Anda di halaman 1dari 23

2

DUAL DAN PRIMAL


(PROGRAM LINEAR)

A. NURANNISA F.A
517022
SEMESTER 6

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) MUHAMMADIYAH BONE
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah Program
Linear yang berjudul Dual dan Primal ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa apa yang diperoleh tidak hanya merupakan hasil
dari jerih payah sendiri, tetapi hasil dari keterlibatan beberapa pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu A. Sri
Rahayu, S.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Program Linear yang telah
mengarahkan dan membimbing penulis.
Tidak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman serta
semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga
bantuan dan motivasi yang diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Sekian
dan terima kasih.

Kahu, 2 April 2020

A. Nurannisa F.A

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Primal dan Dual ................................................................................ 3
B. Hubungan Primal dan Dual ............................................................... 4
C. Sifat-sifat Primal-Dual ...................................................................... 13
D. Contoh Kasus .................................................................................... 14
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi perhatian


utama, serta memiliki pengaruh besar dalam kehidupan manusia (Nuraini, 2018:3).
Pembelajaran matematika dapat melatih siswa memahami suatu konsep melalui
berpikir dan bernalar untuk menarik suatu kesimpulan, mengembangkan kreativitas
siswa, membuat prediksi atau dugaan, mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah serta menyampaikan informasi dan mengomunikasikan gagasan (Hidayat,
2017:15; Sholihat, Hidayat & Rohaeti, 2018:299; Nurkhaeriyyah et al., 2018:828).
Salah satu mata kuliah matematika yang memiliki peranan cukup penting dalam
kehidupan sehari-hari adalah program linear (Nirfayanti & Setyawan, 2018:23).
Program linear merupakan suatu cara untuk menentukan nilai optimum
(maksismum atau minimum) dari suatu fungsi linear dibawah kendala-kendala
tertentu yang dinyatakan dalam bentuk persamaan atau pertidaksamaan linear
(Pulukadang, Langi & Rindengan, 2018:78). Setiap persoalan program linear selalu
mempunyai dua macam analisis, yaitu analisis primal dan analisis dual yang disebut
analisis primal-dual (Abidin & Karim, 2019:5).
Teknik linear programming mengalami perkembangan dan penyempurnaan,
sehingga dapat ditemukan berbagai kelebihan-kelebihan yang berguna dalam
penerapan teknik ini. Salah satu manfaatnya yaitu digunakan sebagai alat analisa
dan pengambilan keputusan. Teknik tersebut dikenal dengan teori dualitas.
Menurut teori ini, setiap persoalan linear programming saling berhubungan timbal
balik dengan persoalan linear programming yang lain yang merupakan dualnya.
Hubungan timbal balik antara suatu persoalan linear programming yang asli
(primal) dengan persoalan linear programming yang lain (dual) akan memudahkan
dalam mengkaji suatu perhitungan pada linear programming (Hidayah, 2019:163).
Oleh karena itu, program linear sangat penting dipelajari untuk mempermudah
dalam pengambilan keputusan dengan teknik linear programming yang banyak
ditemukan pada kehidupan sehari-hari.

1
2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penulisan


makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan primal dan dual?
2. Bagaimanakah hubungan primal dan dual?
3. Bagaimanakah sifat-sifat primal dan dual?
4. Bagaimanakah contoh penyelesaian kasus primal dan dual?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.


1. Untuk mengetahui pengertian primal dan dual;
2. Untuk mengetahui hubungan primal dan dual;
3. Untuk mengetahui sifat-sifat primal dan dual; dan
4. Untuk mengetahui penyelesaian kasus primal dan dual.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Primal dan Dual

Teknik programasi linear dari waktu ke waktu telah mengalami


perkembangan dan penyempurnaan dalam perjalanannya, bahkan banyak
ditemukan berbagai kelebihan yang berguna untuk penerapan teknik ini. Salah satu
penemuan yang sangat besar manfaatnya bagi ilmu pengetahuan sehubungan
dengan teknik programasi linear sebagai alat analisis dan pengambilan keputusan
adalah teori dualitas.
Teori dualitas dilakukan dengan merumuskan dan menginterpretasikan
bentuk dual dari model. Bentuk dual adalah suatu bentuk alternatif dari model
program linear yang telah dibuat dan berisi informasi mengenai nilai-nilai sumber,
biasanya membentuk sebagai batasan model. Menurut teori ini, setiap persoalan
yang dapat diformulasikan sebagai programasi linear saling berhubungan timbal
balik dengan masalah programasi linear lain yang merupakan dualnya. Hubungan
timbal balik suatu programasi linear yang asli disebut primal dan programasi linier
pasangannya disebut dual (Rusydiana & Hasib, 2020:44).
Kegunaan analisis dualitas bagi pengambilan keputusan adalah sebagai
berikut.
1. Model primal akan menghasilkan solusi dalam bentuk jumlah laba yang
diperoleh dari memproduksi barang atau biaya yang dibutuhkan untuk
memproduksi barang;
2. Model dual akan menghasilkan informasi mengenai nilai (harga) dari sumber-
sumber yang membatasi tercapainya laba tersebut; dan
3. Solusi pada model dual memberikan informasi tentang sumber-sumber yang
digunakan untuk menentukan apakah perlu menambah sumber-sumber daya,
serta berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk tambahan tersebut.
Aturan umum dalam perumusan persoalan program linear menyangkut
bentuk primal dan dual dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

3
4

Bentuk Primal Bentuk Dual


Memasimumkan fungsi tujuan Meminimumkan fungsi tujuan dan
sebaliknya
Koefisien fungsi tujuan (Cj) Nilai Sebelah Kanan (NSK) fungsi kendala
NSK fungsi kendala primal-primal Koefisien fungsi tujuan
(bi)
Koefisien peubah ke-j Koefisien kendala ke-j
Koefisien kendala ke-i Koefisien peubah ke-i
Peubah ke-j yang positif (≥ 0) Kendala ke-j dengan tanda ketidaksamaan
(≥)
Peubah ke-j tandanya tidak dibatasi Kendala ke-j yang bertanda sama dengan
(=)
Kendala ke-i yang bertanda sama Peubah ke-i tandanya tidak dibatasi
dengan
Kendala ke-i yang bertanda Peubah ke-i yang positif (≥)
ketidaksamaan (≤)

B. Hubungan Primal dan Dual

1. Masalah Primal-Dual Simetrik


Suatu program linear dikatakan berbentuk simetrik jika semua konstanta ruas
kanan pembatas bernilai non negatif dan semua pembatas berupa pertidaksamaan,
dimana pertidaksamaan dalam masalah maksimasi berbentuk ≤ dan
pertidaksamaan dalam minimasi berbentuk ≥. Masalah primal-dual simetrik dalam
notasi matriks, yaitu:
Primal
Maksimasi Z =cX
dengan pembatas AX ≤ 𝑏
𝑋≥0
Dual
Minimasi W = Yb
dengan pembatas 𝑌𝐴 ≥ 𝑐
𝑌≥0
dimana c adalah vektor baris 1 × 𝑛, X adalah vektor kolom 𝑛 × 1, A adalah suatu
matriks 𝑚 × 𝑛, b adalah vektor kolom 𝑚 × 1, dan Y adalah vektor baris 1 × 𝑚.
Atau lebih jelasnya:
5

Primal
Maksimasi
𝑍 = 𝑐1 𝑋1 + 𝑐2 𝑋2 + ⋯ + 𝑐𝑛 𝑋𝑛
𝑎11 𝑋11 + 𝑎12 𝑋2 + ⋯ + 𝑎1𝑛 𝑋𝑛 ≤ 𝑏1
𝑎21 𝑋1 + 𝑎22 𝑋2 + ⋯ + 𝑎2𝑛 𝑋𝑛 ≤ 𝑏2
𝑎𝑚1 𝑋1 + 𝑎𝑚2 𝑋2 + ⋯ + 𝑎𝑚𝑛 𝑋𝑛 ≤ 𝑏𝑛
𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑛 ≥ 0
Dual
Minimum
𝑊 = 𝑏1 𝑌1 + 𝑏2 𝑌2 + ⋯ + 𝑏𝑚 𝑌𝑚
𝑎11 𝑌11 + 𝑎21 𝑌2 + ⋯ + 𝑎𝑚1 𝑌𝑚 ≥ 𝑐1
𝑎12 𝑌1 + 𝑎22 𝑌2 + ⋯ + 𝑎𝑚2 𝑌𝑚 ≥ 𝑐2
𝑎1𝑛 𝑌1 + 𝑎2𝑛 𝑌2 + ⋯ + 𝑎𝑚𝑛 𝑌𝑚 ≥ 𝑐𝑛
𝑌1 , 𝑌2 , … , 𝑌𝑛 ≥ 0
Bila masalah primal dibandingkan dengan masalah dual, terlihat beberapa
hubungan sebagai berikut.
1. Koefisien fungsi tujuan masalah primal (c) menjadi konstanta ruas kanan
pembatas dual. Sebaliknya, konstanta ruas kanan pembatas dual menjadi
koefisien fungsi tujuan dual.
2. Tanda pertidaksamaan pembatas dibalik (pada primal ≤, pada dual ≥).
3. Tujuan berubah dari min (maks) pada primal dan menjadi maks (min) pada dual.
4. Setiap kolom pada primal berhubungan dengan suatu baris (kendala) dalam
dual, sehingga banyanya pembatas dual akan sama banyaknya variabel
keputusan primal.
5. Setiap baris (pembatas) pada primal berhubungan dengan suatu kolom dalam
dual, sehingga setiap pembatas primal ada satu variabel keputusan dual.
6. Bentuk dual dari dual adalah primal.
Contoh dari bentuk primal-dual simetrik adalah sebagai berikut.
Primal
Maks, 𝑍 = 40000𝑥1 + 50000𝑥2 + 40000𝑥3
4𝑥1 + 4𝑥2 + 6𝑥3 ≤ 600
8𝑥1 + 4𝑥2 + 6𝑥3 ≤ 300
6

𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 ≥ 0
Dual
Min, 𝑊 = 600𝑦1 + 800𝑦2
4𝑦1 + 8𝑦2 ≥ 40000
4𝑦1 + 4𝑦2 ≥ 50000
6𝑦1 + 6𝑦2 ≥ 40000
𝑦1 , 𝑦2 ≥ 0
Apabila persoalan primal tersebut diselesaikan dengan metode simpleks,
maka diperoleh tabel simpleks optimum sebagai berikut.
40000 50000 40000 0 0
VB RK
𝑥1 𝑥2 𝑥3 𝑆1 𝑆1
50000𝑥2 1 1 3/2 1/4 0 150
0𝑆2 4 0 0 -1 1 200
𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 10000 0 35000 12500 0
7500000
Z 50000 50000 75000 12500 0
Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh solusi optimum 𝑥1 = 0, 𝑥2 =
150 dan 𝑥3 = 0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah 𝑆1 = 0 dan 𝑆2 = 200,
sedangkan nilai Z optimal adalah 7500000. Tabel simpleks optimum untuk
persoalan dual adalah sebagai berikut.
600 800 0 0 0 M M M
VB RK
𝑦1 𝑦2 𝑆1 𝑆2 𝑆3 𝑅1 𝑅2 𝑅3
0𝑆3 0 0 0 -3/2 1 0 3/2 -1 35000
0𝑆1 0 -4 1 -1 0 -1 1 0 10000
600𝑦1 1 1 0 -1/4 0 0 1/4 0 12500
150-
𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 0 -200 0 -150 0 -M -M
M 7500000
Z 600 600 0 -150 0 0 150 0
Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh solusi optimum 𝑦1 = 12500 dan
𝑦2 = 0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah 𝑆1 = 10000, 𝑆2 = 0 dan 𝑆3 =
35000, sedangkan nilai Z optimal adalah 7500000.
Jika solusi optimum primal dan dual di atas ditelaah, maka akan memeroleh
hasil sebagai berikut.
Variabel Slack Primal 𝑺𝟏 𝑺𝟐
Koef. Pers. 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 pada optimum primal 12500 0
Variabel keputusan dual yang berhubungan 𝑦1 𝑦2
7

Kemudian perhatikan:
Variabel Slack Dual 𝑺𝟏 𝑺𝟐 𝑺𝟑
Koef. Pers. 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 pada optimum dual (dikalikan -1) 0 150 0
Variabel keputusan primal yang berhubungan 𝑥1 𝑥2 𝑥3
Hal di atas menunjukkan bahwa solusi optimum primal memberikan solusi
terhadap permasalahan dual yang berhubungan, begitupun sebaliknya solusi
persamaan optimum dual akan memberikan solusi terhadap permasalahan
optimalnya, sehingga dengan memecahkan salah datu persoalan baik primal
maupun dual, maka solusi optimum dari permasalahan kawannya dapat ditentukan.
Selain itu, keterkaitan antara solusi optimum primal dan solusi optimum dual
dapat ditunjukkan pada tabel berikut.
Variabel basis awal Primal 𝑺𝟏 𝑺𝟐
Koef. Pers. 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 pada optimum primal 12500 0
Variabel keputusan dual yang berhubungan 𝑦1 𝑦2
Kemudian perhatikan:
Variabel basis awal Dual 𝑹𝟏 𝑹𝟐 𝑹𝟑
Koef. Pers. 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 pada optimum dual (dengan
0 150 0
menghilangkan M)
Variabel keputusan primal yang berhubungan 𝑥1 𝑥2 𝑥3
Kedua tabel tersebut memberikan kesimpulan yang sama, yaitu solusi
optimum primal memperlihatkan solusi optimum dual, begitupun sebaliknya. Hal
lain yang dapat dilihat dari tabel solusi optimum primal dan dual adalah nilai
optimum fungsi tujuannya yang bernilai sama, yaitu Z = W = 7500000. Hal ini
sesuai dengan main duality theorem yang menyatakan bahwa “jika baik masalah
primal maupun dual adalah layak, maka keduanya memiliki solusi demikian hingga
nilai optimum fungsi tujuannya adalah sama”. Selain itu, solusi optimum primal
dan dual dapat diperoleh melaui penerapan metode revised simpleks:
𝑍 = 𝑊 = 𝐶𝐵 . 𝐵 −1 . 𝑏
Dimana: 𝐶𝐵 = matriks koefisien fungsi tujuan dari variabel bebas (VB) pada iterasi
yang bersangkutan
𝐵 −1 = matriks dibawah variabel basis awal pada iterasi yang bersangkutan
b = vector baris koefisien fungsi tujuan
2. Masalah Primal-Dual Asimetrik
Masalah primal yang tidak simetrik dapat dilihat pada pembahasan berikut.
8

Maks 𝑍 = 2𝑥1 + 4𝑥2 + 3𝑥3


𝑥1 + 3𝑥2 + 2𝑥3 ≤ 60
3𝑥1 + 5𝑥2 + 3𝑥3 ≥ 120
𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 ≥ 0
Bentuk dual dari primal di atas adalah:
Min 𝑊 = 60𝑦1 + 120𝑦2
𝑦1 + 3𝑦2 ≥ 2
3𝑦1 + 5𝑦2 ≥ 4
2𝑦1 + 3𝑦2 ≥ 3
𝑦1 ≥ 0
𝑦2 ≤ 0
Apabila persoalan bentuk primal diselesaikan dengan metode simpleks, maka
selain variabel slack dibutuhkan juga artificial variabel R pada kendala kedua,
variabel R merupakan variabel buatan dimana nilainya selalu nol, maka diperoleh
tabel simpleks optimum primal sebagai berikut.
2 4 3 0 0 -M
VB RK
𝑦1 𝑦2 𝑆1 𝑆2 𝑆3 𝑅1
0𝑆2 0 4 3 3 1 -1 60
2𝑥1 1 3 2 1 0 0 60
𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 0 2 1 2 0 M
120
𝑍𝑗 2 6 4 2 0 0
Berdasarkan tabel optimum tersebut diperoleh solusi optimum 𝑥1 = 60, 𝑥2 =
0 dan 𝑥3 = 0. Adapun nilai-nilai variabel slack 𝑆1 dan 𝑆2 berturut-turut adalah 0
dan 60 dengan nilai optimum 120.
Untuk memperlihatkan keterkaitan antara solusi optimum primal dan solusi
optimum dual pada hubungan primal-dual asimetrik, sebelumnya masalah primal
yang asimetrik perlu ditransformasikan kedalam bentuk simetrik, karena bentuk
primal adalah maksimasi maka semua pembatas harus bertanda ≤, maka pembatas
kedua 3𝑥1 + 5𝑥2 + 3𝑥3 ≥ 120 dikalikan dengan bilangan -1 agar pembatas
bertanda ≤.
3𝑥1 + 5𝑥2 + 3𝑥3 ≥ 120 (-1)
−3𝑥1 − 5𝑥2 − 3𝑥3 ≤ −120
Sehingga bentuk primal persoalan tersebut menjadi:
Maks 𝑍 = 2𝑥1 + 4𝑥2 + 3𝑥3
𝑥1 + 3𝑥2 + 2𝑥3 ≤ 60
9

−3𝑥1 − 5𝑥2 − 3𝑥3 ≤ −120


𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 ≥ 0
Bentuk primal ini tidak sesuai dengan persyaratan simpleks karena terdapat
nilai konstanta ruas kanan pembatas bernilai negatif, padahal dalam program linear
simetrik semua konstanta ruas kanan pembatas bernilai non negatif. Akan tetapi,
nilai konstanta ruas kanan pembatas negatif tersebut tidak perlu dipermasalahkan,
karena perubahan bentuk ini bukan untuk diselesaikan melainkan untuk perubahan
kedalam bentuk dual. Nilai konstanta ruas kanan pembatas primal membentuk
koefisien-koefisien fungsi tujuan dual yang nilainya boleh negatif, maka bentuk
dual dari model ini diformulasikan sebagai:
Min 𝑊 = 60𝑦1 − 120𝑦2
𝑦1 − 3𝑦2 ≥ 2
3𝑦1 − 5𝑦2 ≥ 4
2𝑦1 − 3𝑦2 ≥ 3
𝑦1 , 𝑦2 ≥ 0
Maka tabel simpleks optimum dari dual tersebut adalah:
60 -120 0 0 0 M M M
VB RK
𝑦1 𝑦2 𝑆1 𝑆2 𝑆3 𝑅1 𝑅2 𝑅3
0𝑆3 0 -3 -2 0 1 2 0 -1 1
60𝑦1 1 -3 -1 0 0 1 0 0 2
0𝑆2 0 -4 -3 1 0 3 -1 0 2
W 0 -60 -60 0 0 60-M -M -M 120
Dari tabel di atas, solusi optimal dual 𝑦1 = 2, 𝑦2 = 0, nilai variabel slack 𝑆1 =
0, 𝑆2 = 2 dan 𝑆3 = 1, nilai W optimal 120.
Hasil primal-dual asimetrik dengan cara yang sama pada contoh hubungan
primal-dual simetrik adalah:
Variabel basis awal Primal 𝑺𝟏 𝑹𝟏
Koef. Pers. 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 pada optimum primal 2 M
Variabel keputusan dual yang bersangkutan 𝑦1 𝑦2
Jika M diabaikan, koefisien persamaan 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 adalah 2 dan 0 yang
menunjukan solusi optimum pada masalah dual, yaitu nilai 𝑦1 = 2 dan 𝑦2 = 0.
Pengamatan yang sama terhadap solusi optimum dual memberikan informasi
sebagai berikut:
10

Variabel basis awal Dual 𝑹𝟏 𝑹 𝟐 𝑹𝟑


Koef. Pers. 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 pada optimum dual (dengan
60 0 0
mengabaikan M)
Variabel keputusan primal yang berhubungan 𝑥1 𝑥2 𝑥3
Hasil dari koefisien persamaan 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 memberikan solusi optimum primal
𝑥1 = 60, 𝑥2 = 0 dan 𝑥3 = 0.
Melalui penerapan revised simpleks method pada contoh ini dengan cara
mencari optimum simpleks multiplier seperti telah dicontohkan sebelumnya, akan
memberikan kesimpulan yang sama bahwa suatu solusi optimum primal (dual) juga
merupakan solusi optimum masalah dual (primal).
Berikut ini merupakan contoh lain masalah primal-dual asimetrik yang
memperlihatkan bentuk primal dengan pembatas bertanda:
Maks 𝑍 = 5𝑥1 + 2𝑥2 + 3𝑥3
𝑥1 + 5𝑥2 + 2𝑥3 = 30
𝑥1 − 5𝑥2 − 6𝑥3 ≤ 40
𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 ≥ 0
Apabila bentuk primal ini dianalogikan dengan persoalan sebelumnya, bentuk
primal akan diubah kedalam bentuk dual untuk kemudian diselesaikan dengan
metode simpleks, maka langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengubah
bentuk primal asimetrik menjadi bentuk primal simetrik. Pembatas kedua dalam
contoh tersebut merupakan suatu persamaan 𝑥1 + 5𝑥2 + 2𝑥3 = 30 dan harus
diubah kedalam bentuk ≤.
Persamaan ini ekuivalen dengan dua pembatas berikut ini:
𝑥1 + 5𝑥2 + 2𝑥3 ≤ 30
𝑥1 + 5𝑥2 + 2𝑥3 ≥ 30
Artinya, jika nilai pembatas lebih besar atau sama dengan 30 dan kurang dari
atau sama dengan 30, maka kuantitas yang memenuhi kedua pembatas tersebut
adalah 30. Tetapi pada pembatas tersebut tanda ≥ masih tetap ada dan dapat diubah
dengan cara mengalikannya dengan (-1).
𝑥1 + 5𝑥2 + 2𝑥3 ≥ 30 (-1)
−𝑥1 − 5𝑥2 − 2𝑥3 ≤ −30
Sehingga model primal dalam bentuk normal adalah:
Maks 𝑍 = 5𝑥1 + 2𝑥2 + 3𝑥3
11

𝑥1 + 5𝑥2 + 2𝑥3 ≤ 30
−𝑥1 − 5𝑥2 − 2𝑥3 ≤ −30
𝑥1 − 5𝑥2 − 6𝑥3 ≤ 40
𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 ≥ 0
Bentuk dual dari model ini diformulasikan sebagai:
Min 𝑊 = 30𝑦1 − 30𝑦2 + 40𝑦3
𝑦1 − 𝑦2 + 𝑦3 ≥ 5
5𝑦1 − 5𝑦2 − 5𝑦3 ≥ 2
2𝑦1 − 2𝑦2 − 6𝑦3 ≥ 3
𝑦1 , 𝑦2 , 𝑦3 ≥ 0
Tetapi bentuk dual ini tidak sesuai dengan ketentuan hubungan primal-dual
yang telah dikemukakan pada bagian awal. Ketidaksesuaian tersebut terletak pada
jumlah pembatas primal asimetrik yang tidak sesuai dengan jumlah koefisien fungsi
tujuan dual, padahal pada hubungan primal-dual setiap pembatas primal
berhubungan dengan satu kolom dual, sehingga setiap pembatas primal terdapat
satu variabel keputusan dual. Sedangkan dalam contoh ini, bentuk primal asimetrik
terdapat 2 pembatas. Namun, setelah bentuk primal asimetrik ini ditransformasikan
menjadi primal normal lalu kemudian dibuat bentuk dualnya, ternyata pada bentuk
dual tersebut terdapat 3 variabel keputusan.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka bentuk dual dapat dibentuk dari
primal asimetrik tanpa harus mentrasnsformasikannya terlebih dahulu menjadi
primal normal. Maka dengan mengikuti aturan tabel hubungan primal dual bentuk
dual dari primal asimetrik itu adalah:
Min 𝑊 = 30𝑦1 + 40𝑦2
𝑦1 + 𝑦2 ≥ 5
5𝑦1 − 5𝑦2 ≥ 2
2𝑦1 − 6𝑦2 ≥ 3
𝑦1 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎
𝑦2 ≥ 0
Karena 𝑦1 tidak terbatas tanda, maka 𝑦1 digantikan dengan 𝑦1 ′ − 𝑦1 ′′ (𝑦1 = 𝑦1 ′ −
𝑦1 ′′ dimana 𝑦1 ′ dan 𝑦1 ′′ ≥ 0, sehingga bentuk dualnya menjadi:
Min 𝑊 = 30(𝑦1′ − 𝑦1′′ ) − 40𝑦2
12

(𝑦1 ′ − 𝑦1 ′′) + 𝑦2 ≥ 5
5(𝑦1 ′ − 𝑦1 ′′) − 5𝑦2 ≥ 2
2(𝑦1 ′ − 𝑦1 ′′) − 6𝑦2 ≥ 3
(𝑦1 ′ − 𝑦1 ′′) = 𝑦1
𝑦2 ≥ 0
atau
Min 𝑊 = 30𝑦1 ′ − 30𝑦1 ′′ − 40𝑦2
𝑦1 ′ − 𝑦1 ′′ + 𝑦2 ≥ 5
5𝑦1 ′ − 5𝑦1 ′′ − 5𝑦2 ≥ 2
2𝑦1 ′ − 2𝑦1 ′′ − 6𝑦2 ≥ 3
𝑦1 ′ ≥ 0
𝑦1 ′′ ≥ 0
𝑦2 ≥ 0
Apabila diamati bentuk dual dari primal simetrik dengan bentuk dual dari
primal asimetrik memiliki bentuk yang hampir sama. Tabel solusi primal asimetrik
adalah:
5 2 3 0 -M
VB RK
𝑥1 𝑥2 𝑥3 𝑆1 𝑅1
5𝑥1 1 5 2 0 1 30
0𝑆1 0 -10 -8 1 -1 10
𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 0 23 7 0 5+M 150
Sedangkan tabel solusi optimum dualnya adalah:
30 -30 40 0 0 0 M M M
VB RK
𝑦1 ′ 𝑦1 ′′ 𝑦2 𝑆1 𝑆2 𝑆3 𝑅1 𝑅2 𝑅3
0𝑆3 0 0 8 -2 0 1 2 0 -1 7
30𝑦1 ′ 1 -1 1 -1 0 0 1 0 0 5
0𝑆2 0 0 10 -5 1 0 5 -1 0 23
𝑊𝑗 − 𝐶𝑗 0 0 -10 -30 0 0 30-M -M -M 150
Dari tabel solusi optimum dual tersebut didapat 𝑦1 ′ = 5, 𝑦1 ′′ = 0 (𝑦1 = 𝑦1 ′ −
𝑦1 ′′ = 5 − 0 = 5) dan 𝑦2 = 0 dengan nilai-nilai variabel slack berturut-turut 𝑆1 =
0, 𝑆2 = 23, 𝑆3 = 7 dan W = Z = 150.
Hasil-hasil yang menarik terungkap dengan mengamati tabel optimum primal
dan dual. Sekarang perhatikan koefisien persamaan 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 pada tabel optimum
primal, hasilnya adalah:
13

Variabel basis awal Primal 𝑹𝟏 𝑺𝟏


Koef. Pers. 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 pada optimum primal (abaikan M) 5 0
Variabel keputusan dual yang berhubungan 𝑦1 𝑦2
Lalu perhatikan koefisien 𝑊𝑗 − 𝐶𝑗 pada tabel optimum dual:
Variabel basis awal Dual 𝑹𝟏 𝑹 𝟐 𝑹𝟑
Koef. Pers. 𝑊𝑗 − 𝐶𝑗 pada optimum dual (abaikan M) 30 0 0
Variabel keputusan primal yang berhubungan 𝑥1 𝑥2 𝑥3
Contoh-contoh di atas menunjukan bahwa setiap masalah program linear
dapat diselesaikan dengan merumuskan baik bentuk primal maupun dual, sehingga
tidak perlu menyelesaikan kedua bentuk, cukup salah satunya saja karena solusi
primal dapat menunjukan solusi dual begitupun sebaliknya.
Program linear dengan jumlah pembatas yang lebih sedikit daripada jumlah
variabel keputusan lebih mudah diselesaikan dibandingkan masalah dengan jumlah
pembatas yang lebih banyak daripada variabel keputusan. Oleh karena itu, untuk
menyelesaikan salah satu dari masalah primal atau dual, lebih mudah jika memilih
dari kedua bentuk tersebut yang jumlah pembatasnya lebih sedikit dari variabel
keputusan.

C. Sifat-sifat Primal-Dual

1. Menentukan Koefisien Persamaan 𝒁𝒋 − 𝑪𝒋 pada Variabel-variabel Basis


Awal Suatu Iterasi
Pada setiap iterasi baik primal maupun dual, koefisien persamaan 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗
variabel-variabel basis awal dapat dicari dengan cara:
𝑊𝐵 = 𝐶𝐵 . 𝐵 −1 − 𝐶𝑊
Dimana:
𝑊𝐵 = matriks koefisien persamaan 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 di bawah variabel-variabel basis awal
pada iterasi yang bersangkutan
𝐶𝐵 = matriks koefisien fungsi tujuan dari variabel-variabel basis pada iterasi yang
bersangkutan
𝐵 −1 = matriks di bawah variabel-variabel basis awal pada iterasi yang bersangkutan
𝐶𝐵 . 𝐵 −1 = simpleks multiplier
𝐶𝑊 = matriks koefisien fungsi tujuan variabel-variabel basis awal
14

2. Menentukan Koefisien Persamaan 𝒁𝒋 − 𝑪𝒋 pada Variabel-variabel Non


Basis Awal Suatu Iterasi
Pada setiap iterasi baik primal maupun dual, koefisien 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 pada variabel-
variabel non basis awal dapat dicari dengan cara:
𝑊𝐵 = 𝑆𝑀. 𝑎𝑛 − 𝐶𝑛
Dimana:
𝑊𝐵 = matriks koefisien persamaan 𝑍𝑗 − 𝐶𝑗 di bawah variabel-variabel non basis
awal pada iterasi yang bersangkutan
𝑆𝑀 = 𝐶𝐵 . 𝐵 −1 = simpleks multiplier pada iterasi yang bersangkutan
𝑎𝑛 = matriks di bawah variabel-variabel non basis pada iterasi awal
𝐶𝑛 = matriks koefisien fungsi tujuan variabel-variabel non basis awal
3. Menentukan Ruas Kanan (RK) dari Variabel-variabel Basis Suatu Iterasi
Pada setiap iterasi baik primal maupun dual, nilai ruas kanan dari variabel-
variabel basis suatu iterasi dapat diperoleh dengan rumus:
𝑅𝐾 = 𝐵 −1 . 𝑏
Dimana:
𝑅𝐾 = matriks ruas kanan dari variabel-variabel basis suatu iterasi
𝑏 = matriks ruas kanan pada iterasi awal
4. Menentukan Koefisien Pembatas Variabel Non Basis Suatu Iterasi
Pada setiap iterasi baik primal maupun dual, koefisien pembatas variabel
non basis suatu iterasi ditentukan menggunakan rumus:
𝑌𝑖 = 𝐵 −1 . 𝑎𝑖
Dimana:
𝑌𝑖 = matriks koefisien pembatas variabel non basis awal pada iterasi yang
bersangkutan
𝑎𝑖 = matriks koefisien pembatas variabel non basis awal pada iterasi awal

D. Contoh Kasus

Seseorang memerlukan vitamin setiap hari berupa vitamin A dan B. Vitamin


A dan B ini ditemukan dalam dua jenis makanan yang berbdeda, yaitu M1 dan M2.
Jumlah vitamin pada setiap makanan, harga setiap unit dari setiap makanan dan
vitamin yang diperlukan setiap harinya disajikan dalam tabel berikut ini:
15

Makanan
Vitamin Keperluan Sehari
M1 M2
A 2 4 40
B 3 2 50
Harga Makanan/Unit 3 2,5
Secara aljabar, masalah di atas dapat ditulis sebagai berikut:
1. Minimumkan 𝑓 = 3𝑥1 + 2,5𝑥2
Syarat 2𝑥1 + 4𝑥2 ≥ 40
3𝑥1 + 2𝑥2 ≥ 50
𝑥1 ≥ 0, 𝑥2 ≥ 0
Sekarang pertimbangkan makanan M1 dan M2 yang dijual pada sebuah toko.
Pemilik toko sadar bahwa makanan M1 dan M2 memiliki nilai pasaran karena
mengandung vitamin A dan vitamin B yang diperlukan untuk kesehatan. Masalah
yang dihadapinya ialah menentukan harga jual, misalkan 𝑦1 per unit vitamin A dan
𝑦2 per unit vitamin B. Pemilik toko menyadari bahwa harga per unit vitaminnya
harus diatur sedemikian rupa sehingga harga jual yang ditetapkannya untuk kedua
jenis makanan kurang atau sama dengan harga pasaran. Artinya, 𝑦1 dan 𝑦2 harus
ditetapkan harga, sehingga biaya yang dihitung untuk makanan M1 dan M2 kurang
atau sama dengan 3 dan 2,5 satuan uang per unit masing-masing. Jika pemilik toko
menetapkan harga lebih tinggi dari 3 dan 2,5 satuan uang, maka pemilik toko akan
kehilangan pelanggan.
Pada saat bersamaan, pemilik toko ingin memaksimumkan penghasilannya
yang diberikan oleh 𝑓 = 40𝑦1 + 50𝑦2 karena keperluan akan vitamin seharinya
adalah 40 dan 50 unit untuk masing-masing vitamin. Masalah yang dihadapi oleh
pemilik toko dapat dirangkum sebagai berikut:
2. Maksimumkan 𝑓 = 40𝑦1 + 50𝑦2
Syarat 2𝑦1 + 3𝑦2 ≤ 3
4𝑦1 + 2𝑦2 ≤ 2,5
𝑌1 ≥ 0, 𝑌2 ≥ 0
Sekelompok pertidaksamaan 2 merupakan “DUAL” dari masalah aslinya.
Untuk mengenalinya, masalah aslinya disebut “PRIMAL”. Masalah 1 dan 2
diselesaikan melalui metode simpleks.
16

Masalah 1
Minimumkan 𝑓 = 3𝑥1 + 2,5𝑥2 + 0𝑆1 + 0𝑆2 + 𝑀𝐴1 + 𝑀𝐴2
atau 𝑓 − 3𝑥1 − 2,5𝑥2 + 0𝑆1 − 0𝑆2 − 𝑀𝐴1 − 𝑀𝐴2 = 0
Syarat 2𝑥1 + 4𝑥2 − 𝑆1 + 0𝑆2 + 𝐴1 + 0𝐴2 = 40
3𝑥1 + 2𝑥2 + 0𝑆1 − 𝑆2 + 0𝐴1 + 𝐴2 = 50
𝑋1 ≥ 0, 𝑋2 ≥ 0, 𝑆1 ≥ 0, 𝑆2 ≥ 0, 𝐴1 ≥ 0, 𝐴2 ≥ 0

(-3 -2,5 0 0 -M -M 0) -3 -2,5 0 0 -M -M 0


M (2 4 -1 0 1 0 40) 2M 4M -M 0 M 0 40M
M (3 2 0 -1 0 1 50) 3M 2M 0 -M 0 M 50M
5M-3 6M-2,5 -M -M 0 0 90M
+

PROGRAM 1
Variabel Dasar F X1 X2 S1 S2 A1 A2 Nilai Kanan
F 1 5M-3 6M-2,5 -M -M 0 0 90
A1 0 2 4 -1 0 1 0 40
A2 0 3 2 0 -1 0 1 50

PROGRAM II
Variabel
f X1 X2 S1 S2 A1 A2 Nilai Kanan
Dasar
7 1 5
F 1 2M− 4
0 𝑀 − 8 -M − 3 𝑀 + 5 0 30M+25
2
2 8
X2 0 1 1 1 0 1 0 10

2 4 4
1 1
A2 0 2 0 −1 −2 1 30
2

PROGRAM III
Variabel Dasar f X1 X2 S1 S2 A1 A2 Nilai Kanan
F 1 0 0 3 7 -M+ 3 7 205
− − -M +8
16
16 8 4
X2 0 0 1 3 1 3 1 2
− −
8 4 8 4 1
2
X1 0 1 0 1 1 1 1 15
− −
4 2 4 2
Program ini sudah optimal dengan pembelian 15 unit makanan M1 dan 2,5
205
unit makanan M2 dengan biaya atau 51,25.
4
17

Masalah 2
Maksimumkan 𝑓 − 40𝑦1 + 50𝑦2 + 0𝑆1 + 0𝑆2 = 0
2𝑦1 + 3𝑦2 + 1𝑆1 + 0𝑆2 = 3
4𝑦1 + 2𝑦2 + 0𝑆1 + 1𝑆2 = 2,5
𝑦1 ≥ 0, 𝑦2 ≥ 0, 𝑆1 ≥ 0, 𝑆2 ≥ 0, 𝐴1 ≥ 0, 𝐴2 ≥ 0
PROGRAM I
Variabel Dasar F y1 y2 S1 S2 Nilai Kanan
F 1 -40 -50 0 0 0
S1 0 2 3 1 0 3
S2 0 4 2 0 1 2,5

PROGRAM II
Variabel Dasar f y1 y2 S1 S2 Nilai Kanan
f 1 20 0 50 0 50

3 3
y2 0 2 1 1 0 1
3 3
S2 0 8 0 2 1 1,5

3 3

PROGRAM III
Variabel Dasar f y1 y2 S1 S2 Nilai Kanan
f 1 0 0 15 5 1
514
2
y2 0 0 1 1 1 7

2 4 8
y1 0 1 0 1 3 3

4 8 16
Program ini telah optimal karena pada baris f, nilai kolom y1 dan y2 sudah
3 7
tidak negatif. Pemilik toko harus menetapkan harga 16 untuk vitamin A dan 8 untuk
3 7
vitamin B. Nilai fungsi tujuan ialah 40 (16) + 50 (8) = 51, 25.

Karena masalah I dan II memiliki hasil yang sama, maka tabel optimal dari
masalah primal dan dualnya dapat dibandingkan sebagai berikut:
TABEL PRIMAL
Variabel Nilai
f x1 x2 S1 S2 A1 A2
Dasar Kanan
f 1 0 0 3 7 3 7 205
− − −M + −M +
16 8 16 8 4
18

x2 0 0 1 3 1 3 1 1
− − 2
8 4 8 4 2
x1 0 1 0 1 1 1 1 15
− −
4 2 4 2

TABEL DUAL
Variabel Dasar F y1 y2 S1 S2 Nilai Kanan
F 1 0 0 15 5 1
51
2 4
y2 0 0 1 1 1 7

2 4 8
y1 0 1 0 1 3 3

4 8 16
5
Nilai fungsi objektif dari primal f = 2(2,5) + 15(3) = 51,25
7 3
Nilai fungsi objektif dari dual f = = (50) + 16 (40) = 51,25
8

Maka penyelesaian dari masalah primal dalam program linear selalu dapat
memberikan suatu penyelesaian dualnya.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Program linear merupakan suatu cara untuk menentukan nilai optimum


(maksismum atau minimum) dari suatu fungsi linear dibawah kendala-kendala
tertentu yang dinyatakan dalam bentuk persamaan atau pertidaksamaan linear.
Setiap persoalan program linear selalu mempunyai dua macam analisis, yaitu
analisis primal dan analisis dual yang disebut analisis primal-dual. Hubungan
timbal balik suatu programasi linear yang asli disebut primal dan programasi linier
pasangannya disebut dual. Selain itu, didalam program linear juga dikenal istilah
kemerosotan. Tabel program simpleks awal dapat sedemikian rupa dimana satu
atau lebih variabel bernilai nol (satu atau lebih nilai variabel pada nilai kanan adalah
nol). Nilai hasil pembagian yang tidak negatif menentukan baris kunci, mungkin
sama untuk dua atau lebih variabel yang sendang dalam baris. Peristiwa ini disebut
dengan degeneracy atau kemerosotan.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kata
sempurna, sehingga penulis senantiasa menerima saran dan kritik dari pembaca
untuk perbaikan makalah selanjutnya. Namun, penulis berharap dengan adanya
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca terkait dengan
program linear.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., & Karim, S. (2019). Optimalisasi Usaha Tani Sayuran Cabai, Tomat
pada Musim Gadu dengan Pendekatan Linear Programming di Desa
Maoutong Kecamatan Tilongkabila Bone Bolango. Jurnal Agribis, 1(1), 1–
11.
Hidayah, R. W. (2019). Program Linear Fuzzy. Jurnal Ilmiah Matematika, 7(2),
163–170.
Hidayat, W. (2017). Adversity Quotient dan Penalaran Kreatif Matematis Siswa
SMA dalam Pembelajaran Argument Driven Inquiry pada Materi Turunan
Fungsi. Jurnal Pendidikan Matematika, 2(1), 15–28.
https://doi.org/10.22236/kalamatika.vol2no1.2017pp15-28
Nirfayanti, & Setyawan, D. (2018). Efektivitas Pembelajaran Program Linear
Berbantuan Geogebra terhadap Hasil Belajar Mahasiswa. Jurnal Penelitian
Matematika dan Pendidikan Matematika, 1(2), 22–30.
Nuraini, L. (2018). Integrasi Nilai Kearifan Lokal dalam Pembelajara Matematika
SD/MI Kurikulum 2013. Jurnal Pendidikan Matematika, 1(2), 1–17.
Retrieved from http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jmtk
Nurkhaeriyyah, T. S., Rohaeti, E. E., & Yuliani, A. (2018). Analisis Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa MTS di Kabupaten Cianjur pada Materi Teorema
Pythagoras. Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif, 1(5), 827–836.
Pulukadang, M. I., Langi, Y. A. R., & Rindengan, A. J. (2018). Optimasi
Perencanaan Produksi pada CV. Meubel Karya Nyata Gorontalo
Menggunakan Model Program Linear Fuzzy. Jurnal Matematika dan
Aplikasi, 7(2), 78–83. https://doi.org/10.35799/dc.7.2.2018.20629
Rusydiana, A. S., & Hasib, F. F. (2020). Super Efisiensi dan Analisis Sensitivitas
Dea: Aplikasi pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Amwaluna: Jurnal
Ekonomi dan Keuangan Syariah, 4(1), 41–54.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Sholihat, N. A., Hidayat, W., & Rohaeti, E. E. (2018). Penghargaan Diri dan
Penalaran Matematis Siswa MTS. Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif,
1(3), 299–304. https://doi.org/10.22460/jpmi.v1i3.299-304

20

Anda mungkin juga menyukai