Anda di halaman 1dari 40

PENDAPATAN DAN BEBAN

TEORI AKUNTANSI

Dosen Pengampu: Aries Veronica, SE., M.S.i., Ak, CA

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Erinda Nur Putri 15220034P
Septiyanti 16220018
Sri Wilujeng 16220020
RA Iqlima Diana Sari 18220012P

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TAMAN SISWA
PALEMBANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “REVENUE DAN
EXPENSE”, untuk memenuhi tugas pembuatan makalah dalan mata kuliah Teori Akuntansi.

Atas segala hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
bersedia membantu dalam proses pembuatan makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan
baik.

Makalah ini benar-benar karya penulis yang diambil dari berbagai referensi. Oleh
karena itu, penulis bertanggung jawab atas semua. Semoga ilmu yang ada dalam makalah ini
bisa bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dan kita bisa mengamalkannya kepada orang
lain.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemudahan kepada kita semua. Aamiin.

Palembang, Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................... I
DAFTAR ISI...................................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................................ 2
1.1. Latar Belakang................................................................................................................. 2
1.2. Identifikasi Masalah........................................................................................................ 2
1.3. Tujuan............................................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................................... 3
2.1. Pendapatan..................................................................................................................... 3
2.1.1. Pengertian Pendapatan..................................................................................... 3
2.1.2. Karakteristik Pendapatan................................................................................. 3
2.1.3. Pengukuan Pendapatan.................................................................................... 3
2.1.4. Pengungkapan Pendapatan.............................................................................. 6
2.1.5. Pengakuan Pendapatan.................................................................................... 9
2.2. Beban.............................................................................................................................. 14
2.2.1. Pengertian Beban............................................................................................ 14
2.2.2. Aliran Fisis atau Moneter?............................................................................. 17
2.2.3. Rugi................................................................................................................ 17
2.2.4. Pengakuan Biaya............................................................................................ 18
2.2.5. Basis Asosiasi................................................................................................. 21
2.2.6. Penandingan dan Penyajian Pos-Pos Biaya.................................................... 25
2.2.7. Fasilitas Fisis.................................................................................................. 25
2.2.8. Makna Depresiasi........................................................................................... 27
2.2.9. Tanah.............................................................................................................. 33
2.2.10. Sumber Alam................................................................................................. 33
2.2.11. Aset Tak Terwujud........................................................................................ 34
2.2.12. Pengakuan Biaya........................................................................................... 36
BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................................. 37
3.1. Simpulan......................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 38

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pemahaman terhadap konsep pendapatan dan beban memerlukan analisis yang hati-hati
terhadap karekteristik dari transaksi yang berkaitan dengan laporan laba rugi perusahaan. Ada
elemen laporan lain yang sifatnya hampir sama dengan pendapatan dan beban namun sebaiknya
tidak dimasukkan sebagai komponen pendapatan dan beban. Karekteristik suatu komponen
laporan laba rugi dapat dipahami dengan mengenali batasan atau pengertian yang berkaian
dengan pendapatan dan beban.

Dengan pemahaman seperti ini, transaksi yang berkaitan dengan pendapatan dan beban dapat
dengan mudah diidentifikasi sehingga dapat disajikan dengan benar dalam laporan keuangan.
Dalam makalah ini akan membahas tentang pendapatan dan beban sebagai dasar pencatatan nilai
dalam akuntansi.

Sebagian besar transaksi pendapatan dan beban menimbulkan beberapa masalah dalam
pengakuannya. Hal ini karena dalam banyak kasus, transaksi tersebut adalah dimulai dan selesai
pada waktu yang sama. Namun tidak semua transaksi sesederhana itu.

Pengakuan pendapatan dan beban merupakan aktivitas yang paling berisiko dimanipulasi (top
fraud risk) dan apapun standar akuntansi yang digunakan, baik IFRS maupun GAAP, risiko atau
kesalahan dan ketidakakuratan dalam pelaporan pendapatan dan beban jumlahnya sangat besar.

Pendapatan dan beban sebagai elemen penentuan laba rugi suatu perusahaan. Dalam beberapa
dasawarsa belakangan ini, perhatian pada perhitungan laba rugi semakin dirasakan manfaatnya.
Dengan adanya informasi mengenai pendapatan dan beban, maka dapat membandingkan antara
modal yang tertanam dengan penghasilan sebagai alat untuk mengukur kinerja efisiensi
perusahaan dan dapat memprediksi distribusi dividen di neraca yang akan datang.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa yang dimaksud pendapatan?


2. Apa yang dimaksud beban ?
3. Bagaimana pengukuran pada pendapatan dan beban ?
4. Bagaimana pengungkapan pada pendapatan dan beban ?
5. Bagaimana penyajian pada pendapatan dan beban ?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendapatan.


2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan beban.
3. Untuk mengetahui pengukuran pada pendapatan dan beban.
4. Untuk mengetahui pengungkapan pada pendapatan dan beban.
5.Untuk mengetahui penyajian pada pendapatan dan beban.
3

BAB II
PEMBAHASAAN

2.1. Pendapatan
2.1.1. Pengertian Pendapatan
Pendapatan adalah kenaikan/pertambahan laba yang berasal dari kegiatan utama
perusahaan. Biasanya dinyatakan dalam satuan moneter. Secara garis besar konsep
pendapatan dapat ditinjau dua segi, yaitu :

1. Menurut ilmu ekonomi

Pendapatan menurut ilmu ekonomi merupakan nilai maksimum yang dapat


dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan
yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut
menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu
periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode
ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang
dikonsumsi.

2. Menurut ilmu akuntansi

Ada beberapa pandangan diantaranya:

a. Paton, pendapatan merupakan produk dari suatu perusahaan.


b. Committee on Accounting Concept and Standart of the American Accounting
Association, Pendapatan adalah pernyataan moneter dari keseluruhan produk
dan jasa yang ditransfer oleh suatu perusahaan kepada pelanggannya selama
periode tertentu.
c. FASB No.6, Pendapatan adalah arus kas masuk /penambahan lainnya pada
aktiva suatu satuan usaha atau penyelesaian kewajiban (kombinasi dari
keduanya ) dari pengiriman atau produksi barang, pemberian jasa, atau
kegiatan lain yang bukan merupakan kegiatan utama. Definisi lebih sempit
menurut FASB, Pendapatan dihasilkan dari kegiatan utama. APB statement
No.4, Pendapatan adalah kenaikan bruto dalam aktiva atau penurunan bruto
dalam kewajiban yang diakui dan diukur sesuai dengan PABU yang
dihasilkan dari jenis-jenis kegiatan yang mencari laba dari suatu perusahaan
yang dapat merubah ekuitas pemilik.
d. PSAK 23,Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk
itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal.

2.1.2 Karakteristik Pendapatan

a. Aliran Masuk Atau Kenaikan Aset


Untuk menyatakan bahwa pendapatan itu ada atau timbul, harus terjadi
transaksi atau kejadian yang menaikan aset atau menimbulkan aliran masuk aset.
Akan tetapi, tidak semua kenaikkan aset dapat menimbulkan pendapatan. Paton dan
Litleton (1970, hlm 47) menyebutkan bahwa aset dapat bertambah karena berbagai
transaksi, kejadian, atau keadaan sebagai berikut:
4

a. Transaksi pendanaan yang berasal dari kreditor dan investor


b. Laba yang berasal dari kegiatan investasi
c. Hadiah, donasi, atau temuan
d. Revaluasi aset yang telah ada
e. Penyedia dan penyerahan produk

Untuk disebut sebagai pendapatan, aliran aset masuk adalah jumlah rupiah.
FASB mengisyaratkan jumlah kotor dengan menyatakan bahwa pendapatan adalah
jumlah rupiah yang datang dari penyerahan produk atau pelaksanaan jasa.

b. Operasi Utama Berlanjut


Kenaikan aset harus berasal dari kegiatan operasi atau bukan kegiatan
investasi atau pendanaan. Kegiatan operasi ini diwujudkan dalam bentuk
memproduksi dan mengirim berbagai barang kepada pelanggan atau menyerahkan
atau melaksanakan berbagai jasa.

Pengertian “operasi utama” dalam hal ini lebih dikaitkan dengan tujuan
utama perusahaan yaitu menghasilkan produk atau jasa untuk mendatangkan laba dan
bukan untuk membatasi jenis produk menjadi produk utama dan produk samping.

c. Operasi dan Nonoperasi


Produk yang dihasilkan secara tidak rutin atau insidental sering dianggap
sebagai pos pendapatan “nonoperasi” dan dipisahkan peyajiaannya. Untuk
kepentingan manajerial, pemisahaan kegiatan menjadi operasi dan nonoperasi dapat
saja dilakukan. Akan tetapi, untuk tujuan eksternal, kedua kegiatan tersebut harus
tetap dipandang sebagai operasi.

d. Penurunan Kewajiban
Pengiriman barang atau pelaksanaan jasa akan mengurangi kewajiban yang
menimbulkan kewajiban. Kejadian pengiriman barang (event) mengubah kewajiban
menjadi pendapatan. Timbulnya pendapatan yang berasal dari turunnya kewajiban
banyak dipicu oleh penyesuaian akhir tahun. Asas alrual juga menimbulkan kenaikan
aset yang memenuhi definisi sebagai pendapatan.

e. Suatu entitas
Pendapatan didefinisikan sebagai kenaikan aset bukannya kenaikan ekuitas
bersih meski pun kenaikan aset tersebut akhirnya berpengaruh terhadap kenaikan
ekuitas bersih. Jadi aset yang masuk itulah yang disebut dengan pendapatan. Oleh
karena itu kenaikan aset karena pendapatan. Jadi, naiknya ekuitas merupakan
konsekuensi bukan sumber pendapatan sehingga pendapatan tidak dapat didefinisikan
sebagai kenaikan ekuitas.

f. Produk perusahaan
Pendapatan merupakan aliran masuk aset dan hal tersebut berkaitan dengan
aliran fisis berupa penyerahan produk perusahaan. Walaupun aset merupakan objek,
pendapatan berkaitan dengan kenaikan nilai aset. Jadi pendapatan adalah kejadian
moneter naiknya nilai perusahaan karena produksi atau penjualan produk.

g. Pertukaran
Paton dan Littleton memasukan kata pertukaran dalam definisinya karena
pendapatan akhirnya harus dinyatakan dalam satuan moneter yang paling objektif
adalah kalau jumlah rupiah tersebut merupakan hasil transaksi atau pertukaran antara
pihak independen. Dengan konsep harga sepakatan, pendapatan dinyatakan dalam
jumlah rupiah penghargaan dalam transaksi penjualan yang besarnya sama dengan
harga jual persatuan dikalikan kuantitas terjual.
5

h. Berbagai Bentuk dan Nama


Pendapatan adalah konsep yang bersifat generik dan mencakupi semua pos
dengan berbagai bentuk dan nama apapun.

i. Untung
Seperti pendapatan, kata – kata kunci yang melekat pada pengertian untung adalah :

1. Kenaikan ekuitas ( aset bersih )


2. Transaksi periferal atau insidental
3. Selain yang berupa pendapatan atau investasi oleh pemilik

FSAB merinci lebih lanjut transaksi, kejadian, atau keadaan yang


menimbulkan untung menjadi empat sumber atau karakteristik yaitu :

a. periferal dan insidental


b. transfer nontimbal – balik
c. penahana aset
d. faktor lingkungan

Ada beberapa karakteristik tertentu dari pendapatan yang menentukan atau


membatasi bahwa sejumlah rupiah yang masuk ke perusahaan merupakan pendapatan
yang berasal dari operasi perusahaan. Karakteristik ini dapat dilihat berdasarkan:

1. Sumber pendapatan
Tambahan jumlah rupiah aktiva Perusahaan dapat berasal dari transaksi modal,
laba dari penjualan aktiva yang bukan merupakan barang dagangan (seperti: aktiva
tetap, surat berharga, ataupun penjualan anak/cabang Perusahaan), hadiah,
sumbangan/temuan, revaluasi aktiva tetap, dan penjualan produk
perusahaan.Penjualan Produk Perusahaan à Sumber utama Pendapatan.

2. Produk dan kegiatan utama Perusahaan


Produk yang dihasilkan perusahaan dapat berupa barang/jasa.Produk
perusahaan diartikan meliputi seluruh barang/ jasa yang disediakan/diserahkan kepada
konsumen tanpa memandang jumlah rupiah relatif tiap jenis produk tersebut atau
sering tidaknya produk tersebut dihasilkan.

3. Jumlah rupiah pendapatan dan proses penandingan


Pendapatan merupakan jumlah rupiah dari harga jual per satuan kali kuantitas
terjual.Laba/rugi terjadi setelah pendapatan dan biaya dibandingkan.Setelah biaya
yang dibebankan dibandingkan dengan pendapatan, maka akan tampak pendapatan
netto. IAS 18 berisikan tata cara akuntansi untuk pengakuan pendapatan perusahaan.
Dalam IAS 18, pendapatan akan diakui apabila terdapat kemungkinan manfaat
ekonomis masa depan akan mengalir ke entitas dan manfaat ini dapat diukur dengan
andal (reliable).

Penghasilan didefinisikan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian


Laporan keuangan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi
penanam modal. Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun
keuntungan (gain). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas
perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan,
penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti dan sewa.
6

Tujuan Pernyataan ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk


pendapatan yang timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi tertentu. Permasalahan
utama dalam akuntansi untuk pendapatan adalah menentukan saat pengakuan
pendapatan. Pendapatan diakui bila besar kemungkinan manfaat ekonomi masa depan
akan mengalir ke perusahaan dan manfaat ini dapat diukur dengan andal. Pernyataan
ini mengidentifikasikan keadaan yang memenuhi kriteria tersebut agar pendapatan
dapat diakui. Pernyataan ini juga memberikan pedoman praktis dalam penerapan
kriteria tersebut.

Pernyataan ini tidak mengatur tentang pendapatan yang timbul dari:

 Perjanjian sewa
 Dividen yang timbul dari investasi yang diperlakukan dengan metode ekuitas
 Kontrak asuransi
 Perubahan nilai wajar dari asset dan liabilitas keuangan atau pelepasannya
 Perubahan nilai aset lancar lain
 Ekstrasi hasil tambang

Pendapatan hanya meliputi arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
diterima dan dapat diterima oleh entitas itu sendiri. Dalam hubungan keagenan, arus
masuk bruto manfaat ekonomi mencakup jumlah yang ditagih untuk kepentingan
principal dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas entitas. Jumlah yang ditagih atas
nama principal bukan merupakan pendapatan, sebaliknya, pendapatan adalah jumlah
komisi yang diterima.

2.1.3 Pengukuran Pendapatan

a) Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima.
b) Jumlah pendapatan yang timbul dari transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan
antara perusahaan dan pembeli atau pengguna aset tersebut. Jumlah tersebut diukur
dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima oleh perusahaan
dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan oleh
perusahaan.
c) Pada umumnya, imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas dan jumlah pendapatan
adalah jumlah kas atau setara kas yang diterima atau yang dapat diterima. Namun, bila
arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan, maka nilai wajar dari imbalan
tersebut mungkin kurang dari jumlah nominal dari kas yang diterima atau dapat
diterima. Misalnya, suatu perusahaan dapat memberikan kredit bebas bunga kepada
pembeli atau menerima wesel tagih dari pembeli dengan tingkat bunga dibawah pasar
sebagai imbalan dari penjualan barang. Jika perjanjian tersebut secara efektif
merupakan transaksi keuangan, maka nilai wajar imbalan ditentukan dengan
pendiskontoan seluruh penerimaan di masa depan dengan menggunakan tingkat bunga
tersirat (imputed). Tingkat bunga tersirat yang digunakan adalah yang paling mudah
ditentukan antara:

 tingkat bunga yang berlaku bagi instrumen yang serupa dari suatu penerbit (issuer)
dengan penilaian kredit (credit rating) yang sama; atau
 suatu tingkat bunga untuk mengurangi (discount) nilai nominal instrumen tersebut
ke harga jual tunai pada saat ini dari barang atau jasa.

d) Bila barang atau jasa dipertukarkan (barter) untuk barang atau jasa dengan sifat dan
nilai yang sama, maka pertukaran tersebut tidak dianggap sebagai transaksi yang
mengakibatkan pendapatan. Hal ini sering terjadi dengan komoditas seperti minyak
atau susu di mana penyalur menukarkan (swap) persediaan di berbagai lokasi untuk
memenuhi permintaan dengan dasar tepat waktu dalam suatu lokasi. Jika barang dijual
7

dan jasa diberikan untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa yang tidak serupa,
pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan.
Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diserahkan,
disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer.

Pengidentifikasian Transaksi
Kriteria pengakuan diterapkan secara terpisah pada setiap transaksi dan kriteria
pengakuan pendapatan diterapkan pada komponen-komponen yang dapat
diindentifikasikan secara terpisah dari transaksi tunggal agar mencerminkan subtansi
transaksi tersebut, beberapa komponen tersebut yaitu:

a. Penjualan Barang

Pendapatan dari penjualan barang diakui jika seluruh kondisi berikut dipenuhi:

1) Entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang secara signifikan
kepada pembeli, artinya penjual tidak lagi tau menahu mengenai manfaat dan resiko
atas barang yang dijual hal ini melalui kesepakaantan dengan pembeli.
2) Entitas tidak lagi melanjutkan pengolaan yang biasanya terkait dengan kepemilikan
atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual.
Maksudnya penjual tidak lagi merawat mengatur dan tindakkan lainnya terhadap
barang yang telah dijual.
3) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.
4) Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan
mengalir kepada entitas tersebut.
5) Biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan dengan trasaksi penjualan dapat
diukur dengan andal.

Untuk mengetahui pada saat kapan penjualan sudah dapat mengakui tergantung
dari perjanjian jual beli yang sudah disepakati antara kedua belah pihak. Contoh Jurnal
bagi si pembeli:
D : Persedian xxxxx

D : Ppn masukan xxxxx

K : Hutang usaha xxxxx

K : Discount pembelian xxxxx

Bila salah satu kriteria diatas tidak dipenuhi, maka pengakuan pendapatan harus
ditangguhkan.pendapatan tidak diakui apabila entitas tersebut menahan resiko dan
manfaat kepemilikan secara signifikan dalam berbagai cara, misalnya:

1) Jika perusahaan menahan kewajibannya sehubungan dengan pelaksanaan suatu hal


yang tidak memuaskan yang tidak dijamin oleh ketentuan jaminan normal.
2) Jika penerimaan pendapatan dari penjualan bergantung pada pendapatan pembelian
dari penjualan barang yang bersangkutan.
3) Jika pengiriman barang bergantung pada intalasinya dan instalasi tersebut
merupakan bagian signifikan dari kontrak yang belum diselesaikan oleh entitas; dan
4) Jika pembeli berhak membatalkan pembelian berdasarkan alasan yang ditentukan
dalam kontrak dan entitas tidak dapat memastikan apakah akan jadi retur.
b. Penjualan Jasa

Jika hasil transaksi penjualan jasa dapat diestimasi secara andal, maka
pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut di akui dengan acuan pada tingkat
penyelesaian dari transaksi pada akhir acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi
8

pada akhir periode pelaporan. Hasil transaksi dapat diestimasi secara andal jika seluruh
kondisi berikut dipenuhi:

1) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.


2) Kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan
mengalir ke entitas.
3) Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan dapat diukur
secara andal; dan
4) Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut
dapat diukur secara andal.

Pengakuan pendapatan dengan mengacu pada tingkat penyelesaian dari suatu


transaksi sering disebut sebagai metode sebagai metode persentase penyelesaian.
Dengan metode ini, pendapatan diakui dalam periode akuntansi pada saat jasa
diberikan. Pengakuan pendapatan atas dasar ini memberikan informasi yang berguna
mengenai tingkat kegiatan jasa dan kinerja dalam suatu periode. PSAK 34: Akuntansi
Kontrak Kontruksi juga mensyaratkan pengakuan pendpatan berdasarkan hal ini.

Persyaratan PSAK 34 secara umum berlaku untuk pengakuan pendapatan dan


beban terkait untuk transaksi yang melibatkan pemeberian jasa. PSAK 34 Akuntansi
Kontrak Konstruksi (Accounting for Construction Contracts) yang berbunyi “Bila hasil
(outcome) kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal, pendapatan kontrak dan
biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak konstruksi harus diakui masing-
masing sebagai pendapatan dan beban dengan memperhatikan tahap penyelesaian
aktivitas kontrak pada tanggal neraca”.

Entitas pada umumnya dapat membuat estimasi andal setelah entitas


mencapaipersetujuan dengan pihak lain mengenai hal-halberikut dalam transaksi:

1) Hak masing-masing pihak yang pelaksanaannya dapat dipaksakan secara hukum


terkait dengan jasa yang diberikan dan terima pihak tersebut;
2) Imbalan yang dipertukarkan dan
3) Cara dan persyaratan penyelesaian.

Tingkat penyelesaian suatu transaksi dapat ditentukan dengan berbagai metode,


tergantung pada sifat transaksi, metode tersebut dapat meliputi:

1) Survei pekerjaan yang telah dilaksanakan.


2) Jasa yang dilakukan atau
3) Proporsi biaya yang timbul hingga tanggal tertentu dibagi estimasi total biaya
transaksi tersebut.

Hanya biaya yang mencerminkan jasa yang dilaksanankan hingga tanggal


tertentu dimasukkan dalambiaya yang terjadi hingga tanggal tersebut. Hanya biaya
yang mencerminkan jasa yang dilakukan atau akan dilakukan dimasukkan kedalam
estimasi total biaya transaksi tersebut.

Pembayaran berkala dan uang muka yang diterima dari pelanggan sering kali
tidak mencerminkan jasa yang dilakukan. Jika hasil transaksi terkait dengan penjualan
jasa tidak dapat diestimasisecara andal, maka pendapatan diakui hanya yang berkaitan
dengan beban yang telah diakui yang dapat dipulihkan.
c. Bunga, Royalti dan Dividen

Pendapatan dari penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga,
royalti, dan deviden jika:
9

1) Kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan traansaksi tersebut akan


mengalir ke entitas;
2) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.

Pengakuan Pendapatan diakui dengan dasar sebagai berikut:

1) Bunga diakui menggunakan suku bunga efektif sesuai PSAK 55 (revisi 2006)
paragrap 08 dan PA 17-20.
2) Royalti diakui dengan dasar akural sesuaidengan subtansi perjanjian yang relevan.
3) Deviden diakui jika hak pemegang saham untuk menerima pembayaran ditetapkan.

2.1.4 Pengungkapan Pendapatan

Entitas mengungkapkan:

a) Kebijakan akuntansi yang digunakan untuk pengakuan pendapatan, termasuk metode


yang digunakan untuk menentukan tingkat penyelesaian transaksi penjualan jasa.
b) Jumlah setiap kategori signifikan dari pendapatan yang diakui selama periode tersebut,
termasuk pendapatan yang berasal dari:
 Penjulan barang
 Penjualan jasa
 Bunga
 Royalti
 Dividen
c) Jumlah pendapatan yang berasal dari pertukaran barang atau jasa yang tercakup dalam
setiap kategori signifikan dari pendapatan.

2.1.5 Pengakuan Pendapatan

Pengakuan merupakan pencatatan jumlah rupiah secara resmi ke dalam sistem


akuntansi sehingga jumlah tersebut terefleksi dalam statemen keuangan. Pengertian
pendapatan harus dipisahkan dengan pengakuan pendapatan bahkan pengertian pendapatan
sebenarnya juga harus dipisahkan dengan pengukuran pendapatan. Dengan demikian,
suatu jumlah yang memenuhi definisi pendapatan tidak dengan sendirinya jumlah tersebut
diakui ( dicatat secara resmi ) sebagai pendapatan. Pengakuan pendapatan tidak boleh
menyimpang dari landasan konsptual. Oleh karena itu, secara konseptual pendapatan
hanya dapat diakui jika memenuhi kualitas terukuran dan keterandalan.

a. Pembentukan Pendapatan

Konsep pembentukan pendapatan menyatakan bahwa pendapatan terbentuk,


terhimpun, atau terhak bersamaan dengan dan melekat pada seluruh atau totalitas
proses berlangsungnya operasi perusahaan dan bukan sebagai hasil transaksi tertentu.

Operasi perusahaan meliputi kegiatan produksi, penjualan, dan pengumpulan


piutang. Konsep pembentukan ini sering disebut pendekatan proses pembentukan
pendapatan atau pendekatan kegiatan. Pendekatan ini dilandasi oleh konsep dasar
upaya dan hasil / capaian serta kontinuitas usaha.

b. Realisasi Pendapatan

Dengan konsep realisasi, pendapatan baru dapat dikatakan terjadi atau terbentuk
pada saat terjadi kesepakatan atau kontrak dengan pihak independen (pembeli) untuk
membayar produk baik produk telah selesai dan diserahkan atau maupun belum dibuat
sama sekali. Berdasarkan konsep, pendapatan sebenarnya terjadi akibat transaksi
tertentu yaitu transaksi penjualan atau kontrak sehingga sebelum transaksi atau kontrak
tersebut terjadi pendapatan belum terjadi atau terbentuk.
10

Konsep realisasi atau pendekatan transaksi lebih menekankan kejadian yang dapat
menandai pengakuan pendapatan yaitu :

1. kepastian perubahan produk menjadi potensi jasa lain melalui proses penjualan
yang sah atau semacamnya ( misalnya kontrak penjualan ).
2. penguatan atau validasi transaksi penjualan tersebut dengan diperolehnya aset
lancar ( kas, setara kas, atau piutang ).

c. Kriteria Pengakuan Pendapatan

Pendapatan baru dapat diakui setelah suatu produk selesai diproduksi dan
penjualan benar – benar telah terjadi yang ditandai dengan penyerahan barang, FASB
mengajukan dua kriteria pengakuan pendapatan ( dan untung ) dan harus dipenuhi,
yaitu :

1. terealisasi atau cukup pasti terealisasi


2. terbentuk / terhak

Terbentuknya pendapatan tidak harus selalu mendahului realisasi pendapatan;


dapat terjadi, pendapatan terealisasi sebelum terbentuk. Kam mengemukakan kriteria
pengakuan secara lebih teknis. Pendapatan baru dapat diakui jika dipenuhi syarat –
syarat berikut :

1. keterukuran nilai aset


2. adanya suatu transaksi
3. Proses penghimpunan secara substansial telah selesai

d. Saat Pengakuan Pendapatan

a. Pada saat kontrak penjualan


Dapat terjadi perusahaan telah menandatangani kontrak penjualan dan bahkan
sudah menerima kas untuk seluruh nilai kontrak tetapi perusahaan belum mulai
memproduksi barang. Pada saat ini pendapatan sudah terealisasi tetapi belum
terbentuk. Pengakuan harus menunggu sampai proses penghimpunan cukup
selesai yaitu di tahap penjualan. Sementara itu, pembayaran dimuka harus diakui
sebagai kewajiban sampai barang atau jasa diserahkan kepada pembeli.

b. Selama proses produksi secara bertahap


Dalam industry tertentu, pembuatan produk memerlukan waktu yang cukup
lama. Pengakuan pendapatan dapat dilakukan secara bertahap (per perioda
akuntansi) sejalan dengan kemajuan proses produksi atau sekaligus pada saat
projek selesai dan dikerjakan.

e. Akresi

Berkaitan dengan pengakuan pendapatan sebagai fungsi kegiatan produksi adalah


masalah akresi yaitu pertambahan nilai akibat pertumbuhan fisis atau proses alamiah
lainnya. Dari segi pelaporan laba periodic, tidak diakuinya akresi sebagai pendapatan
bukan berarti meniadakan arti penting akresi, lebih-lebih untuk kepentingan analisis
internal. Bila harus dilaporkan, pelaporan harus sedemikian sehingga tidak memberi
kesan bahwa akresi telah terealisasi. Jumlah rupiah kreditnya harus dilaporkan terpisah
dari laba yang telah benar-benar teralisasi.

f. Apresiasi

Apresiasi adalah selisih “nilai pasar wajar” asset perusahaan dengan kos (atau nilai
buku asset terdepresiasi). Apresiasi berlaku untuk semua jenis asset tidak terbatas pada
11

asset yang yang dikategori sebagai produk. Apresiasi lebih kurang memenuhi
pengertian pendapatan karena tidak berkaitan langsung dengan operasi perusahaan
tetapi lebih berkaitan dengan kondisi pasar.

Paton dan Littelon (1970) sangat menentang pengakuan apresiasi sebagai pendapatan.
Argumen yang diajukan diuraikan berikut ini:

1. Apresasi bukan merupakan transaksi


2. Apresiasi tidak objektif

g. Penghematan Kos

Dua pos yang bersangkutan dengan proses pembelian yang sering dianggap sebagai
pendapatan, yaitu potongan pembelian dan pembelian dengan harga murah atau
pembelian beruntung. Potongan pembelian tidak memenuhi definisi pendapatan karena
berkaitan dengan proses pembelian yaitu proses pemerolehan asset pada tingkat awal.
Oleh karena itu, mengakui pendapatan pada tingkat ini sama saja dengan
mengantisipasi pendapatan. Hal ini merupakan salah satu contoh ekstrem pengakuan
pendapatan yang belum terealisasi. Jika potongan pembelian diakui sebagai pendapatan
yang terealisasi maka akan terjadi hal yang janggal yaitu bahwa perusahaan yang baru
saja berdiri dan belum memproduksi dan menjual produk sudah memperoleh
pendapatan melalui proses pembelian bahan baku dengan memanfaatkan potongan
yang ditawarkan.

a. Pada saat produksi selesai


Jika sudah ada kontrak penjualan sebelumnya tidak menjadi masalah dengan
pengakuan pada saat produk selesai karena pendapatan sudah terealisasi dengan
pada saat produk selesai pendapatan secara substansial sudah terbentuk.

b. Pada saat penjualan


Pengakuan ini merupakan dasar yang paling umum karena pada saat penjualan
kriteria penghimpunan dan realisasi telah terpenuhi. Kriteria terealisasi telah
dipenuhi karena telah ada kesepakatan pihak lain untuk membayar jumlah rupiah
pendapatan secara objektif. Dengan demikian, saat penjualan merupakan saat
yang kritis dalam operasi perusahaan sehingga menjadi standar utama dalam
pengakuan pendapatan.

h. Kembalian dan Potongan Tunai

Kembalian atau return untuk suatu periode yang timbul akibat barang cacat
atau rusak dicatat dengan membalik jurnal yang telah dibuat pada saat penjualan
dengan jumlah rupiah pengembalian. Demikian juga keringanan-keringanan dapat
diperlakukan dengan cara yang sama. Adakalanya terjadi penjualan barang yang
disertai dengan hak pembeli untuk mengembalikan barang bukan karena bukan karena
barang rusak atau alasan umum lainnya melainkan karena perjanjian menyatakan
bahwa pembeli berhak mengembalikan barang dalam periode tertentu, contoh
pengembalian produk baru dalam tahap perkenalan atau percobaan. Adanya potongan
tunai penjualan sama sekali tidak menghalangi pengakuan pendapatan pada saat
penjualan. Masalah yang timbul tidak berkaitan dengan pengakuan pendapatan tetapi
dengan berapa rupiah pendapatan harus dicatat.

i. Kos Purna-jual

Masalah yang paling pelik dan sulit adalah masalah yang bersangkutan dengan
penyesuaian yang diperlukan untuk mengakui pengaruh kegiatan yang mungkin terjadi
setelah penjualan dan harus dibebankan terhadap penjualan tersebut. Prosedur umum
12

yang biasanya dilakukan untuk mengantisipasi kos semacam ini adalah mendebit
jumlah rupiah taksiran kos kegiatan dan mengkredit jumlah rupiah yang sama ke dalam
akun cadangan melalui penyesuaian akhir tahun. Jumlah rupiah debit tersebut menjadi
pengurang langsung terhadap pendapatan dan jumlah rupiah kredit yang sama akan
menjadi kontra terhadap jumlah rupiah piutang.

j. Kerugian Piutang

Keberatan lain terhadap dasar penjualan adalah pendapat yang menyatakan


bahwa piutang bukanlah merupakan bukti yang efektif terhadap realisasi pendapatan
karena piutang bukan merupakan sarana yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran
sehingga kurang tepat digunakan sebagai pengukur pendapatan. Masalah kerugian
piutang dapat diatasi dengan perlakukan yang sama seperti kos purna jual yaitu dengan
membentuk cadangan kerugian piutang. Kerugian piutang yang ditaksir tersebut dapat
disajikan dalam kelompok biaya dalam statemen laba-rugi sebagai biaya penjualan.

k. Transaksi Penjualan
Penjualan dikatakan telah terjadi secara teknis bila produk telah ditransfer ke
pembeli dan sebagai penghargaan penjual mendapatkan kas atau klaim atas kas.
Kontrak penjualan yang belum disertai transfer produk secara teknis belum dapat
dikatakan sebagai transaksi penjualan. Pengiriman barang tanpa kontrak penjualan juga
tidak dapat disebut sebagai transaksi penjualan. Jadi, kriteria realisasi telah terpenuhi
pada saat penjualan hanya kalau telah terjadi transfer atau pengiriman barang tak
bersyarat.

a. Pada Saat Kas Terkumpul


Pengakuan pendapatan pada saat kas terkumpul sebenarnya merupakan
pengakuan pendapatan berdasarkan asas kas dimana ini banyak digunakan untuk
transaksi penjualan yang barang atau jasanya telah diserahkan tetapi kasnya baru
akan diterima secara berkala dalam waktu yang cukup panjang. Alasan
digunakan dasar ini adalah adanya ketidakpastian tentang kolektibilitas atau
ketertagihan piutang, dengan cara ini pendapatan diakui sejumlah kas yang
diterima pada saat kas diterima atau terkumpul dan baru kemudian menentukan
biaya yang berkaitan dengan pendapatan dasar kas tersebut.

l. Jasa Dikonsumsi Dalam Jangka Pendek

Dalam perusahaan jasa, kalau satuan jasa yang diserahkan berupa suatu
tindakan atau penyediaan jasa lain dalam bentuk tertentu yang dilakukan dalam waktu
yang relatif pendek, seperti perusahaan angkutan atau bioskop.

m. Jasa Dikonsumsi Dalam Jangka Panjang

Apabila jasa yang diberikan adalah kompleks dan baru akan selesai dalam
periode yang relatif panjang seperti halnya perusahaan penyewaan ruang atau
bangunan maka besar kemungkinan akan terjadi perbedaan yang sangat mencolok
antara jumlah rupiah pendapatan yang diakui dalam suatu periode atas dasar
penyerahan jasa dan jumlah rupiah pendapatan yang diakui dalam periode yang sama
atas dasar penerimaan kas.

n. Argumen Pendukung

Dasar ini mempunyai validitas terutama untuk penjualan jasa atau barang
secara angsuran. Validitas ini berdasarkan tiga pertimbangan yang saling berkaitan:
13

1. Seluruh atau sebagian piutang yang timbul bukan merupakan asset yang
mempunyai daya beli murni.
2. Makin lama jangka waktu untuk mengangsur makin besar kemungkinan piutang
tak tertagih.
3. Kos purna jual, terutama kos penagihan dan pengumpulan piutang biasanya lebih
tinggi dibandingkan dengan kos purna jual untuk penjualan kredit biasa (jangka
pendek).

o. Alasan Penyanggah

Pengakuan pendapatan dasar kas kurang dapat didukug dengan berbagai alasan.
Pertama, mempunyai kedudukan sama dengan piutang timbul dari penjualan barang.
Kedua, belum tentu ada kegagalan penagihan piutang. Ketiga, dalam pembayaran
diterima di muka, kemungkinan terjadinya kerugian sudah tidak ada lagi.

p. Prosedur Akuntansi Dasar Kas

Penerapan dasar kas untuk mengukur pendapatan pada hakikatnya sama dengan tidak
mengakui piutang angsuran sebagai pos asset meskipun harga jual cukup pasti dan
barang telah dikirim, dengan demikian piutang hanya dicatat dalam bentuk
memorandum.

q. Biaya Administrasi dan Penjualan

Kalau pendapatan diukur atas dasar penerimaan kas, kos yang dibebankan sebagai
biaya haruslah kos yang benar-benar telah dikorbankan untuk mendapatkan pendapatan
dasar kas tersebut. Pada umumnya kos administrasi dan penjualan bukan merupakan
kos yang dapat diperlakukan seperti kos sediaan yaitu tersediaankan. Kos tersebut harus
segera dibebankan kependapatan sebagai biaya perioda.

r. Saat Pengakuan Penjualan Jasa

Untuk jasa jangka pendek, saat penerimaan kas merupakan saat yang umum untuk
mengakui pendapatan karena penerimaan kas biasanya terjadi hampir bersamaan
dengan penyelesaian pekerjaan jasa. AICPA memberikan kaidah pengakuan umum
untuk penjualan jasa sebagai berikut:

1. Jika pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan satu pekerjaan, pendapatan harus
diakui pada saat pekerjaan tersebut telah dilakukan.
2. Jika pemberian jasa terdiri dari serangkaian pekerjaan, maka pendapatan harus
diakui selama periode berjalan.
3. Jika pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan secara
bertahap, pendapatan dapat diakui saat seluruh pekerjaan telah selesai
dilaksanakan.
4. Jika terdapat ketidakpastian yang tinggi, pendapatan baru diakui setelah kas
terkumpul.

s. Pedoman Umum Pengakuan Pendapatan

FASB meringkas pedoman umum tentang hal ini sebagai berikut:

1. Kriteria terbentuk dan terrealisasi biasanya dipenuhi pada saat produk atau
barang dagangan diserahkan. Oleh karena itu, pendapatan dari kegiatan produksi
dan pemasaran serta untung dan rugi dari penjualan asset lainnya pada umumnya
diakui pada saat penjualan.
2. Kalau kontrak penjualan mendahului produksi dan pengiriman, pendapatan dapat
diakui pada saat terhak dan pengiriman.
14

3. Kalau produk dikontrak belum selesai diproduksi, pendapatan dapat diakui


secara bertahap dengan metode persentase penyelesaian.
4. Kalau jasa diberikan untuk menggunakan asset berlangsung secara menerus
selama satu periode dengan kontrak harga pasti, pendapatan diakui bersamaan
dengan berjalannya waktu.
5. Kalau produk dapat segera terrealisasi karena dapat dijual dengan harga cukup
pasti tanpa biaya tambahan, pendapatan dan beberapa untung atau rugi dapat
diakui pada saat selesainya produksi.
6. Kalau produk, jasa, atau asset lain ditukar dengan asset nonmoneter yang tidak
segera dapat dikonversi menjadikas, untung atau rugi dapat diakui pada saat
meretia telah berhak atau pada saat transaksi telah selesai.
7. Kalau ketertagihan asset yang diterima untuk produk, jasa, atau asset lain
meragukan, pendapatan dapat diakui atas dasar kas yang terkumpul.

t. Prosedur Pengakuan

Saat atau kaidah pengakuan pendapatan di atas merupakan ketentuan pada level
penetap standar. Agar dapat dilaksanakan di level perusahaan, kaidah tersebut harus
dijabarkan secara teknis dan procedural dalam bentuk kebijakan akuntansi perusahaan.
Kebijakan akuntansi perusahaan harus menetapkan kejadian atau kegiatan internal apa
yang dapat digunakan sebagai pemicu pencatatan ke dalam system akuntansi.

u. Penyajian

Masalah yang berkaitan dengan penyajian pendapatan adalah pemisah anantara


pendapatan dan untung dan pemisahan berbagai sifat untung menjadi pos biasa dan luar
biasa dan cara menuangkannya dalam statemen laba-rugi.

2.2. Beban
2.2.1. Pengertian

Pengertian biaya tidak dapat dipisahkan dengan pengertian kos dan asset dan juga
rugi (loss). Pembahasan tersebut hanya menyebutkan bahwa bila kos tidak memenuhi
difinisi asset (dapat ditangguhkan pembebanannya terhadap pendapatan), kos tersebut
dapat masuk sebagai biaya atau rugi. Dalam SFAC No. 6, FASB mendefinisi biaya
(expenses) dan rugi (losses)sebagai berikut:

Expenses are outflows or other using up of assets or incurrence of liabilities (or


combination of both) from delivering or producing goods, rendering services, or
carrying out other activities that constitute the entity’s ongoing major or central
operations (prg.80);

Losses are decreases in equities (net assets) from peripheral or incidental


transactions of an entity and from all other transactions and other event and
circumstances affecting the entity except those that result from expenses or
distribution to owners (prg.83).

Kalau kewajiban merupakan bayangan cermin asset, definisi biaya oleh FASB di atas
merupakan lawan atau kebalikan dari definisi pendapatan. Pendapatan arahnya masuk
sedangakan biaya arahnya keluar kesatuan usaha. APB juga mendefinisi biaya sebagai
kebalikan pendapatan sebagai berikut (APBN statement No. 4, prg. 134):

Expenses – gross decreases in assets or gross increases in liabilities recognized


and measured in conformity with generally accepted accounting principles that
result from those types of profit-directed activities of an enterprise that can change
owners’ equity.
15

APB selanjutnya menjelaskan bahwa seperti pendapatan, biaya timbul hanya dalam
kaitannya dengan kegiatan penciptaan laba yang mengakibatkan perubahan ekuitas. IAI
(IASC) mendefinisi biaya dalam standar Akuntansi Keuangan (2002)sebagai berikut:

Expenses are decreases in economic benefits during the accounting period in the
form of outflows or depletions of asets or incurrences of liabilities that result in
decrases in equity, other than those relating to equity participants (hlm.17).

Beberapa sumber atau literature lain selalu mendefinisikan biaya dalam kaitannya
dengan definisi kos. Sprouse dan Moonits (1962) mendefinisi pengertian
cost dan expense sebagai berikut:

Cost is a foregoing, a sacrifice made to secure benefit, and is measured by an


exchange price. Expense is the decrease in net assets as aresukt of the use of
economic services in the creation of revenues or the imposition of taxes by govern
mental unit (hlm.8-9).

Grady (1965) mengemukakan definisi cost sebagai berikut:

Cost is the amount, measured in money, or cash expended or other property


transferred, capital stock issued, services performed, or a liability incurred, in
consideration of goods or services received or to be received. Costs can be classi
fied as unexpired and expired. Unexpired cost (assets) are those which are
applicable to the production of future revenues,…Expired costs are those which are
not applicable to the production of future revenues, and for that reason are treated
as deductions from current revenues or charged against retained earnings…
Unexpired cost may be transferred from one classification to another before
becoming expired cost as above defined,..(hlm.228).

Hilton (2002) menjelaskan makna cost, expenses, dan cost of goods sold dan
perbedaan di antara konsep tersebut sebagai berikut:

Cost is the sacrifice made, usually measured by the resources given up, to achive a
particular purpose. An expense is the consumtion of assets for the purpose of
generating revenue. Cost of goods sold is the expense measured by the cost of the
finished goods sold during a period of time (hlm.36).

Dari berbagai sumber di atas dan sebagai lawan dari pendapatan, terdapat dua
karakteristik penting yang melekat pada makna biaya yaitu:

1. Aliran keluar atau penurunan asset (outflow of assets, gross decrases in assets,
decreases in economic benefitd, using up of assets, consumption of assets, use of
economic services, expired costs, applicable costs to current period).
2. Akibat kegiatan yang membentuk operasi utama yang menerus (ongoing major
operations, profit-directed activities, for the purpose of generating revenues,
creation of revenues, earning activities).
Selain dua karakteristik utama di atas, terdapat karakteristik lain yang bersifat sebagai
konsekuensi, pendukung, atau penjelas. Karakteristik utama dan pendukung dibahas
berikut ini:

a) Penurunan Aset
Untuk dapat mengatakan bahwa biaya timbul, harus terjadi transaksi atau
kejadian yang menurun asset atau menimbulkan aliran keluar asset atau sumber
ekonomik. Asset dalam hal ini harus diartikan sebagai semua asset perusahaan
sebagai satu kesatuan (bukan hanya asset tertentu misalnya sediaan bahan baku).
Pemakaian bahan baku untuk pembuatan produk tidak dapat disebut sebagai biaya
16

kalau produk tersebut belum terjual (keluar dari kesatuan usaha) karena kalau
produk belum terjual belum terjadi penurunan asset. Yang terjadi hanyalah
perubahan bentuk asset sebagai potensi jasa.

b) Operasi Utama yang Menerus


Tidak semua penurunan atau konsumsi asset membentuk biaya. Agar menjadi
biaya konsumsi tersebut harus berkaitan dengan kegiatan utama atau sentral
kesatuan usaha. Yang dimaksud dengan kegiatan utama adalah kegiatan
penciptaan pendapatan (laba) yang direpresentasi dalam kegiatan memproduksi /
mengirim barang atau menyerahkan/ melaksanakan jasa. Karena dianggap bahwa
perusahaan ingin mendapatkan dan mengukur laba dengan tepat, harus ada kaitan
yang logis antara biaya dan pendapatan.

Jadi, sebagaimana berlaku untuk pendapatan, pengertian operasi menunjuk


kegiatan operasi yang merupakan elemen statemen aliran kas yaitu,
operasi (operating), investasi (investing), dan pendanaan (financing). Biaya adalah
penurunan asset yang berkaitan dengan operasi dan bukan dengan investasi dan
pendanaan.

c) Kenaikan Kewajiban
Semua badan autoritatif mendefinisi biaya tidak hanya dari sudut penurunan
asset tetapi juga dari kenaikan kewajiban. Alasannya adalah agar makna biaya
cukup luas untuk mencakupi pula pos-pos yang timbulkan dalam penyesuaian
akhir tahun.

Itulah sebabnya Kam (1990) menyarankan penggunaan frasa “ using up of


goods and services” daripada “using up of assets” (pemanfaatan asset). Memang
barang dan jasa yang telah diperoleh perusahaan umumnya diakui sebagai asset.
Akan tetapi, tidak semua barang dan jasa dicatat sebagai asset tetapi langsung
dimanfaatkan menjadi biaya. Penggunaan frasa “pemanfaatan asset” dalam definisi
FASB menjadi kurang deskriptif Karena dengan frasa tersebut seakan-akan yang
namanya biaya hanyalah berasal dari pemanfaatan asset dan tidak termasuk
pemanfaatan potensi jasa yang tidak dicatat dahulu sebagai asset. alasan
konseptual tetap berlaku yaitu kos potensi jasa diperlakukan sebagai asset
walaupun seketika itu langsung dibebankan ke pendapatan.

Gagasan Kam justru relevan untuk mendukung pendefinisian biaya sebagai


kenaikan kewajiban. Bila barang dan jasa telah dimanfaatkan oleh perusahaan
tetapi perusahaan tidak mengakuinya sebagai asset sebelumnya atau perusahaan
belum mengakui kewajiban atas penggunaan barang dan jasa yang dikuasai pihak
lain, perusahaan mempunyai keharusan untuk membayar atau melakukan
pengorbanan sumber ekonomik di masa datang sehingga kewajiban timbul.

d) Penurunan Ekuitas
Definisi APB dan IAI secara eksplisit menyebutkan bahwa penurunan asset
akhirnya akan mengubah ekuitas (can change owners’equity) atau menurunkan
ekuitas (result in decrases in equity). Pendefinisian ini sebenarnya menegaskan
bahwa akuntansi menganut konsep kesatuan usaha sehingga ekuitas secara
konseptual adalah utang perusahaan kepada pemilik. Bila ekuitas akhirnya tidak
terpengaruh, jelas turunnya asset bukan merupakan biaya. FASB tidak
memasukkan karakteristik ini dalam definisinya karena makna operasi sentral
mengandung pengertian sebagai proses penciptaan laba (profit-directted
activities) sehingga penurunan ekuitas merupakan konsekuensi logis dari
pengertian tersebut.
17

Walaupun demikian, penurunan ekuitas lebih menegaskan pengertian biaya


karena tidak setiap penurunan asset mengakibatkan penurunan ekuitas. Misalnya,
pembagian deviden kas merupakan penurunan asset tetapi tidak dapat disebut
sebagai biaya.

2.2.2. Aliran Fisis atau Moneter?

Tampaknya FASB memisahkan antara pengertian biaya dan pengukuran biaya.


Bahwa biaya timbul dari penyerahan atau produksi barang (from delivering or producing
goods) atau dari pelaksanaan jasa (rendering servise) memberi isyarat bahwa FASB
memaknai biaya (penurunan asset) sebagai kejadian fisis (physical event). Bila asset
diganti dengan barang dan jasa (seperti disarankan Kam), aliran tersebut jelas
menunjukkan aliran fisis. Untuk mencapai makna semantic biaya yang tepat, Kam (1990)
menggabungkan berbagai makna yang dikandung oleh berbagai definisi dan mengusulkan
pendefinisian biaya sebagai berikut:

Expenses are decreases in the value of assets or increases in the value of liabilities
or stockholders’ equity that represent the cost of using up goods or services by
entityto generate revenue for the current period (hlm.277).

Definisi Kam dilandasi oleh pemikiran bahwa biaya merupakan kejadian moneter yaitu
perubahan nilai asset, kewajiban, atau ekuitas. Nilai ini diukur dengan melalui penyerahan
asset (pembelian tunai), penimbulan kewajiban (pembelian kredit), dan peningkatan
ekuitas (pembelian dengan saham perusahaan sebagai penghargaan). Definisi Kam
mengisyaratkan bahwa pemanfaatan barang dan jasa merupakan upaya kesatuan usaha
dalam rangka mengahasilkan pendapatan.

Keunggulan definisi Kam dibanding FASB adalah pemasukan perioda sekarang


sebagai wadah atau takaran untuk menghubungkan pendapatan dengan biaya. Dengan
demikian, konsep penandingan (matching) secara jelas terkandung dalam definisi biaya
oleh Kam. Definisi FASB sama sekali tidak menunjukkan secara eksplisit asosiasi antara
pendapatan dan biaya. Definisi biaya oleh FASB seakan-akan independen terhadap
pendapat.

2.2.3. Rugi

Seperti halnya untung, argument yang diajukan untuk menjawab perlu atau tidaknya
biaya dibedakan dengan rugi. FASB memfokuskan pengertian biaya hanya untuk
penurunan asset yang berkaitan dengan operasi utama atau sentral. Sebagai lawan makna
untung, kata-kata kunci yang melekat pada pengertian rugi adalah:

1) Penurunan ekuitas (asset bersih).


2) Transaksi peripheral atau incidental.
3) Selain apa yang didefinisikan sebagai biaya atau selain distribusi ke pemilik.
Seperti untung, dari tiga karakteristik diatas, yang paling membedakan rugi dengan
biaya adalah karakteristik (2). Karakteristik (1) sebenarnya juga karakteristik biaya tetapi
dipandang dari sudut pengaruh akhir yaitu menurunkan ekuitas. Seperti untung, rugi dapat
merupakan jumlah kotor atau jumlah bersih. Karakteristik (3) juga merupakan karakteristik
biaya karena biaya harus berkaitan dengan operasi dalam arti luas dan bukan dengan
kegiatan pendanaan.

Empat sumber rugi yang diidentifikasi FASB adalah (SFAC No. 6, prg. 85):

1) Periferal dan incidental: misalnya penjualan investasi dalam surat-surat berharga,


penjualan asset tetap, pelunasan utang obligasi sebelum jatug tempo.
18

2) Transfer nontimbal-balik (nonreciprocal transfers) dengan pihak lain: misalnya


pencurian dan pembayaran ganti rugi dari kekalahan dalam tuntutan perkara hokum.
3) Penahanan aset (holding assets); misalnya penurunan harga sekuritas inevstasi,
penurunan nilai – tukar valuta asing, dan penurunan harga karena penahan
sediaan (holding losses).
4) Factor lingkungan: misalnya ganti rugi asuransi musibah alam yang lebih rendah dari
kos asset yang rusak. Contoh lain adalah lenyapnya manfaat asset yang tidak
diasuransi akibat kebakaran.
Paton dan Littleton (1970, hlm. 93-96) mendefinisi rugi sebagai hal yang berbeda
dengan biaya yang merupakan penyerapan atau pengorbanan kos tanpa suatu kompensasi
atau kembalian (return). Yang dimaksud kembalian disini adalah bahwa kos yang diserap
tersebut tidak ditutup melalui pendapatan karena dianggap bahwa keluarnya kos tersebut
tidak merupakan upaya untuk menghasilkan pendapatan.

Kos yang telah dikorbankan tetapi tidak ada imbalan barang atau jasa yang diterima
(tidak dapat dihubungkan dengan pendapatan) tidak dapat dianggap sebagai rugi begitu
saja. Mungkin dari kondisi lingkungan tertentu kos tersebut dapat dianggap rugi, tetapi
tidaklah demikian kalau dipandang dari sudut kondisi perusahaan dalam lingkungan
ekonomi dan sosial yang lain tempat perusahaan beroperasi. Misalnya, sumbangan untuk
Palang Merah tidak memberi kontribusi secara teknis terhadap produksi tetapi kalau
pengeluaran tersebut memang benar-benar diperlukan dalam sistem lingkungan yang ada
maka sumbangan tersebut lebih merupakan biaya operasi daripada sebagai rugi.

Pengeluaran tertentu yang diperlukan dalam rangka kegiatan mendapatkan dan


pengembangan fasilitas fisis tertentu acapkali menjadi sia-sia atau tidak produktif kalau
ditinjau dari segi kegiatan secara individual. Akan tetapi, dari segi kegiatan secara
keseluruhan, pengeluaran tersebut mungkin harus diperlakukan sebagai biaya yang
selayaknya terjadi.

2.2.4. Pengakuan Biaya

Pengakuan biaya tidak dibedakan dengan pengakuan rugi. Pengakuan menyakut


masalah kriteria pengakuan (recognition criteria) yaitu apa yang harus dipenuhi agar
penurunan nilai asset yang memenuhi definisi biaya atau rugi dapat diakui dan masalah
saat pengakuan (recognition rules atau timing) yaitu peristiwa atau kejadian apa yang
menandai bahwa kriteria pengakuan telah dipenuhi. Tidak seperti pendapatan atau untung,
biaya dan rugi tidak mengalami masalah pembentukan dan realisasi.

a) Kriteria Pengakuan
Biaya atau rugi pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua kriteria berikut
dipenuhi (SFAC No. 5, prg. 85):

1) Konsumsi manfaat (consumption of benefits) Biaya atau rugi diakui bilamana


manfaat ekonomik yang dikuasai suatu entitas telah dimanfaatkan atau
dikonsumsi dalam pengiriman atau pembuatan barang, penyerahan atau
pelaksanaan jasa, atau kegiatan lain yang merepresentasi operasi utama atau
sentral entitas tersebut
2) Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang (loss or lack of future
benefits). Biaya atau rugi diakui bilamana asset yang telah diakui sebelumnya
diperkirakan telah berkurang manfaat ekonomiknyan atau tidak lagi mempunyai
manfaat ekonomik.
19

b) Kaidah atau Saat Pengakuan


Kejadian (event) apa yang menandai bahwa salah satu dari kriteria di atas telah
dipenuhi? Dengan kata lain, kapan dan bagaimana jumlah rupiah biaya yang
diperkirakan telah menghasilkan pendapatan diakui? Sebagai pedoman bagi penyusun
standar atau manajemen (kebijakan akuntansi perusahaan), perlu dirumuskan
pedoman umum saat pengakuan di tingkat rerangka konseptual.

1) Konsumsi Manfaat
Konsumsi manfaat ekonomik selama suatu perioda dapat diakui langsung
pada saat terjadinya atau diakui bersamaan dengan pengakuan pendapatan yang
berkaitan. Berbagai jenis atau pos biaya menghendaki cara pengakuan yang
berbeda yaitu (SFAC No. 5, prg. 86):

 Beberapa pos biaya, seperti kos barang terjual, dibandingkan (matched with)
dengan pendapatan yang terkait. Meretia diakui pada saat atau perioda yang
sama dengan pengakuan pendapatan yang dihasilkan langsung atau
bersama(directly or jointly) dari transaksi atau kejadian lain yang sama
dengan yang menimbulkan biaya.
 Banyak pos biaya, seperti gaji staf penjualan dan administrative, diakui
selama periode pada saat kas dibayarkan atau kewajiban terjadi untuk
barang dan jasa yang dimanfaatkan/ dikonsumsi bersamaan dengan
pemerolehan atau segera setelah itu.
 Beberapa pos biaya, seperti depresiasi dan asuransi, dialokasi (diakui)
dengan prosedur sistematik dan rasional untuk perioda-perioda yang
menikmati manfaat asset bersangkutan.

2) Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang


Biaya atau rugi diakui bila telah menjadi nyata atau jelas bahwa manfaat
ekonomik masa datang suatu asset yang diakui sebelumnya telah berkurang atau
lenyap atau bahwa kewajiban timbul atau bertambah tanpa adanya manfaat.

c) Kaidah Pengakuan APB


Kaidah pengakuan di atas sebenarnya dilandasi oleh basis asosiasi yang oleh APB
disebut sebagai prinsip pengakuan biaya pervasive atau luas (pervasive expense
recognition principles). Hal ini dinyatakan oleh APB sebagai berikut (APB Statement
No. 4, prg.157-160):

1) Mengasosiasi sebab dan akibat (associating cause and effect). Beberapa kos
diakui sebagai biaya atas dasar asosiasi langsung dengan pendapatan tertentu
2) Alokasi sistematik dan rasional (systematic and rational allocation). Bila tidak
ada cara langsung untuk mengasosiasi sebab dan akibat, beberapa kos diasosiasi
dengan periode sebagai biaya atas dasar usaha (attempt) untuk mengalokasi kos
secara systematic dan rasional ke beberapa perioda yang diperkirakan menikmati
manfaat.
3) Pengakuan segera (immediate recognition). Beberapa kos diasosiasi dengan
perida berjalan sebagai biaya karena:
 Kos yang terjadi dalam perioda berjalan tidak memberi manfaat masa
datang yang cukup nyata (discernible).
 Kos yang dicatat sebagai asset dalam perioda-perioda sebelumnya tidak
lagi mempunyai manfaat ekonomik yang cukup nyata.
 Mengalokasiberbagai kos baik atas dasar asosiasi dengan pendapatan atau
atas dasar perioda akuntansi dipandang tidak mempunyai manfaat yang
berarti.
20

d) Hubungan Kos dan Biaya


Beberapa sumber mendefinisi biaya dalam kaitannya dengan pengertian kos
karena memang biaya tidak dapat dipisahkan dengan kos. Akan tetapi, kos tidak
selalu dapat disebut biaya karena kos dapat juga merepresentasi asset. Dengan kos
sebagai pengukur, kriteria konsumsi manfaat dan kelenyapan manfaat dapat
dinyatakan dalam bentuk keterbatasan kos (cost expiration). Kriteria konsumsi lebih
berkaitan dengan pengakuan biaya sehingga kriteria ini oleh paton dan Littlen (1970)
disebut kehabisan kos penciptaan pendapatan (revenue producing cost
expiration) sedangkan kriteria kelenyapan lebih berkaiatan dengan rugi sehingga
krtiteria ini dapat disebut keterhabisan kos non penciptaan pendapatan (not revenue
produsing cost expiration).

e) Proses dan Konsep Penandingan


Laba akan mempunyai makna kalau laba merupakan selisih pendapatan dan
biaya yang mempunyai hubungan tertentu yang bermakna (bukan acak). Dua tahap
kritis perlakuan kos adalah pengakuan (aliran masuk sebagai asset) dan pembebanan
(aliran keluar sebagai biaya).

Untuk menentukan laba yang bermakna (meaningful), perlu dipahami dua


pengertian penting yaitu proses penandingan (matching process) dan konsep atau
prinsip penandingan (matching concept or principle). Proses penandingan adalah
proses penentuan laba dengan mengukur atau menakar dahulu pendapatan untuk suatu
perioda dan barulah kemudian menentukan biaya yang berkaitan dengan pendapatan
tersebut. Konsep atau prinsip penandingan adalah dasar pemikiran untuk
menghubungkan pendapatan dan biaya sehingga labayang dihasilkan lebih bermakna.
Prinsip penandingan menjadi suatu kebutuhan (necessity) dalam akuntansi karena
alasan berikut:

1) Pengakuan pendapatan tidak langsung dikaitkan dengan pengakuan biaya karena


teknik pembukuan tidak memungkinkan hal tersebut. Dengan kata lain, proses
penandingan tidak dilakukan pada saat transaksi pendapatan terjadi tetapi pada
umumnya dilakukan pada akhir tahun.
2) Transaksi terjadinya pendapatan pada umumnya tidak berkaitan langsung dengan
transaksi terjadinya biaya. Sebagai contoh, pemerolehan dan pembayaran barang
dan jasa untuk menghasilkan produk tidak selalu bersamaan (tidak terjadi dalam
perioda yang sama) dengan penjualan dan pengumpulan kas.
Atas dasar konsep upaya dan capaian, konsep penandingan menyatakan
bahwauntuk mendapatkan laba periodic yang bermakna maka pendapatan yang diakui
untuk suatu perioda harus ditandingakan (diasosiasi) dengan biaya yang dianggap
telah menciptakan pendapatan tersebut. Prinsip penandingan ini dikemukakan oleh
concepts and standards Research Study Committee, American accounting Associstion
sebagai berikut:

… costs (defined as product and service factors given up) should be related
to revenues realized within a specific period on the basis of some discernible positif
correlation of such costs with the recognized revenues.

Karena pendapatan suatu perioda ditentukan lebih dahulu, prinsip


penandingan akhirnya juga menentukan saat pengakuan biaya. Bila dianalisis, tiap
ketentuan selalu didasarkan atas pertimbangan berikut:

1) Hubungan atau asosiasi dengan pendapatan.


21

2) Biaya diakui/ dilaporkan dalam perioda yang sama dengan perioda diakui/
dilaporkannya dengan pendapatan.

f) Kelayakan Ekonomik
Penandingan yang tepat harus didasarkan pada kelayakan ekonomik dan bukan
fisis. Memang penandingan menuntut identifikasi konsumsi manfaat asset atau jasa
secara fisis tetapi nilai asset atau jasa yang dikonsumsi juga harus ditentukan secara
tepat dengan memperhatikan kondisi yang melingkupinya. Oleh karena itu, dasar
penandingan yang paling utama adalah kelayakan ekonomik (economic
reasonanbleness) bukannya dasar aliran fisis semata-mata.

Dalam industry sepatu misalnya, nilai atau kos kulit yang dibebankan ke
produksi adalah semua kos lembar kulit yang masuk proses walaupun secara fisis
yang bagian dari kulit yang tidak menjadi sepatu tetapi menjadi potongan-potongan
sisa kulit sebagai bahan buangan. Jadi, kos suatu factor jasa yang digunakan dalam
operasi hanya akan dibebankan ke pendapatan sebanding dengan produk yang
dianggap telah menghasilkan pendapatan.

g) Menandingkan Bukan Mengkompensasi


Ada kalanya biaya komisi penjualan, biaya angkut pengiriman barang
(ekspedisi), dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan transaksi penjualan
dikurangkan langsung terhadap hasil penjualan dan hanya jumlah rupiah netonya
dicatat dalam akun penjualan dan penjualan dilaporkan sebesar jumlah netonya.
Perlakuan semacam ini secara teoritis tidak layak. Karena karakteristik yang berbeda,
upaya harus dipisahkan dengan hasil. Semua kos yang mempresentasi upaya harus
tetap dicatat sebagai kos (atau biaya kalau langsung dibebankan). Sebaliknya, seluruh
hasil penjualan produk harus dicatat seluruhnya secara utuh sebagai pendapatan.

2.2.5. Basis Asosiasi

Dalam rangka menghubungkan biaya dan biaya, perlu dipertimbangkan basis asosiasi
yang menggambarkan penandingan yang secara ekonomik layak. Berbagai basis asosiasi
dibahas berikut ini.

1) Asosiasi Sebab dan Akibat


Konsep upaya dan capaian menyatakan bahwa biaya merupakan upaya dalam
rangka mendapatkan capaian berupa pendapatan. Ini berarti ada hubungan sebab
akibat antara biaya dan pendapatan. Oleh karena itu, basis penandingan yang paling
masuk akal adalah sebab akibat. Walaupun basis ini lebih merupakan asumsi daripada
kenyataan karena dalam banyak hal sulit untuk dibuktikan secara menyakinkan bahwa
biaya menyebabkan pendapatan.

Walaupun demikian, hubungan sebab akibat mempunyai validitas karena


pengamatan terhadap operasi perusahaan pada umumnya menunjukkan bahwa
pendapatan tidak akan terjadi tanpa penyerahan barang atau jasa.

Dalam hal perusahaan pemanufakturan, produk fisis dapat digunakan sebagai


sarana atau takaran hubungan sebab akibat. Bila penyerahan 800 unit produk (dengan
kos Rp 10.800) mendatangkan prndapatan Rp 15.000, dapat dikatakan penyerahan
produk tersebut menyebabkan pendapatan. Dalam hal ini, kos yang harus
ditandingkan dengan pendapatan (yang menjadi biaya) adalah seluruh kos potensi jasa
yang melekat pada produk yang telah terjual yang mendatangkan pendapatan (sales
revenues). Secara umum dapat dikatakan bahwa semua kos produksi yang wajar dan
perlu harus dilekatkan pada unit produk dan baru diakui sebagai biaya pada saat
22

produk tersebut terjual. Penandingan sebab-akibat semacam ini disebut penandingan


langsung (direct matching) dan untuk perusahaan pemanufakturan penandingan
langsung seperti itu disebut dengan penandingan produk (product matching). Paton
dan Littleton (1970) menyatakan dasar ini adalah yang paling ideal ini menuntut
bahwa semua potensi jasa (termasuk kos administrative dan penjualan) tergabung
menjadi satu dan melekat pada produk (menjadi kos produk). Bila dikaitkan dengan
klasifikasi kos secara fungsional.

a) Identifikasi Kos Produk


Karena produk terjual merupakan takaran penandingan, Kos produk akan
dipecah menjadi dua komponen yaitu Kos produk yang telah terjual dan Kos
produk yang belum terjual dan masih menjadi aset perusahaan. Kos yang
melekat pada produk terjual akan langsung dibebankan sebagai biaya. Kos
sdiaan baru dibebankan sebagai biaya kalau produk telah terjual. Masalah
teknik yang timbul adalah tidak semua Kos potensi jasa dapat dengan mudah
dikaitkan dengan unit produk. Demikian juga, tidak semua unsur Kos produksi
dapat secara langsung dikaitkan dengan unit fisis produk atau dengan suatu
angkatan produksi. Dalam hal penjualan angsuran, yang mengakui pendapatan
dalam suatu periode hanya sebesar kas yang diterima, penandingan langsung
atas dasar sebab-akibat mengalami kesulitan teknis untuk menentukan Kos
yang dianggap telah menghasilkan penerimaan tersebut. Dengan kata lain, tidak
ada dasar yang cujkup teliti untuk memecah Kos kedalam bagian yang telah
menjadi sebab. Dalam hal tertenti pemecah tersebut menjadi sangat arbitrer
sehingga penandingan langsung tidak mudah diterapkan untuk penjualan
angsuran.

b) Produk Usang Atau Musiman


Masalah lain yang berkaitan dengan penandingan atas dasar sebab-akibat
adalah adanya produk musiman yang tidak laku dijual. Persoalanya adalah
apakah Kos produk musiman yan tidak terjual merupakan sebab ( sebagai
biaya ) atau bukan (sebagai rugi ).

Dalam keadaan yang khusus sebagai Kos sediaan barang yang tidak terjual
dalam suatu periode secara logis dapat dijadikan komponen Kos barang terjual.
Sebagai contoh, suatu toko pakaian musiman harus menyediakan berbagai
ukuran dan warna yan cukup banyak untuk memenuhi selera konsumer dengan
konsekuensi yang tidak terhindarkan dan cukup pasti bahwa sebagian dari
sediaan pakaian jadi tersebut tidak akan laku terjual pada akhir musim tertentu.

c) Barang Rusak
Pesoalan yang sama dengan barang musiman dapat diterapkan untuk produk
rusak. Apakah Kos produk rusak dapat dianggap sebagai sebagai upaya atau
sebab untuk menimbulkan pendapat?

Kelayakan ekonomik menuntut pertimbangan dengan memperhatikan kodisi


yang melingkupi suatu masalah. Bila kerusakan produk merupakan hal yang
normal atau bahkan merupakan prasyarat. Untuk menghasilkan barang dengan
kualitas baik, Kos barang yang rusak dapat di anggap sebagai upaya
menghasilkan pendapatan.

d) Identifikasi Kos Nonproduk


Kalau penandingan atas dasar sebab-akibat akan dipertahankan maka secara
logis tidak seluruh Kos nonproduksi akan dibebankan sebagai biaya. Oleh
23

karena itu, perlu diadakan alokasi agar dapat dicapai penandingan yang tepat
antara biaya dan pendapatan yang dihasilkan.

Kos nonproduksi tidak menyebabkan pendapatan karena sulit secara teknis


untuk menelusuri hubungan sebab-akibat tersebut. Sulit untuk mengatakan
bahwa bagian dari Kos nonproduksi yang ditunda pembebananya tersebut akan
menghasilkan pendapatan dimasa mendatang.

Dalam kaitanya dengan penandingan sebab-akibat, Kos nonproduksi tidak


harus ditunda pembebananya untuk dikaitkan dengan pendapatan masa datang
yang dapat dikaitkan dengan Kos nonproduksi tersebut.

e) Biaya Antisipasian
Biaya Antisipasian ( anticipated expenses ) adalah biaya yang dianggap
menyebabkan timbulnya pendapatan tetapi baru terjadi setelah pendapatan
diakui. Sebagai contoh adalah Kos yang berkaitan dengan kegiatan purna-jual
(after- sale costs) seperti jaminan penjualan, jaminan reparasi gratis, dan
pengumpulan piutang.

2) Alokasi Sistematik dan Rasional


Alokasi sistematik dan rasional merupakan penandingan dengan periode sebagai
penakar pendapatan dan biaya. Proses ini sering disebut penandingan periode (period
matching). Dalam pengkuan biaya, diasumsi bahwa yang menerima manfaat dari
potensi jasa adalah periode bukanya produk. Dasar penandingan ini sebenarnya
merupakan alternatif dasar sebab-akibat karena tidak selalu mudah mengidentifikasi
hubungan sebab-akibat antara pendapatan dan biaya.

Proses alokasi menimbulkan banyak metode alokasi. Memenuhi definisi aset. Paton
dan Littleton mengemukakan bahwa aset pada dasarnya merupakan beban tangguh
(deferred charges). Dilain pihak, bila alokasi bersifat arbitrer, hal tersebut lebih baik
tidak dilakukan karena alokasi akan memberi kesan adanya ketepatan (preciseness)
padahal kenyataanya tidak demikian.

a) Kriteria Penangguhan
Kriteria penangguhan. Kriteria penguji umum yang dapat dijadikan dasar untuk
menentukan apakah suatu jenis Kos jasa yang terjadi pada suatu periode
akandibebankan langsung atau akan ditunda.

Karena suatu Kos jasa yang terjadi memenuhi kriteria tambahan ini, pada
umumnya Kos tersebut dapat dibebenkan langsung pada periode terjadinya
kecuali untuk sediaan barang dan biaya prabayaran (prepaid expenses). Dapat
disimpulkan bahwa Kos nonoperasi yang berulang terjadinya cukup beralasan
untuk langsung dibebankan dari pada ditunda atau disediakan untuk mencapai
tepat- tanding

b) Alokasi Kos Bergabung atau Bersama.


Alokasi merupakan proses yang tidak dapat dihindari untuk mencapai
penandingan sebab-akibat. Karena karakteristik operasi perusahaan pada
umumny, penentuan kos produk secara tepat membutuhkan alokasi untuk kos
bergabung (joint cost) atau kos bersama (common cost) betapapun dasar
alokasi tersebut agak bersifat arbitrer.

Kedua jenis kos ini sama-sama merupakan kos fasilitas, kegiatan, proses, atau
departemen jasa yang dinikmati oleh beberapa angkatan produk atau objek kos lain
24

(misalnya departemen produksi). Akan tetapi keduanya berbeda dalam hal


penyerapan oleh produk. Kos bersama tidak diserap langsung oleh produk tetapi
diserap melalui departemen produksi. Kos bergabung terjadi karena satu fasilitas atau
proses proses terpaksa digunakan untuk mengolah beberapa produk sekaligus karena
secara teknis atau alamiah beberapa produk tersebut tidak dapat dipisahkan
pengolahannya sampai titik tertentu ( split pont). Kos fasilitas pengolahan pabrik gula
sampai titik dipisahkannya guka dan tetes merupakan contoh kos bergabung.

Alokasi kos bergabung atau bersama bersifat internal dalam suatu perioda
sehingga hasilnya tidak mempengaruhi kos operasi total untuk perioda tersebut
meskipun dasar alokasi agak arbitrer. Alokasi semacam ini hendaknya tidak
diterapkan untuk alokasi secara arbitrer antarperioda akan lebih menyesatkan hasilnya
daripada tidak dilakukan alokasi karena alokasi memberi kesan adanya ketepatan
(preciseness) yang dalam kondisi tertentu mungkin tidak dapat dipenuhi.

c) Alokasi Bukan Sarana Pemerataan Laba.


Dalam akuntansi manajerial dikenal metoda yang disebut pengkosan normal
(normal costing). Dengan metoda ini, kos overhead dibebankan ke produk atas
dasar tarif taksiran untuk suatu perioda. Tujuannya adalah agar kos produksi
untuk perioda interim (bukanan) menggambarkan kos yang tepat dibanding kos
aktual perioda tersebut. Hal ini dilakukan mengingat pos-pos overhead tidak
terjadi merata sepanjang tahun. Misalnya kos pemeliharaan mesin hanya terjadi
sekali setahjun di bulan Mei, depresiasi baru diperhitungkan dan diakui pada
bulan Dsember, dan gaji ke-13 dibayarkan pada bulan Puasa. Dengan
demikian, menentukan kos produksi untuk keperluan keputuan manajerial atas
dasar kos aktual bulanan dapat menyesatkan. Misalnya, penentuan harga untuk
order khusus yang datang pada bulan Juli harus memeperhitungkan kos
pemeliharaan yang dibayar pada bulan Mei dan depresiasi yang baru dicatat
akhir tahun. Bila didasarkan atas kos aktual, harga yang ditawarkan dapat
menjadi terlalu rendah.

Untuk mengatasi fluktuasi laba tahunan, cara terbaik adalah menerbitkan serangkaian
statemen laba-rugi tahunan seperti apa adanya bukan serangkaian laba yang telah
diratakan.

d) Pendekatan Nonalokasi
Alokasi hanya dapat dipertahankan bila tiga karakteristik berikut dipenuhi:

 Ketertambahan (additivity). Keseluruhan harus sama dengan hasil


penggunggungan bagian-bagian.
 Ketakraguan (unambiguity). Metode alokasi harus unik dan jelas untuk tiap
tujuan.
 Ketepertahankanan (defensibibiy). Untuk metoda alokaso yang dipilih, penentu
kebijakan harus dapat mempertahankan argumen yang meyakinkan.
Hanya karakteristik pertama dan kedua dipenuhi oleh alokasi dalam akuntansi.
Alokasi mengalami masalah dalam karakteristik ketiga. Hampir seluruh alokasi dalam
akuntansi bersifat takterjelaskan; artinya tidak dapat didukung tetapi dapat ditolak.
Lebih tegasnya, para akuntan tidak dapat membuktikan bahwa alokasi memberi
informasi yang bermanfaat sementara itu tidak ada bukti yang dapat membantah
bahwa informasi hasil alokasi tersebut tidak bermanfaat.

Bila alokasi dianggap suatu teori, alokasi dapat dipertahankan secara filosofis
dengan semangat refutasi ilmiah (scientific refutation) dan prinsip
ketersalahan (principle of falsifiability). Alokasi ditempatkan sebagai hipotesis
25

nol (default hypothesis) yang harus disanggah validitasnya. Bila tidak dapat
dibuktikan dengan meyakinkan bahwa alokasi tidak benar atau valid (sehingga
nonalokasilah yang valid), maka alokasi terpaksa harus "diterima" atau tidak dapat
ditolak.

3) Pembebanan Arbitrer
Suatu kos biasanya akan langsung dibebankan dalam perioda terjadinya (immediate
recognition). Ini berarti bahwa kos ditandingkan dengan pendapatan secara arbitrer.
Konsep yang melandasi pembebanan semacam ini semata-mata adalah
kepraktisan(expediency). Memang pada umumnya pengakuan segera kos sebagai
biaya atau rugi dilakukan karena manfaat masa datang tidak terukur atau tidak cukup
pasti. Contoh yang paling jelas adalah pengakuan segera selisih kurs utang valuta
asing akibat kenaikan nilai tukar mata uang asing atau pengakuan segera kos riset dan
pengembangan. Walaupun demikian, kalau terdapat alasan yang kuat atau karena
kebijakan khusus akibat kejadian luar biasa, dapat saja selisih kurs tersebut
dikapitalisasi meskipun manfaat ekonomik masa datang tidak ada lagi atau sulit
dihubungkan dengan perioda masa datang.

Penandingan arbitrer tidak selalu berkaitan dengan pengakuan rugi. Kos suatu potensi
jasa akan segera diakui sebagai biaya atau rugi kalau terbukti bahwa manfaat
ekonomiknya menjadi lenyap atau berkurang (loss or lack of future benefits).

2.2.6. Penandingan dan Penyajian Pos-Pos Biaya

Penakar yang ideal udalah unit produk karena pendapatan diciptakan dengan
menyerahkan produk (direpresentasi oleh kos produk). Oleh karena itu, idealnya tiap
unit menyerap semua jenis kos operasi (produksi, penjualan, administrasi, dan
pengumpulan piutang). Dengan perioda sebagai penakar, kos objek atau kegiatan sebagai
pengukur biaya yang dimasukkan ke dalam penakar tidak harus jelas dan tegas berkaitan
dengan pendapatan yang masuk dalam penakar (perioda) tersebut. Di bawah ini meringkas
konsep penandingan dan implikasi terhadap klasifikasi biaya sebagai pengurang
pendapatan.

Masalah pembebanan kos dan basis asosiasi di atas berlaku untuk semua jenis potensi
jasa. Masalah khusus terjadi dalam hal sediaan dan aset tetap, khususnya fasilitas fisis
yaitu gedung/prabrik dan perlengkapan (plant and equipments). Uraian berikut membahas
masalah teoretis yang menyangkut pos-pos tersebut.

2.2.7 Fasilitas Fisis

Dalam hal fasilitas fisik, kos yang terjadi pada saat pemerolehan pada umumnya
diakui sebagai aset dan baru kemudian kos tersebut diakui sebagai biaya sesuai dengan
pola penyerapan manfaat yang direpresentasi dengan kos.

a) Karakteristik dan Tujuan Pelaporan


Semua aset mempunyai karakteristik umum yaitu merupakan potensi jasa yang
dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam kegiatan operasinya, Fasilitas fisis
mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1) Berwujud fisis dan dikuasai oleh perusahaan untuk mengolah dan memperlancar
kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena itu, yang digolongkan dalam kelompok
ini adalah aset yang berkaitan dengan operasi.
2) Pada umumnya berumur panjang walaupun terbatas sehingga perlu penggantian.
3) Bernilai bagi perusahaan lantaran kekuasaan atau hak perusahaan untuk
menggunakannya bukan lantaran hak miliknya.
26

4) Pada umumnya merupakan aset nonmoneter dan manfaat yang dapat diberikan
berupa potensi jasa (service potentials) bukan daya beli atau
ketertukarannya(exchangeablility).
Tujuan pelaporan dan pengukuran fasilitas fisis ini adalah untuk menentukan
penggunaan jasa dalam suatu perioda yang diperkirakan telah menghasilkan
pendapatan. Tujuan yang lain adalah members informasi kepada pemakai laporan
tentang kuantitas fisis dan kapasitas atau daya (potensi jasa) yang masih melekat pada
aset fisis tersebut.

b) Istilah
Istilah yang digunakan untuk menunjuk aset yang mempunyai karakteristik di
atas tentunya harus cukup deskriptif untuk memudahkan klasifikasi. Banyak istilah
yang digunakan untuk mendeskripsi aset tersebut yaitu : aset tetap (fixed assets), aset
tetap berwujud (fixed tangible assets), aset terwujud (tangible assets), aset operasi
(operating assets), aset jangka panjang (long-lived/long-term assets), tanah,
pabrik/bangunan, dan perlengkapan (property, plant and equipments), dan fasilitas
fisis (plant assets).

Istilah aset tetap sebenarnya tidak cukup deskriptif karena tia mempunyai makna
sebagai pasangan aset lancar. Tia menjadi terlalu luas karena tia mencakupi investasi
jangka panjang, aset tak berwujud, sumber alam, dan aset jangka panjang lainnya.
Memang tidak semua perusahaan mempunyai aset tetap lain kecuali fasilitas fisis
sehingga fasilitas fisis dengan sendirinya menjadi aset tetap.

Aset tetap berwujud memang lebih deskriptif walaupun belum menggambarkan


sifat sebagai aset yang digunakan dalam operasi. Aset berwujud mempunyai arti yang
terlalu luas dan kurang menggambarkan sifat permanen yang melekat pada aset fisis.
Dengan istilah ini, sediaan barang dagangan akan dapat masuk dalam pengertian ini.

Aset jangka panjang jelas tidak deskriptif karena istilah ini akan mencakupi pula
aset tak berwujud seperti asuransi dibayar di muka dan pembayaran di muka lainnya.
Aset operasi jelas terlalu luas karena semua aset baik berwujud atau tidak selama aset
tersebut diperlukan dalam operasi dapat disebut sebagai aset operasi.

Istilah yang paling deskriptif dan digunakan oleh banyak literatur dewasa ini
adalah tanah, pabrik/gedung, dan perlengkapan serta fasilitas fisis. Dapat disebut
deskriptif karena dapat merefleksikan karakteristik-karakteristik yang disebutkan di
atas. Dalam hal perusahaan non pemanufakturan istilah pabrik dan perlengkapan
dapat digunakan. Istilah fasilitas fisis sebenarnya cukup deskriptif untuk
menggambarkan karakteristik aset yang masuk dalam pengertian property, plant, and
equipment. Oleh karena itu, istilah ini dipakai dalam pembahasan di sini walaupun
istilah aset tetap atau yang lain kadang-kadang dipakai juga.

c) Basis Pembebanan
Fasilitas fisis memberi kontribusi jasa ke operasi berupa kapasitas atau daya
(misalnya dalam bentuk daya giling untuk mesin giling). Oleh karena itu, kos daya
atau kapasitas fasilitas fisis tersebut jelas harus diserap menjadi bagian kos produksi
dan akhirnya menjadi beban pendapatan.

Masalah unik yang berkaitan dengan penyerapan manfaat fasilitas fisis adalah
penentuan kapasitas taksiran dalam kondisi tertentu dan pola penyerapan manfaat
sampai dapat dikatakan bahwa manfaat tersebut habis. Berbeda dengan sediaan,
masalah timbul karena pada umumnya kapasitas akan habis dalam jangka panjang dan
penyerapan manfaat tidak dapat diobservasi secara langsung atas dasar kelenyapan
27

secara fisis. Di lain pihak, sediaan dikonsumsi dalam bentuk unit fisis sehingga kos
yang terserap dapat dihubungkan secara objektif dengan konsumsi fisis tersebut.

Walaupun konsumsi manfaat disertai dengan keausan fisis (deterioration), tidak


ada proses konsumsi secara fisis terhadap fasilitas fisis bersangkutan. Jadi,
pembebanan kos fasilitas fisis untuk suatu perioda tidak dapat ditentukan atas dasar
pengukuran fisis yang objektif tetapi lebih merupakan suatu hasil pertimbangan
(judgment) atas dasar taksiran faktor-faktor penentu (yaitu umur ekonomik, kapasitas
ekonomik, dan nilai residual) yang sering tidak dapat diuji validitasnya secara
objektif.

2.2.8. Makna Depresiasi

Kesulitan asosiasi seperti diuraikan di atas tidak menjadi alasan yang kuat untuk
membebankan seluruh kos ke operasi pada saat fasilitas fisis tersebut diperoleh atau
diberhentikan. Tujuan memperoleh fasilitas fisis adalah untuk menghasilkan produk dan
produk bersangkutan adalah seluruh unit produk yang dihasilkan selama umur efektif
fasilitas bersangkutan bukannya selama tahun tertentu. Fasilitas fisis merupakan suatu
“sediaan” jasa (service-capacity) dan jasa tersebut akan tersedia sepanjang umur ekonomik
aset tersebut. Dengan demikian, pembebanan kos secara sistematik selama taksiran umur
pemakaian akan lebih sesuai dengan keadaan objektif dan masuk akal daripada
pembebanan langsung seluruh kos pada saat pembelian atau pada saat pemberhentian.
Bagian dari kos yang dibebankan untuk perioda tertentu disebut depresiasi (amortisasi
untuk aset tak berwujud dan deplesi untuk sumber alam).

Dari segi akuntansi, depresiasi merupakan suatu proses alokasi kos secara sistematika
dan rasional dan jumlah rupiahnya diukur atas dasar bagian kos potensi jasa yang dianggap
telah dimanfaatkan dalam menciptakan pendapatan. Depresiasi sebagai biaya tidak
berbeda dengan jenis biaya operasi lainnya. Kos fasilitas fisis mempunyai kedudukan yang
sama seperti kos manfaat ekonomik lain yang diperoleh dan dimanfaatkan sekaligus dalam
perioda terjadinya. Depresiasi merupakan biaya yang benar-benar terjadi dan dikeluarkan
(out of pocket costs) seperti biaya lainnya. Memang benar bahwa biaya depresiasi untuk
perioda tertentu tidak menunjukkan pengeluaran pada perioda tersebut. Akan tetapi, biaya
depresiasi tersebut mengukur bagian pengeluaran masa yang lalu yang dipandang layak
dibebankan terhadap kegiatan atau pendapatan perioda berjalan. Jadi dapat dikatakan
bahwa kos fasilitas fisis merupakan suatu bentuk ekstrem biaya dibayar di muka; akuntansi
depresiasi merupakan sarana untuk membebankan biaya dibayar di muka tersebut ke
produksi atau perioda berjalan. Paton dan Littleton (1970) mengemukakan hal ini sebagai
berikut :

Plant renders an essential service to production, and its cost is a form of deferred
charge which should be gradually absorbed in the cost of production(hlm. 65)

Ungkapan gradually absorbed memberi isyarat bahwa harus tersedia metoda


penyerapan atau depresiasi. Metoda depresiasi sendiri bukan merupakan masalah penting
sepanjang tidak bertentangan dengan konsep-konsep: jasa di balik kos, kos melekat, dan
upaya dan hasil. Juga tidak menjadi masalah yang prinsip bagi akuntansi bahwa metoda
depresiasi yang digunakan tidak sejalan dengan proses keausan fisis atau tidak
menunjukkan adanya fluktuasi nilai aset yang serupa. Dengan asas akrual, depresiasi
bukan merupakan proses penilaian dan juga bukan sarana untuk menutup harga pengganti
aset tetap dari konsumen melainkan suatu langkah (prosedur) dalam proses penandingan
yang tepat antara biaya dan pendapatan. Alokasi sistematik merupakan konsekuensi logis
dari karakteristik fasilitas fisis sebagai potensi jasa. Alokasi lebih sesuai dengan kondisi
objektif dan empiris yang melingkupi operasi perusahaan daripada nonalokasi.
28

Uraian di atas merupakan argument untuk menyanggah pendapat bahwa depresiasi


merupakan biaya hipotesis dan arbitrer sehingga dapat dikeluarkan dari perhitungan laba.
Uraian tersebut juga menyanggah gagasan Thomas bahwa alokasi tidak dapat
dipertahankan.

Walaupun demikian, untuk tujuan pengembangan pelaporan keuangan, depresiasi


secara teoritis dapat dimaknai selain sebagai prosedur atau alokasi sistematik dalam rangka
penandingan biaya dan pendapatan yang tepat. Berikut dibahas beberapa pemaknaan atau
interpretasi terhadap depresiasi.

a) Depresiasi Sebagai Proses Akumulasi Dana


Pengertian ini didasari oleh gagasan bahwa untuk dapat mempertahankan
kelangsungan hidup, perusahaan harus dapat mengganti fasilitas fisik yang habis
umurnya. Akibatnya, perusahaan harus menyisihkan dana dari pendapatan yang
diperoleh. Dengan mengurangi pendapatan, laba akan berkurang sebesar depresiasi
yang dibebankan. Ini berarti bahwa laba sejumlah depresiasi tidak dapat dibagi
kepada pemegang saham. Bagian inilah yang dianggap sebagai dana untuk membeli
kembali fasilitas fisis di kemudian hari. Dengan demikian, depresiasi adalah sarana
untuk menjaga keutuhan sumber daya. Konsep pemertahanan sumber daya semacam
ini disebut konsep pemertahanan kapital (capital maintenance concept) yang akan
diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan laba di bab lain.

Acapkali depresiasi dianggap sebagai sumber dana oleh karena kebiasaan untuk
menghitung sumber dana atau aliran kas masuk (proceeds) dengan cara
menambahkan kembali depresiasi ke laba akuntansi. Hal ini banyak dijumpai dalam
literatur manajemen keuangan yang membahas topik penganggaran kapital (capital
budgeting). Cara menghitung semacam itu sebenarnya hanyalah salah satu teknik
penghitungan sumber dana karena data yang tersedia adalah statemen laba-rugi. Hal
ini juga terjadi dalam menghitung aliran kas dari kegiatan operasi untuk menyusun
statemen aliran kas dengan metoda tak langsung. Walaupun demikian, tidak berarti
bahwa depresiasi merupakan suatu sumber dana atau penyisihan dana untuk
penggantian.

Pengakuan biaya depresiasi tidak mempunyai kaitan langsung dengan masalah


penggantian. Kalau laba periodik akan diukur dengan tepat maka perlu untuk
menandingkan pendapatan dengan semua biaya yang layak termasuk depresiasi dan
proses ini akan tetap dilakukan walaupun tidak ada rencana untuk mengganti fasilitas
fisis. Lagipula, tidak ada dana yang timbul dengan proses pembebanan depresiasi.
Kos yang dibebankan diperoleh kembali melalui aliran pendapatan dari penjualan
produk. Aliran pendapatan ini tidak dipengaruhi oleh besarnya depresiasi. Jadi aliran
dana masuk (pendapatan) merupakan aliran yang berbeda dengan aliran dana keluar
(termasuk depresiasi). Bila pendapatan cukup untuk menutup semua biaya yang
bersangkutan dengan pendapatan, aliran masuk dana yang tertanam dalam perusahaan
dalam berbagai bentuknya akan menjadi bertambah dan sebaliknya. Memang yang
diharapkan adalah bahwa pemertahanan kapital dapat dijamin dengan akuntansi
depresiasi yang tepat. Memang benar bahwa kalau semua biaya dapat ditutup oleh
pendapatan maka akan terdapat dana yang cukup untuk mempertahankan seluruh
elemen modal kerja dan untuk menutup bagian kos fasilitas fisis yang telah
dikonsumsi. Akan tetapi, dengan pikiran ini tidak berarti bahwa akuntansi depresiasi
merupakan proses penghimpunan dana atau bahwa depresiasi merupakan sumber
dana.
29

b) Depresiasi Sebagai Pemulihan Investasi


Konsep pemulihan investasi (investment cost recovery) ini secara konseptual
sama dengan pandangan di atas tetapi dianggap bahwa fasilitas fisis didanai dengan
utang. Agar perusahaan mampu membayar kembali investasinya maka harus
dilakukan penyisihan dana dengan cara mengurangi pendapatan perusahaan sebesar
depresiasi. Pandangan ini dapat disanggah dengan argument yang sama dengan yang
dijelaskan di atas.

c) Depresiasi Sebagai Proses Penilaian


Pendefinisian depresiasi sebagai bagian kos yang dibebankan secara
sistematik dan rasional merupakan pemaknaan depresiasi secara sintaktik. Artinya,
depresiasi didefinisi sebagai penerapan prosedur. Kelemahan pendefinisian ini adalah
bahwa alokasi sistematik dalam banyak hal tidak merepresentasi fenomena atau
kegiatan operasi yang sesungguhnya. Dengan kata lain, alokasi kos hanya merupakan
mekanisme yang tidak merepresentasi realitas ekonomik. Misalnya, dengan metoda
garis lurus, depresiasi tetap diperhitungkan meskipun mungkin dalam suatu perioda
kegiatan produksi sedang rendah atau berhenti sehingga depresiasi tidak
merepresentasi realitas yang ada. Oleh karena itu, diperlukan definisi yang bersifat
semantik.

Salah satu pendefinisian secara semantik adalah depresiasi dipandang sebagai


penurunan potensi jasa (decline in service potential) selama perioda operasi akibat
keausan fisis, konsumsi manfaat, atau keusangan teknologis. Dengan demikian,
penurunan potensi jasa selama perioda dapat dipandang sebagai selisih penilaian
antara potensi jasa awal dan potensi jasa akhir baik secara fisis maupun moneter.

Bila potensi jasa dipandang sebagai jasa fisis (physical services), depresiasi
merupakan penurunan jasa fisis karena konsumsi manfaat dalam perioda-perioda yang
diantisipasi. Pada umumnya, perusahaan membeli fasilitas fisis dengan
memperhitungkan jasa fisis total atau kapasitas yang melekat pada aset tersebut.
Kapasitas fisis dapat dinyatakan dalam unit produk yang dapat dihasilkan, jam
pemakaian, kilometer terpakai (untuk kendaraan), atau unit lain yang dapat menjadi
pengukur konsumsi fisis. Metoda unit produksi (units of production method)
merupakan implementasi makna depresiasi sebagai penurunan jasa fisis ini. Karena
penekanan pada pemakaian jasa fisis, kos historis menjadi basis pengukuran
depresiasi. Dengan kata lain, kos historis merupakan sarana untuk mempresentasi dan
merunut (to trace) aliran fisis potensi jasa. Dengan demikian, fungsi neraca adalah
menunjukkan sisa potensi jasa sehingga dasar penilaiannya adalah kos yang masih
melekat pada sisa jasa fisis tersebut (sering disebut nilai buku). Jadi, sebagai
penurunan potensi jasa fisis, depresiasi untuk suatu perioda adalah konsumsi jasa fisis
yang diukur atas dasar kos historis (kos yang melekat pada aset).

Bila fasilitas fisis dipandang sebagai suatu kapital (capital), depresiasi


merupakan penurunan nilai kapital bukan hanya karena konsumsi melainkan juga
karena keausan, keusangan, dan faktor ekonomik lainnya. Depresiasi untuk suatu
perioda merupakan selisih penilaian ekonomik antara fasilitas fisis awal dan akhir
perioda. Dengan pendekatan ini, depresiasi bukan lagi merupakan proses alokasi
sehingga kos historis tidak harus menjadi basis pengukuran. Yang menjadi masalah
adalah bagaimana menilai fasilitas fisis awal dan akhir. Berbagai atribut penilaian aset
yang telah dibahas di Bab 6 dapat dijadikan basis penilaian. Penilaian dapat
didasarkan atas nilai masukan dan keluaran. Penentuan depresiasi dapat dilakukan
tiap akhir perioda semata-mata atas dasar penilaian aset pada saat itu tanpa
memperhatikan taksiran-taksiran yang pernah dilakukan sebelumnya. Dapat juga
depresiasi ditentukan pada saat aset diperoleh untuk perioda-perioda masa datang
30

yang memperoleh manfaat. Pada umumnya, pendekatan terakhir ini yang digunakan
karena keperluan untuk menyusun tabel depresiasi. Tentu saja pendekatan ini
memerlukan penaksiran faktor-faktor penentu depresiasi. Berikut ini dibahas beberapa
pendekatan penilaian kapital awal dan akhir perioda untuk menentukan depresiasi
sebagai penurunan nilai.

 Nilai Setara Tunai (current cash equivalents).


Dengan basis ini, penurunan nilai fasilitas fisis ditentukan dengan cara
menghitung selisih nilai setara tunai pada awal dan akhir perioda. Nilai ini adalah
harga pasar aset yang sama dalam kondisi yang sama sebagai barang bekas. Di
sini dianggap bahwa daya beli uang stabil. Kalau tidak, dalam hal tertentu nilai
pasar dapat naik sehingga nilai tidak turun atau bahkan menjadi lebih tinggi.
Untuk mengatasi hal ini kadang-kadang nilai jual ini disesuaikan dengan indeks
harga yang berlaku untuk menghilangkan pengaruh kenaikan harga karena
perubahan daya beli uang.

 Kontribusi Pendapatan Neto Diskunan (discounted netrevenue contributin).


Dengan penilaian ini, depresiasi ditentukan dengan cara menghitung selisih
nilai diskunan aliran kontribusi pendatan neto pada awal dan akhir perioda.
Kontribusi pendapatan neto adalah tambahan aliran kas masuk (pendapatan)
karena adanya investasi fasilitas fisis bersangkutan. Penilain ini mirip dengan
penerimaan kas masa datang diskunan (discounted future cash receipst) untuk
penilaian investasi jangka panjang misalnya obligasi. Bedanya, aliran kas masuk
investasi jangka panjang berasal langsung dari investasi yang jumlah dan saatnya
cukup pasti sedangkan aliran kas masuk dari fasilitas fisis tidak langsung dan
harus ditaksir melalui pendapatan neto (laba tunai) yang dikontribusi oleh
penggunaan aset. Penilaian semacam ini merupakan contoh imputasi pendapatan.
Tambahan aliran masuk ini juga dapat berupa penghematan kos (cost saving).
Penilaian ini memerlukan informasi tarif diskun yang biasanya didasarkan atas
tingkat kembalian (rate of return) investasi bebas risiko atau tingkat bunga umum
yang berlaku. Penilaian fasilitas fisis pada tiap awal perioda tertentu dapat
diformulasi sebagai berikut (nilai diskunan akhir suatu perioda sama dengan nilai
diskunan awal perioda berikutnya):

Sebagai ilustrasi, dimisalkan suatu fasilitas fisis dapat memberi kontribusi


aliran kas aliran masa datang tahunan selama lima tahun berturut-turut sebagai
berikut : Rp. 1.200.000, Rp. 1.000.000, Rp. 1.500.000, Rp. 900.000, dan Rp.
1.000.000. Nilai residual telah termasuk dalam aliran kas terakhir. Bila tingkat
kembalian diperhitungkan 25%, depresiasi tahunan atas dasar penurunan nilai
disajikan dalam Gambar 9.5 berikut ini.

Nilai sekarang Rp. 2.552.320 pada awal tahun pertama dapat diinterpretasi
sebagai proksi atau estimator nilai sepakatan pada saat pemerolehan. Seandainya
fasilitas fisis diperoleh dengan kos di bawah atau di atas nilai tersebut, selisihnya
harus disebar selama umur aset secara proporsional dengan kontribusi
pendapatan neto atau dengan cara lain.

Untuk mengatasi adanya selisih, diusulkan metoda yang disebut depresiasi


sesuaian-waktu (time-adjusted depreciation). Metoda ini sama dengan metoda di
atas tetapi tarif diskun ditentukan atas dasar tingkat kembalian internal (internal
rate of return) yaitu tingkat kembalian yang menjadikan nilai sekarang aliran
kontribusi pendapatan neto samadengan kos pemerolehan. Tingkat kembalian ini
dikalikan dengan nilai buku pada tiap awal perioda merupakan estimator laba
yang dihasilkan oleh investasi fasilitas fisis dalam perioda tersebut. Laba ini
31

merepresentasi kontribusi pendapatan neto dikurangi biaya depresiasi. Dengan


kata lain, biaya depresiasi periodik adalah selisih antara kontribusi pendapatan
neto dengan estimator laba tersebut. Dari contoh di atas, seandainya kos
pemerolehan adalah Rp. 2.552.320, tingkat kembalian internal adalah 25%. Laba
(tingkat kembalian investasi) dan depresiasi.

Kelemahan pemaknaan depresiasi seperti di atas adalah depresiasi bersifat


deterministik atau statistik. Artinya, sekali ditetapkan, semua perhitungan tidak
akan berubah selama masa depresiasi. Kelemahan-kelemahan lain melekat pada
kelemahan aliran kas masa datang diskunan (discounted future cash receipts)
sebagai dasar penilaian aset.

d) Depresiasi Sebagai Sarana Penandingan Kos dengan Kontribusi Pendapatan Neto


Pemaknaan depresiasi ini sebenarnya sama dengan pemaknaan depresiasi secara
konvensional yaitu alokasi kos atas dasar pola penyerapan. Perbedaannya adalah pola
penyerapan tidak langsung didasarkan atas penyerapan jasa tetapi atas dasar
pendapatan neto yang dihasilkan oleh fasilitas fisik bersangkutan. Pendapatan neto di
sini adalah pendapatan yang dihasilkan oleh fasilitas fisik dikurangi biaya
pengoperasian fasilitas fisis. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa variasi
pendapatan merefleksi variasi penyerapan jasa fasilitas fisik. Dengan kata lain, pola
penyerapan sejalan dengan pola kontribusi pendapatan neto. Dengan pemaknaan ini,
kos disebar selama umur aset atas dasar proporsi atau rasio kos terhadap kontribusi
pendapatan neto total sebagai berikut :

Atas dasar rasio di atas, depresiasi untuk suatu perioda (Dp) dapat ditentukan
sebagai berikut :

Dp = R x Kp

Dengan contoh kasus sebelumnya dan dengan asumsi fasilitas fisis diperoleh dengan
kos Rp. 2.760.000 tanpa nilai residual, rasio kos terhadap kontribusi adalah sebesar
0,60 atau 60%.

e) Metoda Alokasi
Bila depresiasi dimaknai sebagai alokasi kos secara sistematik dan rasional bukan
sebagai proses penilaian, metoda manakah yang dapat disebut sistematik dan
rasional? Metoda yang paling rasional adalah metoda yang mendasarkan diri pada
aliran penyerapan kapasitas jasa tersebut. Dengan kata lain, metoda yang paling tepat
adalahmetoda unit produksi (production or output method). Kesulitan utama yang
dihadapi metoda ini adalah penentuan kapasitas total yang dapat dihasilkan selama
umur ekonomik aset bersangkutan. Di samping itu, keausan fisis tidak selalu
proporsional dengan intensitas penggunaan dan juga pengaruh faktor keusangan
(obselescence) sama sekali tidak ada hubungannya dengan fluktuasi produk yang
dihasilkan.

Untuk kebanyakan situasi metoda perhitungan depresiasi tahunan secara garis lurus
merupakan metoda alternatif yang paling banyak digunakan karena kepraktisannya
dan juga karena dalam banyak hal pola penyerapan tiap perioda cukuk seragam. Hal
yang perlu diperhatikan adalah bahwa penggunaan metoda garis lurus tidak
menghalangi pengalokasian depresiasi tahunan ke dalam beberapa perioda interim
atas dasar fluktuasi musiman selama satu tahun tersebut. Keberatan terhadap metoda
garis lurus terletak pada sifatnya yang mengabaikan hubungan antara tingkat
kembalian investasi (rate of return) dan sisa nilai investasi seperti yang dicontohkan
sebelum ini.
32

Dapat juga depresiasi ditentukan dengan cara melakukan taksiran (appraisal) pada
tiap perioda atas dasar inspeksi fisis untuk mengukur keausan. Metoda ini
memberikan hasil yang sama sekali kurang memuaskan. Biaya depresiasi bukan
semata-mata didasarkan atas hasil pengamatan fisis ada kemungkinan tidak konsisten
dari perioda ke perioda. Jadi yang paling diperlukan adalah suatu kebijakan depresiasi
yang sistematik dan logis didasarkan atas berbagai kemungkinan dan faktor yang
melingkupi fasilitas fisis bersangkutan.

f) Hubungan Depresiasi dan Laba


Telah dibahas sebelum ini bahwa mengaitkan depresiasi dengan kontribusi
pendapatan neto sama saja dengan melakukan imputasi pendapatan. Ini berarti
besarnya biaya depresiasi bergantung pada besarnya pendapatan dalam perioda
tertentu. Implikasinya adalah dalam hal pendapatan cukup kecil, akan terjadi
semacam penundaan biaya depresiasi atau “tahun gemuk menutup tahun kurus.”
Sekali depresiasi telah deprogram secara sistematik dan rasional, depresiasi
hendaknya tidak ditunda pembebanannya semata-mata karena “pendapatan tidak
dapat menutup biaya.” Alasannya adalah bahwa proses keausan/kerusakan tidak akan
berhenti karena aset fisis tidak digunakan dan perkembangan teknologi juga tetap
berjalan selama perioda depresiasi.

Alasan lain adalah bahwa penentuan laba haruslah merupakan akibat suatu upaya
untuk mengungkapkan kenyataan objektif yang ada tanpa memperhatikan berapa
akhirnya laba yang terjadi. Lagi pula, walaupun akuntansi menganut asas himpun
(aktual), hal ini tidak mengisyaratkan bahwa laba periodik harus sama tiap tahunnya.
Jadi, meskipun tetap dituntut untuk menaksir depresiasi tahunan secara saksama,
rasional, dan objektif, hendaknya tidak ada pikiran sama sekali untuk mempengaruhi
besarnya laba.

g) Koreksi Terhadap Kesalahan Taksiran


Mengingat kesulitan dalam meramalkan saat pemberhentian unit fasilitas fisis,
program depresiasi tidak memberikan hasil yang sama persis dengan kenyataannya
setelah berjalannya waktu. Misalnya, fasilitas fisis menjadi usang lebih cepat dari
yang diantisipasi sehingga tahun-tahun yang telah berjalan dibebani terlalu sedikit
dengan depresiasi. Sebaliknya, fasilitas fisik yang seharusnya sudah dihentikan dari
pemakaian (dan habis didepresiasi) ternyata masih berfungsi dengan baik sehingga
depresiasi telah dibebankan terlalu tinggi.

Kalau program depresiasi yang dijalankan tersebut ditentukan secara saksama dan
objektif dengan mempertimbangkan semua faktor yang ada, perbedaan antara taksiran
dan kenyataan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Perbedaan dapat juga
disebabkan oleh ketaksaksamaan atau kekeliruan. Apapun sebabnya, perbedaan yang
akhirnya muncul paling tidak merupakan suatu indikasi bahwa kesalahan telah terjadi
sehingga koreksi taksiran harus dilakukan.

Program depresiasi harus direvisi bilamana kenyataan jelas menunjukkan bahwa


revisi tersebut diperlukan. Kalau misalnya ada bukti yang makin kuat tentang
kemungkinan pemberhentian lebih awal sebagai akibat kemajuan teknologi atau
faktor lainnya maka akselerasi depresiasi harus segera dilakukan demikian pula
sebaliknya. Yang penting adalah semua penyesuaian yang berlaku surut harus
dilaporkan melalui statemen laba rugi. Dalam kasus tertentu, penghapusan fasilitas
fisis (write-down) yang cukup besar dapat dibenarkan sebagai cara untuk
menunjukkan adanya rugi yang sebenarnya telah terhimpun beberapa perioda tetapi
belum masuk dalam biaya operasi tiap perioda tersebut karena rugi ini baru diketahui
kemudian. Kalau suatu fasilitas fisis tidak lagi digunakan dan kemungkinan
33

membangun atau memperbaiki kembali untuk diaktifkan adalah kecil, penghapusan


seluruh sisa nilai buku sekaligus dapat dibenarkan meskipun fasilitas tersebut belum
dibongkar. Penghapusan tersebut harus dilaporkan sebagai rugi dalam statemen laba-
rugi tahun berjalan bukan sebagai penyesuai laba ditahan.

Bila penghapusan tersebut berkaitan dengan pembelian fasilitas fisis baru,


penghapusan tersebut sering diperlakukan sebagai kos fasilitas fisis baru. Perlakuan
ini tidak layak. Meskipun menaikkan harga barang atau jasa di perioda berikutnya
merupakan pemecahan masalah yang terbaik untuk menutup rugi masa lampau, tidak
berarti bahwa nilai buku fasilitas fisis yang dihentikan dapat dibebankan ke perioda-
perioda yang tidak menikmati jasa fasilitas fisis tersebut.

Jadi, kalau pemberhentian dari penggunaan sudah pasti terjadi maka kos yang
melekat pada fasilitas tersebut juga harus dihentikan, artinya tidak dapat lagi
dibebankan ke produksi setelah pemberhentian. Mengkapitalisasi rugi pemberhentian
sama saja dengan menyangkal adanya rugi tersebut. Sekali diputuskan untuk
dihentikan kos yang belum dikonsumsi akan hilang selamanya (menjadi rugi). Kos
yang harus dibebankan ke operasi selama umur fasilitas fisis yang baru adalah
terbatas pada kos unit baru tersebut. Sisa kapasitas fasilitas fisis lama tidak menambah
daya atau kapasitas fasilitas fisis baru.

2.2.9 Tanah

Apakah tanah perlu didepresiasi atau tidak bergantung pada karakteristik atau fungsi
tanah dalam operasi perusahaan. Sebagai tempat usaha, fungsi untuk ditempati tidak akan
pernah habis. Oleh karenanya, dapat dianggap bahwa kos tanah tidak perlu didepresiasi
atau diamortisasi menjadi biaya operasi. Dengan kata lain, fungsi tanah untuk
menyediakan jasa ditempati tanpa batas waktu (selamanya) cukup menjadi alasan
kebijakan untuk memperlakukan kos tanah sebagai investasi permanen dalam fasilitas
produksi. Perlakuan semacam ini makin didukung untuk tanah hak milik permanen.
Karena karakteristik kos tanah sebagai investasi permanen, tanah tersebut perlu dipisahkan
dari fasilitas fisis lain yang dapat didepresiasi dalam pelaporannya.

a) Tanah Bukan Hak Milik Permanen


Kos tanah sewaguna (leasehold), tanah hak guna bangunan (HGB), atau bentuk
investasi non permanen lainnya dalam bentuk tanah harus secara sistematik
dibebankan ke produksi selama umur ekonomik atau selama jangka kontrak.

Dalam kondisi tertentu, tanah pertanian tidak dapat diperlakukan sebagai investasi
permanen. Kesuburan tanah jelas akan dipengaruhi oleh frekuensi panen dan lapisan
atas tanah (topsoil) yang subur mungkin habis akibat erosi sehingga suatu saat tanah
tersebut secara ekonomik tidak dapat ditanami lagi. Dalam keadaan seperti ini,
akuntansi yang sehat menghendaki pemisahan kos tanah menjadi bagian yang
dimasukkan sebagai kos sisa tanah (kalau ada) dan bagian yang menunjukkan kos
elemen tanah yang dapat habis jasanya (potensi jasa tanah untuk ditanami), kemudian
ditentukan alokasi kos sistematik yang tepat untuk bagian kedua tersebut. Jadi,
dengan akuntansi seperti di atas, pengeluaran-pengeluaran untuk mengembalikan
kesuburan tanah akan menjadi bagian kos tanah yang pada akhirnya harus
didepresiasi.

2.2.10. Sumber Alam

Sumber alam (natural resources) yang akan habis melalui proses penambangan
(extraction) dan tidak dapat diperbarui atau diganti (renewable) sering disebut dengan
“aset habis pakai” (wasting assets). Tambang mineral (termasuk minyak mentah dan gas)
adalah contoh utama aset habis pakai. Hutan kayu yang biasanya tidak diremajakan lagi
34

oleh perusahaan pengekstraksi dapat dikategori sebagai aset habis pakai. Kos sumber
alam tersebut (tidak termasuk nilai sisa tanah) harus diserap secara sistematik ke
produksi atas dasar pengambilan atau konsumsi. Kos yang diserap ini disebut deplesi.
Seperti juga pada depresiasi, deplesi sebagai kos atau upaya untuk menghasilkan
pendapatan harus ditentukan secara objektif dan rasional tanpa memperhatikan
pengaruhnya terhadap laba bersih.

2.2.11. Aset Tak Berwujud

Yang digolongkan sebagai aset tak berwujud (intangibles) meliputi pos seperti hak
cipta, paten, merek dagang, goodwill, dan kos organisasi. Sama seperti fasilitas fisis, kos
aset tak berwujud harus secara sistematik dibebankan ke operasi dan akhirnya terhadap
pendapatan selama umur yuridisnya. Dalam kasus tertentu dimungkinkan untuk
menyerap kos tersebut dalam waktu yang lebih pendek dari umur yuridisnya.
Penghapusan langsung seluruh kos sebagai rugi harus segera dilakukan kalau kondisi
menunjukkan bahwa aset tak berwujud tersebut tidak lagi mempunyai arti ekonomik
yang penting. Karena banyak masalah teoritis yang timbul, dua jenis aset tak berwujud
yaitu goodwill dan kos organisasi dibahas di bawah ini.

a) Goodwill
Goodwill timbul apabila suatu perusahaan membeli perusahaan lain yang
sudah berjalan secara keseluruhan. Goodwill adalah selisih lebih jumlah rupiah tunai
atau setaranya yang dibayarkan oleh perusahaan pembeli di atas nilai pasar wajar
atau nilai buku kekayaan fisis perusahaan yang dibeli. Goodwill dapat diinterpretasi
sebagai kemampuan lebih dalam menghasilkan laba dibanding kemampuan normal
perusahaan yang kondisi kekayaan fisisnya sama. Kemampuan lebih tersebut tidak
dapat diperoleh secara terpisah dengan jalan membeli hak monopoli atau cara
lainnya. Secara akuntansi, goodwill tidak dapat ditimbulkan sendiri oleh perusahaan
tetapi harus melalui pembelian suatu perusahaan yang sedang berjalan. Kos
kampanye produk baru, misalnya, tidak dapat disebut sebagai goodwill.

Kos goodwill yang melekat pada harga beli suatu perusahaan yang sudah
beroperasi pada dasarnya merupakan nilai sekarang atau nilai diskunan (present or
discounted value) kelebihan laba yang mampu dihasilkan. Kelebihan laba ini
merupakan jumlah rupiah kelebihan yang diharapkan akan terjadi sehingga akhirnya
investasi dengan pembelian perusahaan di atas nilai buku tersebut menghasilkan
suatu tingkat pembelian investasi (rate of return) yang normal. Dengan demikian
goodwill yang dibeli tersebut menunjukkan pengakuan lebih dahulu sejumlah debit
yang mengukur sebagian dari laba yang diharapkan akan diperoleh kemudian. Jadi,
jumlah debit goodwill diharapkan dapat ditutup atau diperoleh kembali melalui laba
lebih perusahaan yang dibeli.

Dengan demikian, sangat masuk akal kalau kos yang diperhitungkan sebagai
goodwill harus diserap dan dibebankan ke pendapatan selama kurun waktu yang
dijadikan dasar dalam mempertimbangkan kos pemerolehan perusahaan sehingga
laba yang tampak dalam statemen laba-rugi menunjukkan laba bersih normal.
Kenyataan menunjukkan bahwa pada kebanyakan perusahaan, kelebihan
kemampuan untuk menghasilkan laba tidak berlangsung selamanya tetapi hanya
berlangsung dalam kurun waktu yang terbatas. Dengan demikian, goodwill
hendaknya diamortisasi sepanjang taksiran masa diperolehnya laba lebih.

Seandainya tingkat laba lebih tersebut tetap terjadi sesudah kurun waktu yang
diantisipasi, amortisasi kos goodwill tetap dilakukan hanya selama waktu yang
diantisipasi semula atas dasar faktor-faktor yang ada pada saat pengakuan goodwill.
Kemampuan memberi laba lebih sesudah jangka waktu yang diantisipasi mungkin
35

bukan lagi disebabkan oleh faktor-faktor dan kondisi yang dipertimbangkan pada
saat perusahaan bersangkutan dibeli. Dengan kata lain, kesuksesan yang dicapai
perusahaan sesudah goodwill habis besar kemungkinan disebabkan oleh
perkembangan dan faktor baru bukan lagi oleh goodwill tersebut.

Selain diinterpretasi sebagai kemampuan melaba lebih (superior


earnings atauexcess earning power) secara keseluruhan, goodwill dapat pula
dipandang sebagai pengukur kelebihan spesifik perusahaan yang dibeli atau
pengukur sikap masyarakat yang menguntungkan terhadap perusahaan (favorable
attitudes to word the firm). Sikap atau atribut yang dilekatkan masyarakat terhadap
perusahaan dapat berupa lokasi yang strategik, reputasi bisnis yang baik, merek
yang sudah terkenal, kesetiaan konsumen, pangsa pasar yang besar, dan faktor
spesifik lainnya. Bila harga beli melebihi penjumlahan harga wajar semua aset
secara individual, kelebihan tersebut dianggap melekat pada atribut spesifik
tersebut. Ini berarti bahwa goodwill dapat dikaitkan dengan aset tak berwujud
spesifik sehingga dapat dipisahkan dari berbagai aset lainnya. Lokasi yang strategic
dikaitkan dengan harga tanah yang lebih tinggi dari harga tanah di tempat lain.
Pangsa pasar yang besar dianggap sebagai hak monopoli.

Interpretasi goodwill seperti di atas disanggah oleh argument bahwa laba


perusahaan dihasilkan oleh interaksi dari seluruh aset perusahaan. Goodwill
merupakan kelebihaan residual yang melekat pada perusahaan secara keseluruhan.
Memperlakukan goodwill sebagai atribut spesifik sama saja dengan melakukan
imputasi pendapatan. Di lain pihak, tidak layak jugauntuk menyebar kos goodwill
ke semua aset karena kesulitan untuk mengidentifikasi atau mengaitkan goodwill
dengan aset tertentu. Oleh karena itu, goodwill sebenarnya dapat diakui dalam satu
akun debit dan dimaknai sebaga akun penilaian induk (master valuation account)
terhadap semua aset sebagai satu kesatuan. Fungsi goodwill dianggap sama dengan
fungsi premium investasi dalam obligasi atau cadangan penghapusan piutang.
Dengan perlakuan ini, goodwill bukan lagi merupakan kemampuan melaba lebih
melainkan hanya sebagai jumlah rupiah pengimbang (a plug) yang berfungsi sebagai
penilaian. Persoalan teoritis yang timbul kemudian adalah apakah jumlah debit
goodwill dilaporkan sebagai penambah aset atau pengurang ekuitas pemegang
saham.

b) Kos Organisasi
Pengeluaran-pengeluaran yang terjadi sebelum perusahaan mulai beroperasi
biasanya ditampung dalam satu akun menjadi kos pendirian atau kos organisasi
(organization cost). Pengeluaran tersebut meliputi kos pencetakan saham, tarif akte
notaris, pengeluaran untuk ijin perusahaan, dan kos kegiatan selama proses
pendirian. Kos organisasi diperlakukan sebagai aset tak berwujud karena kos
tersebut tidak dapat dikaitkan dengan aset tetap berwujud yang ada dalam
perusahaan. Seperti telah diuraikan dalam pembahasan tanah, kos organisasi
menunjukkan suatu aset permanen (tidak perlu diamortisasi) sepanjang perusahaan
dapat mempertahankan diri sebagai perusahaan yang beroperasi secara penuh dan
yang bertumbuh sebagaimana ditunjukkan oleh kemampuan untuk menghasilkan
laba dan posisi keuangannya. Akan tetapi, kos pendirian tersebut harus mulai
diserap atau dihapuskan bila terjadi penurunan laba dan pengerutan (contraction)
kekayaan yang terus menerus akibat kegagalan usaha atau proses likuidasi. Jadi, kos
organisasi tidak semestinya diamortisasi dalam hal perusahaan berjalan terus dan
berkembang tetapi tidak semestinya dipertahankan tetap utuh dalam hal perusahaan
mengalami kemunduran yang terus-menerus. Untuk perusahaan yang bergerak
dalam bidang usaha eksploitasi sumber alam, penyerapan secara sistematik kos
organisasi selama umur fasilitas fisis (pabrik) adalah perlakuan yang paling layak.
Dengan dasar pikiran yang sama, jumlah rupiah komisi atau berbagai pengeluaran
36

lain yang berkaitan dengan penerbitan surat-surat berharga harus diserap


(dihapuskan) selama sisa umur surat berharga tersebut.

2.2.12. Penyajian Biaya

Penyajian biaya tidak dapat dilepaskan dari penyajian pendapatan dan sarana untuk
itu adalah statemen laba-rugi. Penyajian elemen pendapatan, untung, biaya, dan rugi
bergantung pada konsep tentang apa saja yang membentuk laba.
37

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendapatan adalah arus kas masuk /penambahan lainnya pada aktiva suatu satuan
usaha atau penyelesaian kewajiban (kombinasi dari keduanya ) dari pengiriman atau produksi
barang, pemberian jasa, atau kegiatan lain yang bukan merupakan kegiatan utama. Definisi
lebih sempit menurut FASB, Pendapatan dihasilkan dari kegiatan utama. Pada umumnya
beban (expense) sering dijadikan sinonim kata dengan biaya (cost), tetapi menurut Soemarso
(2013:29), beban dapat didefinisikan sebagai aliran keluar terukur dari barang atau jasa, yang
kemudian ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba atau sebagai penurunan
dalam aktiva bersih sebagai akibat dari penggunaan jasa ekonomis dalam menciptakan
pendapatan atau pengenaan pajak oleh badan pemerintah. Konsep beban dalam akuntansi
selalu mengarah pada pendapatan, karena hasil pendapatan bersih yang diterima oleh
perusahaan tergantung berapa banya beban yang dikeluarkan. Beberapa ahli telah
menyatakan beban itu penurunan manfaat ekonomis suatu perusahaan karena ada sesuatu
yang dikorbankan dalam mendapatkan aktiva tersebut yang disebut dengan beban. Setiap
perusahaan memiliki beban yang berbeda tergantung apa yang dibutuhkanya, tetapi dari segi
kolektif, beban-beban dalam setiap perusahaan itu sama.Oleh karena itu, konsep beban dalam
akuntansi itu penting karena menyangkut laba ruginya suatu perusahaan dalam menjalankan
kegiatan atau usahanya. Semakin tinggi beban semakin rendah laba yang diterima, sebaliknya
semakin rendah beban yang dikeluarkan oleh perusahaan semakin tinggi laba yang diterima.
38

DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/acer/Documents/expensebeban-141130225357-conversion-gate02.pdf

Suwardjono. 2008. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi 03


Yogyakarta: BPFE.
Suwarjono. 2011. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFE

Anda mungkin juga menyukai