirkan sebagai masalah polusi

udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada negara

dengan income rendah dimana sebagian besar rumah tangga di

masyarakat menggunakan cara masak tradi-sional dengan minyak

tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah

memberi kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory,

khususnya pada perempuan yang tidak merokok

d) Polusi di tempat kerja

polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu

sayuran dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu

dari kapas) dan lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan


baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat,

tinta, sebagainya diperkirakan men-capai 19%.

b. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor risiko dari genetic

memberikan kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK.

c. Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas akut adalah

infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus,

faring, atau laring. Infeksi saluran napas akut adalah suatu penyakit

terbanyak diderita anak-anak. Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan

anak-anak dapat pula memberi kecacat-an sampai pada masa dewasa,

dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK.

d. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik: Studi pada

orang dewasa di Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap wanita

adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-2,89).

Konsumsi alkohol RR 1,77 (95% CI : 1,45 – 2,15), dan kurang aktivitas

fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 – 3,02)

C. ANATOMI FISIOLOGI
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :

1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra
superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama
segment.

Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus
superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai
10 segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen
pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap
segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi
pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang
banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.

Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara


didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada
inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung
pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung
udara sebanyak ± 5 liter
3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada
waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3
(2 1/2 liter)
4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 – 18
x/menit, Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam
keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu
penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.

D. PATOFISIOLOGI

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang

disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam

usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang

sehingga sulit bernapas.

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah

oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.

Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.

Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem

respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi

bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis.

Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis),

yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah

masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam

alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang

menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya

obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan

menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi


gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al,

1993).(3)

E. PHATWAY
F. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

a. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis

(blue bloater).

b. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:

c. Kelemahan badan

d. Batuk

e. Sesak napas

f. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi

g. Mengi atau wheeze

h. Ekspirasi yang memanjang

i. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.

j. Penggunaan otot bantu pernapasan

k. Suara napas melemah

l. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

m. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

G. KOMPLIKASI

a. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55

mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan

mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada

tahap lanjut timbul cyanosis.


b. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang

muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

c. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,

peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.

Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya

dyspnea.

d. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus

diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini

sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan

emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

e. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau

asidosis respiratory.

f. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma

bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan

seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.

Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali

terlihat.
H. PEMERIKASAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1) Pemeriksaan radiologis

a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan:

- Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis

yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan

tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

- Corak paru yang bertambah

b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

- Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary

oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada

emfisema panlobular dan pink puffer.

- Corakan paru yang bertambah.

2) Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR

yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat

penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal)

atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,

sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada

stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran

napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun

karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.


3) Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul

sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan

eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin

sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun

polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan

merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

4) Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila

sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P

pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio

R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB

inkomplet.

5) Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

6) Laboratorium darah lengkap

I. PENATALAKSANAAN

a. Mencegah progresi penyakit

b. Menghilangkan gejala

c. Memperbaiki exercise tolerance

d. Memperbaiki status kesehatan

e. Mencegah dan mengobati penyulit

f. Mencegah dan mengobati eksaserbasi

g. Menurunkan mortalitas
II. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian

Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan

manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk

mendapatkan data riwayat kesehatan dari proses penyakit:

a. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?

b. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?

c. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

d. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?

e. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

f. Riwayat merokok?

g. Obat yang dipakai setiap hari?

h. Obat yang dipakai pada serangan akut?

i. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?

Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan

sebagai berikut:

a. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?

b. Apakah pernapasan sama tanpa upaya?

c. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

d. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?

e. Barrel chest?

f. Apakah tampak sianosis?

g. Apakah ada batuk?


h. Apakah ada edema perifer?

i. Apakah vena leher tampak membesar?

j. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?

k. Bagaimana status sensorium pasien?

l. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

Palpasi:

a. Palpasi pengurangan pengembangan dada?

b. Adakah fremitus taktil menurun?

Perkusi:

a. Adakah hiperesonansi pada perkusi?

b. Diafragma bergerak hanya sedikit?

Auskultasi:

a. Adakah suara wheezing yang nyaring?

b. Adakah suara ronkhi?

c. Vokal fremitus nomal atau menurun?


ANALISA DATA

NO DATA PENYEBAB MASALAH

1 Batasan Karakteristik :
- Dispneu Rokok dan polusi
- Penurunan suara nafas
- Orthopneu
Inflamasi Bersihan jalan
- Cyanosis
- Kelainan suara nafas nafas tidak efektif
(rales,wheezing) Sputum meningkat
- Kesulitan berbicara
- Batuk, tidak efekotif Batuk
atau tidak ada
- Produksi sputum Bersihan jalan nafas tidak
- Gelisah
efektif
- Perubahan frekuensi
dan irama nafas

2 Batasan Karakteristik : Pencetus


- Dyspnea (ashma, bronkhitis kronis, emfisema)
- Nafas pendek
- Penurunan tekanan PPOK
inspirasi/ekspirasi
Perubahan anatomis parenkim paru
Penurunan pertukaran
udara per menit
Pembesaran alveoli
- Menggunakan otot
pernafasan tambahan
- Orthopnea Hipertropi kelenjar mukosa
Pola nafas tidak
- Pernafasan pursed-lip efektif
Penyempitan saluran udara secara
- Tahap ekspirasi
periodik
berlangsung sangat
lama Ekspansi paru menurun
- Penurunan kapasitas
vital
Suplay oksigen tidak adekuat keseluruh
- Respirasi: < 11 – 24 x
tubuh
/mnt
hipoksia

sesak

pola nafas tidak efektif


3 Batasan Karakteristik : Pencetus
- sakit kepala ketika (ashma, bronkhitis kronis, emfisema)
bangun
- Dyspnoe PPOK
- Gangguan
penglihatan Perubahan anatomis parenkim paru Gangguan pertukaran
- Penurunan CO2 gas
Pembesaran alveoli
- Takikardi
- Hiperkapnia
- Keletihan Hipertropi kelenjar mukosa
- Iritabilitas
Penyempitan saluran udara secara
- Hypoxia
periodik
- Kebingungan
- Sianosis
- warna kulit abnormal Gangguan pertukaran gas
(pucat, kehitaman)
- Hipoksemia
- Hiperkarbia
- AGD abnormal
- pH arteri abnormal
- frekuensi dan
kedalaman
- nafas abnormal

4 Batasan Karakteristik : Inflamasi


- Nyeri abdomen
- Muntah infeksi
- Kejang perut
- Rasa penuh tiba-tiba leukosit meningkat
setelah makan
- Diare nutrisi kurang dari
- Rontok rambut yang imun menurun kebutuhan tubuh
berlebih
- Kurang nafsu makan kuman patogen & endogen
- Bising usus berlebih difagosit makropag
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah
anoreksia

nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh
5 Batasan Karakteristik : Pencetus
- Melaporkan secara (ashma, bronkhitis kronis, emfisema)
verbal adanya
kelelahan atau PPOK
kelemahan.
- Adanya dyspneu Perubahan anatomis parenkim paru Intoleransi aktivitas
Atau
Pembesaran alveoli
ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
- Respon abnormal Hipertropi kelenjar mukosa
dari tekanan darah
Penyempitan saluran udara secara
atau nadi terhadap
periodik
aktifitas
- Perubahan ECG :
Ekspansi paru menurun
aritmia, iskemia
Kompensasi tubuh untuk memenuhi
oksigen dgn meningkat frekuensi
pernafasan

Kontraksi otot pernafasan penggunaan


energi untuk pernafasan meningkat

Intolenransi aktivitas
C. Masalah Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Pola nafas tidak efektif

3. Gangguan pertukaran gas

4. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

5. Intoleransi aktifitas

D. Prioritas Masalah

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Pola nafas tidak efektif

3. Gangguan pertukaran gas

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

5. Intoleransi aktifitas

E. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d bronkokontriksi, peningkatan

produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga

dan infeksi bronkopulmonal.

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,

bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan

ventilasi perfusi.

d. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,

kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual

muntah.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dengan kebutuhan oksigen.


F. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak NOC : 1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas
efektif b.d bronkokontriksi,v Respiratory status : Ventilation cairan/hari kecuali terdapat kor
peningkatan produksi v Respiratory status : Airway patency pulmonal.
sputum, batuk tidak efektif,v Aspiration Control
kelelahan/berkurangnya Kriteria Hasil : 2. Ajarkan dan berikan dorongan
tenaga dan infeksi v Mendemonstrasikan batuk efektif dan penggunaan teknik pernapasan
bronkopulmonal. suara nafas yang bersih, tidak ada diafragmatik dan batuk.
sianosis dan dyspneu (mampu
3. Bantu dalam pemberian tindakan
mengeluarkan sputum, mampu
nebuliser, inhaler dosis terukur
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips) 4. Lakukan drainage postural
v Menunjukkan jalan nafas yang paten dengan perkusi dan vibrasi pada
(klien tidak merasa tercekik, irama pagi hari dan malam hari sesuai
nafas, frekuensi pernafasan dalam yang diharuskan.
rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal) 5. Instruksikan pasien untuk
v Mampu mengidentifikasikan dan menghindari iritan seperti asap
mencegah factor yang dapat rokok, aerosol, suhu yang ekstrim,
menghambat jalan nafas dan asap.
6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini
infeksi yang harus dilaporkan pada
dokter dengan segera: peningkatan
sputum, perubahan warna sputum,
kekentalan sputum, peningkatan
napas pendek, rasa sesak didada,
keletihan.
7. Berikan antibiotik sesuai yang
diharuskan.
8. Berikan dorongan pada pasien
untuk melakukan imunisasi
terhadap influenzae dan
streptococcus pneumoniae.

2. Pola napas tidak NOC : 1. Ajarkan klien latihan bernapas


efektifberhubungan denganv Respiratory status : Ventilation diafragmatik dan pernapasan bibir
napas pendek, mukus, NOC dirapatkan.
bronkokontriksi dan iritan v Respiratory status : Airway patency
jalan napas v Vital sign Status 2. Berikan dorongan untuk
Kriteria Hasil : menyelingi aktivitas dengan
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan periode istirahat.
suara nafas yang bersih, tidak ada
3. Biarkan pasien membuat
sianosis dan dyspneu (mampu
keputusan tentang perawatannya
mengeluarkan sputum, mampu
berdasarkan tingkat toleransi
bernafas dengan mudah, tidak ada
pasien.
pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang paten4. Berikan dorongan penggunaan
(klien tidak merasa tercekik, irama latihan otot-otot pernapasan jika
nafas, frekuensi pernafasan dalam diharuskan.
rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah (sistole 110-
130mmHg dan diastole 70-
90mmHg), nad (60-100x/menit)i,
pernafasan (18-24x/menit))
3. Gangguan pertukaran v Respiratory status : Ventilation 1. Deteksi bronkospasme
gasberhubungan dengan Kriteria Hasil : saatauskultasi .
ketidaksamaan ventilasi v Frkuensi nafas normal (16- 2. Pantau klien terhadap dispnea dan
perfusi 24x/menit) hipoksia.
v Itmia 3. Berikan obat-obatan
v Tidak terdapat disritmia bronkodialtor dan kortikosteroid
v Melaporkan penurunan dispnea dengan tepat dan waspada
v Menunjukkan perbaikan dalam laju kemungkinan efek sampingnya.
aliran ekspirasi 4. Berikan terapi aerosol sebelum
waktu makan, untuk membantu
mengencerkan sekresi sehingga
ventilasi paru mengalami
perbaikan.
5. Pantau pemberian oksigen
4. Perubahan nutrisi kurang NOC : 1. Kaji kebiasaan diet, masukan
dari kebutuhan v Nutritional Status : food and Fluid makanan saat ini. Catat derajat
tubuhberhubungan dengan Intake kesulitan makan. Evaluasi berat
dispnea, kelamahan, efek Kriteria Hasil : badan dan ukuran tubuh.
samping obat, produksi v Adanya peningkatan berat badan
sputum dan anoreksia, mual sesuai dengan tujuan 2. Auskultasi bunyi usus
muntah. v Berat badan ideal sesuai dengan
3. Berikan perawatan oral sering,
tinggi badan
buang sekret.
v Mampu mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi 4. Dorong periode istirahat I jam
v Tidak ada tanda tanda malnutrisi sebelum dan sesudah makan.
Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti 5. Pesankan diet lunak, porsi kecil
sering, tidak perlu dikunyah lama.
6. Hindari makanan yang
diperkirakan dapat menghasilkan
gas.
7. Timbang berat badan tiap hari
sesuai indikasi.
5. Intoleransi NOC : 1. Kaji respon individu terhadap
aktivitasberhubungan v Energy conservation aktivitas; nadi, tekanan darah,
dengan ketidakseimbangan v Self Care : ADLs pernapasan
antara suplai dengan Kriteria Hasil :
kebutuhan oksigen v Berpartisipasi dalam aktivitas fisik 2. Ukur tanda-tanda vital segera
tanpa disertai peningkatan tekanan setelah aktivitas, istirahatkan klien
darah, nadi dan RR selama 3 menit kemudian ukur lagi
v Mampu melakukan aktivitas tanda-tanda vital.
sehari hari (ADLs) secara mandiri
3. Dukung pasien dalam
menegakkan latihan teratur dengan
menggunakan treadmill dan
exercycle, berjalan atau latihan
lainnya yang sesuai, seperti
berjalan perlahan.
4. Kaji tingkat fungsi pasien yang
terakhir dan kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada status
fungsi dasar.
5. Sarankan konsultasi dengan ahli
terapi fisik untuk menentukan
program latihan spesifik terhadap
kemampuan pasien.
6. Sediakan oksigen sebagaiman
diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk
berjaga-jaga.
7. Tingkatkan aktivitas secara
bertahap; klien yang sedang atau
tirah baring lama mulai melakukan
rentang gerak sedikitnya 2 kali
sehari.
8. Tingkatkan toleransi terhadap
aktivitas dengan mendorong klien
melakukan aktivitas lebih lambat,
atau waktu yang lebih singkat,
dengan istirahat yang lebih banyak
atau dengan banyak bantuan.
9. Secara bertahap tingkatkan
toleransi latihan dengan
meningkatkan waktu diluar tempat
tidur sampai 15 menit tiap hari
sebanyak 3 kali sehari.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
Wibisono, Yusuf. Ilmu penyakit paru. Surabaya. 2011
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa,
Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktf Kronik : Pedoman
Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2010
American Thoracic Society.Standards for Diagnosis and care of patient with
COPD. Am J Respir Crit Care Med 1995;152:S77-120
Ario Patrianto Partodimulyo dan Faisal Yunus, Kualiti Hidup penderita PPOK, J
Respir Indo vol 25, no 2, April, 2006
Barnes PJ. COPD, N England J Med 2000;343:269-78
Shapiro SD. The Macropage in COPD. Am J Respir Crit Care Med
1999:160;p.29-32
Mangunegoro H, PPOK Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia,
PDPI, 2001
Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),
Jakarta: Balai penerbit FKUI
Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai