TEORI AKUNTANSI
Disusun Oleh :
Kelompok 3
Erinda Nur Putri 15220034P
Septiyanti 16220018
Sri Wilujeng 16220020
RA Iqlima Diana Sari 18220012P
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “REVENUE DAN
EXPENSE”, untuk memenuhi tugas pembuatan makalah dalan mata kuliah Teori Akuntansi.
Atas segala hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
bersedia membantu dalam proses pembuatan makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan
baik.
Makalah ini benar-benar karya penulis yang diambil dari berbagai referensi. Oleh
karena itu, penulis bertanggung jawab atas semua. Semoga ilmu yang ada dalam makalah ini
bisa bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dan kita bisa mengamalkannya kepada orang
lain.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemudahan kepada kita semua. Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................... I
DAFTAR ISI...................................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................................ 2
1.1. Latar Belakang................................................................................................................. 2
1.2. Identifikasi Masalah........................................................................................................ 2
1.3. Tujuan............................................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................................... 3
2.1. Pendapatan..................................................................................................................... 3
2.1.1. Pengertian Pendapatan..................................................................................... 3
2.1.2. Karakteristik Pendapatan................................................................................. 3
2.1.3. Pengukuan Pendapatan.................................................................................... 3
2.1.4. Pengungkapan Pendapatan.............................................................................. 6
2.1.5. Pengakuan Pendapatan.................................................................................... 9
2.2. Beban.............................................................................................................................. 14
2.2.1. Pengertian Beban............................................................................................ 14
2.2.2. Aliran Fisis atau Moneter?............................................................................. 17
2.2.3. Rugi................................................................................................................ 17
2.2.4. Pengakuan Biaya............................................................................................ 18
2.2.5. Basis Asosiasi................................................................................................. 21
2.2.6. Penandingan dan Penyajian Pos-Pos Biaya.................................................... 25
2.2.7. Fasilitas Fisis.................................................................................................. 25
2.2.8. Makna Depresiasi........................................................................................... 27
2.2.9. Tanah.............................................................................................................. 33
2.2.10. Sumber Alam................................................................................................. 33
2.2.11. Aset Tak Terwujud........................................................................................ 34
2.2.12. Pengakuan Biaya........................................................................................... 36
BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................................. 37
3.1. Simpulan......................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 38
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pemahaman terhadap konsep pendapatan dan beban memerlukan analisis yang hati-hati
terhadap karekteristik dari transaksi yang berkaitan dengan laporan laba rugi perusahaan. Ada
elemen laporan lain yang sifatnya hampir sama dengan pendapatan dan beban namun sebaiknya
tidak dimasukkan sebagai komponen pendapatan dan beban. Karekteristik suatu komponen
laporan laba rugi dapat dipahami dengan mengenali batasan atau pengertian yang berkaian
dengan pendapatan dan beban.
Dengan pemahaman seperti ini, transaksi yang berkaitan dengan pendapatan dan beban dapat
dengan mudah diidentifikasi sehingga dapat disajikan dengan benar dalam laporan keuangan.
Dalam makalah ini akan membahas tentang pendapatan dan beban sebagai dasar pencatatan nilai
dalam akuntansi.
Sebagian besar transaksi pendapatan dan beban menimbulkan beberapa masalah dalam
pengakuannya. Hal ini karena dalam banyak kasus, transaksi tersebut adalah dimulai dan selesai
pada waktu yang sama. Namun tidak semua transaksi sesederhana itu.
Pengakuan pendapatan dan beban merupakan aktivitas yang paling berisiko dimanipulasi (top
fraud risk) dan apapun standar akuntansi yang digunakan, baik IFRS maupun GAAP, risiko atau
kesalahan dan ketidakakuratan dalam pelaporan pendapatan dan beban jumlahnya sangat besar.
Pendapatan dan beban sebagai elemen penentuan laba rugi suatu perusahaan. Dalam beberapa
dasawarsa belakangan ini, perhatian pada perhitungan laba rugi semakin dirasakan manfaatnya.
Dengan adanya informasi mengenai pendapatan dan beban, maka dapat membandingkan antara
modal yang tertanam dengan penghasilan sebagai alat untuk mengukur kinerja efisiensi
perusahaan dan dapat memprediksi distribusi dividen di neraca yang akan datang.
1.3 TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAAN
2.1. Pendapatan
2.1.1. Pengertian Pendapatan
Pendapatan adalah kenaikan/pertambahan laba yang berasal dari kegiatan utama
perusahaan. Biasanya dinyatakan dalam satuan moneter. Secara garis besar konsep
pendapatan dapat ditinjau dua segi, yaitu :
Untuk disebut sebagai pendapatan, aliran aset masuk adalah jumlah rupiah.
FASB mengisyaratkan jumlah kotor dengan menyatakan bahwa pendapatan adalah
jumlah rupiah yang datang dari penyerahan produk atau pelaksanaan jasa.
Pengertian “operasi utama” dalam hal ini lebih dikaitkan dengan tujuan
utama perusahaan yaitu menghasilkan produk atau jasa untuk mendatangkan laba dan
bukan untuk membatasi jenis produk menjadi produk utama dan produk samping.
d. Penurunan Kewajiban
Pengiriman barang atau pelaksanaan jasa akan mengurangi kewajiban yang
menimbulkan kewajiban. Kejadian pengiriman barang (event) mengubah kewajiban
menjadi pendapatan. Timbulnya pendapatan yang berasal dari turunnya kewajiban
banyak dipicu oleh penyesuaian akhir tahun. Asas alrual juga menimbulkan kenaikan
aset yang memenuhi definisi sebagai pendapatan.
e. Suatu entitas
Pendapatan didefinisikan sebagai kenaikan aset bukannya kenaikan ekuitas
bersih meski pun kenaikan aset tersebut akhirnya berpengaruh terhadap kenaikan
ekuitas bersih. Jadi aset yang masuk itulah yang disebut dengan pendapatan. Oleh
karena itu kenaikan aset karena pendapatan. Jadi, naiknya ekuitas merupakan
konsekuensi bukan sumber pendapatan sehingga pendapatan tidak dapat didefinisikan
sebagai kenaikan ekuitas.
f. Produk perusahaan
Pendapatan merupakan aliran masuk aset dan hal tersebut berkaitan dengan
aliran fisis berupa penyerahan produk perusahaan. Walaupun aset merupakan objek,
pendapatan berkaitan dengan kenaikan nilai aset. Jadi pendapatan adalah kejadian
moneter naiknya nilai perusahaan karena produksi atau penjualan produk.
g. Pertukaran
Paton dan Littleton memasukan kata pertukaran dalam definisinya karena
pendapatan akhirnya harus dinyatakan dalam satuan moneter yang paling objektif
adalah kalau jumlah rupiah tersebut merupakan hasil transaksi atau pertukaran antara
pihak independen. Dengan konsep harga sepakatan, pendapatan dinyatakan dalam
jumlah rupiah penghargaan dalam transaksi penjualan yang besarnya sama dengan
harga jual persatuan dikalikan kuantitas terjual.
5
i. Untung
Seperti pendapatan, kata – kata kunci yang melekat pada pengertian untung adalah :
1. Sumber pendapatan
Tambahan jumlah rupiah aktiva Perusahaan dapat berasal dari transaksi modal,
laba dari penjualan aktiva yang bukan merupakan barang dagangan (seperti: aktiva
tetap, surat berharga, ataupun penjualan anak/cabang Perusahaan), hadiah,
sumbangan/temuan, revaluasi aktiva tetap, dan penjualan produk
perusahaan.Penjualan Produk Perusahaan à Sumber utama Pendapatan.
Perjanjian sewa
Dividen yang timbul dari investasi yang diperlakukan dengan metode ekuitas
Kontrak asuransi
Perubahan nilai wajar dari asset dan liabilitas keuangan atau pelepasannya
Perubahan nilai aset lancar lain
Ekstrasi hasil tambang
Pendapatan hanya meliputi arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
diterima dan dapat diterima oleh entitas itu sendiri. Dalam hubungan keagenan, arus
masuk bruto manfaat ekonomi mencakup jumlah yang ditagih untuk kepentingan
principal dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas entitas. Jumlah yang ditagih atas
nama principal bukan merupakan pendapatan, sebaliknya, pendapatan adalah jumlah
komisi yang diterima.
a) Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima.
b) Jumlah pendapatan yang timbul dari transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan
antara perusahaan dan pembeli atau pengguna aset tersebut. Jumlah tersebut diukur
dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima oleh perusahaan
dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan oleh
perusahaan.
c) Pada umumnya, imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas dan jumlah pendapatan
adalah jumlah kas atau setara kas yang diterima atau yang dapat diterima. Namun, bila
arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan, maka nilai wajar dari imbalan
tersebut mungkin kurang dari jumlah nominal dari kas yang diterima atau dapat
diterima. Misalnya, suatu perusahaan dapat memberikan kredit bebas bunga kepada
pembeli atau menerima wesel tagih dari pembeli dengan tingkat bunga dibawah pasar
sebagai imbalan dari penjualan barang. Jika perjanjian tersebut secara efektif
merupakan transaksi keuangan, maka nilai wajar imbalan ditentukan dengan
pendiskontoan seluruh penerimaan di masa depan dengan menggunakan tingkat bunga
tersirat (imputed). Tingkat bunga tersirat yang digunakan adalah yang paling mudah
ditentukan antara:
tingkat bunga yang berlaku bagi instrumen yang serupa dari suatu penerbit (issuer)
dengan penilaian kredit (credit rating) yang sama; atau
suatu tingkat bunga untuk mengurangi (discount) nilai nominal instrumen tersebut
ke harga jual tunai pada saat ini dari barang atau jasa.
d) Bila barang atau jasa dipertukarkan (barter) untuk barang atau jasa dengan sifat dan
nilai yang sama, maka pertukaran tersebut tidak dianggap sebagai transaksi yang
mengakibatkan pendapatan. Hal ini sering terjadi dengan komoditas seperti minyak
atau susu di mana penyalur menukarkan (swap) persediaan di berbagai lokasi untuk
memenuhi permintaan dengan dasar tepat waktu dalam suatu lokasi. Jika barang dijual
7
dan jasa diberikan untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa yang tidak serupa,
pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan.
Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diserahkan,
disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer.
Pengidentifikasian Transaksi
Kriteria pengakuan diterapkan secara terpisah pada setiap transaksi dan kriteria
pengakuan pendapatan diterapkan pada komponen-komponen yang dapat
diindentifikasikan secara terpisah dari transaksi tunggal agar mencerminkan subtansi
transaksi tersebut, beberapa komponen tersebut yaitu:
a. Penjualan Barang
Pendapatan dari penjualan barang diakui jika seluruh kondisi berikut dipenuhi:
1) Entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang secara signifikan
kepada pembeli, artinya penjual tidak lagi tau menahu mengenai manfaat dan resiko
atas barang yang dijual hal ini melalui kesepakaantan dengan pembeli.
2) Entitas tidak lagi melanjutkan pengolaan yang biasanya terkait dengan kepemilikan
atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual.
Maksudnya penjual tidak lagi merawat mengatur dan tindakkan lainnya terhadap
barang yang telah dijual.
3) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.
4) Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan
mengalir kepada entitas tersebut.
5) Biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan dengan trasaksi penjualan dapat
diukur dengan andal.
Untuk mengetahui pada saat kapan penjualan sudah dapat mengakui tergantung
dari perjanjian jual beli yang sudah disepakati antara kedua belah pihak. Contoh Jurnal
bagi si pembeli:
D : Persedian xxxxx
Bila salah satu kriteria diatas tidak dipenuhi, maka pengakuan pendapatan harus
ditangguhkan.pendapatan tidak diakui apabila entitas tersebut menahan resiko dan
manfaat kepemilikan secara signifikan dalam berbagai cara, misalnya:
Jika hasil transaksi penjualan jasa dapat diestimasi secara andal, maka
pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut di akui dengan acuan pada tingkat
penyelesaian dari transaksi pada akhir acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi
8
pada akhir periode pelaporan. Hasil transaksi dapat diestimasi secara andal jika seluruh
kondisi berikut dipenuhi:
Pembayaran berkala dan uang muka yang diterima dari pelanggan sering kali
tidak mencerminkan jasa yang dilakukan. Jika hasil transaksi terkait dengan penjualan
jasa tidak dapat diestimasisecara andal, maka pendapatan diakui hanya yang berkaitan
dengan beban yang telah diakui yang dapat dipulihkan.
c. Bunga, Royalti dan Dividen
Pendapatan dari penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga,
royalti, dan deviden jika:
9
1) Bunga diakui menggunakan suku bunga efektif sesuai PSAK 55 (revisi 2006)
paragrap 08 dan PA 17-20.
2) Royalti diakui dengan dasar akural sesuaidengan subtansi perjanjian yang relevan.
3) Deviden diakui jika hak pemegang saham untuk menerima pembayaran ditetapkan.
Entitas mengungkapkan:
a. Pembentukan Pendapatan
b. Realisasi Pendapatan
Dengan konsep realisasi, pendapatan baru dapat dikatakan terjadi atau terbentuk
pada saat terjadi kesepakatan atau kontrak dengan pihak independen (pembeli) untuk
membayar produk baik produk telah selesai dan diserahkan atau maupun belum dibuat
sama sekali. Berdasarkan konsep, pendapatan sebenarnya terjadi akibat transaksi
tertentu yaitu transaksi penjualan atau kontrak sehingga sebelum transaksi atau kontrak
tersebut terjadi pendapatan belum terjadi atau terbentuk.
10
Konsep realisasi atau pendekatan transaksi lebih menekankan kejadian yang dapat
menandai pengakuan pendapatan yaitu :
1. kepastian perubahan produk menjadi potensi jasa lain melalui proses penjualan
yang sah atau semacamnya ( misalnya kontrak penjualan ).
2. penguatan atau validasi transaksi penjualan tersebut dengan diperolehnya aset
lancar ( kas, setara kas, atau piutang ).
Pendapatan baru dapat diakui setelah suatu produk selesai diproduksi dan
penjualan benar – benar telah terjadi yang ditandai dengan penyerahan barang, FASB
mengajukan dua kriteria pengakuan pendapatan ( dan untung ) dan harus dipenuhi,
yaitu :
e. Akresi
f. Apresiasi
Apresiasi adalah selisih “nilai pasar wajar” asset perusahaan dengan kos (atau nilai
buku asset terdepresiasi). Apresiasi berlaku untuk semua jenis asset tidak terbatas pada
11
asset yang yang dikategori sebagai produk. Apresiasi lebih kurang memenuhi
pengertian pendapatan karena tidak berkaitan langsung dengan operasi perusahaan
tetapi lebih berkaitan dengan kondisi pasar.
Paton dan Littelon (1970) sangat menentang pengakuan apresiasi sebagai pendapatan.
Argumen yang diajukan diuraikan berikut ini:
g. Penghematan Kos
Dua pos yang bersangkutan dengan proses pembelian yang sering dianggap sebagai
pendapatan, yaitu potongan pembelian dan pembelian dengan harga murah atau
pembelian beruntung. Potongan pembelian tidak memenuhi definisi pendapatan karena
berkaitan dengan proses pembelian yaitu proses pemerolehan asset pada tingkat awal.
Oleh karena itu, mengakui pendapatan pada tingkat ini sama saja dengan
mengantisipasi pendapatan. Hal ini merupakan salah satu contoh ekstrem pengakuan
pendapatan yang belum terealisasi. Jika potongan pembelian diakui sebagai pendapatan
yang terealisasi maka akan terjadi hal yang janggal yaitu bahwa perusahaan yang baru
saja berdiri dan belum memproduksi dan menjual produk sudah memperoleh
pendapatan melalui proses pembelian bahan baku dengan memanfaatkan potongan
yang ditawarkan.
Kembalian atau return untuk suatu periode yang timbul akibat barang cacat
atau rusak dicatat dengan membalik jurnal yang telah dibuat pada saat penjualan
dengan jumlah rupiah pengembalian. Demikian juga keringanan-keringanan dapat
diperlakukan dengan cara yang sama. Adakalanya terjadi penjualan barang yang
disertai dengan hak pembeli untuk mengembalikan barang bukan karena bukan karena
barang rusak atau alasan umum lainnya melainkan karena perjanjian menyatakan
bahwa pembeli berhak mengembalikan barang dalam periode tertentu, contoh
pengembalian produk baru dalam tahap perkenalan atau percobaan. Adanya potongan
tunai penjualan sama sekali tidak menghalangi pengakuan pendapatan pada saat
penjualan. Masalah yang timbul tidak berkaitan dengan pengakuan pendapatan tetapi
dengan berapa rupiah pendapatan harus dicatat.
i. Kos Purna-jual
Masalah yang paling pelik dan sulit adalah masalah yang bersangkutan dengan
penyesuaian yang diperlukan untuk mengakui pengaruh kegiatan yang mungkin terjadi
setelah penjualan dan harus dibebankan terhadap penjualan tersebut. Prosedur umum
12
yang biasanya dilakukan untuk mengantisipasi kos semacam ini adalah mendebit
jumlah rupiah taksiran kos kegiatan dan mengkredit jumlah rupiah yang sama ke dalam
akun cadangan melalui penyesuaian akhir tahun. Jumlah rupiah debit tersebut menjadi
pengurang langsung terhadap pendapatan dan jumlah rupiah kredit yang sama akan
menjadi kontra terhadap jumlah rupiah piutang.
j. Kerugian Piutang
k. Transaksi Penjualan
Penjualan dikatakan telah terjadi secara teknis bila produk telah ditransfer ke
pembeli dan sebagai penghargaan penjual mendapatkan kas atau klaim atas kas.
Kontrak penjualan yang belum disertai transfer produk secara teknis belum dapat
dikatakan sebagai transaksi penjualan. Pengiriman barang tanpa kontrak penjualan juga
tidak dapat disebut sebagai transaksi penjualan. Jadi, kriteria realisasi telah terpenuhi
pada saat penjualan hanya kalau telah terjadi transfer atau pengiriman barang tak
bersyarat.
Dalam perusahaan jasa, kalau satuan jasa yang diserahkan berupa suatu
tindakan atau penyediaan jasa lain dalam bentuk tertentu yang dilakukan dalam waktu
yang relatif pendek, seperti perusahaan angkutan atau bioskop.
Apabila jasa yang diberikan adalah kompleks dan baru akan selesai dalam
periode yang relatif panjang seperti halnya perusahaan penyewaan ruang atau
bangunan maka besar kemungkinan akan terjadi perbedaan yang sangat mencolok
antara jumlah rupiah pendapatan yang diakui dalam suatu periode atas dasar
penyerahan jasa dan jumlah rupiah pendapatan yang diakui dalam periode yang sama
atas dasar penerimaan kas.
n. Argumen Pendukung
Dasar ini mempunyai validitas terutama untuk penjualan jasa atau barang
secara angsuran. Validitas ini berdasarkan tiga pertimbangan yang saling berkaitan:
13
1. Seluruh atau sebagian piutang yang timbul bukan merupakan asset yang
mempunyai daya beli murni.
2. Makin lama jangka waktu untuk mengangsur makin besar kemungkinan piutang
tak tertagih.
3. Kos purna jual, terutama kos penagihan dan pengumpulan piutang biasanya lebih
tinggi dibandingkan dengan kos purna jual untuk penjualan kredit biasa (jangka
pendek).
o. Alasan Penyanggah
Pengakuan pendapatan dasar kas kurang dapat didukug dengan berbagai alasan.
Pertama, mempunyai kedudukan sama dengan piutang timbul dari penjualan barang.
Kedua, belum tentu ada kegagalan penagihan piutang. Ketiga, dalam pembayaran
diterima di muka, kemungkinan terjadinya kerugian sudah tidak ada lagi.
Penerapan dasar kas untuk mengukur pendapatan pada hakikatnya sama dengan tidak
mengakui piutang angsuran sebagai pos asset meskipun harga jual cukup pasti dan
barang telah dikirim, dengan demikian piutang hanya dicatat dalam bentuk
memorandum.
Kalau pendapatan diukur atas dasar penerimaan kas, kos yang dibebankan sebagai
biaya haruslah kos yang benar-benar telah dikorbankan untuk mendapatkan pendapatan
dasar kas tersebut. Pada umumnya kos administrasi dan penjualan bukan merupakan
kos yang dapat diperlakukan seperti kos sediaan yaitu tersediaankan. Kos tersebut harus
segera dibebankan kependapatan sebagai biaya perioda.
Untuk jasa jangka pendek, saat penerimaan kas merupakan saat yang umum untuk
mengakui pendapatan karena penerimaan kas biasanya terjadi hampir bersamaan
dengan penyelesaian pekerjaan jasa. AICPA memberikan kaidah pengakuan umum
untuk penjualan jasa sebagai berikut:
1. Jika pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan satu pekerjaan, pendapatan harus
diakui pada saat pekerjaan tersebut telah dilakukan.
2. Jika pemberian jasa terdiri dari serangkaian pekerjaan, maka pendapatan harus
diakui selama periode berjalan.
3. Jika pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan secara
bertahap, pendapatan dapat diakui saat seluruh pekerjaan telah selesai
dilaksanakan.
4. Jika terdapat ketidakpastian yang tinggi, pendapatan baru diakui setelah kas
terkumpul.
1. Kriteria terbentuk dan terrealisasi biasanya dipenuhi pada saat produk atau
barang dagangan diserahkan. Oleh karena itu, pendapatan dari kegiatan produksi
dan pemasaran serta untung dan rugi dari penjualan asset lainnya pada umumnya
diakui pada saat penjualan.
2. Kalau kontrak penjualan mendahului produksi dan pengiriman, pendapatan dapat
diakui pada saat terhak dan pengiriman.
14
t. Prosedur Pengakuan
Saat atau kaidah pengakuan pendapatan di atas merupakan ketentuan pada level
penetap standar. Agar dapat dilaksanakan di level perusahaan, kaidah tersebut harus
dijabarkan secara teknis dan procedural dalam bentuk kebijakan akuntansi perusahaan.
Kebijakan akuntansi perusahaan harus menetapkan kejadian atau kegiatan internal apa
yang dapat digunakan sebagai pemicu pencatatan ke dalam system akuntansi.
u. Penyajian
2.2. Beban
2.2.1. Pengertian
Pengertian biaya tidak dapat dipisahkan dengan pengertian kos dan asset dan juga
rugi (loss). Pembahasan tersebut hanya menyebutkan bahwa bila kos tidak memenuhi
difinisi asset (dapat ditangguhkan pembebanannya terhadap pendapatan), kos tersebut
dapat masuk sebagai biaya atau rugi. Dalam SFAC No. 6, FASB mendefinisi biaya
(expenses) dan rugi (losses)sebagai berikut:
Kalau kewajiban merupakan bayangan cermin asset, definisi biaya oleh FASB di atas
merupakan lawan atau kebalikan dari definisi pendapatan. Pendapatan arahnya masuk
sedangakan biaya arahnya keluar kesatuan usaha. APB juga mendefinisi biaya sebagai
kebalikan pendapatan sebagai berikut (APBN statement No. 4, prg. 134):
APB selanjutnya menjelaskan bahwa seperti pendapatan, biaya timbul hanya dalam
kaitannya dengan kegiatan penciptaan laba yang mengakibatkan perubahan ekuitas. IAI
(IASC) mendefinisi biaya dalam standar Akuntansi Keuangan (2002)sebagai berikut:
Expenses are decreases in economic benefits during the accounting period in the
form of outflows or depletions of asets or incurrences of liabilities that result in
decrases in equity, other than those relating to equity participants (hlm.17).
Beberapa sumber atau literature lain selalu mendefinisikan biaya dalam kaitannya
dengan definisi kos. Sprouse dan Moonits (1962) mendefinisi pengertian
cost dan expense sebagai berikut:
Hilton (2002) menjelaskan makna cost, expenses, dan cost of goods sold dan
perbedaan di antara konsep tersebut sebagai berikut:
Cost is the sacrifice made, usually measured by the resources given up, to achive a
particular purpose. An expense is the consumtion of assets for the purpose of
generating revenue. Cost of goods sold is the expense measured by the cost of the
finished goods sold during a period of time (hlm.36).
Dari berbagai sumber di atas dan sebagai lawan dari pendapatan, terdapat dua
karakteristik penting yang melekat pada makna biaya yaitu:
1. Aliran keluar atau penurunan asset (outflow of assets, gross decrases in assets,
decreases in economic benefitd, using up of assets, consumption of assets, use of
economic services, expired costs, applicable costs to current period).
2. Akibat kegiatan yang membentuk operasi utama yang menerus (ongoing major
operations, profit-directed activities, for the purpose of generating revenues,
creation of revenues, earning activities).
Selain dua karakteristik utama di atas, terdapat karakteristik lain yang bersifat sebagai
konsekuensi, pendukung, atau penjelas. Karakteristik utama dan pendukung dibahas
berikut ini:
a) Penurunan Aset
Untuk dapat mengatakan bahwa biaya timbul, harus terjadi transaksi atau
kejadian yang menurun asset atau menimbulkan aliran keluar asset atau sumber
ekonomik. Asset dalam hal ini harus diartikan sebagai semua asset perusahaan
sebagai satu kesatuan (bukan hanya asset tertentu misalnya sediaan bahan baku).
Pemakaian bahan baku untuk pembuatan produk tidak dapat disebut sebagai biaya
16
kalau produk tersebut belum terjual (keluar dari kesatuan usaha) karena kalau
produk belum terjual belum terjadi penurunan asset. Yang terjadi hanyalah
perubahan bentuk asset sebagai potensi jasa.
c) Kenaikan Kewajiban
Semua badan autoritatif mendefinisi biaya tidak hanya dari sudut penurunan
asset tetapi juga dari kenaikan kewajiban. Alasannya adalah agar makna biaya
cukup luas untuk mencakupi pula pos-pos yang timbulkan dalam penyesuaian
akhir tahun.
d) Penurunan Ekuitas
Definisi APB dan IAI secara eksplisit menyebutkan bahwa penurunan asset
akhirnya akan mengubah ekuitas (can change owners’equity) atau menurunkan
ekuitas (result in decrases in equity). Pendefinisian ini sebenarnya menegaskan
bahwa akuntansi menganut konsep kesatuan usaha sehingga ekuitas secara
konseptual adalah utang perusahaan kepada pemilik. Bila ekuitas akhirnya tidak
terpengaruh, jelas turunnya asset bukan merupakan biaya. FASB tidak
memasukkan karakteristik ini dalam definisinya karena makna operasi sentral
mengandung pengertian sebagai proses penciptaan laba (profit-directted
activities) sehingga penurunan ekuitas merupakan konsekuensi logis dari
pengertian tersebut.
17
Expenses are decreases in the value of assets or increases in the value of liabilities
or stockholders’ equity that represent the cost of using up goods or services by
entityto generate revenue for the current period (hlm.277).
Definisi Kam dilandasi oleh pemikiran bahwa biaya merupakan kejadian moneter yaitu
perubahan nilai asset, kewajiban, atau ekuitas. Nilai ini diukur dengan melalui penyerahan
asset (pembelian tunai), penimbulan kewajiban (pembelian kredit), dan peningkatan
ekuitas (pembelian dengan saham perusahaan sebagai penghargaan). Definisi Kam
mengisyaratkan bahwa pemanfaatan barang dan jasa merupakan upaya kesatuan usaha
dalam rangka mengahasilkan pendapatan.
2.2.3. Rugi
Seperti halnya untung, argument yang diajukan untuk menjawab perlu atau tidaknya
biaya dibedakan dengan rugi. FASB memfokuskan pengertian biaya hanya untuk
penurunan asset yang berkaitan dengan operasi utama atau sentral. Sebagai lawan makna
untung, kata-kata kunci yang melekat pada pengertian rugi adalah:
Empat sumber rugi yang diidentifikasi FASB adalah (SFAC No. 6, prg. 85):
Kos yang telah dikorbankan tetapi tidak ada imbalan barang atau jasa yang diterima
(tidak dapat dihubungkan dengan pendapatan) tidak dapat dianggap sebagai rugi begitu
saja. Mungkin dari kondisi lingkungan tertentu kos tersebut dapat dianggap rugi, tetapi
tidaklah demikian kalau dipandang dari sudut kondisi perusahaan dalam lingkungan
ekonomi dan sosial yang lain tempat perusahaan beroperasi. Misalnya, sumbangan untuk
Palang Merah tidak memberi kontribusi secara teknis terhadap produksi tetapi kalau
pengeluaran tersebut memang benar-benar diperlukan dalam sistem lingkungan yang ada
maka sumbangan tersebut lebih merupakan biaya operasi daripada sebagai rugi.
a) Kriteria Pengakuan
Biaya atau rugi pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua kriteria berikut
dipenuhi (SFAC No. 5, prg. 85):
1) Konsumsi Manfaat
Konsumsi manfaat ekonomik selama suatu perioda dapat diakui langsung
pada saat terjadinya atau diakui bersamaan dengan pengakuan pendapatan yang
berkaitan. Berbagai jenis atau pos biaya menghendaki cara pengakuan yang
berbeda yaitu (SFAC No. 5, prg. 86):
Beberapa pos biaya, seperti kos barang terjual, dibandingkan (matched with)
dengan pendapatan yang terkait. Meretia diakui pada saat atau perioda yang
sama dengan pengakuan pendapatan yang dihasilkan langsung atau
bersama(directly or jointly) dari transaksi atau kejadian lain yang sama
dengan yang menimbulkan biaya.
Banyak pos biaya, seperti gaji staf penjualan dan administrative, diakui
selama periode pada saat kas dibayarkan atau kewajiban terjadi untuk
barang dan jasa yang dimanfaatkan/ dikonsumsi bersamaan dengan
pemerolehan atau segera setelah itu.
Beberapa pos biaya, seperti depresiasi dan asuransi, dialokasi (diakui)
dengan prosedur sistematik dan rasional untuk perioda-perioda yang
menikmati manfaat asset bersangkutan.
1) Mengasosiasi sebab dan akibat (associating cause and effect). Beberapa kos
diakui sebagai biaya atas dasar asosiasi langsung dengan pendapatan tertentu
2) Alokasi sistematik dan rasional (systematic and rational allocation). Bila tidak
ada cara langsung untuk mengasosiasi sebab dan akibat, beberapa kos diasosiasi
dengan periode sebagai biaya atas dasar usaha (attempt) untuk mengalokasi kos
secara systematic dan rasional ke beberapa perioda yang diperkirakan menikmati
manfaat.
3) Pengakuan segera (immediate recognition). Beberapa kos diasosiasi dengan
perida berjalan sebagai biaya karena:
Kos yang terjadi dalam perioda berjalan tidak memberi manfaat masa
datang yang cukup nyata (discernible).
Kos yang dicatat sebagai asset dalam perioda-perioda sebelumnya tidak
lagi mempunyai manfaat ekonomik yang cukup nyata.
Mengalokasiberbagai kos baik atas dasar asosiasi dengan pendapatan atau
atas dasar perioda akuntansi dipandang tidak mempunyai manfaat yang
berarti.
20
… costs (defined as product and service factors given up) should be related
to revenues realized within a specific period on the basis of some discernible positif
correlation of such costs with the recognized revenues.
2) Biaya diakui/ dilaporkan dalam perioda yang sama dengan perioda diakui/
dilaporkannya dengan pendapatan.
f) Kelayakan Ekonomik
Penandingan yang tepat harus didasarkan pada kelayakan ekonomik dan bukan
fisis. Memang penandingan menuntut identifikasi konsumsi manfaat asset atau jasa
secara fisis tetapi nilai asset atau jasa yang dikonsumsi juga harus ditentukan secara
tepat dengan memperhatikan kondisi yang melingkupinya. Oleh karena itu, dasar
penandingan yang paling utama adalah kelayakan ekonomik (economic
reasonanbleness) bukannya dasar aliran fisis semata-mata.
Dalam industry sepatu misalnya, nilai atau kos kulit yang dibebankan ke
produksi adalah semua kos lembar kulit yang masuk proses walaupun secara fisis
yang bagian dari kulit yang tidak menjadi sepatu tetapi menjadi potongan-potongan
sisa kulit sebagai bahan buangan. Jadi, kos suatu factor jasa yang digunakan dalam
operasi hanya akan dibebankan ke pendapatan sebanding dengan produk yang
dianggap telah menghasilkan pendapatan.
Dalam rangka menghubungkan biaya dan biaya, perlu dipertimbangkan basis asosiasi
yang menggambarkan penandingan yang secara ekonomik layak. Berbagai basis asosiasi
dibahas berikut ini.
Dalam keadaan yang khusus sebagai Kos sediaan barang yang tidak terjual
dalam suatu periode secara logis dapat dijadikan komponen Kos barang terjual.
Sebagai contoh, suatu toko pakaian musiman harus menyediakan berbagai
ukuran dan warna yan cukup banyak untuk memenuhi selera konsumer dengan
konsekuensi yang tidak terhindarkan dan cukup pasti bahwa sebagian dari
sediaan pakaian jadi tersebut tidak akan laku terjual pada akhir musim tertentu.
c) Barang Rusak
Pesoalan yang sama dengan barang musiman dapat diterapkan untuk produk
rusak. Apakah Kos produk rusak dapat dianggap sebagai sebagai upaya atau
sebab untuk menimbulkan pendapat?
karena itu, perlu diadakan alokasi agar dapat dicapai penandingan yang tepat
antara biaya dan pendapatan yang dihasilkan.
e) Biaya Antisipasian
Biaya Antisipasian ( anticipated expenses ) adalah biaya yang dianggap
menyebabkan timbulnya pendapatan tetapi baru terjadi setelah pendapatan
diakui. Sebagai contoh adalah Kos yang berkaitan dengan kegiatan purna-jual
(after- sale costs) seperti jaminan penjualan, jaminan reparasi gratis, dan
pengumpulan piutang.
Proses alokasi menimbulkan banyak metode alokasi. Memenuhi definisi aset. Paton
dan Littleton mengemukakan bahwa aset pada dasarnya merupakan beban tangguh
(deferred charges). Dilain pihak, bila alokasi bersifat arbitrer, hal tersebut lebih baik
tidak dilakukan karena alokasi akan memberi kesan adanya ketepatan (preciseness)
padahal kenyataanya tidak demikian.
a) Kriteria Penangguhan
Kriteria penangguhan. Kriteria penguji umum yang dapat dijadikan dasar untuk
menentukan apakah suatu jenis Kos jasa yang terjadi pada suatu periode
akandibebankan langsung atau akan ditunda.
Karena suatu Kos jasa yang terjadi memenuhi kriteria tambahan ini, pada
umumnya Kos tersebut dapat dibebenkan langsung pada periode terjadinya
kecuali untuk sediaan barang dan biaya prabayaran (prepaid expenses). Dapat
disimpulkan bahwa Kos nonoperasi yang berulang terjadinya cukup beralasan
untuk langsung dibebankan dari pada ditunda atau disediakan untuk mencapai
tepat- tanding
Kedua jenis kos ini sama-sama merupakan kos fasilitas, kegiatan, proses, atau
departemen jasa yang dinikmati oleh beberapa angkatan produk atau objek kos lain
24
Alokasi kos bergabung atau bersama bersifat internal dalam suatu perioda
sehingga hasilnya tidak mempengaruhi kos operasi total untuk perioda tersebut
meskipun dasar alokasi agak arbitrer. Alokasi semacam ini hendaknya tidak
diterapkan untuk alokasi secara arbitrer antarperioda akan lebih menyesatkan hasilnya
daripada tidak dilakukan alokasi karena alokasi memberi kesan adanya ketepatan
(preciseness) yang dalam kondisi tertentu mungkin tidak dapat dipenuhi.
Untuk mengatasi fluktuasi laba tahunan, cara terbaik adalah menerbitkan serangkaian
statemen laba-rugi tahunan seperti apa adanya bukan serangkaian laba yang telah
diratakan.
d) Pendekatan Nonalokasi
Alokasi hanya dapat dipertahankan bila tiga karakteristik berikut dipenuhi:
Bila alokasi dianggap suatu teori, alokasi dapat dipertahankan secara filosofis
dengan semangat refutasi ilmiah (scientific refutation) dan prinsip
ketersalahan (principle of falsifiability). Alokasi ditempatkan sebagai hipotesis
25
nol (default hypothesis) yang harus disanggah validitasnya. Bila tidak dapat
dibuktikan dengan meyakinkan bahwa alokasi tidak benar atau valid (sehingga
nonalokasilah yang valid), maka alokasi terpaksa harus "diterima" atau tidak dapat
ditolak.
3) Pembebanan Arbitrer
Suatu kos biasanya akan langsung dibebankan dalam perioda terjadinya (immediate
recognition). Ini berarti bahwa kos ditandingkan dengan pendapatan secara arbitrer.
Konsep yang melandasi pembebanan semacam ini semata-mata adalah
kepraktisan(expediency). Memang pada umumnya pengakuan segera kos sebagai
biaya atau rugi dilakukan karena manfaat masa datang tidak terukur atau tidak cukup
pasti. Contoh yang paling jelas adalah pengakuan segera selisih kurs utang valuta
asing akibat kenaikan nilai tukar mata uang asing atau pengakuan segera kos riset dan
pengembangan. Walaupun demikian, kalau terdapat alasan yang kuat atau karena
kebijakan khusus akibat kejadian luar biasa, dapat saja selisih kurs tersebut
dikapitalisasi meskipun manfaat ekonomik masa datang tidak ada lagi atau sulit
dihubungkan dengan perioda masa datang.
Penandingan arbitrer tidak selalu berkaitan dengan pengakuan rugi. Kos suatu potensi
jasa akan segera diakui sebagai biaya atau rugi kalau terbukti bahwa manfaat
ekonomiknya menjadi lenyap atau berkurang (loss or lack of future benefits).
Penakar yang ideal udalah unit produk karena pendapatan diciptakan dengan
menyerahkan produk (direpresentasi oleh kos produk). Oleh karena itu, idealnya tiap
unit menyerap semua jenis kos operasi (produksi, penjualan, administrasi, dan
pengumpulan piutang). Dengan perioda sebagai penakar, kos objek atau kegiatan sebagai
pengukur biaya yang dimasukkan ke dalam penakar tidak harus jelas dan tegas berkaitan
dengan pendapatan yang masuk dalam penakar (perioda) tersebut. Di bawah ini meringkas
konsep penandingan dan implikasi terhadap klasifikasi biaya sebagai pengurang
pendapatan.
Masalah pembebanan kos dan basis asosiasi di atas berlaku untuk semua jenis potensi
jasa. Masalah khusus terjadi dalam hal sediaan dan aset tetap, khususnya fasilitas fisis
yaitu gedung/prabrik dan perlengkapan (plant and equipments). Uraian berikut membahas
masalah teoretis yang menyangkut pos-pos tersebut.
Dalam hal fasilitas fisik, kos yang terjadi pada saat pemerolehan pada umumnya
diakui sebagai aset dan baru kemudian kos tersebut diakui sebagai biaya sesuai dengan
pola penyerapan manfaat yang direpresentasi dengan kos.
1) Berwujud fisis dan dikuasai oleh perusahaan untuk mengolah dan memperlancar
kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena itu, yang digolongkan dalam kelompok
ini adalah aset yang berkaitan dengan operasi.
2) Pada umumnya berumur panjang walaupun terbatas sehingga perlu penggantian.
3) Bernilai bagi perusahaan lantaran kekuasaan atau hak perusahaan untuk
menggunakannya bukan lantaran hak miliknya.
26
4) Pada umumnya merupakan aset nonmoneter dan manfaat yang dapat diberikan
berupa potensi jasa (service potentials) bukan daya beli atau
ketertukarannya(exchangeablility).
Tujuan pelaporan dan pengukuran fasilitas fisis ini adalah untuk menentukan
penggunaan jasa dalam suatu perioda yang diperkirakan telah menghasilkan
pendapatan. Tujuan yang lain adalah members informasi kepada pemakai laporan
tentang kuantitas fisis dan kapasitas atau daya (potensi jasa) yang masih melekat pada
aset fisis tersebut.
b) Istilah
Istilah yang digunakan untuk menunjuk aset yang mempunyai karakteristik di
atas tentunya harus cukup deskriptif untuk memudahkan klasifikasi. Banyak istilah
yang digunakan untuk mendeskripsi aset tersebut yaitu : aset tetap (fixed assets), aset
tetap berwujud (fixed tangible assets), aset terwujud (tangible assets), aset operasi
(operating assets), aset jangka panjang (long-lived/long-term assets), tanah,
pabrik/bangunan, dan perlengkapan (property, plant and equipments), dan fasilitas
fisis (plant assets).
Istilah aset tetap sebenarnya tidak cukup deskriptif karena tia mempunyai makna
sebagai pasangan aset lancar. Tia menjadi terlalu luas karena tia mencakupi investasi
jangka panjang, aset tak berwujud, sumber alam, dan aset jangka panjang lainnya.
Memang tidak semua perusahaan mempunyai aset tetap lain kecuali fasilitas fisis
sehingga fasilitas fisis dengan sendirinya menjadi aset tetap.
Aset jangka panjang jelas tidak deskriptif karena istilah ini akan mencakupi pula
aset tak berwujud seperti asuransi dibayar di muka dan pembayaran di muka lainnya.
Aset operasi jelas terlalu luas karena semua aset baik berwujud atau tidak selama aset
tersebut diperlukan dalam operasi dapat disebut sebagai aset operasi.
Istilah yang paling deskriptif dan digunakan oleh banyak literatur dewasa ini
adalah tanah, pabrik/gedung, dan perlengkapan serta fasilitas fisis. Dapat disebut
deskriptif karena dapat merefleksikan karakteristik-karakteristik yang disebutkan di
atas. Dalam hal perusahaan non pemanufakturan istilah pabrik dan perlengkapan
dapat digunakan. Istilah fasilitas fisis sebenarnya cukup deskriptif untuk
menggambarkan karakteristik aset yang masuk dalam pengertian property, plant, and
equipment. Oleh karena itu, istilah ini dipakai dalam pembahasan di sini walaupun
istilah aset tetap atau yang lain kadang-kadang dipakai juga.
c) Basis Pembebanan
Fasilitas fisis memberi kontribusi jasa ke operasi berupa kapasitas atau daya
(misalnya dalam bentuk daya giling untuk mesin giling). Oleh karena itu, kos daya
atau kapasitas fasilitas fisis tersebut jelas harus diserap menjadi bagian kos produksi
dan akhirnya menjadi beban pendapatan.
Masalah unik yang berkaitan dengan penyerapan manfaat fasilitas fisis adalah
penentuan kapasitas taksiran dalam kondisi tertentu dan pola penyerapan manfaat
sampai dapat dikatakan bahwa manfaat tersebut habis. Berbeda dengan sediaan,
masalah timbul karena pada umumnya kapasitas akan habis dalam jangka panjang dan
penyerapan manfaat tidak dapat diobservasi secara langsung atas dasar kelenyapan
27
secara fisis. Di lain pihak, sediaan dikonsumsi dalam bentuk unit fisis sehingga kos
yang terserap dapat dihubungkan secara objektif dengan konsumsi fisis tersebut.
Kesulitan asosiasi seperti diuraikan di atas tidak menjadi alasan yang kuat untuk
membebankan seluruh kos ke operasi pada saat fasilitas fisis tersebut diperoleh atau
diberhentikan. Tujuan memperoleh fasilitas fisis adalah untuk menghasilkan produk dan
produk bersangkutan adalah seluruh unit produk yang dihasilkan selama umur efektif
fasilitas bersangkutan bukannya selama tahun tertentu. Fasilitas fisis merupakan suatu
“sediaan” jasa (service-capacity) dan jasa tersebut akan tersedia sepanjang umur ekonomik
aset tersebut. Dengan demikian, pembebanan kos secara sistematik selama taksiran umur
pemakaian akan lebih sesuai dengan keadaan objektif dan masuk akal daripada
pembebanan langsung seluruh kos pada saat pembelian atau pada saat pemberhentian.
Bagian dari kos yang dibebankan untuk perioda tertentu disebut depresiasi (amortisasi
untuk aset tak berwujud dan deplesi untuk sumber alam).
Dari segi akuntansi, depresiasi merupakan suatu proses alokasi kos secara sistematika
dan rasional dan jumlah rupiahnya diukur atas dasar bagian kos potensi jasa yang dianggap
telah dimanfaatkan dalam menciptakan pendapatan. Depresiasi sebagai biaya tidak
berbeda dengan jenis biaya operasi lainnya. Kos fasilitas fisis mempunyai kedudukan yang
sama seperti kos manfaat ekonomik lain yang diperoleh dan dimanfaatkan sekaligus dalam
perioda terjadinya. Depresiasi merupakan biaya yang benar-benar terjadi dan dikeluarkan
(out of pocket costs) seperti biaya lainnya. Memang benar bahwa biaya depresiasi untuk
perioda tertentu tidak menunjukkan pengeluaran pada perioda tersebut. Akan tetapi, biaya
depresiasi tersebut mengukur bagian pengeluaran masa yang lalu yang dipandang layak
dibebankan terhadap kegiatan atau pendapatan perioda berjalan. Jadi dapat dikatakan
bahwa kos fasilitas fisis merupakan suatu bentuk ekstrem biaya dibayar di muka; akuntansi
depresiasi merupakan sarana untuk membebankan biaya dibayar di muka tersebut ke
produksi atau perioda berjalan. Paton dan Littleton (1970) mengemukakan hal ini sebagai
berikut :
Plant renders an essential service to production, and its cost is a form of deferred
charge which should be gradually absorbed in the cost of production(hlm. 65)
Acapkali depresiasi dianggap sebagai sumber dana oleh karena kebiasaan untuk
menghitung sumber dana atau aliran kas masuk (proceeds) dengan cara
menambahkan kembali depresiasi ke laba akuntansi. Hal ini banyak dijumpai dalam
literatur manajemen keuangan yang membahas topik penganggaran kapital (capital
budgeting). Cara menghitung semacam itu sebenarnya hanyalah salah satu teknik
penghitungan sumber dana karena data yang tersedia adalah statemen laba-rugi. Hal
ini juga terjadi dalam menghitung aliran kas dari kegiatan operasi untuk menyusun
statemen aliran kas dengan metoda tak langsung. Walaupun demikian, tidak berarti
bahwa depresiasi merupakan suatu sumber dana atau penyisihan dana untuk
penggantian.
Bila potensi jasa dipandang sebagai jasa fisis (physical services), depresiasi
merupakan penurunan jasa fisis karena konsumsi manfaat dalam perioda-perioda yang
diantisipasi. Pada umumnya, perusahaan membeli fasilitas fisis dengan
memperhitungkan jasa fisis total atau kapasitas yang melekat pada aset tersebut.
Kapasitas fisis dapat dinyatakan dalam unit produk yang dapat dihasilkan, jam
pemakaian, kilometer terpakai (untuk kendaraan), atau unit lain yang dapat menjadi
pengukur konsumsi fisis. Metoda unit produksi (units of production method)
merupakan implementasi makna depresiasi sebagai penurunan jasa fisis ini. Karena
penekanan pada pemakaian jasa fisis, kos historis menjadi basis pengukuran
depresiasi. Dengan kata lain, kos historis merupakan sarana untuk mempresentasi dan
merunut (to trace) aliran fisis potensi jasa. Dengan demikian, fungsi neraca adalah
menunjukkan sisa potensi jasa sehingga dasar penilaiannya adalah kos yang masih
melekat pada sisa jasa fisis tersebut (sering disebut nilai buku). Jadi, sebagai
penurunan potensi jasa fisis, depresiasi untuk suatu perioda adalah konsumsi jasa fisis
yang diukur atas dasar kos historis (kos yang melekat pada aset).
yang memperoleh manfaat. Pada umumnya, pendekatan terakhir ini yang digunakan
karena keperluan untuk menyusun tabel depresiasi. Tentu saja pendekatan ini
memerlukan penaksiran faktor-faktor penentu depresiasi. Berikut ini dibahas beberapa
pendekatan penilaian kapital awal dan akhir perioda untuk menentukan depresiasi
sebagai penurunan nilai.
Nilai sekarang Rp. 2.552.320 pada awal tahun pertama dapat diinterpretasi
sebagai proksi atau estimator nilai sepakatan pada saat pemerolehan. Seandainya
fasilitas fisis diperoleh dengan kos di bawah atau di atas nilai tersebut, selisihnya
harus disebar selama umur aset secara proporsional dengan kontribusi
pendapatan neto atau dengan cara lain.
Atas dasar rasio di atas, depresiasi untuk suatu perioda (Dp) dapat ditentukan
sebagai berikut :
Dp = R x Kp
Dengan contoh kasus sebelumnya dan dengan asumsi fasilitas fisis diperoleh dengan
kos Rp. 2.760.000 tanpa nilai residual, rasio kos terhadap kontribusi adalah sebesar
0,60 atau 60%.
e) Metoda Alokasi
Bila depresiasi dimaknai sebagai alokasi kos secara sistematik dan rasional bukan
sebagai proses penilaian, metoda manakah yang dapat disebut sistematik dan
rasional? Metoda yang paling rasional adalah metoda yang mendasarkan diri pada
aliran penyerapan kapasitas jasa tersebut. Dengan kata lain, metoda yang paling tepat
adalahmetoda unit produksi (production or output method). Kesulitan utama yang
dihadapi metoda ini adalah penentuan kapasitas total yang dapat dihasilkan selama
umur ekonomik aset bersangkutan. Di samping itu, keausan fisis tidak selalu
proporsional dengan intensitas penggunaan dan juga pengaruh faktor keusangan
(obselescence) sama sekali tidak ada hubungannya dengan fluktuasi produk yang
dihasilkan.
Untuk kebanyakan situasi metoda perhitungan depresiasi tahunan secara garis lurus
merupakan metoda alternatif yang paling banyak digunakan karena kepraktisannya
dan juga karena dalam banyak hal pola penyerapan tiap perioda cukuk seragam. Hal
yang perlu diperhatikan adalah bahwa penggunaan metoda garis lurus tidak
menghalangi pengalokasian depresiasi tahunan ke dalam beberapa perioda interim
atas dasar fluktuasi musiman selama satu tahun tersebut. Keberatan terhadap metoda
garis lurus terletak pada sifatnya yang mengabaikan hubungan antara tingkat
kembalian investasi (rate of return) dan sisa nilai investasi seperti yang dicontohkan
sebelum ini.
32
Dapat juga depresiasi ditentukan dengan cara melakukan taksiran (appraisal) pada
tiap perioda atas dasar inspeksi fisis untuk mengukur keausan. Metoda ini
memberikan hasil yang sama sekali kurang memuaskan. Biaya depresiasi bukan
semata-mata didasarkan atas hasil pengamatan fisis ada kemungkinan tidak konsisten
dari perioda ke perioda. Jadi yang paling diperlukan adalah suatu kebijakan depresiasi
yang sistematik dan logis didasarkan atas berbagai kemungkinan dan faktor yang
melingkupi fasilitas fisis bersangkutan.
Alasan lain adalah bahwa penentuan laba haruslah merupakan akibat suatu upaya
untuk mengungkapkan kenyataan objektif yang ada tanpa memperhatikan berapa
akhirnya laba yang terjadi. Lagi pula, walaupun akuntansi menganut asas himpun
(aktual), hal ini tidak mengisyaratkan bahwa laba periodik harus sama tiap tahunnya.
Jadi, meskipun tetap dituntut untuk menaksir depresiasi tahunan secara saksama,
rasional, dan objektif, hendaknya tidak ada pikiran sama sekali untuk mempengaruhi
besarnya laba.
Kalau program depresiasi yang dijalankan tersebut ditentukan secara saksama dan
objektif dengan mempertimbangkan semua faktor yang ada, perbedaan antara taksiran
dan kenyataan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Perbedaan dapat juga
disebabkan oleh ketaksaksamaan atau kekeliruan. Apapun sebabnya, perbedaan yang
akhirnya muncul paling tidak merupakan suatu indikasi bahwa kesalahan telah terjadi
sehingga koreksi taksiran harus dilakukan.
Jadi, kalau pemberhentian dari penggunaan sudah pasti terjadi maka kos yang
melekat pada fasilitas tersebut juga harus dihentikan, artinya tidak dapat lagi
dibebankan ke produksi setelah pemberhentian. Mengkapitalisasi rugi pemberhentian
sama saja dengan menyangkal adanya rugi tersebut. Sekali diputuskan untuk
dihentikan kos yang belum dikonsumsi akan hilang selamanya (menjadi rugi). Kos
yang harus dibebankan ke operasi selama umur fasilitas fisis yang baru adalah
terbatas pada kos unit baru tersebut. Sisa kapasitas fasilitas fisis lama tidak menambah
daya atau kapasitas fasilitas fisis baru.
2.2.9 Tanah
Apakah tanah perlu didepresiasi atau tidak bergantung pada karakteristik atau fungsi
tanah dalam operasi perusahaan. Sebagai tempat usaha, fungsi untuk ditempati tidak akan
pernah habis. Oleh karenanya, dapat dianggap bahwa kos tanah tidak perlu didepresiasi
atau diamortisasi menjadi biaya operasi. Dengan kata lain, fungsi tanah untuk
menyediakan jasa ditempati tanpa batas waktu (selamanya) cukup menjadi alasan
kebijakan untuk memperlakukan kos tanah sebagai investasi permanen dalam fasilitas
produksi. Perlakuan semacam ini makin didukung untuk tanah hak milik permanen.
Karena karakteristik kos tanah sebagai investasi permanen, tanah tersebut perlu dipisahkan
dari fasilitas fisis lain yang dapat didepresiasi dalam pelaporannya.
Dalam kondisi tertentu, tanah pertanian tidak dapat diperlakukan sebagai investasi
permanen. Kesuburan tanah jelas akan dipengaruhi oleh frekuensi panen dan lapisan
atas tanah (topsoil) yang subur mungkin habis akibat erosi sehingga suatu saat tanah
tersebut secara ekonomik tidak dapat ditanami lagi. Dalam keadaan seperti ini,
akuntansi yang sehat menghendaki pemisahan kos tanah menjadi bagian yang
dimasukkan sebagai kos sisa tanah (kalau ada) dan bagian yang menunjukkan kos
elemen tanah yang dapat habis jasanya (potensi jasa tanah untuk ditanami), kemudian
ditentukan alokasi kos sistematik yang tepat untuk bagian kedua tersebut. Jadi,
dengan akuntansi seperti di atas, pengeluaran-pengeluaran untuk mengembalikan
kesuburan tanah akan menjadi bagian kos tanah yang pada akhirnya harus
didepresiasi.
Sumber alam (natural resources) yang akan habis melalui proses penambangan
(extraction) dan tidak dapat diperbarui atau diganti (renewable) sering disebut dengan
“aset habis pakai” (wasting assets). Tambang mineral (termasuk minyak mentah dan gas)
adalah contoh utama aset habis pakai. Hutan kayu yang biasanya tidak diremajakan lagi
34
oleh perusahaan pengekstraksi dapat dikategori sebagai aset habis pakai. Kos sumber
alam tersebut (tidak termasuk nilai sisa tanah) harus diserap secara sistematik ke
produksi atas dasar pengambilan atau konsumsi. Kos yang diserap ini disebut deplesi.
Seperti juga pada depresiasi, deplesi sebagai kos atau upaya untuk menghasilkan
pendapatan harus ditentukan secara objektif dan rasional tanpa memperhatikan
pengaruhnya terhadap laba bersih.
Yang digolongkan sebagai aset tak berwujud (intangibles) meliputi pos seperti hak
cipta, paten, merek dagang, goodwill, dan kos organisasi. Sama seperti fasilitas fisis, kos
aset tak berwujud harus secara sistematik dibebankan ke operasi dan akhirnya terhadap
pendapatan selama umur yuridisnya. Dalam kasus tertentu dimungkinkan untuk
menyerap kos tersebut dalam waktu yang lebih pendek dari umur yuridisnya.
Penghapusan langsung seluruh kos sebagai rugi harus segera dilakukan kalau kondisi
menunjukkan bahwa aset tak berwujud tersebut tidak lagi mempunyai arti ekonomik
yang penting. Karena banyak masalah teoritis yang timbul, dua jenis aset tak berwujud
yaitu goodwill dan kos organisasi dibahas di bawah ini.
a) Goodwill
Goodwill timbul apabila suatu perusahaan membeli perusahaan lain yang
sudah berjalan secara keseluruhan. Goodwill adalah selisih lebih jumlah rupiah tunai
atau setaranya yang dibayarkan oleh perusahaan pembeli di atas nilai pasar wajar
atau nilai buku kekayaan fisis perusahaan yang dibeli. Goodwill dapat diinterpretasi
sebagai kemampuan lebih dalam menghasilkan laba dibanding kemampuan normal
perusahaan yang kondisi kekayaan fisisnya sama. Kemampuan lebih tersebut tidak
dapat diperoleh secara terpisah dengan jalan membeli hak monopoli atau cara
lainnya. Secara akuntansi, goodwill tidak dapat ditimbulkan sendiri oleh perusahaan
tetapi harus melalui pembelian suatu perusahaan yang sedang berjalan. Kos
kampanye produk baru, misalnya, tidak dapat disebut sebagai goodwill.
Kos goodwill yang melekat pada harga beli suatu perusahaan yang sudah
beroperasi pada dasarnya merupakan nilai sekarang atau nilai diskunan (present or
discounted value) kelebihan laba yang mampu dihasilkan. Kelebihan laba ini
merupakan jumlah rupiah kelebihan yang diharapkan akan terjadi sehingga akhirnya
investasi dengan pembelian perusahaan di atas nilai buku tersebut menghasilkan
suatu tingkat pembelian investasi (rate of return) yang normal. Dengan demikian
goodwill yang dibeli tersebut menunjukkan pengakuan lebih dahulu sejumlah debit
yang mengukur sebagian dari laba yang diharapkan akan diperoleh kemudian. Jadi,
jumlah debit goodwill diharapkan dapat ditutup atau diperoleh kembali melalui laba
lebih perusahaan yang dibeli.
Dengan demikian, sangat masuk akal kalau kos yang diperhitungkan sebagai
goodwill harus diserap dan dibebankan ke pendapatan selama kurun waktu yang
dijadikan dasar dalam mempertimbangkan kos pemerolehan perusahaan sehingga
laba yang tampak dalam statemen laba-rugi menunjukkan laba bersih normal.
Kenyataan menunjukkan bahwa pada kebanyakan perusahaan, kelebihan
kemampuan untuk menghasilkan laba tidak berlangsung selamanya tetapi hanya
berlangsung dalam kurun waktu yang terbatas. Dengan demikian, goodwill
hendaknya diamortisasi sepanjang taksiran masa diperolehnya laba lebih.
Seandainya tingkat laba lebih tersebut tetap terjadi sesudah kurun waktu yang
diantisipasi, amortisasi kos goodwill tetap dilakukan hanya selama waktu yang
diantisipasi semula atas dasar faktor-faktor yang ada pada saat pengakuan goodwill.
Kemampuan memberi laba lebih sesudah jangka waktu yang diantisipasi mungkin
35
bukan lagi disebabkan oleh faktor-faktor dan kondisi yang dipertimbangkan pada
saat perusahaan bersangkutan dibeli. Dengan kata lain, kesuksesan yang dicapai
perusahaan sesudah goodwill habis besar kemungkinan disebabkan oleh
perkembangan dan faktor baru bukan lagi oleh goodwill tersebut.
b) Kos Organisasi
Pengeluaran-pengeluaran yang terjadi sebelum perusahaan mulai beroperasi
biasanya ditampung dalam satu akun menjadi kos pendirian atau kos organisasi
(organization cost). Pengeluaran tersebut meliputi kos pencetakan saham, tarif akte
notaris, pengeluaran untuk ijin perusahaan, dan kos kegiatan selama proses
pendirian. Kos organisasi diperlakukan sebagai aset tak berwujud karena kos
tersebut tidak dapat dikaitkan dengan aset tetap berwujud yang ada dalam
perusahaan. Seperti telah diuraikan dalam pembahasan tanah, kos organisasi
menunjukkan suatu aset permanen (tidak perlu diamortisasi) sepanjang perusahaan
dapat mempertahankan diri sebagai perusahaan yang beroperasi secara penuh dan
yang bertumbuh sebagaimana ditunjukkan oleh kemampuan untuk menghasilkan
laba dan posisi keuangannya. Akan tetapi, kos pendirian tersebut harus mulai
diserap atau dihapuskan bila terjadi penurunan laba dan pengerutan (contraction)
kekayaan yang terus menerus akibat kegagalan usaha atau proses likuidasi. Jadi, kos
organisasi tidak semestinya diamortisasi dalam hal perusahaan berjalan terus dan
berkembang tetapi tidak semestinya dipertahankan tetap utuh dalam hal perusahaan
mengalami kemunduran yang terus-menerus. Untuk perusahaan yang bergerak
dalam bidang usaha eksploitasi sumber alam, penyerapan secara sistematik kos
organisasi selama umur fasilitas fisis (pabrik) adalah perlakuan yang paling layak.
Dengan dasar pikiran yang sama, jumlah rupiah komisi atau berbagai pengeluaran
36
Penyajian biaya tidak dapat dilepaskan dari penyajian pendapatan dan sarana untuk
itu adalah statemen laba-rugi. Penyajian elemen pendapatan, untung, biaya, dan rugi
bergantung pada konsep tentang apa saja yang membentuk laba.
37
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendapatan adalah arus kas masuk /penambahan lainnya pada aktiva suatu satuan
usaha atau penyelesaian kewajiban (kombinasi dari keduanya ) dari pengiriman atau produksi
barang, pemberian jasa, atau kegiatan lain yang bukan merupakan kegiatan utama. Definisi
lebih sempit menurut FASB, Pendapatan dihasilkan dari kegiatan utama. Pada umumnya
beban (expense) sering dijadikan sinonim kata dengan biaya (cost), tetapi menurut Soemarso
(2013:29), beban dapat didefinisikan sebagai aliran keluar terukur dari barang atau jasa, yang
kemudian ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba atau sebagai penurunan
dalam aktiva bersih sebagai akibat dari penggunaan jasa ekonomis dalam menciptakan
pendapatan atau pengenaan pajak oleh badan pemerintah. Konsep beban dalam akuntansi
selalu mengarah pada pendapatan, karena hasil pendapatan bersih yang diterima oleh
perusahaan tergantung berapa banya beban yang dikeluarkan. Beberapa ahli telah
menyatakan beban itu penurunan manfaat ekonomis suatu perusahaan karena ada sesuatu
yang dikorbankan dalam mendapatkan aktiva tersebut yang disebut dengan beban. Setiap
perusahaan memiliki beban yang berbeda tergantung apa yang dibutuhkanya, tetapi dari segi
kolektif, beban-beban dalam setiap perusahaan itu sama.Oleh karena itu, konsep beban dalam
akuntansi itu penting karena menyangkut laba ruginya suatu perusahaan dalam menjalankan
kegiatan atau usahanya. Semakin tinggi beban semakin rendah laba yang diterima, sebaliknya
semakin rendah beban yang dikeluarkan oleh perusahaan semakin tinggi laba yang diterima.
38
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/acer/Documents/expensebeban-141130225357-conversion-gate02.pdf