Anda di halaman 1dari 29

2.

1 Pengertian Korelasi

Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli mengenai korelasi dan pengertian
korelasi secara umum.
a. Menurut Para Ahli

1) Menurut Gay dalam Sukardi (2004:166) penelitian korelasi merupakan salah satu
bagian penelitian ex–postfacto karena biasanya peneliti tidak memanipulasi
keadaan variabel yang ada dan langsung mencari keberadaan hubungan dan
tingkat hubungan variabel yang direfleksikan dalam koefisien korelasi.
2) Menurut Faenkel dan Wallen, penelitian korelasi atau korelasional adalah suatu
penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel
atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak
terdapat manipulasi variabel
3) Menurut Mc Millan dan Schumacher, adanya hubungan dan tingkat variabel ini
penting karena dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan
dapat mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis penelitian ini
biasanya melibatkan ukuran statistik/tingkat hubungan yang disebut dengan
korelasi.
(Ahmad Wira, 2014).

b. Secara Umum

Korelasi adalah metode untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara dua
peubah atau lebih yang digambarkan oleh besarnya korelasi. Koefisien korelasi
adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antar dua peubah
atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab
akibat antara dua peubah (lebih) tapi semata-mata menggambarkan keterlibatan linier
antar peubah. Nilai koefisien korelasi berkisar antara (-1) sampai 1

1) Nilai -1 berarti terdapat hubungan negatif (berkebalikan) yang sempurna.


2) Nilai 0 berarti tidak terdapat hubungan sama sekali.
3) Nilai 1 berarti terdapat hubungan positif yang sempurna. (Ahmad Wira, 2014).

2.2 Jenis-Jenis Korelasi

a. Korelasi Linier (Bivariat)

Korelasi sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan di antara dua variabel,


dan jika ada hubungan, bagaimana arah hubungan tersebut. Keeratan hubungan
antara satu variabel dengan variabel yang lain biasa disebut dengan Koefisien
Korelasi yang ditandai dengan “r“. Adapun rumus “r” adalah:
Dimana :

r = nilai koefisien korelasi x = nilai variabel pertama y = nilai variabel kedua


N = jumlah data (Suparto, 2014).

𝑁(∑ 𝑥𝑦)−(∑ 𝑥 ∑ 𝑦)
𝑟 ……………………………….(2.23)
{(𝑁 ∑ 𝑥2−(∑ 𝑥)2)(𝑁 ∑ 𝑦2−(∑
=
𝑦)2)}1/2
Contoh kasus:

PT. Cemerlang dalam beberapa bulan yang lalu sangat gencar mempromosikan
sejumlah peralatan elektronik dengan membuka outlet- oulet (toko) di berbagai
daerah. Berikut ini data mengenai biaya promosi (X) dan penjualan (Y) (dalam
jutaan Rp) di 15 daerah di Indonesia.

Table 2.9 Tabel Biaya Promosi dan Penjualan di 15 daerah di Indonesia


Biaya
No Daerah Penjualan
Promosi
(Y)
(X)
1 Jakarta 26 205
2 Tanggeran 28 206
g
3 Bekasi 35 254
4 Bogor 31 246
5 Bandung 21 201
6 Semarang 49 291
7 Solo 30 234
8 Yogyakarta 30 209
9 Surabaya 24 204
10 Purwokerto 31 216
11 Madiun 32 245
12 Tuban 47 286
13 Malang 54 312
14 Kudus 40 265
15 Pekalongan 42 322

Table 2.10 Hasil pengujian


Biaya
Penjuala
No Daerah Promos n (Y) X2 Y2 XY
i (X)
1 Jakarta 26 205 676 42025 5330
2 Tanggeran 28 206 784 42436 5768
g
3 Bekasi 35 254 1225 64516 8890
4 Bogor 31 246 961 60516 7626
5 Bandung 21 201 441 40401 4221
6 Semarang 49 291 2401 84681 15259
7 Solo 30 234 900 54756 7020
8 Yogyakart 30 209 900 43681 6270
a
9 Surabaya 24 204 576 41616 4896
10 Purwokert 31 216 961 46656 6696
o
11 Madiun 32 245 1024 60025 7840
12 Tuban 47 286 2209 81796 13442
13 Malang 54 312 2916 97344 16848
14 Kudus 40 265 1600 70225 10600
15 Pekalonga 42 322 1764 103684 13524
n
Jumlah 520 3.696 19.33 934.358 133.23
8 0
b. Korelasi Linier Berganda (Multivariat)

Analisis korelasi berganda digunakan untuk mengetahui derajat atau kekuatan


hubungan antara variabel X, dan Y . Korelasi yang digunakan adalah korelasi ganda
dengan rumus:

𝑅2 = 𝐽𝐾(𝑟𝑒𝑔)……………………………………………..………….(2.24)
∑ 𝑌2

Dimana :

R2 = Koefisien korelasi ganda

JK(reg) = Jumlah kuadrat regresi dalam bentuk deviasi

∑ 𝑌2 = Jumlah kuadrat total korelasi dalam bentuk deviasi

Dari nilai koefisien korelasi (R) yang diperoleh didapat hubungan – 1 < R < 1
sedangkan harga untuk masing-masing nilai R adalah sebagai berikut :

1) Apabila R = 1, artinya terdapat hubungan antara variabel X dan Y

semua positif sempurna.


2) Apabila R = –1, artinya terdapat hubungan antara variabel X dan Y negatif
sempurna.
3) Apabila R = 0, artinya tidak terdapat hubungan antara X dan Y.

4) Apabila nilai R berada diantara –1 dan 1, maka tanda negatif (–) menyatakan
adanya korelasi tak langsung atau korelasi negatif dan tanda positfi (+)
menyatakan adanya korelasi langsung atau korelasi positif .

Interprestasi terhadap kuatnya hubungan korelasi berpedoman pada pendapat oleh


Sugiyono (2008:183) sebagai berikut :

Tabel 2.11 Pedoman untuk memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi


Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00-0,19 Sangat Rendah


0,20-0,39 Rendah Sedang
0,40-0,59 Kuat Sangat Kuat
0,60-0,79
0,80-1,00

(Dedi Suwarsito Pratomo, 2015)

Contoh kasus:

Dari suatu penelitian yang berjudul “kepemipinan dan tata ruang kantor dalam
kaitannya dengan kepuasa kerja pegawai di lembaga a”. Berdasarkan data yang
terkumpul untuk setiap variabel, dan setelah dihitung korelasi sederhananya
ditemukan sebagai berikut:

1) Korelasi antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai, r1= 0,45


2) Korelasi antara Tata ruang kantor dengan kepuasan kerja pegawai, r2

= 0,48
3) Korelasi antara kepemimpinan dengan tata ruang kantor, r3 = 0,22.

Dengan demikian rumus korelasi ganda antara kepemimpinan dan tata ruang kantor
secara bersama-sama dengan kepuasan kerja pegawai dapat dihitung.

𝑅𝑦.𝑥1.𝑥1 = √ (0,45)2 + (0,48)2 − 2(0,45)(0,48)(0,22)


= 0,5959
1 − (0,22)2
Dari perhitungan tersebut, ternyata besarnya korelasi ganda R harganya lebih besar
dari korelasi individual ryx1 dan ryx2 (Sugiyono,2007).

c. Korelasi Pearson

Korelasi Pearson Product Moment, yang merupakan pengukuran parametrik, akan


menghasilkan koefisien korelasi yang berfungsi untuk mengukur kekuatan hubungan
linier antara dua variable. Jika hubungan dua variable tidak linier, maka koefisien
korelasi pearson tersebut tidak mencerminkan kekuatan hubungan dua variable yang
sedang diteliti; meski kedua variable mempunyai hubungan kuat. Symbol untuk
korelasi Pearson adalah “p” jika diukur dalam populasi, dan “r” jika diukur dalam
sampel. Korelasi pearson mempunyai jarak antara -1 sampai dengan +1. Jika
koefisiean korelasi adalah -1, maka kedua variable yang diteliti mempunyai
hubungan linier sempurna negative. Jika koefisien korelasi adalah +1, maka kedua
variabel yang diteliti mempunyai hubungan linier sempurna positif. Jika koefisien
korelasi menunjukkan angka 0, maka tidak terdapat hubungan antara dua variabel
yang dikaji. Jika hubungan dua variabel linier sempurna, maka sebaran data tersebut
akan membentuk garis lurus. Sekalipun demikian, pada kenyataannya kita akan sulit
menemukan data yang dapat membentuk garis linier sempurna. Data yang digunakan
dalam korelasi Pearson sebaiknya memenuhi persyaratan, diantaranya ialah :
1) Berskala interval / rasio

2) Variabel X dan Y harus bersifat independen satu dengan lainnya

3) Variabel harus kuantitatif simetris

Asumsi dalam korelasi Pearson diantaranya adalah :

1) Terdapat hubungan linier antara X dan Y

2) Data berdistribusi normal

3) Variabel X dan Y simetris. Variabel X tidak berfungsi sebagai variabel bebas dan
Y sebagai variabel tergantung
4) Sampling representative

5) Varian kedua variabel sama (Jonathan Sarwono, 2006).


Rumus momen produk Pearson :

𝑁 ∑ 𝑥𝑦−(∑ 𝑥)(∑ 𝑦)
𝑟𝑥𝑦 = ……………………………….(2.25)
2 2
√[𝑁 ∑ 𝑥2+(∑ 𝑥) ][𝑁 ∑ 𝑦2+(∑ 𝑦) ]

Dimana :

rxy = Koefisien korelasi X = Jumlah skor tiap item


Y = Jumlah total skor seluruh item N = Jumlah responden

(Ichwanul Jaya, 2014).

Contoh kasus:

Seorang peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara banyaknya jumlah
pupuk urea diberikan pada tanaman terhadap hasil yang diperoleh. Pada
penelitiannya ia mencoba pupuk urea butiran pada tanaman cabai merah.

Hipotesis

Ho : r = 0, tidak ada hubungan antara dosis pupuk urea dengan hasil cabai
Ho : r ≠ 0, ada hubungan antara dosis pupuk urea dengan hasil cabai Hasil percobaan

Table 2.12 Hasil Percobaan


Hasil per
Dosis
Sampel Batang X2 Y2 XY
Pupuk
(ons) Y
Urea (g) X
1 0 2 0 4 0
2 0 3 0 9 0
3 3 4 9 16 12
4 3 4 9 16 12
5 5 6 25 36 30
6 5 5 25 25 25
7 10 6 100 36 60
8 10 7 100 49 70
9 15 7 225 49 105
10 15 8 225 64 120
11 20 8 400 64 160
12 20 9 400 81 180
13 25 10 625 100 250
14 25 12 625 144 300
Jumlah 156 91 2768 639 1324

𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋 ∑ 𝑌
𝑟=
√(𝑛 ∑ 𝑋2 − (∑ 𝑋)2)(𝑛 ∑ 𝑌2 − (∑ 𝑌)2)

14(1324) − (156)(91)
𝑟=
√(14(2768) − (156)2)(14(639) − (91)2)

𝑟 = 1,401
Rtabel = ra(df) = r0,05(n-2) = r0,05 (14-2) = r0,05(12) = 0,5324

Kriteria pengambilan kesimpulan:

Terima Ho, jika r < r tabel

Tolak Ho, alias terima Ha, jika r > r tabel Kesimpulan :


Karena nilai r > r tabel , maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Jadi, ada hubungan yang nyata antara dosis pupuk urea dengan hasil cabai. Karena
nilai r positif, maka kita dapat menyatakan bahwa hubungan keduanya positif, yaitu
semakin banyak dosis pupuk urea yang diberikan, maka semakin tinggi hasil cabai
yang diperoleh
(Harinaldi, 2005).

d. Korelasi Rank Spearman

Jika pengamatan dari 2 variabel X dan Y adalah dalam bentuk skala ordinal, maka
derajat korelasi dicari dengan koefisien korelasi Spearman. Prosedurnya terdiri atas :
1) Atur pengamatan dari kedua variabel dalam bentuk ranking
2) Cari beda dari masing-masing pengamatan yang sudah berpasangan
3) Hitung koefisien korelasi Spearman dengan rumus

𝜌 = 1 = 6 ∑ 𝑑12 /𝑁3 − 𝑁………………………………………....(2.26)

Dimana :

d1 = beda antara 2 pengamatan berpasangan N = total pengamatan


𝜌 = koefisien korelasi spearman

Contoh kasus:

Hitunglah koefisien korelasi dari variabel tingkat pendidikan dengan tingkat


pendapatan pekerja. Penentuan skala kedua variabel dinyatakan dalam tabel berikut:
Tabel 2.13 Hasil Percobaan
Pendapatan (Y)
No. Pendidikan (X) Kode Kode
(ribuan rp/bln)
1. SD 1 0 – 200 1
2. SLTP 2 201 - 500 2
3. SLTA 3 501 - 900 3
4. Sarjana 4 901 - 1500 4
5. Magister 5 1501 - 2500 5
6. Doktor 6 2501 - keatas 6
Penelitian dilakukan terhadap 10 pekerja yang diambil secara acak. Setelah
dilakukan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut:

Table 2.14 Tabel Pembantu Rank Spearman


No. X Y Rk X Rk y bi b2
i
1 4 5 5,5 4 1,5 2,25
.
2 1 2 10 9,5 0,5 0,25
.
3 2 2 8,5 9,5 -1 1
.
4 3 4 7,5 7 0,5 0,25
.
5 6 6 1,5 1,5 0 0
.
6 6 5 1,5 4 -2,5 6,25
.
7 5 6 3,5 1,5 2 4
.
8 5 5 3,5 4 0,5 0,25
.
9 4 4 5,5 7 -1,5 2,25
.
10. 2 4 8,5 7 1,5 2,25
11. 3 3 7,5 8 -0,5 0,25
- - - - - 19

6×9
𝜌𝑥𝑦 = 1 −
10(102 − 1)

114
𝜌𝑥𝑦 = 1 −
10(99)

114
𝜌𝑥𝑦 = 1 −
990

𝜌𝑥𝑦 = 1 − 0,115

𝜌𝑥𝑦 = 0,88

e. Korelasi Kendall’s Tau

Analisis korelasi rank Kendall digunakan untuk mencari hubungan dan menguji
hipotesis antara dua variabel atau lebih, bila datanya berbentuk ordinal atau ranking.
Kelebihan metode ini bila digunakan untuk menganalisis sampel berukuran lebih dari
10 dan dapat dikembangkan untuk mencari koefisien korelasi parsial. Metode yang
digunakan pada analisis koefisien rank Kendall yang diberi notasi 𝜏 adalah sebagai
berikut:
1) Beri rangking data observasi pada variabel X dan variabel Y.

2) Susun n objek sehingga rangking X untuk subjek itu dalam urutan wajar, yaitu
1, 2, 3, …, n. apabila terdapat rangking yang sama maka rangking-nya adalah
rata-ratanya.
3) Amati rangking Y dalam urutan yang bersesuaian dengan rangking X yang ada
dalam urutan wajar kemudian tentukan jumlah angka pasangan concordant
(Nc) dan jumlah angka pasangan discordant (Nd)

4) Statistik uji yang digunakan:

𝜏 = 𝑁𝑐 − 𝑁𝑑/(𝑁(𝑁 − 1)/2)…………………………………(2.27)

Dimana:

𝜏 = koefisien kerelasi rank Kendall

Nc = jumlah angka pasangan concordant Nd = jumlah angka pasangan


discordant N = ukuran sampel
Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari
hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya kuantitatif. Misalkan kita
mempunyai dua variabel x dan y, kita ingin menguji apakah hubungannya
berbanding lurus atau terbalik atau bahkan tidak mempunyai hubungan sama
sekali. Keeratan hubungan
antara satu variabel dengan variabel lainnya, biasa disebut dengan koefisien
korelasi yang ditandai dengan “𝜌”. Koefisien korelasi “𝜌” merupakan taksiran
dari korelasi korporasi dengan kondisi sampel normal (acak). Tingkat keeratan
hubungan (koefisien korelasi) bergerak dari 0-1, jika r mendekati 1 (misalnya
0,95) ini dapat dikatakan bahwa memiliki hubungan yang sangat erat.
Sebaliknya, jika mendekati 0 (misalnya 0,10) dapat dikatakan hubungan yang
rendah (Mattjik & Sumertajaya, 2000).

Contoh kasus:

Untuk mengetahui tingkat kepuasan dan loyalitas pelanggan supermarket A, manajer


supermarket tersebut memberikan kuesioner kepada 30 pelanggan. Ingin diketahui
apakah ada hubungan antara kepuasan dan loyalitas?

Tabel 2.15 Data kepuasan dan loyalitas


Langkah-langkah analisis :

1) Klik Analyze

2) Correlate
3) Bivariate

4) Masukkan variabel ke kolom Variable (s)

5) Pilih Spearman Rho atau Kendall's Tau. Jangan lupa menonaktifkan pilhan
Pearson.
6) Pada test significance, pilih Two tailed untuk diuji dua sisi.

7) Kemudian OK Hipotesis:

H0= Tidak ada hubungan antara kepuasan dan loyalitas H 1= terdapat hubungan
antara kepuasan dan loyalitas.

Kriteria uji : Tolak hipotesis nol (H0) jika nilai signifikansi p-value (< 0.05)
Hasil output SPSS:

Gambar 2.12 Hasil output SPSS

Pada tabel correlation di atas menunjukkan nilai signifikansi p-value


0.004 (<0.05) pada uji kendall's Tau. Jdi kesimpulannya terdapat hubungan antara
kepuasan dan loyalitas. Pada uji Spearman's rho tidak jauh berbeda yaitu 0.002.
Untuk mengetahui keeratan hubungan kedua variabel dapat dilihat pada nilai
Correlation Coeffecient. Nilai pada uji Kendall's Tau sebesar 0.516 yang berarti
hubungan sangat erat, demikian juga pada uji Spearman rho menghasilkan nilai
sebesar 0.535.

f. Korelasi Parsial

Korelasi parsial (Partial Correlation) digunakan untuk mengetahui hubungan antara


dua variabel dimana variabel lainnya yang dianggap berpengaruh dikendalikan atau
dibuat tetap (sebagai variabel kontrol). Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1,
nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin
kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin
lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai
negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun).
Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio (Adhika, 2015).
Untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut: 0,00 - 0,199 =
sangat rendah
0,20 - 0,399 = rendah

0,40 - 0,599 = sedang

0,60 - 0,799 = kuat

0,80 - 1,000 = sangat kuat


Rumus sederhana untuk menghitung korelasi parsial :
RX2Y.X1 = rX 2Y  (rX 2 X1 )(rYX 1 )(2.28)
1 r 2 X 2 X 11 r 2YX 1

Keterangan :

rX2Y : koefisien korelasi N : jumlah responden


X : skor variabel x

Y : skor variabel y

Notasi : rX2Y.X1 : korelasi parsial X2 dengan Y sedangkan X1 dikontrol


dengan :

rX2Y – (rX2Xkorelasi
Menggabungkan 1)(rYX1korelasi
).....................................................................(2.29)
sederhana, dimulai dengan r untuk X2 dan Y,
korelasi sebelum X1 dikontrol; kemudian dikeluarkan (dikurangi) korelasi X 1
dengan Y dan X2 (rX2X1 dan rYX1).
Contoh kasus:

Seorang mahasiswa bernama Andi melakukan penelitian dengan menggunakan alat


ukur skala. Andi ingin meneliti tentang hubungan antara kecerdasan dengan prestasi

53
belajar jika terdapat faktor tingkat stress pada siswa yang diduga mempengaruhi
akan dikendalikan. Dengan ini Andi membuat 2 variabel yaitu kecerdasan dan
prestasi belajar dan 1 variabel kontrol yaitu tingkat stress. Tiap-tiap variabel dibuat
beberapa butir pertanyaan dengan menggunakan skala Likert, yaitu angka 1 = Sangat
tidak setuju, 2 = Tidak setuju, 3 = Setuju dan 4 = Sangat Setuju. Setelah
membagikan skala kepada 12 responden didapatlah skor total item-item yaitu
sebagai berikut:

Tabel 2.16 Tabulasi data (data fiktif)

Subjek Kecerdasan Prestasi Belajar Tingkat Stress

1 33 58 25
2 32 52 28
3 21 48 32
4 34 49 27
5 34 52 27
6 35 57 25
7 32 55 30
8 21 50 31
9 21 48 34
10 35 54 28
11 36 56 24
12 21 47 29

g. Korelasi Phi

Teknik Korelasi Phi adalah salah-satu teknik analisis korelasional yang dipergunakan
apabila data yang dikorelasikan adalah data yang benar- benar dikotomik (terpisah
atau dipisahkan secara tajam). Dengan istilah lain variabel yang dikorelasikan itu
adalah variabel diskrit murni. Misalnya : Laki-laki/Perempuan, Hidup/Mati,
Lulus/Tidak Lulus dan sebagainya. Angka Indeks Korelasi phi dilambangkan dengan
huruf Ø (phi). Seperti halnya rxy dan Rho, maka Ø besarnya juga berkisar antara
0,00 sampai dengan ±1,00.
Phi dapat dicari menggunakan rumus:

|𝐴𝐷−𝐵𝐶|
∅= ………………………………………..(2.30)
√(𝐴+𝐵)(𝐶+𝐷)(𝐴+𝐶)
(𝐵+𝐷)

54
Contoh kasus:

Penerapan koefisien korelasi Phi diambil dari buku Introduction To Probability And
Statistics. Sebuah study dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara tempat
tinggal (desa dan kota) dan keinginan untuk menggunakan sistem komputerisasi
perbankan. Data pada tabel 3.5 diperoleh dalam survey 500 pelanggan yang dipilih
secara acak dari bank yang menawarkan komputerisasi perbankan lebih dari setahun.
Tabel 2.17 Hasil survey 500 pelanggan
Sistem Komputerisasi
Total
Tempat Tinggal Ya Tidak
Desa 150 75 225
Kota 150 125 275
Total 300 200 500

Dari tabel 2.17 diperoleh nilai-nilai:

𝐴 = 150 A+B=225 N=500 B=75 C+D=275


C=150 A+C=300

D=125 B+D=200

Sehingga koefisien korelasi Phi dari study yang dilakukan adalah sebagai berikut
|𝐴𝐷 − 𝐵𝐶|
∅=
√(𝐴 + 𝐵)(𝐶 + 𝐷)(𝐴 + 𝐶)(𝐵 + 𝐷)

|(150 × 125) − (75 × 150)|


∅=
√(225)(275)(300)(200)

7500
∅=
60930.29

∅ = 0.12

Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa korelasi antara tempat tinggal (desa
dan kota) dengan kenginan untuk menggunakan komputerisasi perbankan sebesar
0,12 yang berarti karelasi antara tempat tinggal (desa dan kota) dan keinginan
menggunakan komputerisasi perbankan sangat lemah (Singgih Purnomo, 2014).

h. Korelasi Kontingensi

Koefisien Kontingensi adalah uji korelasi antara dua variabel yang berskala data
nominal. Fungsinya adalah untuk mengetahui asosiasi atau relasi antara dua
perangkat atribut. Koefisien ini fungsinya sama dengan beberapa jenis koefisien
korelasi lainnya, seperti koefisien korelasi phi, cramer, lambda, uncertainty,
spearman, kendall tau, gamma, Sommer’s. Namun dalam hal ini, Kontingensi C
adalah uji korelasi yang spesifik untuk data berskala nominal. Selain itu uji ini juga
paling sering atau lazim digunakan dibandingkan uji koefisien korelasi data nominal
lainnya (Santoso, 2009).

Rumus untuk mencari koefisien korelasi kotigensi adalah:

𝑋2
𝐶=√ 𝑁2+𝑋2 ...................................................................................(2.31)
Keterangan :

C : koefisien kontingensi X2 : nilai chi square


N : jumlah pengamatan

Contoh:

Ingin diketahui hubungan antara daerah tempat tinggal (urban dan rural) terhadap
kemungkinan beberapa penyakit degeneratif (PJK, ginjal, ca paru, ca colon). Sampel
yang diambil sebanyak 200 orang.

Tabel 2.18 (Tabel kontingensi)


Penyakit
Total
Daerah PJK Ginjal Ca Paru Ca colon
Fo fe fo fe fo fe fo fe fo fe
Urban 27 24 35 30 33 36 25 30 120 120
Rural 13 16 15 20 27 24 25 20 80 80
Total 40 40 50 50 60 60 50 50 200 200

1) Mencari frekuensi yang diharapkan

(𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠)(𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚)


fe (freq.expected) =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘ⅇ𝑠ⅇ𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛

Misal : fe sel pertama (sel urban yang PJK) = 120x40/200 = 24

2) Menghitung nilai X2

= 0,375 + 0,833 + 0,250 + 0,833 + 0,563 + 1,250 + 0,375 + 1,250

= 5,729

3) Masukan ke rumus 2 untuk mencari koefisien kontingensi (C) Koefisien


kontingensi dicari untuk menentukan derajat keeratan hubugan antara variabel
independen dan variabel dependen
= √ ((5,279) / (200 + 5,279)) = 0,16

4) Masukan ke rumus 3 untuk mencari nilai C max

Cmaks  m
= √ (2-1) /2 = √ 0,5 = 0,70

1
m
Dari point c dan d diperoleh nilai C sebesar 0,16 dan C max = 0,70. Karena
nilai C dan C max cukup jauh, artinya derajat keeratan hubungan antara
variabel independen (daerah tempat tinggal) dengan variabel dependen
(penyakit degeneratif) tidak kuat.

5) Menentukan X2 tabel

df (dk) = (baris-1) (kolom-1) = (2-1) (4-1) =3

Dengan melihat tabel chi square pada df =3 dan α = 0,05 diperoleh nilai X 2
tabel = 7,815.
6) Bandingkan X2 hitung dengan X2 tabel

X2 hitung < X2 tabel = 5,279 < 7,815  H0 gagal ditolak (tidak ada hubungan
antara daerah tempat tinggal dengan penyakit degeneratif).
i. Korelasi Poin Berserial

Teknik korelasi point-serial digunakan untuk menghitung korelasi antara dua variabel,
yang satu berskala nominal dan yang lain berskala interval. Misalnya: Korelasi antara
jenis kelamin siswa dengan kecakapan matematika. Disamping itu, teknik korelasi ini
pada umumnya juga digunakan untuk menerapkan koefisien korelasi (validitas butir)
antara butir-butir tes yang diskor dikotomi (betul=1, salah=0) dengan skor totalnya
yang dianggap berskala pengukuran interval. ( Iskandar, 2010)

= xi−xt √ p
Γpbi ...................................................................
St1−p
(2.32)
Keterangan :

𝑥𝑖 = Mean Butir yang Menjawab Benar

𝑥𝑡 = Mean Skor Total

𝑆𝑡 = Simpangan Baku Total

𝑝 = Proposi yang Menjawab Benar Contoh kasus:


Contoh soal point biserial pada multiple choice (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷, 𝐸).

Jika jawab Benar skor 1 dan jika jawab salah skor 0. Uji Validitas yaitu mencari
korelasi antara butir soal & totalnya, sebagai berikut :

Tabel 2.19 Butir soal dan totalnya


Peserta Butir
Total (X)
1 2 3 4 5 6 7
1 1 1 1 1 0 0 0 4
2 1 1 0 1 1 1 0 5
3 0 1 1 1 0 0 0 3
4 1 1 0 0 0 0 0 2
5 0 1 0 0 0 0 0 1
6 1 1 1 1 1 1 1 7
7 1 1 1 1 1 1 0 6
8 0 0 0 0 0 0 0 0
9 1 1 0 0 1 0 0 3
10 1 1 1 1 1 0 0 5
B 7 9 5 6 5 3 1 36

36
𝑥𝑡 = = 3,6
10

2 1 2
𝑆𝑡 2
− (∑ 𝑥) )

= (𝑛 ∙ ∑ 𝑥
𝑛 ∙ (𝑛 − 1)
1
𝑆2= (10 ∙ 174 − (36)2)
𝑡
10 ∙ (10 − 1)
1
𝑆2= (1740 − 1296)
𝑡
90
1
𝑆2= (444)
𝑡
90
𝑆𝑡2 = 4,9333

𝑆𝑡 = √4,9333
𝑆𝑡 = 2,2211

Tabel 2.20 antara butir ke-1 dengan total


Peserta Butir ke-1 Total (X) 𝑥2
1 1 4 16
2 1 5 25
3 0 3 9
4 1 2 4
5 0 1 1
6 1 7 49
7 1 6 36
8 0 0 0
9 1 3 9
10 1 5 25
B 7 36 174

7
𝑝= = 0,7
10
(4 ∙ 1) (5 ∙ (3 ∙ (2 ∙ (1 ∙ (7 ∙ (6 ∙ 1)
1) 0) 1) 0) 1)
𝑥𝑖 = + + + + + +
7 7 7 7 7 7 7

(0 ∙ 0) (3 ∙ 1) (5 ∙ 1)
+
7 7
+ 7
+

4 5 0 2 0 7 6 0 3 5
𝑥𝑖 = + + + + + + + + +
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7

32
𝑥𝑖 =
7

𝑥𝑖 = 4,5714

𝛤𝑝𝑏𝑖 = 𝑥𝑖 − 𝑥𝑡 𝑝

1−𝑝
𝑆𝑡

𝛤𝑝𝑏𝑖 = 4,5714 − 3,6 0,7



1 − 0,7
2,2211

𝛤𝑝𝑏𝑖 = 0,97 0,7



0,3
2,221
1
𝛤𝑝𝑏𝑖 = (0,4374)√2,3333

𝛤𝑝𝑏𝑖 = (0,4374)(1,5275)

𝛤𝑝𝑏𝑖 = 0,6681

Tabel 2.21 antara butir ke-2 dengan total


Peserta Butir ke-2 Total (X) x2
1 1 4 16
2 1 5 25
3 1 3 9
4 1 2 4
5 1 1 1
6 1 7 49
7 1 6 36
8 0 0 0
9 1 3 9
10 1 5 25
B 9 36 174

9
𝑝= = 0,9
10

(4 ∙ 1) (5 ∙ 1) (3 ∙ 1) (2 ∙ 1) (1 ∙ 1) (7 ∙ 1) (6 ∙ (0 ∙ 0) (3 ∙ 1) (5 ∙ 1)
1)
𝑥𝑖 = + + + + + + + +
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
+
4 5 3 2 1 7 6 0 3 5
𝑥𝑖 = + + + + + + + + +
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

36
𝑥𝑖 =
9

𝑥𝑖 = 4

𝛤𝑝𝑏𝑖 = 𝑥𝑖 − 𝑥𝑡 𝑝

𝑆
𝑡 1−𝑝
𝛤𝑝𝑏𝑖 = 4 − 3,6 0,9

2,2211 1 − 0,9

𝛤𝑝𝑏𝑖 = 0,4 0,9



0,1
2,221
1
𝛤𝑝𝑏𝑖 = (0,1801)√9,00

𝛤𝑝𝑏𝑖 = (0,1801)(3,00)

𝛤𝑝𝑏𝑖 = 0,5403

j. Korelasi Kanonik

Salah satu jenis metode analisis multivariat adalah analisis korelasi kanonik
(cannonical correlation), Analisis korelasi kanonik ialah suatu teknik statistik yang
digunakan untukmenentukan tingkatan asosiasi linear antara dua perangkat variabel,
dimana masing-masingperangkat terdiri dari beberapa variable. Sebenarnya
analisis korelasi kanonik merupakan perpanjangan dari analisis regresi linear
berganda yang berfokus pada hubungan antara dua perangkat variabel yang
berskala interval. Fungsi utama teknik ini ialah untuk melihat hubungan linieritas
antara variabel-variabel terikat (variabel-variabel dependen) dengan beberapa
variabel bebas yang berfungsi sebagai prediktor.

Dalam analisis korelasi kanonik, model persamaan kanonik yang digunakan adalah
sebagai berikut:

Y1 + Y2 + Y3 = X1 + X2 + X3 + X4.......................................................................(2.33)

Dimana:

Y = variabel terikat X = variabel bebas Contoh kasus:

Variabel kanonik, pada umumnya buatan. Artinya, mereka tidak memiliki makna
fisik. Jika variabel asli X (I) dan X (2) digunakan, koefisien kanonik a dan b
memiliki unit sebanding dengan X (l) dan X (2) set. Jika variabel aslinya adalah
standar untuk memiliki mean nol dan varians unit, koefisien kanonik tidak memiliki
satuan pengukuran, dan harus ditafsirkan dalam hal standarisasi variabel.

1) Mengidentifikasi Variabel Kanonik

Meskipun variabel kanonik itu buatan, Seringkali dapat "diidentifikasi" dalam


hal variabel subjek-materi. Dan didentifikasi ini dibantu dengan menghitung
korelasi antara variabel kanonik dan variable yang asli. Korelasi ini hanya
memberikan informasi univariat, dalam artian mereka tidak menunjukkan
bagaimana variabel asli berkontribusi secara terhadap analisis kanonik.
Untuk alasan ini, banyak peneliti lebih memilih untuk menilai kontribusi dari
variabel asli secara langsung dari koefisien standar. Karena variabel (Ui) = 1 ,
Coefisien (Ui, Xk(1)) diperoleh dengan membagi Coefisien (Ui, Xk(1)) dengan
menggunakan matriks diagonal (p x p) dengan elemen diagonal ke-k adalah
pada ketentuan matriks.
Perhitungan yang sama untuk pasangan (U, X (2) ), ( V, X(2)) dan (V, X(1)).
Dimana adalah matriks diagonal (q x q) dengan elemen diagonal ke-I adalah
[Variabel (X1(2))]. Variabel kanonik yang berasal dari variabel standar
terkadang diinterpretasikan dengan menghitung korelasi. Dimana adalah
65
matriks yang barisnya mengandung koefisien kanonik untuk Z(1) dan Z(2) set,
masing- masing. Korelasi dalam matriks yang mempunyai kesamaan nilai
numerik seperti yang muncul (Sudarno,2003).

2.3 Koefisien Determinasi

a. Definisi

Koefisien determinasi digunakan untuk melihat persentase (%) besarnya kontribusi


(pengaruh) variabel X1, X2, terhadap variabel Y
(Pratomo, 2012).

b. Persamaan
Kd = r2 x 100%..........................................................................................(2.34)

Dimana :

Kd = Koefisien determinasi R2 = Kuadrat korelasi ganda


Nilai dari hasil pengurangan 100% dengan nilai determinasi merupakan nilai sisa
yang mengindikasikan besarnya faktor lain yang ikut mempengaruhi variabel
dependen.
Kemudian digunakan pengujian dengan menggunakan uji t dengan huruf signifikan
5% adapun rumusnya sebagai berikut :

.............................................................. (2.35)

Dimana

RJK residu = Rata- rata jumlah kuadrat residu B = koefisien regresi ke i


Cii = Nilai matriks invers ke ii (Pratomo, 2012)

c. Contoh Kasus

Diketahui R dari hubungan besarnya pengeluaran dengan pendapatan yaitu:


r = 0,9129

Koefisien determinasinya adalah : r 2 = (0,9129) 2


= 0,83
Artinya :

Besarnya pengeluaran, 83% dipengaruhi oleh pendapatan, sedangkan sisanya


sebesar 17% dipengaruhi oleh variabel/faktor lain, sehingga pengeluaran tersebut
tidak dapat diduga 100 %

2.4 Diagram Pencar


Diagram pencar sangat berguna untuk mendeteksi korelasi (hubungan) antara dua
variable (faktor), sekaligus juga memperlihatkan tingkat hubungan tersebut (kuat atau
lemah). Diagram pencar juga menjadi dasar pembuatan chart yang sering digunakan
dalam peramalan. Pada pemanfaatannya, diagram pencar membutuhkan data
66
berpasangan sebagai bahan baku analisisnya, yaitu sekumpulan nilai x sebagai faktor
yang independen berpasangan dengan sekumpulan nilai y sebagai faktor dependen.
Artinya, bahwa setiap nilai x yang didapatkan memberi dampak pada nilai y (Yovie A,
Asrini K. 2010).
a. Diagram Pencar Linier Positif

Diagram pencar ini memiliki hubungan yang saling sejalan/searah dan membentuk
garis lurus dari persamaan yang didapatkan. Dimana apabila nilai X naik maka
nilai Y juga ikut naik.
b. Diagram Pencar Linier Negatif

Digaram pencar ini memiliki hubungan yang terbalik. Dimana apabila nilai X
meningkat maka nilai Y nya menurun. Dan persamaannya membentuk garis lurus.
c. Diagram Pencar Kurva Positif

Keterkaitan dua variabel yang bersifat tidak linear sama seperti diagram pencar
linear positif hanya saja mempunyai pola hubungan kurvilinier positif dan
menggunakan persamaan fungsi kuadrat yaitu y = ax 2 + bx + c, jika a > 0 maka
akan membentuk kurva positif.
d. Diagram Pencar Kurva Negatif

Keterkaitan dua variabel yang bersifat tidak linear sama seperti diagram pencar
linear negatif hanya saja mempunyai pola hubungan kurvilinier negatif dan
menggunakan persamaan fungsi kuadrat yaitu y = ax2 + bx
+ c, jika a < 0 maka akan membentuk kurva positif.

e. Diagram Pencar Kurva Linier

Diagram pencar ini menggambarkan kondisi dimana didapatkan hubungan antara


variabel X dan Y yang meningkat namun saat mencapai keadaan maksimum
keduanya mengalami penurunan.
f. Diagram Tak Tentu

Secara visual diagram pencar ini menggambarkan tidak ada hubungan antara
variabel X dan Y seolah-olah keduanya tidak saling mempengaruhi

(ITB, 2008).

2.5 Standart Error Of Estimate

Standard Error of the Estimate adalah suatu ukuran banyaknya kesalahan model
regresi dalam memprediksikan nilai Y. Sebagai pedoman jika Standard error of the
estimate kurang dari standar deviasi Y, maka model regresi semakin baik dalam
memprediksi nilai Y.
Contoh kasus:

Kita mengambil contoh kasus pada uji normalitas, yaitu sebagai berikut: Seorang
mahasiswa bernama Bambang melakukan penelitian tentang faktor- faktor yang
mempengaruhi harga saham pada perusahaan di BEJ. Bambang dalam penelitiannya
ingin mengetahui hubungan antara rasio keuangan PER dan ROI terhadap harga saham.
Dengan ini Bambang menganalisis dengan bantuan program SPSS dengan alat analisis
67
regresi linear berganda. Dari

68
uraian di atas maka didapat variabel dependen (Y) adalah harga saham, sedangkan
variabel independen (X1 dan X2) adalah PER dan ROI.
Data-data yang di dapat berupa data rasio dan ditabulasikan sebagai berikut:

Tabel 2.22 Tabulasi Data (Data Fiktif)


Tahun Harga Saham (Rp) PER (%) ROI (%)
1990 8300 4.90 6.47
1991 7500 3.28 3.14
1992 8950 5.05 5.00
1993 8250 4.00 4.75
1994 9000 5.97 6.23
1995 8750 4.24 6.03
1996 10000 8.00 8.75
1997 8200 7.45 7.72
1998 8300 7.47 8.00
1999 10900 12.68 10.40
2000 12800 14.45 12.42
2001 9450 10.50 8.62
2002 13000 17.24 12.07
2003 8000 15.56 5.83
2004 6500 10.85 5.20
2005 9000 16.56 8.53
2006 7600 13.24 7.37
2007 10200 16.98 9.38

Dari hasil regresi di dapat nilai 870,80 atau Rp.870,80 (satuan harga saham), hal ini
berarti banyaknya kesalahan dalam prediksi harga saham sebesar Rp.870,80. Sebagai
pedoman jika Standard error of the estimate kurang dari standar deviasi Y, maka model
regresi semakin baik dalam memprediksi nilai Y.

Anda mungkin juga menyukai