1. TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
PPOK sebagai penyakit yang dapat diobati dan dicegah dengan beberapa
paru ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak reversibel sempurna.
Hambatan aliran udara biasanya progresif dan ada hubungan dengan respons
inflamasi paru terhadap berbagai partikel noksa dan gas (Irman, 2008).
dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara
bersifat progresif ini terjadi karena adanya respon inflamasi paru akibat pajanan
partikel atau gas beracun yang disertai efek ekstraparu yang berkontribusi
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan
a) Merokok
pertumbuhan paru-paru-nya.
b) Polusi indoor
jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar
kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting antara lain
SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan
pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan
mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan
tahunya.
c) Polusi outdoor
tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah
sayuran dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu
c. Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas akut adalah
faring, atau laring. Infeksi saluran napas akut adalah suatu penyakit
d. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik: Studi pada
C. ANATOMI FISIOLOGI
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra
superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama
segment.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus
superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai
10 segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen
pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap
segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi
pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang
banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada
inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung
pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung
udara sebanyak ± 5 liter
3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada
waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3
(2 1/2 liter)
4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 – 18
x/menit, Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam
keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu
penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.
D. PATOFISIOLOGI
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam
usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis),
yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang
1993).(3)
E. PHATWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
(blue bloater).
c. Kelemahan badan
d. Batuk
e. Sesak napas
G. KOMPLIKASI
a. Hipoxemia
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan
c. Infeksi Respiratory
dyspnea.
d. Gagal jantung
e. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.
f. Status Asmatikus
terlihat.
H. PEMERIKASAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan radiologis
perlu diperhatikan:
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
4) Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio
R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
I. PENATALAKSANAAN
b. Menghilangkan gejala
g. Menurunkan mortalitas
II. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
f. Riwayat merokok?
sebagai berikut:
e. Barrel chest?
Palpasi:
Perkusi:
Auskultasi:
1 Batasan Karakteristik :
- Dispneu Rokok dan polusi
- Penurunan suara nafas
- Orthopneu
Inflamasi Bersihan jalan
- Cyanosis
- Kelainan suara nafas nafas tidak efektif
(rales,wheezing) Sputum meningkat
- Kesulitan berbicara
- Batuk, tidak efekotif Batuk
atau tidak ada
- Produksi sputum Bersihan jalan nafas tidak
- Gelisah
efektif
- Perubahan frekuensi
dan irama nafas
sesak
Intolenransi aktivitas
C. Masalah Keperawatan
5. Intoleransi aktifitas
D. Prioritas Masalah
5. Intoleransi aktifitas
E. Diagnosa Keperawatan
ventilasi perfusi.
muntah.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
Wibisono, Yusuf. Ilmu penyakit paru. Surabaya. 2011
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa,
Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktf Kronik : Pedoman
Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2010
American Thoracic Society.Standards for Diagnosis and care of patient with
COPD. Am J Respir Crit Care Med 1995;152:S77-120
Ario Patrianto Partodimulyo dan Faisal Yunus, Kualiti Hidup penderita PPOK, J
Respir Indo vol 25, no 2, April, 2006
Barnes PJ. COPD, N England J Med 2000;343:269-78
Shapiro SD. The Macropage in COPD. Am J Respir Crit Care Med
1999:160;p.29-32
Mangunegoro H, PPOK Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia,
PDPI, 2001
Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),
Jakarta: Balai penerbit FKUI
Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC