Anda di halaman 1dari 47

BAB II

MODUL ATAS GELANGGANG

Bab ini berisi kajian tentang gelanggang, modul dan homomorfisma modul
yang digunakan sebagai penunjang dalam pembahasan pada bab–bab berikutnya,
adapun tujuan utama dalam bab ini yaitu membahas mengenai modul atas
gelanggang. Semua yang dituliskan pada bagian ini dapat ditemukan dalam Misri
(2014), Herstein(1975), Dummit and Foote (2004), Dewi (2010), Joseph (2010) dan
Jodson (2012)

2.1. Gelanggang
Gelanggang merupakan struktur aljabar yang dilengkapi oleh dua operasi
dengan sifat tertentu. Sebelum membahas gelanggang perhatikan definisi berikut :

Definisi 2.1 (Misri, 2010).


Suatu himpunan tak hampa 𝑅 dengan operasi penjumlahan (+) dan perkalian
(×) dikatakan gelanggang jika memenuhi:
1. (𝑅, +) membentuk grup komutatif yaitu memenuhi:
a. Sifat asosiatif yaitu jika memenuhi
𝑎 + (𝑏 + 𝑐) = (𝑎 + 𝑏) + 𝑐
untuk setiap 𝑎, 𝑏 𝑑𝑎𝑛 𝑐 unsur-unsur di 𝑅.
b. Terdapat unsur 0 di 𝑅 sehingga
0+𝑎 =𝑎+0
untuk setiap 𝑎 unsur di 𝑅.
c. Terdapat balikan dari 𝑎 yaitu −𝑎 sehingga
𝑎 + (−𝑎) = (−𝑎) + 𝑎 = 0
untuk setiap 𝑎 unsur di 𝑅.
d. Sifat komutatif, yaitu jika memenuhi
𝑎+𝑏 =𝑏+𝑎
untuk setiap 𝑎 dan 𝑏 unsur-unsur di 𝑅.
2. (𝑅,×) memenuhi sifat asosiatif, yaitu
𝑎(𝑏𝑐) = (𝑎𝑏)𝑐
untuk setiap 𝑎, 𝑏 𝑑𝑎𝑛 𝑐 unsur-unsur di 𝑅.
3. (𝑅, +,×) memenuhi sifat distributif, yaitu
(𝑎 + 𝑏)𝑐 = 𝑎𝑐 + 𝑏𝑐 dan 𝑎(𝑏 + 𝑐) = 𝑎𝑏 + 𝑎𝑐
untuk setiap 𝑎, 𝑏 dan 𝑐 unsur-unsur di 𝑅.
Jika gelanggang R memuat unsur kesatuan 1 ≠ 0 ∈ R dan bersifat a1 = 1a = a
untuk setiap a ∈ R, R disebut gelanggang dengan unsur satuan. Dan jika untuk
setiap a dan b unsur-unsur di R berlaku ab = ba, gelanggang R disebut gelanggang
komutatif.

7
8

Definisi 2.2 (Herstein, 1996 :126)


Misalkan R suatu gelanggang, untuk setiap 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅 berlaku sifat – sifat sebagai
berikut :
1. jika 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 maka (𝑎 + 𝑏) ∈ 𝑅
2. 𝑎 + 𝑏 = 𝑏 + 𝑎, ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅.
3. (𝑎 + 𝑏) + 𝑐 = 𝑎 + (𝑏 + 𝑐), ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅.
4. terdapat elemen 0𝑅 ∈ 𝑅 sehingga 0𝑅 + 𝑎 = 𝑎, ∀𝑎 ∈ 𝑅. Selanjutnya 0𝑅
disebut elemen netral dari 𝑅.
5. ∀𝑎 ∈ 𝑅, terdapat 𝑏 ∈ 𝑅 ∋ 𝑎 + 𝑏 = 0. Selanjutnya 𝑏 disebut invers dari 𝑎
terhadap penjumlahan di 𝑅, bisa ditulis 𝑏 = −𝑎.
6. ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 maka 𝑎. 𝑏 ∈ 𝑅.
7. 𝑎(𝑏. 𝑐) = (𝑎. 𝑏). 𝑐, ∀𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅
8. 𝑎. (𝑏 + 𝑐) = 𝑎. 𝑏 + 𝑎. 𝑐 dan (𝑏 + 𝑐). 𝑎 = 𝑏. 𝑎 + 𝑐. 𝑎, ∀𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅
Jika terdapat 1𝑅 ∈ 𝑅, sehingga 1𝑅 . 𝑎 = 𝑎. 1𝑅 = 𝑎, ∀𝑎 ∈ 𝑅. 𝑅 disebut
gelanggang dengan elemen satuan di 𝑅. Apabila di 𝑅 juga berlaku 𝑎. 𝑏 = 𝑏. 𝑎,
∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 maka 𝑅 dinamakan gelanggang komutatif.

Contoh II.1
Himpunan bilangan real ℝ dengan operasi penjumlahan(+) dan operasi
perkalian (∗) yang sudah dikenal membentuk gelanggang.

Definisi 2.3 (Fadli, 2011)


Misalkan R suatu gelanggang, untuk setiap 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅 berlaku sifat – sifat sebagai
berikut
1. 𝑎. 0 = 0. 𝑎 = 0
2. 𝑎. (−𝑏) = −(𝑎. 𝑏) = (−𝑎). 𝑏
3. −(−𝑎) = 𝑎
4. −(𝑎 + 𝑏) = (−𝑎) + (−𝑏)
5. 𝑎. (𝑏 − 𝑐) = 𝑎. 𝑏 − 𝑎. 𝑐
6. (𝑎 − 𝑏). 𝑐 = 𝑎. 𝑐 − 𝑏. 𝑐
7. (−1). 𝑎 = −𝑎
8. (−𝑎). (−𝑏) = 𝑎. 𝑏

Bukti. (1)
Ambil 𝑎 ∈ 𝑅. Karena 𝑅 suatu gelanggang, terdapat unsur 𝑎. 0 = 0. 𝑎 = 0 sehingga
𝑎. 0 = 𝑎. (0 + 0) = 𝑎. 0 + 𝑎. 0 . Karena 𝑎. 0 ∈ 𝑅 dan 𝑅 suatu gelanggang terdapat
−(𝑎. 0) ∈ 𝑅, dengan demikian diperoleh
𝑎. 0 = 𝑎. 0 + 𝑎. 0
𝑎. 0 − 𝑎. 0 = 𝑎. 0 + 𝑎. 0 − 𝑎. 0
0 = 𝑎. 0
9

Bukti. (2)
Ambil 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅. Karena 𝑅 suatu gelanggang, terdapat 𝑎. (−𝑏) = −(𝑎. 𝑏) =
(−𝑎). 𝑏 untuk −(𝑎. 𝑏) adalah balikan dari 𝑎. 𝑏. sehingga diperoleh
𝑎. 𝑏 + 𝑎. (−𝑏) = 𝑎. (𝑏 + (−𝑏)
𝑎. 0 = 0
Jadi terbukti −(𝑎. 𝑏) = 𝑎. (−𝑏)

Bukti. (3)
Ambil 𝑎 ∈ 𝑅. Karena 𝑅 suatu gelanggang, terdapat unsur −(−𝑎), karena
−(−𝑎) ∈ 𝑅 dan 𝑅 suatu gelanggang, terdapat 𝑎 ∈ 𝑅, sehingga diperoleh
−(−𝑎) = 𝑎
−(−𝑎) + (−𝑎) = 0
−(−𝑎) + (−𝑎) + 𝑎) = 0 + 𝑎
−(−𝑎) + (−𝑎 + 𝑎) = 𝑎
−(−𝑎) + 0 = 𝑎
−(−𝑎) = 𝑎

Bukti. (4)
Ambil 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅. Karena 𝑅 suatu gelanggang, terdapat −(𝑎 + 𝑏), Karena
−(𝑎 + 𝑏), ∈ 𝑅 dan 𝑅 suatu gelanggang terdapat (−𝑎) + (−𝑏)𝑅, dengan
pembuktian sebagai berikut
−(𝑎 + 𝑏) = (−𝑎) + (−𝑏)
(𝑎 + 𝑏) + (−(𝑎 + 𝑏)) = 0
(−𝑏) + (𝑎 + 𝑏) + (−(𝑎 + 𝑏)) = (−𝑏) + 0
𝑎 + ((−𝑏) + 𝑏) + (−(𝑎 + 𝑏)) = (−𝑏)
−(𝑎 + 𝑏) = (−𝑎) + (−𝑏)

Bukti. (5)
Ambil 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅. Karena 𝑅 suatu gelanggang, terdapat 𝑎. (𝑏 − 𝑐) karena
𝑎. (𝑏 − 𝑐) ∈ 𝑅 dan 𝑅 suatu gelanggang terdapat 𝑎. 𝑏 − 𝑎. 𝑐. dari perhitungan
sebagai berikut
𝑎. (𝑏 − 𝑐) = 𝑎. 𝑏 − 𝑎. 𝑐.
𝑎. (𝑏 + (−𝑐)) = 𝑎. 𝑏 + 𝑎. (−𝑐)
𝑎. (𝑏 − 𝑐) = 𝑎. 𝑏 − 𝑎. 𝑐
10

Bukti. (6)
Ambil 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅. Karena 𝑅 suatu gelanggang, terdapat (𝑎 − 𝑏). 𝑐. Karena
(𝑎 − 𝑏). 𝑐 ∈ 𝑅 dan 𝑅 suatu gelanggang terdapat 𝑎. 𝑐 = 𝑏. 𝑐. dari perhitungan
berikut
(𝑎 − 𝑏). 𝑐 = 𝑎. 𝑐 − 𝑏. 𝑐
(𝑎 + (−𝑏)). 𝑐 = 𝑎. 𝑐 + (−𝑏). 𝑐
(𝑎 − 𝑏). 𝑐 = 𝑎. 𝑐 − 𝑏. 𝑐

Bukti. (7)
Ambil 𝑎 ∈ 𝑅. Karena 𝑅 suatu gelanggang, terdapat unsur (−1). 𝑎. Karena
(−1). 𝑎 ∈ 𝑅 dan 𝑅 suatu gelanggang, terdapat (−1). 𝑎 = −𝑎 dengan perhitungan
sebagai berikut
(−1). 𝑎 = −𝑎
(−1). 𝑎 = −1. (1. 𝑎)
= −(1.1). 𝑎
= −𝑎(1.1)
= −𝑎
Bukti. (8)
Ambil 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅. Karena 𝑅 suatu gelanggang, terdapat (−𝑎). (−𝑏). Karena
(−𝑎). (−𝑏) ∈ 𝑅 dan 𝑅 suatu gelanggang, terdapat (−𝑎). (−𝑏) = 𝑎. 𝑏 dengan
perhitungan sebgai berikut
(−𝑎). (−𝑏) = 𝑎. 𝑏
(−𝑎). (−𝑏) = (−1). 𝑎. (−1). 𝑏
= (−1). (−1). 𝑎. 𝑏
= 1. 𝑎. 𝑏
= 𝑎. 𝑏
Contoh II.2
Dapat dibuktikan bahwa himpunan 𝐴 yang terdiri dari 2 elemen yaitu { 0, 𝑎 }
dengan operasi yang didefinisikan
0 + 0 = +a = 0
0+a =a+0= a
00 = 0a = a0 = 0
aa = a
merupakan gelanggang. Sebagai contoh nyata 𝑍𝑎 = {0,1} dengan operasi
penjumlahan dan perkalian modulo 2 merupakan himpunan yang mempunyai sifat
tersebut.

Contoh II. 3
Dapat dibuktikan bahwa himpunan 𝐴 yang terdiri dari 2 elemen yaitu { 0, 𝑎 }
dengan operasi yang didefinisikan

0+0=a+a=0
11

0+a =a+0= a

00 = 0a = a0 = aa = 0

merupakan gelanggang. Dalam hal ini, himpunan 𝐴 = {0,2} dengan operasi


penjumlahan dan perkalian modulo 4 merupakan himpunan yang mempunyai sifat
tersebut.

Contoh II. 4
Dapat dibuktikan dengan mudah bahwa himpunan bilangan bulat 𝑍, himpunan
bilangan real 𝑅, himpunan bilangan rasional 𝑄 dan himpunan bilangan kompleks 𝐶
merupakan gelanggang terhadap operasi penjumlahan dan perkalian aritmatika.
Contoh II.5
Himpunan 𝑍𝑛 = {0,1,2, … , 𝑛−} merupakan gelanggang.

Bukti:
Untuk membuktikan bahwa 𝑍𝑛 merupakan gelanggang dilakukan dengan cara
menemukan suatu fungi yang menyatakan relasi antara 𝑍𝑛 dengan gelanggang 𝑍.
Bila fungsi yang didapat tersebut mengawetkan operasi tentunya peta dari fungsi
mempunyai sifat-sifat yang sama dengan daerah asal (domain) dari fungsi.
Misalkan 𝑓: 𝑍 → 𝑍𝑛 dengan 𝑓(𝑥) = 𝑟 dan 𝑟 merupakan sisa pembagian bila 𝑥
dibagi 𝑛. Dalam contoh sudah dibuktikan bahwa 𝑓 mengawetkan operasi +. Bila
diambil sebarang 𝑥, 𝑦 dalam 𝑍 maka 𝑥 = 𝑛𝑞1 + 𝑟1 dan 𝑦 = 𝑛𝑞2 + 𝑟2 untuk suatu
𝑞1 , 𝑞2 , 𝑟1 dan 𝑟2 dalam𝑍 sehingga

𝑥𝑦 = (𝑛𝑞1 + 𝑟1 )(𝑛𝑞2 + 𝑟2 ) = 𝑛(𝑛𝑞1 + 𝑟1 + 𝑛𝑞2 + 𝑟2 ) + 𝑟1 𝑟2

Dan 𝑟1 𝑟2 dapat dinyatakan sebagai 𝑛𝑞 + 𝑟.

Akibatnya

𝑥𝑦 = (𝑛𝑞1 𝑞2 + 𝑞1 𝑟2 + 𝑟1 𝑞2 + 𝑞) + 𝑟

Oleh karena itu,

𝑓(𝑥𝑦) = 𝑟

dan

𝑓(𝑥)𝑓(𝑦) = 𝑟1 𝑟2
12

Dengan mengingat definisi perkalian dalam 𝑍𝑛 maka, 𝑟1 𝑟2 = 𝑟 dan berarti

𝑓(𝑥𝑦) = 𝑓(𝑥)𝑓(𝑦)

Karena 𝑓 mengawetkan operasi penjumlahan dan perkalian, menjadikan 𝑍𝑛 adalah


gelanggang.

2.2 Gelanggang Bagian


Dalam contoh terdahulu telah dikenal bahwa gelanggang 𝑍 terkandung
dalam gelanggang 𝑄 dan gelanggang 𝑅 terkandung dalam 𝐶. Dalam hal ini dapat
dilihat bahwa operasi dari gelanggang yang lebih kecil adalah operasi dari
gelanggang yang lebih besar dan dibatasi pada gelanggang yang lebih kecil adalah
operasi dari gelanggang yang lebih besar dan dibatasi pada gelanggang yang lebih
kecil. Sebagai contoh dalam gelanggang 𝐶 operasi perkalian didefinisikan sebagai

(𝑎 + 𝑏 𝑖)(𝑐 + 𝑑 𝑖) = (𝑎𝑐 − 𝑏𝑑) + (𝑎𝑑 + 𝑏𝑐)𝑖

sedangkan operasi itu dibatasi pada 𝑅 berarti: operasi yang sama dengan
pembatasan pada 𝑅 sehingga berbentuk (𝑎 + 0 𝑖)(𝑐 + 0 𝑖) dan didapat

(𝑎 + 0 𝑖)(𝑐 + 0 𝑖) = (𝑎𝑐 − 0.0) + (𝑎. 0 + 0. 𝑐)𝑖 = 𝑎𝑐 + 𝑜𝑖

yang bernilai sama dengan 𝑎𝑐.

Definisi 2.4
Misalkan 𝑆 himpunan bagian dari 𝐴. Himpunan 𝑆 dinamakan gelanggang bagian
dari 𝐴 jika memenuhi (1) 𝑆 gelanggang (2) Operasi penjumlahan dan perkalian
dari 𝑆 adalah operasi penjumlahan dan perkalian dari 𝐴 yang dibatasi pada 𝑆.
Definisi tersebut tidak efisien untuk mengecek apakah suatu himpunan bagian dari
gelanggang 𝐴 merupakan gelanggang bagian dari 𝐴 sehingga diperlukan teorema
berikut ini:
Teorema 2.5
Diketahui 𝑆 himpunan bagian dari gelanggang 𝐴. Himpunan 𝑆 merupakan
gelanggang bagian dari 𝐴 jika dan hanya jika 𝑆 tertutup terhadap perkalian dan
tertutup terhadap pengurangan.

Bukti:
Akan ditunjukkan bahwa 𝑆 tertutup terhadap pengurangan mengakibatkan 𝑆 grup
bagian dari 𝐴 (terhadap penjumlahan).
13

Karena tidak kosong mengakibatkan 𝑆 mengandung paling sedikit satu anggota,


misalkan 𝑥 dan dengan mengingat 𝑆 tertutup di bawah pengurangan maka 𝑥 − 𝑥 =
𝑥 + (−𝑥) = 0 juga dalam 𝑆. Berarti 𝑆 mengandung identitas terhadap
penjumlahan.

Untuk sebarang 𝑦 dalam 𝑆, karena 𝑆 tertutup pengurangan berlaku

0 − 𝑦 = 0 + (−𝑦) = −𝑦

terhadap 𝑆, sehingga 𝑆 mengandung semua invers dari anggota-anggotanya


terhadap penjumlahan. Untuk sebarang 𝑥, 𝑦 dalam 𝑆 sehingga −𝑦 dan akibatnya

𝑥 − (−𝑦) = 𝑥 + (−(𝑦)) = 𝑥 + 𝑦

berada dalam 𝑆. Oleh karena itu 𝑆 tertutup penjumlahan. Berarti 𝑆 grup bagian dari
< 𝐴, +> sehingga 𝑆 juga grup abelian. Karena 𝑆 himpunan bagian dari gelanggang
𝐴 sehingga syarat hukum asosiatif, hukum ditributif kiri dan hukum distributiuf
kanan terpenuhi. Berarti 𝑆 merupakan gelanggang 𝐴 yang dibatasi pada 𝑆. Terbukti
𝑆 gelanggang bagian dari 𝐴.

Contoh II.6
Himpunn bilangan genap 𝐸 membentuk gelanggang bagian dari himpunan bilangan
bulat 𝑍.

Bukti:
𝐸 = {2𝑘|𝑘 ∈ 𝑍} jelas himpunan yang tidak kosong. Tinggal dibuktikan bahwa 𝐸
terutup terhadap operasi perkalian dan pengurangan.

Tertutup terhadap operasi perkalian.

Hasil kali (2𝑚)(2𝑛) = 2(𝑚. 2𝑛) dengan 𝑚. 2𝑛 bilangan bulat sehingga dengan
menggunakan hukum assosiatif perkalian maka hail kalinya masih dalam 𝐸.

Tertutup terhadap pengurangan.

Karena (2𝑚) − (2𝑛) = 2(𝑚. 2𝑛) dan 𝑚 − 𝑛 bilangan bulat (𝑍 tertutup terhadap
operasi pengurangan) sehingga dalam 𝐸.
14

Contoh II.7
Bila didefinisikan 𝑄(√2) = {𝑎 + 𝑏√2|𝑎, 𝑏 dalam 𝑄} akan dibuktikan bahwa

𝑄(√2) merupakan gelanggang bagian dari 𝑅. Karena 𝑄 himpunan yang tidak


kosong, jelas bahwa 𝑄(√2) juga himpunan yang tidak kosong. Terhadap operasi
perkalian bersifat

(𝑎 + 𝑏√2)(𝑐 + 𝑑√2) = (𝑎𝑐 + 2 𝑏𝑑) + (𝑎𝑑 + 𝑏𝑑)√2

dan terhadap operasi perkalian bersifat

(𝑎 + 𝑏)√2 − (𝑐 + 𝑑)√2 = (𝑎 + 𝑐) + (𝑏 + 𝑑)√2

Karena 𝑎𝑐 + 2𝑏𝑑, 𝑎𝑑 + 𝑏𝑐, 𝑎 − 𝑐 dan hasil pengurangan tetap dalam 𝑄(√2). Oleh

karena itu 𝑄√2 merupakan gelanggang bagian dari 𝑅. Perlu dicatat bahwa 𝑄(√2)
similar dengan himpunanbilangan kompleks

𝐶 = {𝑎 + 𝑏 𝑖 |𝑎, 𝑏 dalam 𝑅 }

karena bentuk 𝑎 + 𝑏 𝑖 analog dengan bentuk 𝑎 + 𝑏√2 dan dalam hal ini
gelanggang 𝑄(√2) mengandung 𝑄, seperti juga 𝐶 mengandung 𝑅.

Contoh II.8
Diketahui 𝐴 gelanggang dan 𝑏 anggota tertentu dari 𝐴. Jika didefinisikan 𝐴𝑏 = {𝑥
dalam 𝐴 | 𝑏𝑥 = 𝑥𝑏} maka akan dibuktikan 𝐶𝑏 gelanggang bagian dari 𝐴. Himpunan
𝐶𝑏 tidak kosong karena 𝑏 komutatif dengan dirinya sendiri. Misalkan 𝑥, 𝑦 dalam 𝐶.
Karena (𝑥𝑦)𝑏 = 𝑥(𝑦𝑏) = 𝑥(𝑏𝑦) = (𝑥𝑦)𝑏 = (𝑏𝑥)𝑦 = 𝑏(𝑥𝑦) dan juga

(𝑥 − 𝑦)𝑏 = 𝑥𝑏 − 𝑦𝑏 = 𝑏𝑥 − 𝑏𝑦 = 𝑏(𝑥 − 𝑦)

berarti 𝑥𝑦 dan 𝑥 − 𝑦 komutatif dengan 𝑏 sehingga merupakan anggota C. Oleh


karena itu 𝐶𝑏 tertutup terhadap operasi penjumlahan dan operasi perkalian dan
akibatnya 𝐶𝑏 gelanggang bagian dari 𝐴.

Contoh II.9
0 1
Diketahui 𝑀(2×2) gelanggang dan misalkan elemen tertentu 𝐵 = ( ). Elemen
0 0
𝑥 𝑦 0 1 𝑥 𝑦 𝑥 𝑦 0 1
( ) ∈ 𝐶𝑏 jika dan hanya jika ( )( )=( )( ) atau
𝑧 𝑤 0 0 𝑧 𝑤 𝑧 𝑤 0 0
15

𝑥 𝑦 0 𝑥
( )=( ) yang benar jika dan hanya jika 𝑧 = 0 dan 𝑤 = 𝑥. Hal ini berarti
𝑧 𝑤 0 𝑧
𝑥 𝑦
𝐶𝐵 = {( ) |𝑥, 𝑦 ∈ 𝑅}.
0 𝑥

Contoh II.10
Apabila 𝐴 merupakan gelanggang bagian 𝐵, sedangkan 𝐵 mempunyai elemen
satuan, apakah 𝐴 juga harus mempunyai elemen satuan? Berikan contoh.

Jawab:
Tidak perlu gelanggang bagian 𝐴 mempunyai elemen satuan. Sebagian contoh 𝐴
adalah himpunan bilangan genap yang merupakan gelanggang bagian dari
himpunan bilangan bulat 𝐵. Himpunan 𝐴 mempunyai elemen satuan sedangkan
elemen satuan dalam 𝐵 adalah 1.

2.3 Ideal
Dalam teori grup dikenal grup normal dan analog dengan grup normal,
dalam teori gelanggang didefinisikan ideal dalam suatu gelanggang. Berikut ini
diberikan definisi ideal dari suatu gelanggang.

Definisi 2.6 (Herstein,1996:140) Definisi ideal


Misalkan 𝑅 suatu gelanggang. Himpunan tak kosong 𝐼 ⊆ 𝑅 disebut ideal jika
berlaku :
1. 𝐼 subgrup penjumlahan dari 𝑅.
2. ∀𝑟 ∈ 𝑅, 𝑎 ∈ 𝐼 berlaku 𝑟𝑎 ∈ 𝐼 dan 𝑎𝑟 ∈ 𝐼.

Contoh II.17
Himpunan {… , −4, −2,0,2,4, … } = 2ℤ ⊂ ℤ adalah ideal dari gelanggang ℤ .

Definisi 2.4.5 (Herstein,1996:148) definisi ideal maksimal.


Misalkan 𝑀 ideal dari gelanggang 𝑅 . 𝑀 disebut ideal maksimal jika ideal lain
yang memuat 𝑀 hanyalah 𝑀 sendiri atau 𝑅.

Contoh II.18
Himpunan {… , −6, −3, 0, 3, 6, … } = 3ℤ adalah ideal maksimal dari gelanggang
ℤ.
Beberapa sifat yang ditemui dalam bagian ini semuanya didasarkan pada
sifat-sifat pergandaan dalam gelanggang himpunan bilangan bulat Z dan himpunan
bilangan R. Dalam Z dan R, pergandaan dua anggota tidak nol dalam Z atau R masih
16

tetap anggota tidak nol dalam Z atau R. Tetapi sifat itu tidak ditemui dalam
gelanggang Z6 karena 2 3 = 0 dan dalam 𝑀2𝑥2 berlaku sifat :

1 −2 2 4 0 0
( )( )=( )
1 −2 1 2 0 0

Untuk menamakan kelas gelanggang mempunyai sifat-sifat di atas terlebih


dahulu didefinisikan sifat-sifat berikut ini.
Lemma 2.7 (Herstein, 1990: 135)
Misalkan 𝑅 gelanggang dan 𝐼 ideal dari 𝑅. Maka 𝑅⁄1 = {𝑟 + 𝐼|𝑟 ∈ 𝑅} merupakan
gelanggang terhadap opearasi yang didefinisikan sebagai berikut :

Untuk setiap 𝑟1 + 𝐼 dan 𝑟2 + 𝐼 ∈ 𝑅⁄1.

( 𝑟1 + 𝐼) + (𝑟2 + 𝐼) = ( 𝑟1 + 𝑟2 ) + 𝐼
dan
( 𝑟1 + 𝐼) ∗ (𝑟2 + 𝐼) = ( 𝑟1 𝑟2 ) + 𝐼

Bukti:
Pertama akan dibuktikan operasi (+) dan (∗) yang didefinisikan di atas well
defined. Yaitu harus ditunjukkan untuk setiap 𝑎1 + 𝐼, 𝑎2 + 𝐼, 𝑏1 + 𝐼, 𝑏2 +
𝐼 ∈ 𝑅⁄1.

jika
𝑎1 + 𝐼 = 𝑎2 + 𝐼
dan
𝑏1 + 𝐼 = 𝑏2 + 𝐼
maka
( 𝑎1 + 𝐼) + ( 𝑏1 + 𝐼) = ( 𝑎1 + 𝑏1 ) + 𝐼 = ( 𝑎2 + 𝑏2 ) = ( 𝑎2 + 𝐼) + ( 𝑏2 + 𝐼)
serta,
( 𝑎1 + 𝐼) ∗ ( 𝑏1 + 𝐼) = ( 𝑎1 𝑏1 ) + 𝐼 = ( 𝑎2 𝑏2 ) + 𝐼 = ( 𝑎2 + 𝐼) ∗ ( 𝑏2 + 𝐼)
Untuk keperluan diatas terlebih dahulu dibuktikan pernyataan berikut:

untuk setiap 𝑡 + 𝐼 dan 𝑤 + 𝐼 ∈ 𝑅⁄1, 𝑡 + 𝐼 = 𝑤 + 𝐼 jika dan hanya jika


(𝑡 − 𝑤) ∈ 𝐼.
⟹ jika 𝑡 + 𝐼 = 𝑤 + 𝐼 berakibat untuk 𝑡 + 𝑖0 ∈ 𝑡 + 𝐼 terdapat 𝑤 + 𝑖∗ ∈ 𝑤 + 𝐼
dengan 𝑖0 , 𝑖∗ ∈ 𝐼, sehingga berlaku 𝑡 + 𝑖0 = 𝑤 + 𝑖∗ atau 𝑡 − 𝑤 = (− 𝑖0 +
𝑖∗ ) ∈ 𝐼.
17

⟸ jika (𝑡 − 𝑤) ∈ 𝐼 berakibat 𝑡 − 𝑤 = 𝑖, 𝑖 ∈ 𝐼. Sehingga diperoleh 𝑡 = 𝑤 + 𝑖 dan


berikutnya diperoleh 𝑡 + 𝐼 = (𝑤 + 1) + 𝐼 atau 𝑡 + 𝐼 = 𝑤 + 𝐼.
Sekarang kembali ke permasalahan, jika 𝑎1 + 𝐼 = 𝑎2 + 𝐼 berakibat (𝑎1 −
𝑎2 ) ∈ 𝐼 demikian pula jika 𝑏1 + 𝐼 = 𝑏2 + 𝐼 berakibat (𝑏1 − 𝑏2 ) ∈ 𝐼sehingga
diperoleh,
((𝑎1 + 𝑏1 ) − (𝑎2 + 𝑏2 )) = ((𝑎1 − 𝑎2 ) + (𝑏1 − 𝑏2 )) ∈ 𝐼
Akibatnya
(𝑎1 + 𝑏1 ) + 𝐼 = (𝑎2 + 𝑏2 ) + 𝐼
Sekarang perhatikan.
𝑎1 ( 𝑏1 − 𝑏2 ) = ( 𝑎1 𝑏1 − 𝑎1 𝑏2 ) ∈ 𝐼 … … … … … … … … … 1)
( 𝑎1 − 𝑎2 ) 𝑏2 = ( 𝑎1 𝑏2 − 𝑎2 𝑏2 ) ∈ 𝐼 … … … … … … … . … 2)
Dari 1) dan 2) didapat (𝑎1 𝑏1 − 𝑎2 𝑏2 ) ∈ 𝐼. Jadi,
𝑎1 𝑏1 + 𝐼 = 𝑎2 𝑏2 + 𝐼
terbukti, operasi (+) dan (∗) yang didefinisikan di atas well defined.

Kedua, dibuktikan 𝑅⁄1 adalah gelanggang (dengan memanfaatkan definisi


gelanggang).

Ambil sebarang 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅⁄1, misalkan pula 𝑎 = 𝑟1 + 𝐼, 𝑏 = 𝑟2 + 𝐼 dan


𝑐 = 𝑟3 + 𝐼 dengan 𝑟1 , 𝑟2 , 𝑟3 ∈ 𝑅. Selanjutnya perhatikan,
1. 𝑎 + 𝑏 = (𝑟1 + 𝐼) + (𝑟2 + 𝐼)
= (𝑟1 + 𝑟2 ) + 𝐼

karena 𝑅 gelanggang, terdapat (𝑟1 +𝑟2 ) ∈ 𝑅. Jadi, 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅⁄1.

2. 𝑎 + 𝑏 = (𝑟1 + 𝐼) + (𝑟2 + 𝐼)
= (𝑟1 + 𝑟2 ) + 𝐼
= (𝑟2 + 𝑟1 ) + 𝐼
= (𝑟2 + 𝐼) + (𝑟1 + 𝐼)
=𝑏+𝑎
3. (𝑎 + 𝑏) + 𝑐 = ((𝑟1 + 𝐼) + (𝑟2 + 𝐼)) + (𝑟3 + 𝐼)
= ((𝑟1 + 𝑟2 ) + 𝐼) + (𝑟3 + 𝐼)
= (𝑟1 + 𝑟2 + 𝑟3 ) + 𝐼 = (𝑟1 + (𝑟2 + 𝑟3 )) + 𝐼
= (𝑟1 + 𝐼) + ((𝑟2 + 𝑟3 ) + 𝐼)
18

= (𝑟1 + 𝐼) + ((𝑟2 + 𝐼) + (𝑟3 + 𝐼)) = 𝑎 + (𝑏 + 𝑐)

4. Misalkan 0𝑅 elemen netral di 𝑅, maka pilih 𝑒 = (0𝑅 + 𝐼) ∈ 𝑅⁄1 dan untuk

Setiap 𝑎 ∈ 𝑅⁄1 berlaku

𝑒 + 𝑎 = (0𝑅 + 𝐼) + (𝑟1 + 𝐼)
= 𝑟1 + 𝐼
=𝑎
= (𝑟1 + 𝐼) + (0𝑅 + 𝐼)
= 𝑎 + 𝑒.

jadi, 𝑒 elemen netral di 𝑅⁄1 .

5. Untuk setiap 𝑎 ∈ 𝑅⁄1 pilih −𝑎 = (−𝑟1 + 𝐼) ∈ 𝑅⁄1 sedemikian hingga berlaku


𝑎 + (−𝑎) = (𝑟1 + 𝐼) + (−𝑟1 + 𝐼)
= (𝑟1 − 𝑟1 ) + 𝐼
= 0𝑅 + 𝐼
= 𝑒.
6. 𝑎 ∗ 𝑏 = (𝑟1 + 𝐼) ∗ (𝑟2 + 𝐼)
= (𝑟1 𝑟2 ) + 𝐼

karena 𝑅 gelanggang, terdapat 𝑟1 𝑟2 ∈ 𝑅. Jadi, 𝑎 ∗ 𝑏 ∈ 𝑅⁄1.

7. (𝑎 ∗ 𝑏) ∗ 𝑐 = ((𝑟1 + 𝐼) ∗ (𝑟2 + 𝐼)) ∗ (𝑟3 + 𝐼)


= ((𝑟1 𝑟2 ) + 𝐼) ∗ (𝑟3 + 𝐼)
= (𝑟1 𝑟2 𝑟3 ) + 𝐼 = (𝑟1 (𝑟2 𝑟3 )) + 𝐼
= (𝑟1 + 𝐼) ∗ ((𝑟2 𝑟3 ) + 𝐼)

= (𝑟1 + 𝐼) ∗ ((𝑟2 + 𝐼) ∗ (𝑟3 + 𝐼)) = 𝑎 ∗ (𝑏 ∗ 𝑐)

8. (𝑎 + 𝑏) ∗ 𝑐 = ((𝑟1 + 𝐼) + (𝑟2 + 𝐼)) ∗ (𝑟3 + 𝐼)


= ((𝑟1 + 𝑟2 ) + 𝐼) ∗ (𝑟3 + 𝐼)
= ((𝑟1 + 𝑟2 )𝑟3 ) + 𝐼 = ((𝑟1 𝑟3 ) + (𝑟2 𝑟3 )) + 𝐼
= (𝑟1 𝑟3 ) + 𝐼 + (𝑟2 𝑟3 ) + 𝐼 = 𝑎 ∗ 𝑐 + 𝑏 ∗ 𝑐
Dan
𝑎 ∗ (𝑏 + 𝑐) = (𝑟1 + 𝐼) ∗ ((𝑟2 + 𝐼) + (𝑟3 + 𝐼))
19

= (𝑟1 + 𝐼) ∗ ((𝑟2 + 𝑟3 ) + 𝐼)
= ((𝑟1 (𝑟2 + 𝑟3 ) + 𝐼 = ((𝑟1 𝑟2 ) + (𝑟1 𝑟3 )) + 𝐼
= (𝑟1 𝑟2 ) + 𝐼 + (𝑟1 𝑟3 ) + 𝐼 = 𝑎 ∗ 𝑏 + 𝑎 ∗ 𝑐

Berdasarkan sifat – sifat 1 sampai 8, terbukti bahwa 𝑅⁄1 adalah gelanggang.

Definisi 2.8
Diketahui 𝐴 gelanggang dan 𝐼 himpunan bagian tak hampa dari 𝐴. Himpunan 𝐴
dainamakan suatu ideal dari 𝐴 jika :
1) himpunan 𝐼 tertutup dibawah operasi pengurangan.
2) Himpunan 𝐼 mengandung semua hasil kali 𝑥𝑎 dan 𝑎𝑥 dengan 𝑥 dalam 𝐼 dan 𝑎
Sebarang anggota dalam 𝐴.
Berdasarkan syarat (2) maka terlihat bahwa setiap ideal dari suatu gelanggang
merupakan gelanggang bagian.

Definisi 2.9
Diketahui 𝐴 gelanggang komutatif dengan anggota satuan dan 𝑥 anggota tertentu
dari 𝐴, jika didefinisikan (𝑥) = {𝑎𝑥|𝑥 dalam 𝐴} maka (𝑥) ideal dalam 𝐴 dan
dinamakan ideal utama (𝑝𝑟𝑖𝑛𝑐𝑖𝑝𝑎𝑙 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙) yang dibangun oleh 𝑥.

Contoh II.19
Dikaetahui himpunan bilangan 𝑍 merupakan gelanggang komutatif dengan elemen
satuan. Dibentuk (2) = {𝑎. 2|𝑎 ∈ 𝑍} = 2𝑍 yang himpunan gelap merupakan ideal
dalam 𝑍. Secara umum untuk 𝑏 ∈ 𝑍 terdapat (𝑏){ 𝑎𝑏|𝑎 ∈ 𝑍} = 𝑏𝑍 ideal yang
dibangun oleh 𝑏.

Contoh II.20
Diketahui 𝑍6 merupakan gelanggang komutatif dengan elemen satuan terhadap
operasi penjumlahan dan perkalian modulo 6.

Dibentuk (2) = {𝑎. 2|𝑎 ∈ 𝑍6 } = {0, 2, 4} dan berdasarkan definisi tersebut diatas
(2) merupakan ideal dalam 𝑍6 . Ideal-ideal lain dalam 𝑍6 adalah (1) = (3) = (5) =
𝑍6 dan ideal yang dibentuk oleh 3 yaitu (3)= {0, 3}.

Teorema 2.10
(1) Jika 𝐹 lepangan maka hanya {0} dan 𝐹 yang merupakan ideal dalam 𝐹.
(2) Sebaliknya, jika 𝐴 gelanggang komutatif dengan anggota satuan dan hanya
memilik ideal {0} dan 𝐴 maka 𝐴 lapangan.
20

Bukti :
(1) Misalkan 𝐼 ideal dalam 𝐹.
Jika 𝐼 = {0} maka jelas bahwa 𝐼 ideal. Jika 𝐼 ≠ {0} maka 𝐼 mengandung suatu
anggota tidak nol 𝑥. Karena 𝑥 juga dalam 𝐹, terdapat 𝑥 −1 dalam 𝐹 sehingga untuk
sebarang 𝑎 dalam 𝐹 berlaku (𝑎𝑥 −1 )𝑥 = 𝑎(𝑥𝑥 −1 ) = 𝑎𝐼 = 𝑎 dalam 𝐼 (karena 𝐼 ideal
) berarti untuk setiap 𝑎 dalam 𝐹, terdapat 𝑎 juga dalam 𝐼 atau 𝐹 ⊆ 𝐼. Karena 𝐼 ideal
dari 𝐹 , terdapat juga 𝐼 ⊆ 𝐹 sehingga diperoleh 𝐹 = 𝐼
(2) jika 𝑥 sebarang anggota tak nol dalam 𝐴, terdapat (𝑥) ideal yang mengandung
1𝑥 = 𝑥 sehingga (𝑥) ≠ {0}. Karena ideal yang tak nol 𝐴 hanyalah 𝐴, terdapat
(𝑥) = 𝐴. Karena 𝐴 mengandung anggota satuan, terdapat 𝐼 dalam (𝑥) sehingga
terdapat 𝑎 dalam 𝐴 sehingga 𝑎𝑥 = 1. Berarti gelangganga 𝐴 komutatif dengan
anggota satuan dan setiap anggota yang tidak nol mempunyai invers. Terbukti 𝐴
lapangan.

Contoh II.21
Himpunan bilangan real R merupakan lapangan. Dengan menggunakan sifat pada
teorema 1 maka mempunyai ideal {0} dan R. Himpunan bilangan Q mempunyai
sifat tertutup terhadap operasi perkalian dan pengurangan sehingga Q merupakan
gelanggang bagian dalam R. Akan tetapi Q bukanlah ideal dalam R karena Q ≠ R.
Berarti Q merupakan salah santu contoh gelanggang bagian dalam R yang bukan
merupakan ideal. Contoh lain gelanggang bagian yang bukan ideal adalah 𝑍, 𝑛𝑍
dengan 𝑛 bilangan bulat.

2.4 Daerah integral

Dalam sub bab sebelumnya telah disinggung bahwa daerah integral adalah
gelanggang komutatif dengan anggota satuan dan tidak mempunyai pembagi nol.
Dalam sub bab ini akan dibahas tentang sifat-sifat dasar dari daerah integral

Definisi 2.11 (Herstein,1996:127) Definisi daerah integral


Misalkan 𝑅 gelanggang komutatif, 𝑅 disebut daerah integral jika untuk setiap
𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 sedemikian sehingga
𝑎. 𝑏 = 0𝑅
mengakibatkan
𝑎 = 0𝑅
21

atau
𝑏 = 0𝑅

Contoh II.22
Himpunan bilangan real ℝ adalah gelanggang komutatif yang juga merupakan
daerah integral.

Teorema
(1) Jika 𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐴 dan 𝑎 mempunyai invers maka 𝑎 bukan pembag nol.
(2) Jika 𝐴 lapangan maka 𝐴 daerah integral.

Bukti:
(1) Misalkan 𝑎𝑏 = 0.
Karena 𝑎 mempunyai invers, andaikan mengalikan kedua ruas dengan 𝑎−1
Diperoleh:
𝑎 −1 (𝑎𝑏) = 𝑎−1 0
(𝑎−1 𝑎)𝑏 = 0
1. 𝑏 = 0
𝑏=0
dengan cara yang sama, 𝑏𝑎 = 0 mengakibatkan 𝑏 = 0. Oleh karena itu, 𝑎 bukan
pembagi nol.

2.5 Lapangan

Definisi 2.12 (Grillet, 2000: 116) Definisi lapangan,


gelanggang 𝐹 disebut lapangan jika berlaku sifat – sifat sebagai berikut:
1. 𝐹 gelanggang komutatif dan 𝐹 memiliki elemen satuan.
2. setiap elemen tak nol 𝐹 memiliki invers terhadap operasi perkalian di 𝐹.

Contoh II.23
Himpunan bilangan rasional ℚ dan himpunan bilangan real ℝ dengan operasi
penjumlahan dan operasi perkalian yang telah dikenal membentuk lapangan.
Definisi 2.13 (Grillet, 2000: 118) definisi sublapangan.
Misalkan 𝐹 suatu lapangan dan ∅ ≠ 𝛵 ⊆ 𝐹. 𝛵 disebut sublapangan dari 𝐹 jika
𝛵 sendiri membentuka lapangan terhdap penjumlahan dan perkalian yang
ada di 𝐹.
Contoh II.24
Himpunan ℚ adalah sublapangan dari lapangan ℝ
22

Teorema 2.14 (Herstein, 1996: 149)


Misalkan R gelanggang komutatif dengan elemen satuan, dan M ideal maksimal
dari R, maka 𝑅⁄𝑀 = {𝑟 + 𝑀|𝑟 ∈ 𝑅} adalah lapangan.

Bukti :
Untuk menunjukan 𝑅⁄𝑀 lapangan, harus dibuktikan 𝑅⁄𝑀 adalah gelanggang
komutatif dengan elemen satuan serta elemen tak nol di 𝑅⁄𝑀 memiliki invers
terhadap operasi perkalian di 𝑅⁄𝑀.

Apabila (+) dan (*) menyatakan operasi seperti lemma 2.1.6 maka telah dibuktikan
(𝑅⁄𝑀 , +,∗) adalah gelanggang. Selanjutnya akan ditunjukkan 𝑅⁄𝑀

komutatif dan memiliki elemen satuan. Perhatikan , untuk setiap (𝑎 + 𝑀), (𝑏 +


𝑀) ∈ 𝑅⁄𝑀 , 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 berlaku,

(𝑎 + 𝑀) ∗ (𝑏 + 𝑀) = (𝑎𝑏) + 𝑀 = (𝑏𝑎) + 𝑀 = (𝑏 + 𝑀) ∗ (𝑎 + 𝑀)

misalkan pula, 1𝑅 elemen satuan di 𝑅. Sehingga (1𝑅 + 𝑀) ∈ 𝑅⁄𝑀 dan untuk


setiap (𝑎 + 𝑀) ∈ 𝑅⁄𝑀 berlaku

(𝑎 + 𝑀) ∗(1𝑅 + 𝑀) = (1𝑅 + 𝑀) ∗ (𝑎 + 𝑀) =(1𝑅 𝑎) + 𝑀 = 𝑎 + 𝑀

Berarti 1𝑅 + 𝑀 elemen satuan di 𝑅⁄𝑀. Dari pembahasan tersebut, terbukti 𝑅⁄𝑀


adalah gelanggang komutatuf dengan elemen satuan.

Oleh karena itu, tinggal dibuktikan untuk setiap elemen tak nol di 𝑅⁄𝑀 memiliki
invers. Untuk keperluan ini, sebelumnya dibuktikan terlebih dahulu ideal di 𝑅⁄𝑀
hanya {𝑀} 𝑑𝑎𝑛 𝑅⁄𝑀. Untuk membuktikannya dengan andaikan terdapat ideal lain
misakl 𝑁 𝑑𝑖 𝑅⁄𝑀 harus ditunjukkan 𝑁={𝑀} atau 𝑁 = 𝑅⁄𝑀. Ambil sembarang 𝑁
ideal di 𝑅⁄𝑀. Apabila 𝑁 = {𝑀} maka terbukti, oleh karena itu andaikan 𝑁 ≠ {𝑀}.
Ini berarti terdapat elemen 𝑛 = (𝑡0 + 𝑀) ∈ 𝑁 dengan 𝑡0 ∈ 𝑅 tetapi 𝑡0 ∉ 𝑀.

Berdasarkan lemma 2.1.8 terdapat homomorphisma 𝑓: 𝑅 → 𝑅⁄𝑀 yaitu 𝑓(𝑟) = 𝑟 +


𝑀, ∀𝑟 ∈ 𝑅. Selanjutnya misalkan Τ = {t ∈ 𝑅|𝑓(𝑡) ∈ 𝑁} berarti 𝑇 ≠ 𝑀 dan 𝑀 ⊂
𝑇. Akan dibuktikan 𝑇 ideal dari 𝑅. Jelas 𝑇 tak kosong dan 𝑇 ⊆ 𝑅. Demikian pula
untuk sembarang 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑇 diperoleh

𝑓(𝑎 − 𝑏) = 𝑓(𝑎 + (−𝑏))

= 𝑓(𝑎) + 𝑓(−𝑏)

= 𝑓(𝑎) + (−𝑓(𝑏)).

Karena 𝑁 ideal, berakibat 𝑓(𝑎) + (−𝑓(𝑏))) ∈ 𝑁 sehingga (𝑎 − 𝑏) ∈ 𝑇.


Selanjutnya, ambil sebarang 𝑟 ∈ 𝑅 dan 𝑎 ∈ 𝑇 diperoleh,
23

𝑓(𝑎𝑟) = (𝑎𝑟) + 𝑀 = (𝑎 + 𝑀) ∗ (𝑟 + 𝑀)

karena 𝑁 ideal dan (𝑎 + 𝑀) ∈ 𝑁 serta (𝑟 + 𝑀) ∈ 𝑅⁄𝑀 berakibat

𝑓(𝑎𝑟) = ((𝑎 + 𝑀) ∗ (𝑟 + 𝑀)) ∈ 𝑁.

Jadi, 𝑎𝑟 = 𝑟𝑎 ∈ 𝑇. Terbukti T Ideal di 𝑅. Karena 𝑀 ⊂ 𝑇 dan 𝑀 ideal maksimal


serta 𝑇 ≠ 𝑀 berakibat 𝑇 = 𝑅.

Sekarang ambil sebarang 𝑝 ∈ 𝑅⁄𝑀 berarti dapat ditulis 𝑝 = 𝑟 + 𝑀, untuk setiap


𝑟 ∈ 𝑅 = 𝑇. Jadi, 𝑁 ∋ 𝑓(𝑟) = 𝑟 + 𝑀 = 𝑝. Sehingga 𝑅⁄𝑀 ⊆ 𝑁, padahal diketahui
pula 𝑁 ⊆ 𝑅⁄𝑀. Jadi, terbukti 𝑅⁄𝑀 = 𝑁. Oleh karena itu, ideal di 𝑅⁄𝑀 hanya {𝑀}
dan 𝑅⁄𝑀.

Sekarang kembali ke tujuan awal yaitu membuktikan setiap elemen tak nol di 𝑅⁄𝑀
memiliki invers. Oleh karena itu ambil sebarang 𝑎 = (𝑟 + 𝑀) ∈ 𝑅⁄𝑀 tetapi 𝑎 ≠
𝑀. (perhatikan elemen nol atau elemen netral di 𝑅⁄𝑀 adalah 𝑀. Mudah dibuktikan
bahwa 𝑊 = {𝑎 ∗ 𝑥|𝑥 ∈ 𝑅⁄𝑀} adalah ideal di 𝑅⁄𝑀. Perhatikan pula bahwa.

𝑎 = (𝑎 ∗ (1𝑅 + 𝑀)) ∈ 𝑊. Berarti 1𝑅 + 𝑀 = 𝑎 ∗ 𝑥0 untuk semua 𝑥0 ∈ 𝑅⁄𝑀.


Dengan kata lain, 𝑥0 invers dari 𝑎. Jadi, terbukti setiap elemen tak nol di
𝑅⁄ memiliki invers. Sebelumnya juga telah dibuktikan 𝑅⁄ adalah gelanggang
𝑀 𝑀
𝑅
komutatif dengan elemen satuan. Sehingga ⁄𝑀 adalah lapangan.

Contoh II.25
Pada contoh dari elemen 1.2.6 ℤ⁄2ℤ adalah suatu gelanggang. Tetapi karena 2ℤ
adalah ideal maksimal dari ℤ diperoleh ℤ⁄2ℤ merupakan lapangan.

Teorema 2.15 (Herstein, 1999: 127)


daerah integral berhingga adalah lapangan.
Bukti :
Misalkan 𝐷 adalah daerah integral berhingga dan |𝐷| = 𝑛. Misalkan pula 𝐷 =
{𝑑1 , 𝑑2 , 𝑑3 , … , 𝑑𝑛 } dimana 𝑑1 = 𝑑𝑗 jika dan hanya jika 𝑖 = 𝑗. Untuk
membuktikan 𝐷 suatu lapangan harus ditunjukkan bahwa 𝐷 memiliki elemen
satuan dan setiap elemen tak nol di 𝐷 memiliki invers.
Ambil elemen 𝑥 ≠ 0𝐷 ∈ 𝐷. Perhatikan 𝑥𝑑1 , 𝑥𝑑2 , 𝑥𝑑3 , … , 𝑥𝑑𝑛 semuanya ada di
𝐷 dan klaim bahwa semuanya berbeda. Andaikan ∃𝑑𝑖 , 𝑑𝑗 , ∋ 𝑥𝑑𝑖 = 𝑥𝑑𝑗 ,
dengan 𝑖 ≠ 𝑗 diperoleh, 𝑥𝑑𝑖 − 𝑥𝑑𝑗 = 0𝐷 sehingga 𝑥(𝑑𝑖 − 𝑑𝑗 ) = 0𝐷 . Karena 𝐷
daerah integral dan 𝑥 ≠ 0𝐷 , haruslah 𝑑𝑖 − 𝑑𝑗 = 0𝐷 atau 𝑑𝑖 = 𝑑𝑗 . Timbul
kontradiksi karena 𝑖 ≠ 𝑗, sehingga terbukti 𝑥𝑑1 , 𝑥𝑑2 , 𝑥𝑑3 , … , 𝑥𝑑𝑛 semuanya
berbeda. Dengan kata lain, dapat ditulis 𝐷 = {𝑥𝑑1 , 𝑥𝑑2 , 𝑥𝑑3 , … , 𝑥𝑑𝑛 }. Padahal
𝑥 ∈ 𝐷, sehingga 𝑥 = 𝑥𝑑𝑖𝑜 untuk suatu 𝑥𝑑𝑖𝑜 ∈ 𝐷. Klaim bahwa 𝑑𝑖𝑜 adalah
24

elemen identitas dari 𝐷. Ambil sebarang elemen 𝑎 ∈ 𝐷, dapat ditulis 𝑎 = 𝑥𝑑𝑖 ,


untuk suatu 𝑑𝑖 ∈ 𝐷. Perhatikan, 𝑎𝑑𝑖𝑜 = 𝑥𝑑𝑖 𝑑𝑖𝑜 = 𝑥𝑑𝑖𝑜 𝑑𝑖 = 𝑥𝑑𝑖 = 𝑎 karena 𝐷
komutatif, diperoleh 𝑎 = 𝑎𝑑𝑖𝑜 = 𝑑𝑖𝑜 𝑎. Berarti 𝑑𝑖𝑜 adalah elemen satuan di 𝐷.
Selanjutnya elemen tak nol di 𝐷 memiliki invers. Perhatikan kembali bahwa
𝑑𝑖𝑜 ∈ 𝐷 sehingga 𝑑𝑖𝑜 = 𝑥𝑑𝑖 , untuk suatu 𝑑𝑖 ∈ 𝐷. Jadi, 𝑑𝑖 adalah invers dari 𝑥.
Terbukti bahwa 𝐷 adalah lapangan.
Teorema 2.16 (Robinson, 2003: 185) definisi sublapangan prima.
Sublapangan terkecil dari lapangan 𝐹 disebut sublapngan prima.
Dengan kata lain sublapangan prima adalah irisan dari seluruh sublapangan
yang ada di 𝐹. Lapangan yang sama dengan sublapangan primanya disebut
lapangan prima.
Definisi 2.17 (Rudolf Lidl, 1994 :16) definisi karakteristik gelanggang.
Misal 𝑅 gelanggang, dan 𝑛 adalah bilangan bulat positif sedemikian sehingga
𝑛𝑟=0𝑅 , ∀𝑟 ∈ 𝑅. Bilangan terkecil 𝑛 yang memenuhi sifat tersebut dinamakan
karakteristik dari 𝑅, dan 𝑅 dikatakan memiliki karakteristik 𝑛. Apabila
bilangan bulat positif yang demikian tidak ada, dikatakan 𝑅 memiliki
karakteristik 0.

Contoh: II.26
ℤ adalah contoh gelanggang dengan karakteristik 0, sedangkan ℤ2 adalah contoh
gelanggang dengan karakteristik 2.
Lemma 2.18 (Rudolf Lidl, 1994 :16)
jika 𝑅 adalah gelanggang dengan karakteristik 𝑝, 𝑝 bilangan prima, maka untuk
setiap 𝛼, 𝛽 ∈ 𝑅 berlaku (𝛼 + 𝛽)𝑝 = 𝛼 𝑝 + 𝛽 𝑝 .
Bukti:
Berdasarkan binomial Newton didapat
𝑝−1
𝑝
(𝛼 + 𝛽)𝑝 = 𝛼 𝑝 + ∑ ( ) 𝛼 𝑝−𝑖 𝛽 𝑖 + 𝛽 𝑝
𝑖
𝑖=1
𝑝
Perhatikan , ( ) adalah bilangan bulat serta
𝑖
𝑝 𝑝. (𝑝 − 1). (𝑝 − 2) … (𝑝 − 𝑖 + 1)
( )=
𝑖 𝑖. (𝑖 − 1). (𝑖 − 2) … 2.1
Karena 𝑝 bilangan prima dan 1≤ i < 𝑝, mengakibatkan faktor 𝑝 pada
𝑝
pembilang tidak dapat dihilangkan. Dengan kata lain ( ) merupakan
𝑖
𝑝−1 𝑝 𝑝−𝑖 𝑖
kelipatan 𝑝. Hal ini berakibat ∑𝑖=1 ( ) 𝛼 𝛽 merupakan kelipatan 𝑝.
𝑖
𝑝 𝑝−𝑖 𝑖
Karena 𝑝 karakteristik dari 𝑅 diperoleh ∑𝑝−1
𝑖=1 ( 𝑖 ) 𝛼 𝛽 = 0𝑅. Oleh karena
𝑝 𝑝 𝑝
itu, (𝛼 + 𝛽) = 𝛼 + 𝛽 .
25

Contoh: II.27
Di ℤ3 diperoleh, (𝑥 + 1)3 = 𝑥 2 + 3𝑥 2 + 3𝑥 + 1 = 𝑥 3 + 13 .
Teorema 2.19 (Robinson, 2003: 186)
lapangan prima dengan karakteristik 𝑝 ≠ 0 isomorphic dengan ℤ𝑝 .

2.6 Gelanggang Faktor


gelanggang faktor (quotient ring) dinyatakan dalam definisi berikut ini.

Definisi 2.20
Diketahui 𝐴 gelanggang dan 𝐼 sebagai ideal dalam 𝐴. Struktur aljabar 𝐴/𝐼
didefinisikan sebagai berikut:
(1) 𝐴/𝐼 = {𝑎 + 𝐼|𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐴}
(2) operasi penjumlahan dalam 𝐴/𝐼 didefinisikan sebagai
(𝑎 + 𝐼) + (𝑏 + 𝐼) = (𝑎 + 𝑏)𝐼
dan operasi perkalian dalam 𝐴/𝐼 didefinisikan sebagai
(𝑎 + 𝐼) + (𝑏 + 𝐼) = 𝑎𝑏 + 𝐼.
Teorema 2.21
Struktur aljabar 𝐴/𝐼 yang didefinisikan diatas merupakan gelanggang.

Definisi 2.22
Diketahui 𝐴 gelanggang komutatif.
(1) Suatu ideal 𝐼 dalam 𝐴 dengan sifat bahwa 𝑎𝑏 dalam 𝐼 berakibat salah satu
dari 𝑎 dalam 𝐼 atau 𝑏 dalam 𝐼 dinamakan ideal prima dalam 𝐴
(2) Suatu ideal {0}⊂ 𝐼 ⊂ 𝐴 sehingga tidak ada ideal sejati dalam 𝐴 yang
mengandung 𝐼 dinamakan ideal maksimal dalam 𝐴.

Teorema 2.23
(1) Jika 𝐴 komutatif dan 𝐼 sebarang ideal dalam 𝐴 maka 𝐴/𝐼 komutatif.
(2) Jika 𝐴 mempunyai anggota satuan 𝐼 dan ideal 𝐼 ≠ 𝐴 maka 𝐴/𝐼 mempunyai
anggota satuan 1 + 𝐴
(3) jika 𝐴 komutatif dan mempunyai anggota satuan dan 𝐼 ideal prima dengan
𝐼 ≠ 𝐴 maka 𝐴/𝐼 daerah integral.

Bukti
Karena 𝐴 gelanggang komutatif dengan anggota satuan, berdasarkan (1) dan (2)
diperoleh 𝐴/𝐼 gelanggang komutatif dengan angota satuan. Selanjutnya akan
dibuktikan bahwa 𝐴/𝐼 tidak mempunyai pembagi nol. Misalkan (𝑎 + 𝐼)(𝑏 + 𝐼) =
0 + 𝐼. Diperoleh 𝑎𝑏 + 𝐼 = 0 + 𝐼 sehingga berakibat 𝑎𝑏 dalam 𝐼. Karena I ideal
prima maka berlaku salah satu 𝑎 dalam 𝐼 atau 𝑏 dalam 𝐼. Hal ini berarti berlaku
salah satu 𝑎 + 𝐼 = 0 + 𝐼 atau 𝑏 + 𝐼 = 0 + 𝐼 terbukti 𝐴/𝐼 daerah integral.
26

Contoh II.28
Diketahui bilangan bulat 𝑍 dan 𝑝 prima. Akan ditentukan sifat-sifat dari gelanggang
faktor 𝑍/(𝑝). Jika 𝑎𝑏 ∈ (𝑝) maka 𝑎𝑏 kelipatan dari 𝑝 dan karena 𝑝 prima terdapat
𝑎 membagi 𝑝 atau 𝑏 membagi 𝑝 sehingga 𝑎 ∈ (𝑝) atau 𝑏 ∈ (𝑝). Akibatnya dengan
teorema 2.23, diperoleh 𝑍/(𝑝) daerah integral.

Contoh II.29
Himpunan 𝑍10 = {0, 1, 2, … , 10} merupakan gelanggang terhadap operasi
penjumlahan dan perkalian modulo 10. Ideal-ideal dalam 𝑍10 adalah
(0) = {0}, (1) = (3) = (7) = (9) = 𝑍10 , (2) = (4) = (6) = (8) =
{0, 2, 4, 6, 8} dan (5) = {0, 5}. Ideal 𝐼 = (2) merupakan ideal maksimal sehingga
terbentuk gelanggang faktor

𝑍10 /𝐼 = {𝐼, 1 + 𝐼}.

hal itu berarti 𝑍10 /𝐼 merupakan lapangan yang hanya berisi 2 elemen. Jika diambil
ideal 𝐽 = (5) maka gelanggang fektor yang terbentuk adalah

𝑍10 /𝐽 = {𝐽, 1 + 𝐽, 2 + 𝐽, 3 + 𝐽, 4 + 𝐽}

Yang mempunyai sifat lapangan yangberisi 5 elemen.

2.7 Homomorphisma Gelanggang


Dalam matematika, fungsi digunakan untuk mengaitkan anggota-
anggota dari suatu sistem ke sistem lain dan untuk mentransformasikan suatu
sistem yang diberikan kedalam sistem yang lebih sederhana. Fungsi atau
pemetaan 𝑓: 𝑋 → 𝑌 yang mengawetkan operasi yang didefinisikan pada sistem-
sistemnya mempunyai sifat yang menarik yaitu, dengan menganalisis peta dari 𝑓
dapat digunakan untuk melihat sifat dari 𝑋 dan sebaliknya. Berikut ini diberikan
definisi formal dari fungsi yang mengawetkan. Operasi penjumlahan dan
pergandaan yang didefinisikan pada gelanggang.

Definisi 2.24 (Herstein, 1990 :131) Definisi homomorphisma


Misalkan 𝑅 dan 𝑅 ′ suatu gelanggang, pemetaan 𝑓 dari 𝑅 ke 𝑅 ′ disebut
homomorphisma jika berlaku :
1. 𝑓(𝑎 + 𝑏) = 𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏)
2. 𝑓(𝑎𝑏) = 𝑓(𝑎)𝑓(𝑏)
27

Untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅.
Didefinisakan juga kernel dari 𝑓 dinotasikan ker(𝑓), yaitu

𝐾𝑒𝑟(𝑓) = {𝑥 ∈ 𝑅|𝑓(𝑥) = 0𝑅′ (𝑒𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑛𝑒𝑡𝑟𝑎𝑙 𝑅 ′ )}.

Sedangkan bayangan dari 𝑓 dinotasikan 𝐼𝑚(𝑓) didefinisikan

𝐼𝑚(𝑓) = {𝑦 ∈ 𝑅 ′ |∃𝑥 ∈ 𝑅 ∋ 𝑓(𝑥) = 𝑦}.

Apabila 𝑓 suatu homomorphisma dan sekaligus injektif, 𝑓 disebut isomorphisma.


Selanjutnya gelanggang 𝑅 dan 𝑅 ′ disebut isomorphic jika terdapat isomorphisma
dari 𝑅 𝒐𝒏𝒕𝒐 𝑅 ′. Gelanggang 𝑅 isomorphic dengan 𝑅 ′ disimbolkan 𝑅 ≅ 𝑅 ′ .

Contoh II.30
𝑥 0
Didefinisikan pemetaan 𝑓: 𝑅 → 𝑀(2×2) dengan 𝑓(𝑥) = ( )
0 𝑥

Jika diambil sebarang 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑅 maka berlaku sifat:

𝑥+𝑦 0 𝑥 0 𝑦 0
𝑓(𝑥 + 𝑦) = ( )=( )+( ) = 𝑓(𝑥) + 𝑓(𝑦)
0 𝑥+𝑦 0 𝑥 0 𝑦

𝑥𝑦 0 𝑥 0 𝑦 0
𝑓(𝑥𝑦) = ( )=( )( ) = 𝑓(𝑥)𝑓(𝑦)
0 𝑥𝑦 0 𝑥 0 𝑦

hal itu berarti 𝑓 homomorphisma.

Teorema 2.25
Jika 𝑓: 𝐴 → 𝐵 homomorphisma gelanggang maka 𝑓(𝐴) gelanggang bagian dari 𝐵.

Bukti:
Karena 𝑓(0) = 0′ terdapat paling tidak 𝑓(𝐴) mengandung 𝑓(0) sehingga 𝑓(𝐴)
bukan himpunan kosong. Karena 𝑓 mengawetkan operasi +, terdapat 𝑓
homomorphisma grup dari < 𝐴, +> ke < 𝐵+>. Oleh karena itu 𝑓(𝐴) tertutup di
bawah operasi penjumlahan dan berlaku juga

𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑦) = 𝑓(𝑥) + (−𝑓(𝑦))

Terletak dalam 𝑓(𝐴) untuk semua 𝑓(𝑥), 𝑓(𝑦) dalam 𝑓(𝐴). Berarti 𝑓(𝐴) tertutup
terhadap operasi penjumlahan.
28

Karena 𝑓 mengawetkan operasi perkalian berlaku

𝑓(𝑥)𝑓(𝑦) = 𝑓(𝑥𝑦)

untuk semua 𝑓(𝑥), 𝑓(𝑦) dalam 𝑓(𝐴) dan dengan meningkat 𝐴 tertutup terdapat 𝑥𝑦
dalam 𝐴, sehingga 𝑓(𝑥) 𝑓(𝑦) dalam 𝑓(𝐴). Berarti 𝑓(𝐴)tertutup terhadap operasi
perkalian

Teorema 2.26
Diketahui 𝐴 gelanggang dan 𝐵 suatu struktur aljabar dengan dua operasi yaitu
penjumlahan (+) dan perkalian (.)
Jika 𝑓: 𝐴 → 𝐵 mengawetkan kedua operasi maka 𝑓(𝐴) gelanggang yang termuat
dalam struktur aljabar 𝐵.

Teorema 2.27
Diketahui 𝑓: 𝐴 → 𝐵 homomorphisma gelanggang dengan peta 𝑓(𝐴).
(1) Jika 𝐴 komutatif maka 𝑓(𝐴) komutatif
(2) Jika 𝐴 mempunyai anggota satuan 1 dan 𝑓(1) ≠ 0 maka satuan untuk 𝑓(𝐴).
Jika 𝑓(1) = 0 maka 𝑓(𝐴) = {0} gelanggang yang sepele.
(3) Jika 𝐴 daerah integral maka 𝑓(𝐴) tidak perlu daerah integral.
(4) Jika 𝐴 lapangan dan 𝑓(1) ≠ 0 maka 𝑓(𝐴) lapangan.

Bukti:
(1) Jika 𝐴 komutatif maka untuk sebarang 𝑓(𝑥), 𝑓(𝑦) dalam 𝑓(𝐴) berlaku
𝑓(𝑥)𝑓(𝑦) = 𝑓(𝑥𝑦) = 𝑓(𝑦)𝑓(𝑥)
Sehingga 𝑓(𝐴) komutatif.
(2) Jika 𝑓(1) = 0 maka untuk sebarang 𝑓(𝑥), 𝑓(𝑦) dalam 𝑓(𝐴) berlaku
𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑥. 1) = 𝑓(𝑥)𝑓(1) = 𝑓(𝑥)0 = 0
Sehingga 𝑓(𝐴) = {0} dan akibatnya 𝑓(𝐴) tidak mempunyai anggota satuan.
Jika 𝑓(1) ≠ 0 maka
𝑓(1)𝑓(𝑥) = 𝑓(1𝑥) = 𝑓(𝑥)
dan
𝑓(𝑥)𝑓(1) = 𝑓(𝑥1) = 𝑓(𝑥)
sehingga 𝑓(1) merupakan anggota satuan dalam 𝑓(𝐴)
(3) Jika didefinisikan pemetaan 𝑓: 𝑍 → 𝑍6 dengan 𝑛 dalam 𝑍 dipetakan ke sisa
pembagian dari 𝑛 dengan 6, maka 𝑓 homomorphisma yang surjektif sehingga
𝑓(𝑍) = 𝑍6 . Dalam hal ini 𝑍6 bukan daerah integral karena 2.3 = 0 dengan 2,3
dalam 𝑍6 sedangkan 𝑍 daerah integral.
29

(4) Jika 𝑓(1) ≠ 0 maka 𝑓(𝐴) mempunyai anggota satuan 𝑓(1).


Diambil sebarang 𝑓(𝑥) ≠ 0.
Karena 𝑓 homomorphisma grup terhadap penjumlahan, jadi 𝑓(0) = 0. Karena
𝐴 lapangan sehingga untuk 𝑥 dalam 𝐴 dan 𝑥 tidak nol, terdapat 𝑥 −1 sehingga
𝑓(𝑥 −1 ) merupakan invers terdapat perkalian dari 𝑓(𝑥) dan berlaku
𝑓(𝑥)𝑓(𝑥 −1 ) = 𝑓(𝑥𝑥 −1 ) = 𝑓(1).
Berarti juga
−1
𝑓(𝑥 −1 ) = (𝑓(𝑥))
dengan cara yang sama diperoleh
𝑓(𝑥 −1 )𝑓(𝑥) = 𝑓(1)
berarti
𝑓(𝑥 −1 ) = (𝑓(𝑥))−1 .

Teorema 2.28
Jika 𝑓: 𝐴 → 𝐵 homomorphisma gelanggang dengan inti 𝐾=
{𝑥 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐴|𝑓(𝑥) = 0} 𝐾 ideal dalam 𝐴.

Bukti:
Karena 𝑓(0) = 0, terdapat 0 dalam 𝐾 sehingga 𝐾 tidak kosong.

Ambil sebarang 𝑥, 𝑦 dalam 𝐾 dan sebarang 𝑎 dalam 𝐴. Berlaku

𝑓(𝑥 − 𝑦) = 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑦) = 0 − 0 = 0

𝑓(𝑎𝑥) = 𝑓(𝑎)𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑎). 0 = 0

𝑓(𝑎𝑥) = 𝑓(𝑥)𝑓(𝑎) = 0. 𝑓(𝑎) = 0

Hal itu berarti 𝑥 − 𝑦, 𝑎𝑥 dan 𝑥𝑎 dalam 𝐾 sehingga dengan mengingat Definisi 2.24,
𝐾 ideal.

Suatu isomorphisma gelanggang adalah homomorphisma gelanggang yang


bijektif. Jika 𝑓: 𝐴 → 𝐵 isomorphisma gelanggang maka 𝐴 dan 𝐵 secara esensial
sama (essentially the same) dan juga mempunyai sifat-sifat aljabar yang sama.
Masalah-masalah dalam gelanggang 𝐴 seringkali dapat dipecahkan dengan
perhitungan yang lebih mudah dalam gelanggang 𝐵 dan penyelesaiannya dibawa
ulang dengan menggunakan 𝑓 1 . Isomorphisma dari dirinya sendiri dinamakan
automorphisma.
30

Sifat dari inti (kernel) dalam homomorphisma gelanggang seperti dalam


grup. Bila ker (𝑓) mempunyai 𝑘 anggota maka homomorphisma 𝑓 tepat 𝑘 ke 1 yaitu
untuk setiap koset 𝑎 + ker(𝑓) dibawa ke 𝑓(𝑎). Khusunya, jika 𝑓 homomorphisma
surjektif dan ker (𝑓)={0} maka 𝐴 isomorphis dengan 𝑓(𝐴).

Teorema 2.29
Jika 𝐹 lapangan dan 𝑓: 𝐹 → 𝐵 homomorphisma gelanggang maka berlaku salah
satu
(i) 𝑓 isomorphisma antara 𝐹 dan peta 𝑓, atau
(ii) 𝑓 merupakan homomorphisma sepele yaitu 𝑓(𝑥) = 0 untuk semua 𝑥

Bukti :
Karena ker(𝑓) ⊆ 𝐹 merupakan ideal dari lapangan 𝐹 dengan mengingat teorema
2.29, berlaku salah satu ker(𝑓)={0} atau ker(𝑓)= 𝐹. Jika ker(𝑓)={0} maka 𝑓
injektif dan akibatnya 𝑓 isomorphisma dari 𝐹 ke 𝑓(𝐹)(karena 𝑓 pasti surjektif dari
𝐹 ke 𝑓(𝐹)). Jika ker (𝑓)= 𝐹 maka jelas bahwa untuk setiap 𝑥 dalam 𝐹 berlaku 𝑥 ∈
ker(𝑓) atau 𝑓(𝑥) = 0.

Contoh II.32
Akan dibuktikan bahwa 𝑓: 𝑄(√2) → 𝑄(√2) dengan 𝑓(𝑎 + 𝑏√2) = 𝑎 − 𝑏√2

merupakan automorphisma dari 𝑄(√2). Misalkan 𝑎 + 𝑏√2 dalam 𝑄(√2).


Akibatnya

𝑓(𝑎 + 𝑏√2) + (𝑐 + 𝑑√2) = 𝑓((𝑎 + 𝑐) + (𝑏 + 𝑑)√2)

= (𝑎 + 𝑐) − (𝑏 + 𝑑)√2

= 𝑎 − 𝑏√2 + 𝑐 − 𝑑√2,

= 𝑓(𝑎 + 𝑏√2) + 𝑓(𝑐 + 𝑑√2)

berikutnya akibatpada sifat perkalian

𝑓(𝑎 + 𝑏√2) + (𝑐 + 𝑑√2) = 𝑓(𝑎𝑐 + 2𝑏𝑑) + (𝑎𝑑 + 𝑏𝑐)√2)

= (𝑎𝑐 + 2𝑏𝑑) + (𝑎𝑑 + 𝑏𝑐)√2

= (𝑎 − 𝑏√2)(𝑐 − 𝑑√2),
31

= 𝑓(𝑎 + 𝑏√2) + 𝑓(𝑐 + 𝑑√2)

hal itu berarti 𝑓 homomorphisma gelanggang.

Karena ker (𝑓)≠ 𝑄(√2) sehingga 𝑓 bukan homomorphisma trivial dan 𝑄(√2)
lapangan maka 𝑓isomorphisma dari 𝑄(√2) ke 𝑓𝑄(√2)). Mudah dibuktikan bahwa

𝑓 (𝑄(√2)). Terbukti bahwa 𝑓 automorphisma.

Dalam teorema terdahulu telah dibuktikan bahwa jika 𝑓: 𝐴 → 𝐵 homomorphisma


gelanggang maka untuk ideal I dalam 𝐴 akan mengakibatkan 𝑓(𝐼) ideal dalam
𝑓(𝐴). Pandang ini merupakan pandangan ke depan (forword) sedangkan pandangan
kebelakang bertujuan untuk melihat apakah untuk setiap 𝑆 ideal dalam 𝑓(𝐴)
mengakibatkan invers 𝑓 terhadap himpunan 𝑆 (disimbolkan dengan 𝑓 1 (𝑆)) juga
ideal ?

Definisi 2.30
Diketahui 𝑓: 𝐴 → 𝐵 sebarang fungsi dan 𝑆 sebarang himpunan bagian dari 𝐵.
Himpunan 𝑓 1 (𝑆) didefinisikan sebagai semua anggota 𝐴 yang dibawa 𝑓
keanggota 𝑆.
𝑓 1 (𝑆) = {𝑥 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐴|𝑓(𝑥)𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑆}
Himpunan 𝑓 1 (𝑆) dinamakan prapeta (invers image) dari 𝑆 dibawah 𝑓.

Teorema 2.31
Diketahui 𝑓: 𝐴 → 𝐵 homomorphisma gelanggang.
(1) Jika 𝑆 ideal dalam 𝑓(𝐴) maka 𝑓 1 (𝑆) ideal dalam 𝐴.
(2) Jika 𝑆 gelanggang bagian dari 𝐵 maka 𝑓 1 (𝑆) gelanggang bagian dari 𝐴.
Bukti:
(1) Jika diambil sebarang 𝑥, 𝑦 dalam 𝑓 1 (𝑆) maka 𝑓(𝑥) = 𝑠 ′ ∈ 𝑆 dan 𝑓(𝑦) = 𝑠 ′′ ∈
𝑆. Akibatnya jika diambil sebarang 𝑥, 𝑦 dalam 𝑓 1 (𝑆) maka 𝑓(𝑥) = 𝑠 ′ ∈ 𝑆 dan
𝑓(𝑥 − 𝑦) = 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑦) = 𝑠 ′ = 𝑠 ′′ ∈ 𝑆 (karena 𝑆 ideal dalam 𝑓(𝐴)). Berarti
𝑥 − 𝑦 dalam 𝑓 1 (𝑆) . jika diambil sebarang 𝑎 dalam 𝐴 maka
𝑓(𝑎𝑥) = 𝑓(𝑎)𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑎). 𝑠 ′
Dan
𝑓(𝑥𝑎) = 𝑓(𝑥)𝑓(𝑎) = 𝑠 ′ . 𝑓(𝑎)
Dalam 𝑆 karena 𝑓(𝑎) dalam 𝑓(𝐴) dan 𝑆 ideal dalam 𝑓(𝐴). Berarti 𝑎𝑥 dan 𝑥𝑎
dalam 𝑓 1 (𝑆). Terbukti bahwa 𝑓 1 (𝑆) ideal dalam 𝐴.
32

(2) Jika diambil sebarang 𝑥, 𝑦 dalam 𝑓 1 (𝑆) maka 𝑓(𝑥) = 𝑠 ′ ∈ 𝑆 dan 𝑓(𝑦) = 𝑠 ′′ ∈
𝑆. Akibatnya 𝑓(𝑥 − 𝑦) = 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑦) = 𝑠 ′ − 𝑠 ′′ ∈ 𝑆 ( karena 𝑆 gelanggang
bagian dari 𝐵) dan disamping itu
𝑓(𝑥𝑦) = 𝑓(𝑥)𝑓(𝑦) = 𝑠 ′ . 𝑠 ′′ ∈ 𝑆
Dan
𝑓(𝑦𝑥) = 𝑓(𝑦)𝑓(𝑥) = 𝑠 ′ . 𝑠 ′′ ∈ 𝑆

Berarti 𝑥 − 𝑦, 𝑥𝑦 dan 𝑦𝑥 dalam 𝑓 1 (𝑆)

Contoh II.33
Pemetaan 𝑓: 𝑄(√2) → 𝑄(√2) dengan 𝑓(𝑎 + 𝑏√2) = 𝑎 − 𝑏√2 merupakan

automorphisma dari 𝑄(√2).


Himpunan bilangan rasional 𝑄 merupakan gelanggang bagian dalam 𝑄(√2)
sehingga 𝑓 1 (𝑄) = 𝑄 yang merupakan gelanggang bagian dari dalam daerah asal.

Contoh II.34
Misalkan 𝐹 lapangan dalam mana setiap elemen 𝑥 memenuhi 2. 𝑥 = 𝑥 + 𝑥 = 0.
Himpunan 𝑍2 merupakan salah satu contoh dari lapangan yang mempunyai sifat
tersebut dan demikian juga lapangan dalam contoh ini didefinisikan 𝑓: 𝐹 → 𝐹
dengan 𝑓(𝑥) = 𝑥 2

Lemma 2.32 (Herstein, 1990: 135)


misalkan 𝑅 gelanggang dan 𝑀 ideal dari 𝑅, didefinisikan pemetaan 𝑓; 𝑅 → 𝑅⁄𝑀
yaitu 𝑓(𝑎) = 𝑎 + 𝑀, ∀𝑎 ∈ 𝑅 maka 𝑓 suatu homorphisma dari 𝑅 𝑜𝑛𝑡𝑜 𝑅⁄𝑀.

Bukti:
Pertama, dibuktikan 𝑓 𝑤𝑒𝑙𝑙 𝑑𝑒𝑓𝑖𝑛𝑒𝑑. Untuk itu, ambil sebarang 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 dengan
𝑎 = 𝑏 akan ditunjukan 𝑓(𝑎) = 𝑓(𝑏). Perhatikan, karena 𝑎 − 𝑏 = 0𝑅 (elemen netral
di 𝑅) dan 𝑀 ideal di 𝑅 berakibat (𝑎 − 𝑏) ∈ 𝑀 sehingga 𝑓(𝑎) = 𝑎 + 𝑀 = 𝑏 + 𝑀 =
𝑓(𝑏). Jadi, 𝑓 𝑤𝑒𝑙𝑙 𝑑𝑒𝑓𝑖𝑛𝑒𝑑.
Untuk membuktikan 𝑓 suatu homomorphisma ambil sebarang 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅. Perhatikan,
𝑓(𝑎 + 𝑏) = (𝑎 + 𝑏) + 𝑀
= (𝑎 + 𝑀) + (𝑏 + 𝑀)
= 𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏),
33

serta
𝑓(𝑎𝑏) = (𝑎𝑏) + 𝑀
= (𝑎 + 𝑀) ∗ (𝑏 + 𝑀)
= 𝑓(𝑎) ∗ 𝑓(𝑏)
Terbukti 𝑓 homomorphisma.

Untuk membuktikan 𝑓 surjektif, ambil sebarang 𝑐 ∈ 𝑅⁄𝑀 berarti 𝑐 dapat


dinyatakan 𝑐 = 𝑟 + 𝑀 untuk suatu 𝑟 ∈ 𝑅. Dengan kata lain 𝑐 = 𝑓(𝑟). Jadi, 𝑓
surjektif.

Jadi, 𝑓 homomorphisma dari 𝑅 𝑜𝑛𝑡𝑜 𝑅⁄𝑀.

Teorema 2.33 (Herstein, 1990: 135)


Misalkan 𝑅 dan 𝑅 ′ gelanggang. Jika pemataan 𝑓: 𝑅 → 𝑅 ′ adalah suatu
homomorphisma, maka 𝑅⁄𝐼 ≅ 𝐼𝑚(𝑓) dengan 𝐼 = 𝐾𝑒𝑟(𝑓).

Bukti :
Untuk menunjukan 𝑅⁄𝐼 ≅ 𝐼𝑚(𝑓) berarti harus ditunjukkan terdapat isomorphisma
dari 𝑅⁄𝐼 𝑜𝑛𝑡𝑜 𝐼𝑚(𝑓). Terlebih dahulu dibuktikan bahwa 𝐼 = 𝐾𝑒𝑟(𝑓) ideal dari 𝑅.
Berdasarkan definisi kernel, didapat 𝐼 ⊆ 𝑅 dan karena 𝑓 homomorphisma 𝑓(0𝑅 ) =
0𝑅 , jadi 𝐼 ≠ ∅. Selanjutnya ambil sebarang 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐼 dan sebarang 𝑟 ∈ 𝑅 sehingga
berlaku,

𝑓(𝑎 − 𝑏) = 𝑓(𝑎 + (−𝑏))

= 𝑓(𝑎) + 𝑓(−𝑏)

= 𝑓(𝑎) + (−𝑓(𝑏))

= 0𝑅 ′ + 0𝑅 ′
= 0𝑅′
Jadi, (𝑎 − 𝑏) ∈ 𝐼.
𝑓(𝑎𝑟) = 𝑓(𝑎) ∗ 𝑓(𝑟) = 0𝑅′ ∗ 0𝑅′ = 0𝑅′ ,
serta berlaku pula
𝑓(𝑟𝑎) = 𝑓(𝑟) ∗ 𝑓(𝑎) = 0𝑅′ ∗ 0𝑅′ = 0𝑅′
Sehingga 𝑎𝑟, 𝑟𝑎 ∈ 𝐼. Oleh karena itu, terbukti 𝐼 ideal dari 𝑅.

Dari lemma 1.2.8 diperoleh, terdapat homomorphisma 𝜑 dari 𝑅 𝑜𝑛𝑡𝑜 𝑅⁄𝐼 yaitu
𝜑(𝑟) = 𝑟 + 1. Selanjutnya didefinisikan pemetaan 𝜏: 𝑅⁄𝐼 → 𝐼𝑚(𝑓) yaitu 𝜏(𝑎) =
34

𝜏(𝜑(𝑟)) = 𝑓(𝑟) untuk setiap 𝑎 ∈ 𝑅⁄𝐼 dan suatu 𝑟 ∈ 𝑅. Akan dibuktikan bahwa 𝜏
adalah isomorphisma dari 𝑅⁄𝐼 𝑜𝑛𝑡𝑜 𝐼𝑚(𝑓).

Pertama, dibuktikan bahwa pemetaan 𝜏 𝑤𝑒𝑙𝑙 𝑑𝑒𝑓𝑖𝑛𝑒𝑑. Untuk itu ambil sebarang
𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅⁄𝐼 dengan 𝑎 = 𝑏. Karena 𝜑 surjektif, berarti 𝑎 = 𝜑(𝑟1 ) dan 𝑏 = 𝜑(𝑟2 )
untuk suatu 𝑟1 , 𝑟2 ∈ 𝑅. Sehingga
𝑟1 + 1 = 𝜑(𝑟1 ) = 𝜑(𝑟2 ) = 𝑟2 + 1
berakibat (𝑟1 − 𝑟2 ) ∈ 𝐼 atau 𝑟1 − 𝑟2 = 𝑖 ⟺ 𝑟1 = 𝑖 + 𝑟2 untuk setiap 𝑖 ∈ 𝐼. Oleh
karena itu diperoleh,
𝑓(𝑟1 ) = 𝑓(𝑖 + 𝑟2 ) = 𝑓(𝑖) + 𝑓(𝑟2 ) = 0𝑅′ + 𝑓(𝑟2 ) = 𝑓(𝑟2 )
jadi,

𝜏(𝑎) = 𝜏(𝜑(𝑟1 )) = 𝑓(𝑟1 ) = 𝑓(𝑟2 ) = 𝜏(𝜑(𝑟2 )) = 𝜏(𝑏)

sehingga terbukti 𝜏 𝑤𝑒𝑙𝑙 𝑑𝑒𝑓𝑖𝑛𝑒𝑑.

Kedua, ditunjukkan 𝜏 suatu homomorphisma. Untuk itu ambil sebarang 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅⁄𝐼


sehingga dapat dinyatakan 𝑎 = 𝜑(𝑟1 ) dan 𝑏 = 𝜑(𝑟2 ) untuk suatu 𝑟1 , 𝑟2 ∈ 𝑅.
Diperoleh pula (𝑎 + 𝑏) = 𝜑(𝑟1 ) + 𝜑(𝑟2 ) = 𝜑(𝑟1 + 𝑟2 ) dan (𝑎𝑏) = 𝜑(𝑟1 ) ∗
𝜑(𝑟2 ) = 𝜑(𝑟1 𝑟2 )
perhatikan,
𝜏(𝑎 + 𝑏) = 𝜏(𝜑(𝑟1 + 𝑟2 )) = 𝑓(𝑟1 + 𝑟2 ) = 𝑓(𝑟1 ) + 𝑓(𝑟2 ) = 𝜏(𝑎) + 𝜏(𝑏) serta
𝜏(𝑎𝑏) = 𝜏(𝜑(𝑟1 𝑟2 )) = 𝑓(𝑟1 𝑟2 ) = 𝑓(𝑟1 ) ∗ 𝑓(𝑟2 ) = 𝜏(𝑎) ∗ 𝜏(𝑏)
terbukti, 𝜏 homomorphisma.
Terahir, tinggal ditunjukkan 𝜏 injektif sekaligus surjektif. Cara menunjukkan 𝜏
injektif, ambil sebarang 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅⁄𝐼 sehingga dapat dinyatakan 𝑎 = 𝜑(𝑟1 ) dan 𝑏 =
𝜑(𝑟2 ) untuk setiap 𝑟1 , 𝑟2 ∈ 𝑅. Jika 𝜏(𝑎) = 𝜏(𝑏) harus ditunjukkan 𝑎 = 𝑏. Karena
𝜏(𝑎) = 𝑓(𝑟1 ) dan 𝜏(𝑏) = 𝑓(𝑟2 ) serta 𝜏(𝑎) = 𝜏(𝑏) berakibat 𝑓(𝑟1 ) = 𝑓(𝑟2 ).
Sehingga,
𝑓 (𝑟1 − 𝑟2 ) = 𝑓(𝑟1 ) − 𝑓(𝑟2 ) = 0𝑅′
oleh karena itu, (𝑟1 − 𝑟2 ) ∈ 𝐼. Hal ini berakibat,
𝑟1 + 𝐼 = 𝑟2 + 𝐼
yang berarti,
𝑎 = 𝜑(𝑟1 ) = 𝑟1 + 𝐼 = 𝑟2 + 𝐼 = 𝜑(𝑟2 ) = 𝑏
jadi, terbukti 𝜏 injektif.
35

Untuk menunjukkan 𝜏 surjektif, ambil sebarang 𝑡 ∈ 𝐼𝑚(𝑓) akan ditunjukkan


terdapat 𝑎 ∈ 𝑅⁄𝐼 sedemikian hingga 𝜏(𝑎) = 𝑡. Perhatikan, karena 𝑡 ∈ 𝐼𝑚(𝑓)
berarti ∃𝑟 ∈ 𝑅 sedemikian hingga berlaku 𝑓(𝑟) = 𝑡. Demikian pula dengan
memanfaatkan homomorphisma 𝜑, ∃𝑤 ∈ 𝑅⁄𝐼 sehingga 𝜑(𝑟) = 𝑤. Oleh karena
itu pilih 𝑎 = 𝑤, sehingga berlaku,

𝜏(𝑎) = 𝑡(𝑤) = 𝜏(𝜑(𝑟)) = 𝑓(𝑟) = 𝑡

terbukti 𝜏 surjektif.

Oleh karena itu, 𝜏 adalah isomorphisma dari 𝑅⁄𝐼 𝑜𝑛𝑡𝑜 𝐼𝑚(𝑓) yang berarti
𝑅⁄ ≅ 𝐼𝑚(𝑓).
𝐼

2.8 Modul
Dalam kajian modul tidak terlepas dari struktur grup dan gelanggang.
Dalam hal ini grupnya adalah grup komutatif dan gelanggang dengan unsur
kesatuan.

Definisi 2.34 (Dummit and Foote, 2004: 337)


Diberikan gelanggang R, M disebut modul atas gelanggang R jika memenuhui :
(1)M terhadap operasi penjumlahan merupakan grup komutatif
(2)Untuk setiap 𝑟 ∈ R , m M didefinisikan pekalian skalar 𝑟𝑚 ∈ 𝑀 telah
memenuhi
(i) ( r + s ) m = rm + rs , untuk semua r,s ∈ R, m ∈ M,
(ii) (rs)m = r(sm), untuk semua r , s ∈ R, m ∈ 𝑀,
(iii) r (m + n ) = rm + rn. Untuk semua r ∈ 𝑅, m,n ∈ 𝑀,
(iv) 1m = m untuk semua m ∈ 𝑀 dimana 1 elemen identitas dari R.

Contoh II.34
1) Diberikan gelanggang R yang didefinisiikan dengan
Rn = ⏟
𝑅 ×. . .× 𝑅 = {(r1, r2 , ... , rn)|r ∈ Rn, i = 1,2, ... , n}
𝑛 𝑘𝑎𝑙𝑖

untuk setiap r ∈ Rn, i = 1,2 ... , n adalah modul atas gelanggang R, pada Rn
didefinisikan operasi penjumlahan dengan
(r1 ,r2 , ..., rn) + (s1, s2, ..., sn) = (r1 + s1, r2 + s2 , ..., rn + sn)
untuk setiap (r1, r2 , ... , rn) + (s1, s2, ..., sn) ∈ Rn
(1) Akan ditunjukkan bahwa Rn adalah grup komutatif terhadap operasi
penjumlahan memenuhi :
(a) Untuk setiap (r1, r2 , ... , rn), (s1, s2, ..., sn) ∈ Rn, i= 1,2 ..., n,
36

(r1 ,r2 , ..., rn) + (s1, s2, ..., sn) = (r1, r2 , ... , rn) + (s1, s2, ..., sn) ∈ Rn
Jadi Rn tertutup pada operasi penjumlahan.

(b) Untuk setiap (r1, r2 , ... , rn), (s1, s2, ..., sn) (t1, t2, ..., tn) ∈ Rn, i= 1,2 ..., n,

[(r1 ,r2 , ..., rn) + (s1, s2, ..., sn)] + (t1, t2, ..., tn) = (r1 + s1, r2 + s2 , ..., rn + sn) + (t1, t2,
..., tn)

= (r1 + s1 + t1 , r2+s2 + t2 , ..., rn + sn + tn)

= (r1 + (s1 + t1) , r2 + (s2 + t2) , ..., rn + sn + tn))

= (r1 ,r2 , ..., rn) + (s1 + t1, s2 + t2 , ..., sn + tn)

= (r1 ,r2 , ..., rn) + [(s1, s2, ..., sn) + (t1, t2, ..., tn)] ∈ Rn

Jadi Rn assosiatif pada operasi penjumlahan.

(c) Untuk setiap (r1, r2 , ... , rn), (s1, s2, ..., sn) ∈ Rn, i= 1,2 ..., n,

elemen identitasnya adalah :

(r1, r2 , ... , rn) + (0,0, ..., 0) = (r1 + 0, r2 + 0, ... , rn + 0) = (r1, r2 , ... , rn) ∈ Rn.

Jadi Rn mempunyai elemen identitas pada operasi penjumlahan.

(d) Untuk setiap (r1, r2 , ... , rn), (s1, s2, ..., sn) ∈ Rn, i= 1,2 ..., n, invers dari (r1, r2 , ... ,
rn) adalah (-r1, -r2 , ... , -rn).

(r1, r2 , ... , rn) + (-r1, -r2 , ... , -rn) = (r1 - r1, r2 -r2 , ... , rn -rn).

= (0,0,...0) ∈ Rn

Jadi ∈ Rn mempunyai invers pada operasi penjumlahan.

(e) Komutatif

Untuk setiap (r1, r2 , ... , rn), (s1, s2, ..., sn) ∈ Rn, i= 1,2 ..., n,

(r1 ,r2 , ..., rn) + (s1, s2, ..., sn) = (r1 + s1, r2 + s2 , ..., rn + sn)

= (s,+ r1 + s2 + r2 , ..., sn + rn)

= (s1, s2, ..., sn) + (r1 ,r2 , ..., rn) ∈ 𝑅 n


37

Jadi Rn komutatif pada operasi penjumlahan.

Jadi Rn grup komutatif pada operasi penjumlahan.

(2) Untuk setiap 𝜆 ∈ 𝑅, (r1 ,r2 , ..., rn) ∈ 𝑅 n, didefinisikan perkalian skalar
𝜆 (r1 ,r2 , ..., rn) = (𝜆r1 , 𝜆r2 , ..., 𝜆rn) ∈ 𝑅 n
akan ditunjukkan perkalian skalar memenuhi aksioma modul,
𝜆 (r1 ,r2 , ..., rn) = (𝜆r1 , 𝜆r2 , ..., 𝜆rn) ∈ 𝑅 n.
(i) (𝜆 + 𝜇) (r1 ,r2 , ..., rn) = 𝜆 (r1 ,r2 , ..., rn) + 𝜇 (r1 ,r2 , ..., rn), untuk semua
(r1 ,r2 , ..., rn) ∈ 𝑅 n, 𝜆, 𝜇 ∈ 𝑅,
(𝜆 + 𝜇) (r1 ,r2 , ..., rn) = ((𝜆 + 𝜇)r1 , (𝜆 + 𝜇)r2 , ..., (𝜆 + 𝜇)rn)

=((𝜆𝑟1 +𝜇𝑟1) , (𝜆𝑟2 +𝜇𝑟2) , ..., (𝜆𝑟n +𝜇𝑟n))

= (𝜆𝑟1, 𝜆𝑟2, ..., 𝜆𝑟n) + (𝜇𝑟1 + 𝜇𝑟2, ..., 𝜇𝑟n)


= 𝜆 (r1 ,r2 , ..., rn) + 𝜇 (r1 ,r2 , ..., rn)
(𝑖𝑖) 𝜆 [(r1 ,r2 , ..., rn) + (s1, s2, ..., sn)] = 𝜆 (r1 ,r2 , ..., rn) + 𝜆 (s1, s2, ..., sn)
Untuk semua (r1, r2 , ... , rn), (s1, s2, ..., sn) ∈ Rn, 𝜆 ∈ 𝑅,
𝜆 [(r1 ,r2 , ..., rn) + (s1, s2, ..., sn)] = 𝜆 (r1 ,r2 , ..., rn) + 𝜆 (s1, s2, ..., sn)
= (𝜆 (r1 + s1), 𝜆(r2 + s2 ,) ... , 𝜆(rn + sn)
= ((𝜆r1 +𝜆s1), (𝜆r2 +𝜆s2 ,) ... , (𝜆rn +𝜆sn))
= 𝜆(r1 ,r2 , ..., rn) + 𝜆(s1, s2, ..., sn)
(𝑖𝑖𝑖) 𝜆𝜇(r1 ,r2 , ..., rn) = 𝜆(𝜇(r1 ,r2 , ..., rn)) untuk semua 𝜆, 𝜇 ∈ 𝑅, (r1 ,r2 , ..., rn) ∈ 𝑅 n,
𝜆𝜇(r1 ,r2 , ..., rn) = (𝜆𝜇r1 , 𝜆𝜇r2 , ..., 𝜆𝜇rn)
=𝜆 (𝜇r1 ,𝜇r2 , ..., 𝜇rn)
= 𝜆(𝜇(r1 ,r2 , ..., rn))

(iv) 1(r1 ,r2 , ..., rn) = (r1 ,r2 , ..., rn) untuk semua (r1 ,r2 , ..., rn) ∈ 𝑅 n dimana 1 adalah

elemen identitas dari 𝑅 n.


1(r1 ,r2 , ..., rn) = (1r1 ,1r2 , ..., 1rn)
= (r1 ,r2 , ..., rn)
Jadi 𝑅 n adalah modul atas gelanggang 𝑅.
38

2) Diberikan 𝑅, yang didefinisikan dengan


𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛
𝑀𝑛 (R) = {( ⋮ ⋱ ⋮ ) |𝑟𝑖𝑗 ∈ 𝑅, 𝑖, 𝑗 = 1,2, ⋯ , 𝑛}
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛
adalah modul atas gelanggang 𝑅.
(1)Akan ditunjukan bahwa 𝑀𝑛 (R) adalah grup komutatif terhadap operasi
penjumlahan, mengikuti contoh 2.1.1 nomor 1).
𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛
(2)Untuk setiap 𝜆 ∈ 𝑅, ( ⋮ ⋱ ⋮ ) 𝑀𝑛 (R) terdapat pemetaan
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛

𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛


𝑓: 𝜆 ( ⋮ ⋱ ⋮ ) → 𝑀𝑛 (𝑅), 𝜆 ( ⋮ ⋱ ⋮ ) ∈ 𝑀𝑛 (𝑅),
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛

𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝜆𝑟11 ⋯ 𝜆𝑟1𝑛


𝜆( ⋮ ⋱ ⋮ ) = ( ⋮ ⋱ ⋮ ) ∈ 𝑀𝑛 (𝑅).
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝜆𝑟𝑛1 ⋯ 𝜆𝑟𝑛𝑛
𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛
(i) (𝜆 + 𝜇) ( ⋮ ⋱ ⋮ ) = 𝜆 ( ⋮ ⋱ ⋮ ) + 𝜇 ( ⋮ ⋱ ⋮ ), untuk semua
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛
𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛
𝜆 ( ⋮ ⋱ ⋮ ) ∈ 𝑀𝑛 (𝑅), 𝜆, 𝜇 ∈ R,
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛
𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 (𝜆 + 𝜇)𝑟11 ⋯ (𝜆 + 𝜇)𝑟1𝑛
(𝜆 + 𝜇) ( ⋮ ⋱ ⋮ ) = ( ⋮ ⋱ ⋮ )
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 (𝜆 + 𝜇)𝑟𝑛1 ⋯ (𝜆 + 𝜇)𝑟𝑛𝑛

𝜆𝑟11 + 𝜇𝑟11 ⋯ 𝜆𝑟1𝑛 + 𝜇𝑟1𝑛


=( ⋮ ⋱ ⋮ )
𝜆𝑟𝑛1 + 𝜇𝑟𝑛1 ⋯ 𝜆𝑟𝑛𝑛 + 𝜇𝑟𝑛𝑛

𝜆𝑟11 ⋯ 𝜆𝑟1𝑛 𝜇𝑟11 ⋯ 𝜇𝑟1𝑛


= ( ⋮ ⋱ ⋮ ) + (𝜇 ⋮ ⋱ ⋮ )
𝜆𝑟𝑛1 ⋯ 𝜆𝑟𝑛𝑛 𝑟𝑛1 ⋯ 𝜇𝑟𝑛𝑛

𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛


= 𝜆 ( ⋮ ⋱ ⋮ ) + 𝜇 ( ⋮ ⋱ ⋮ ) ∈ 𝑀𝑛 (𝑅)
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛
39

𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝑠11 ⋯ 𝑠1𝑛 𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛


(ii) 𝜆 (( ⋮ ⋱ ⋮ )+( ⋮ ⋱ ⋮ )) = 𝜆 ( ⋮ ⋱ ⋮ ) +
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝑠𝑛1 ⋯ 𝑠𝑛𝑛 𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛
𝑠11 ⋯ 𝑠1𝑛 𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝑠11 ⋯ 𝑠1𝑛
𝜆( ⋮ ⋱ ⋮ ) untuk semua ( ⋮ ⋱ ⋮ ), ( ⋮ ⋱ ⋮ )∈
𝑠𝑛1 ⋯ 𝑠𝑛𝑛 𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝑠𝑛1 ⋯ 𝑠𝑛𝑛
𝑀𝑛 (𝑅), 𝜆 ∈ R,

𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝑠11 ⋯ 𝑠1𝑛 𝑟11 + 𝑠11 ⋯ 𝑟1𝑛 + 𝑠1𝑛


𝜆 (( ⋮ ⋱ ⋮ )+( ⋮ ⋱ ⋮ )) = 𝜆 ( ⋮ ⋱ ⋮ )
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝑠𝑛1 ⋯ 𝑠𝑛𝑛 𝑟𝑛1 + 𝑠𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 + 𝑠𝑛𝑛

𝜆(𝑟11 + 𝑠11 ) ⋯ 𝜆(𝑟1𝑛 + 𝑠1𝑛 )


=( ⋮ ⋱ ⋮ )
𝜆(𝑟𝑛1 + 𝑠𝑛1 ) ⋯ 𝜆(𝑟𝑛𝑛 + 𝑠𝑛𝑛 )

𝜆𝑟11 ⋯ 𝜆𝑟1𝑛 𝜆𝑠11 ⋯ 𝜆𝑠1𝑛


=( ⋮ ⋱ ⋮ )+( ⋮ ⋱ ⋮ )
𝜆𝑟𝑛1 ⋯ 𝜆𝑟𝑛𝑛 𝜆𝑠𝑛1 ⋯ 𝜆𝑠𝑛𝑛

𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝑠11 ⋯ 𝑠1𝑛


= 𝜆( ⋮ ⋱ ⋮ ) + 𝜆 ( ⋮ ⋱ ⋮ ) ∈ 𝑀𝑛 (𝑅)
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝑠𝑛1 ⋯ 𝑠𝑛𝑛

𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛


(iii) (𝜆𝜇) ( ⋮ ⋱ ⋮ ) = 𝜆(𝜇 ( ⋮ ⋱ ⋮ )) untuk semua ( ⋮ ⋱ ⋮ ) ∈
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛
𝑀𝑛 (𝑅), 𝜆 ∈ R,
𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 𝜆𝜇𝑟11 ⋯ 𝜆𝜇𝑟1𝑛
(𝜆𝜇) ( ⋮ ⋱ ⋮ ) = ( ⋮ ⋱ ⋮ )
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 𝜆𝜇𝑟𝑛1 ⋯ 𝜆𝜇𝑟𝑛𝑛
𝜇𝑟11 ⋯ 𝜇𝑟1𝑛
=𝜆( ⋮ ⋱ ⋮ )
𝜇𝑟𝑛1 ⋯ 𝜇𝑟𝑛𝑛
𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛
= 𝜆(𝜇 ( ⋮ ⋱ ⋮ )) ∈ 𝑀𝑛 (𝑅)
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛
𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 1𝑟11 ⋯ 1𝑟1𝑛 𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛
(iv) 1 ( ⋮ ⋱ ⋮ )=( ⋮ ⋱ ⋮ ) untuk semua ( ⋮ ⋱ ⋮ )∈
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 1𝑟𝑛1 ⋯ 1𝑟𝑛𝑛 𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛
𝑀𝑛 (𝑅)dimana 1adalah elemen identitas dari 𝑀𝑛 (𝑅),
𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛 1𝑟11 ⋯ 1𝑟1𝑛
1( ⋮ ⋱ ⋮ ) =( ⋮ ⋱ ⋮ )
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛 1𝑟𝑛1 ⋯ 1𝑟𝑛𝑛
40

𝑟11 ⋯ 𝑟1𝑛
= ( ⋮ ⋱ ⋮ ) ∈ 𝑀𝑛 (𝑅)
𝑟𝑛1 ⋯ 𝑟𝑛𝑛
Jadi 𝑀𝑛 (𝑅) adalah modul atas gelanggang 𝑅.

2.9 Modul Faktor

Dalam aljabar abstrak, Modul merupakan dua himpunan (grup abel dan
ring) yang memiliki suatu operasi biner. Dengan demikian, modul atas lapangan
adalah bentuk umum dari ruang vektor dimana operasi penjumlahan dipenuhi oleh
grup abel dan perkalian antara grup abel dengan skalar dari lapangan. Layaknya
struktur aljabar, modul memiliki submodul yang didasari dari himpunan bagian
yang didasari dari himpunan bagian dari modul yang tertutup pada operasi biner
yang sama.

Modul sederhana merupakan modul yang tidak memiliki submodul sejati


yaitu dapat diartikan submodul dari modul sederhana adalah submodul trivial {0}
dan dirinya sendiri. Sifat-sifat yang dikaji pada modul sederhana mengarah pada
Teorema Jacobson Density.

Teorema Jacobson Density telah dibuktikan oleh Nathan Jacobson dalam


karya tulisnya “Structure theory of simple rings without finiteness assumption”,
Trans. Amer. Math. Soc., 1945. Dalam matematika, khususnya dalam teori ring
non-komulatif, aljabar modern, dan teori modul, Teorema Jacobson Density adalah
teorema yang dikonsentrasikan dalam pembahasan modul sederhana atas ring 𝑅
primitif yang merupakan dense ring endomorfisma dari ruang vektor atas ring
divisi. Modul atas ring 𝑅 merupakan suatu generalisasi dari ruang vektor atas suatu
lapangan/field. Berikut definisi modul dan beberapa kajian terkait untuk Teorema
Jacobson Density.

Misalkan 𝑅 adalah gelanggang (tidak harus komutatif). 𝑅-modul Kiri (atau


Modul Kiri dari 𝑅) adalah sebuah grup abelian 𝑅-modul 𝑀 dengan sebuah peta
perkalian skalar

𝑅×𝑀 →𝑀
41

yang memenuhi aksioma berikut (ditulis (𝑎, 𝑚) untuk perkalian skalar dari 𝑚 ∈ 𝑀
oleh 𝑎 ∈ 𝑅). Dalam aksioma ini, 𝑎, 𝑏 adalah elemen dari 𝑅 dan 𝑚, 𝑛 adalah elemen
dari 𝑀.

𝑎(𝑚 + 𝑛) = 𝑎𝑚 + 𝑎𝑛;

(𝑎 + 𝑏)𝑛 = 𝑎𝑚 + 𝑏𝑚;

(𝑎𝑏)𝑚 = 𝑎(𝑏𝑚);

1𝑚 = 𝑚.

Contoh II.35
Grup abel 𝑅 𝑛 = 𝑅 × … × 𝑅 sebanyak 𝑛 pengulangan adalah 𝑅-modul Kiri dengan

𝑎(𝑎1 , … , 𝑎𝑛 ) = (𝑎𝑎1 , … , 𝑎𝑎𝑛 )

Dimana 𝑎, 𝑎1 , … , 𝑎𝑛 ∈ 𝑅, dengan demikian 𝑅 adalah 𝑅-ModulKiri. Sebelum


mengkaji tentang submiodul dan beberapa bentuk modul, terlebih dahulu dikaji
beberapa sifat fungsi pada modul, seperti homomorfisma dan endomorfisma yang
terdefinisikan sebagai berikut.

Diberikan ring 𝑅 dan 𝑁, 𝑀 adalah 𝑅-Modul Kiri.

Fungsi 𝑓: 𝑀 → 𝑁 adalah homomorfisma dari 𝑅-Modul jika memnuhi sifat berikut:

𝑓(𝑚1 + 𝑚2 ) = 𝑓(𝑚1 )𝑓(𝑚2 )

∴ untuk semua 𝑚1 , 𝑚2 ∈ 𝑀,

𝑓(𝑎𝑚) = 𝑎𝑓(𝑚)

∴ untuk semua 𝑚 ∈ 𝑀.

Himpunan semua homorfisma dai 𝑅-Modul 𝑀 ke 𝑁 dinotasikan dengan


𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁).

Jika 𝑀 = 𝑁, maka 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) dinotasikan dengan 𝐸𝑛𝑑𝑅 (𝑀). Elemen dari
𝐸𝑛𝑑𝑅 (𝑀) disebut endomorfisma. Jika 𝑓 ∈ 𝐸𝑛𝑑𝑅 (𝑀) dapat diinverskan, maka
disebut Automorfisma dari 𝑀. Grup dari semua Automorfisma 𝑀 dari 𝑅-Modul
dinotasikan dengan 𝐴𝑢𝑡𝑅 (𝑀) jika 𝑓: 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) mak dapat didefinisikan
42

𝐾𝑒𝑟(𝑓) ⊆ 𝑀 dan 𝐼𝑚(𝑓) ⊆ 𝑁 sebagai karnel dan image dari 𝑓 yang berlaku pada
homomorfisma grup abelian.

Contoh II.36
ℝ = himpunan bilangan real. Fungsi 𝜑: ℝ → ℝ adalah 𝜑(𝑥) = 2𝑥, untuk setiap 𝑥 ∈
ℝ, merupakan homomorphisma.

Selanjutnya, untuk pembuktian Teorema Jacobson Density perlu diketahui tentang


submodul yang dalam pemetaan natural dapat bersesuaian dengan annihilator.

Jika 𝑅 adalah ring dan 𝑀 adalah 𝑅-ModulKiri, annihilator dari 𝑀 adalah

𝐴𝑛𝑛(𝑀) = 𝐴𝑛𝑛𝑅 (𝑀)

= {𝑎 ∈ 𝑅|𝑎𝑚 = 0, ∀𝑚 ∈ 𝑀}.

Contoh II.37
Grup abel 𝑅 𝑛 = 𝑅 × … × 𝑅 sebanyak 𝑛 pengulangan adalah 𝑅-ModulKiri dengan
𝑎(𝑎1 , … , 𝑎𝑛 ) = (𝑎𝑎1 , … , 𝑎𝑎𝑛 )

Dengan 𝑎, 𝑎1 , … , 𝑎𝑛 ∈ 𝑅, dengan demikian 𝑅 adalah 𝑅-ModulKiri dan dapat


dilihat 𝐴𝑛𝑛(𝑅) = {0 ∈ 𝑅|0𝑟 = 0, ∀𝑟 ∈ 𝑅}.

Diberikan 𝑀 sebagai modul atas 𝑅. 𝑁 diakatakan submodal (stas ring 𝑅) jika 𝑁


adalah subgrup dari 𝑀 sehingga 𝑎𝑛 ∈ 𝑁 untuk semua 𝑎 ∈ 𝑅 dan 𝑛 ∈ 𝑁.

Contoh II.38
Setiap ring dapat dipandang sebagai modul atas dirinya sendiri. Submodal dari 𝑅
adalah ideal dari 𝑅.

Dalam pembahasan isomorfisma modul ditunjukan modul kuosien merupakan


modul yang dihasilkan dari pemetaan natural. Oleh karena itu, diberikan kajian
tentang modu kuosien dalam paparan berikut. Jika 𝑁 adalah submodul dari 𝑅-
Modul 𝑀, maka modul kuosien adalah grup kuosien 𝑀/𝑁 (perlu diingat bahwa 𝑀
adalah grup abel dan 𝑁 adalah subgrup) tertutup dengan perkalian skalar
𝑟(𝑚 + 𝑁) = 𝑟𝑚 + 𝑁.

Pemetaan natural 𝜋: 𝑀 → 𝑀/𝑁 diberikan dengan 𝑚 ↦𝑚+𝑁 adalah


Homomorfisma 𝑅-modul.
43

Contoh II.39
Ring 𝑅 dengan ideal 𝐼 dapat memiliki ring kuesien 𝑅/𝐼. Karena ring dapat dilihat
sebagai modul atas dirinya sendiri, dengan demikian 𝑅/𝐼 adalah modul kuosien.
Perlu diketahui bahwa setiap subgrup normal 𝐾 ⊲ 𝐺 adalah kernel dari suatu
homomorfisma yang akan digunakan dalam pemahaman Teorema Isomorfisma
Modul.

Bukti:
Didefiniskan pemetaan natural 𝜋: 𝐺 → 𝐺/𝐾 dengan 𝜋(𝑎) = 𝑎𝐾. Dapat dituliskan
𝜋(𝑎)𝜋(𝑏) = 𝜋(𝑎𝑏); dengan demikian 𝜋 adalah homomorfisma (surjektif). Karena
𝐾 adalah elemen identitasdi 𝐺/𝐾.

𝐾𝑒𝑟(𝜋) = {𝑎 ∈ 𝐺|𝜋(𝑎) = 𝐾}

= {𝑎 ∈ 𝐺|𝑎𝐾 = 𝐾} = 𝐾,

Jadi, terbukti bahwa setiap subgrup normal 𝐾 ⊲ 𝐺 adalah kernel dari suatu
homomorfisma.

Dari definisi modul kemudian dikembangkan modul sederhana yang


menjadi dasar topik utama dalam penelitian ini, kajian terkait definisi modul
sederhana diberikan dalam paparan berikut. Jika 𝑅 adalah gelanggang (tidak harus
komutatif) dan 𝑀 ≠ {0} adalah 𝑅-Modul tidak tereduksi jika submodulnya hanya
{0} dan 𝑀 saja.

Contoh II.40
ℤ-Modul ℤ5 adalah modul sederhana karena ℤ5 , tidak memiliki subgrup selain {0}
dan ℤ5 itu sendiri. Jadi ℤ-Modul ℤ5 adalah modul sederhana.

𝑅-Modul 𝑀 kiri disebut siklik jika dapat dibangun oleh satu elemen yaitu 𝑀 =
〈𝑥〉 = 𝑅𝑥 = 𝑅𝑥 = {𝑟𝑥|𝑟𝜖𝑅} untuk suatu 𝑥 ∈ 𝑀. Demikian pula, 𝑅-Modul 𝑁 kanan
disebut siklik jika 𝑁 = 𝑦𝑅 untuk suatu 𝑦 ∈ 𝑁

Contoh II.41
ℤ-Modul ℤ3 adalah modul siklik karena dapat dibangun oleh 1 ∈ ℤ-Modul ℤ3 .
Kemudian, definisi dari sifat modul sederhana berikutnya length, sebelum dikaji
tentang length perlu diketahui kajian terkait chain submodul sebagai dasar
penentuan length suatu modul, berikut definisi chain dan length. Jika 𝑅 adalah
44

gelanggang (tidak haus komutatif) dan 𝑀 adalah 𝑅-Modul, maka chain dari
submodal 𝑀 sehingga terbentuk seperti berikut:

〈0〉 = 𝑀0 ⊂ 𝑀1 ⊂ 𝑀2 ⊂ ⋯ ⊂ 𝑀𝑛 = 𝑀

Length dai chain adalah 𝑁 [1].

Contoh II.42
ℤ-Modul ℤ5 memiliki submodul ℤ5 dan {0} sehingga dapat dibentuk chain atau
rantai sebagai berikut 〈0〉 ⊊ ℤ5 .

Diberikan 𝑀 adalah modul (kanan atau kiri) atas gelanggang 𝑅. Diberikan bentuk
chain submodal sebagai berikut 𝑁0 ⊂ 𝑁1 ⊂ 𝑁2 ⊂ ⋯ ⊂ 𝑁𝑛 maka dapat dikatakan
bahwa 𝑛 adalah length dari chain. Length dari M setiap chain. Jika tidak ada
panjang terbesarnya, maka dapat dikatakan bahwa M memiliki length tak terbatas.

Contoh II.43
ℤ-Modul ℤ5 memiliki submodul ℤ5 dan {0} sehingga dapat dibentuk chain atau
rantai sebgai berikut 〈0〉 ⊊ ℤ5 . Jika dimisalkan submodal tersebut sebagai notasi
𝑁𝑛 , 𝑛 ∈ 𝑁 submodal dari ℤ-Modul ℤ5 , maka sepadan dengan bentuk 𝑁0 = 〈0〉 ⊂
ℤ5 = 𝑁1 sehingga di dapatkan 𝑛 terbesar bernilai 1. Jadi, length ℤ-Modul ℤ5 adalah
1.

Kemudian sifat berikutnya tentang modul sederhana adalah indecomposable atau


tidak dapat dibagi yang dipaparkan pada penjelasan definisi berikut:

Jika 𝑅 adalah gelanggang (tidak harus komutatif), maka 𝑅-Modul 𝑀 dikatakan


menjadi indecomposable jika tidak mempunyai komplemen nontrivial submodal
𝑀1 . Yaitu, jika 𝑀 = 𝑀1 ⊕ 𝑀2 yang berimplikasi bahwa 𝑀1 = 〈0〉 atau 𝑀1 =
𝑀[1].

Contoh II.44
ℤ-Modul ℤ5 memiliki submodul ℤ5 dan {0} sehingga ℤ5 = ℤ5 ⊕ {0} mengartikan
ℤ5 tidak memiliki nontrivial submodul.

Dalam pembahasan Teorema Jacobson Density dibahas tentang gelanggang


primitif yang isomorfis pada dense gelanggang endomorfisma. Oleh karena itu,
45

berikut ini adalah definisi pada isilah tersebut. Suatu ring 𝑅 disebut gelanggang
sederhana jika 𝑅 2 = 𝑅𝑅 ≠ 0 dan 𝑅 tidak memiliki ideal sejati.

Contoh II.45
Setiap ring divisi adalah gelanggang sederhana dan 𝐷-Modul sederhana.

Ideal kiri 𝐼 dari 𝑅 adalah ideal regular atau ideal modular jika terdapat 𝑒𝜖𝑅
sehingga berlaku 𝑟 − 𝑟𝑒 ∈ 𝐼 untuk semua 𝑟 ∈ 𝑅. Dengan sifat yang sama pada ideal
kanan yaitu dengan sisi yang sebaliknya, maka disebut ideal kanan regular.

2.10 Homomorfisma Modul


Definisi 2.35
Diberikan gelanggang R, M dan N atas gelanggang R.
(1)Pemetaan 𝜑: 𝑀 → 𝑁 disebut homomorfisma modul atas R jika:
a) 𝜑(𝑥 + 𝑦) = 𝜑(𝑥) + 𝜑(𝑦), untuk setiap 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑀,
b) 𝜑(𝑟𝑥) = 𝑟𝜑(𝑥),untuk setiap 𝑟 ∈ 𝑅, 𝑥 ∈ 𝑀.
(2)Jika homomorfisma modul atas R, 𝜑: 𝑀 → 𝑁 surjektif, maka 𝜑 disebut
ephimorfisma.
(3)Jika homomorfisma modul atas R, 𝜑: 𝑀 → 𝑁 injektif, maka 𝜑 disebut
monomorfisma.
(4)Jika homomorfisma modul atas R, 𝜑: 𝑀 → 𝑁 bijektif, maka 𝜑 disebut
isomorfisma.
(5)Jika 𝜑: 𝑀 → 𝑁 adalah homomorfisma modul atas R, maka
𝑘𝑒𝑟( 𝜑) = {𝑚 ∈ 𝑀, 𝜑(𝑚) = 0},
𝜑(𝑀) = {𝑛 ∈ 𝑁, 𝑛 = 𝜑(𝑚), 𝑚 ∈ 𝑀}.
(6)𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) adalah himpunan semua homomorfisma modul atas R dari M ke
N.
(7)Dua modul M dan N atas gelanggang R dikatakan isomorfik ditulis dengan
𝑀 ≅ 𝑁 jika terdapat isomorfisma modul atas R dari M pada N.

Contoh II.46
1) Diberikan R gelanggang 𝑅 2 = {(𝑥, 𝑦)|𝑥, 𝑦 ∈ 𝑅}.
Didefinisikan : 𝑅 2 → 𝑅, 𝜑(𝑥, 𝑦) = 𝑥.
Akan ditunjukkan bahwa 𝜑 homomorfisma untuk setiap 𝑥1 , 𝑥2 , 𝑦1 , 𝑦2 ∈ 𝑅 2 dan
𝑟, 𝜆 ∈ 𝑅 diperoleh :
a) 𝜑((𝑥1 , 𝑦1 ) + (𝑥2 , 𝑦2 ))
= 𝜑((𝑥1 + 𝑦1 ), (𝑥2 + 𝑦2 ))
= 𝑥1 + 𝑦1
= 𝜑(𝑥1 ) + 𝜑(𝑦1 ).
b) 𝜑(𝜆(𝑥1 , 𝑦1 ))
46

c) = 𝜑(𝜆𝑥1 , 𝜆𝑦1 )
= 𝜆𝑥1
= 𝜆𝜑(𝑥1 )

Jadi 𝜑 homomorfisma

𝜑(𝑅 2 ) = 𝐼𝑚(𝜑) = 𝑅,

ker(𝜑) = {(0, 𝑦)|𝑥, 𝑦 ∈ 𝑅}.

2) Diberikan modul 𝑅 2 dan ℂ atas R dimana R himpunan semua bilangan ril dan
ℂ himpunan semua bilangan komplek.

Didefinisikan 𝜑: 𝑅 2 → ℂ, untuk setiap (𝑥1 , 𝑥2 ), (𝑦1 , 𝑦2 ) ∈ 𝑅 2 , 𝑟 ∈ 𝑅 dan i


adalah bilangan imaginer,

𝜑(𝑥1 , 𝑥2 ) = 𝑥1 + 𝑖𝑥2 ,
𝜑(𝑦1 , 𝑦2 ) = 𝑦1 + 𝑖𝑦2
Akan ditunjukan bahwa 𝜑 homomorfisma
a. 𝜑((𝑥1 , 𝑥2 ) + (𝑦1 , 𝑦2 )) = 𝜑 (𝑥1 + 𝑦1 , 𝑥2 + 𝑦2 )

= (𝑥1 + 𝑦1 ) + 𝑖(𝑥2 + 𝑦2 )

= 𝑥1 + 𝑖𝑥2 + 𝑦1 + 𝑖𝑦2

= 𝜑(𝑥1 , 𝑥2 ) + (𝑦1 , 𝑦2 )
b. 𝜑(𝑟(𝑥1 , 𝑥2 )) = 𝜑(𝑟𝑥1 , 𝑟𝑥2 )
= 𝑟𝑥1 + 𝑖𝑟𝑥2

= 𝑟(𝑥1 + 𝑖𝑥2 )

= 𝑟𝜑 (𝑥1 , 𝑥2 ).

Jadi 𝜑 homomorfisma.

Akan ditunjukkan 𝜑 bijektif

a) 𝜑 injektif
𝜑 (𝑥1 , 𝑥2 ) = 𝜑 (𝑦1 , 𝑦2 )
𝑥1 + 𝑖𝑥2 = 𝑦1 + 𝑖𝑦2 ,
47

Maka (𝑥1 , 𝑥2 ) = (𝑦1 , 𝑦2 ),


sehingga 𝜑 injektif.
b) 𝜑 surjektif
Untuk setiap (𝑥1 + 𝑖𝑥2 ) 𝜖 ℂ ∃(𝑥1 , 𝑥2 )𝜖𝑅 2 ,
Sehingga 𝜑 (𝑥1 , 𝑥2 ) = 𝑥1 + 𝑖𝑥2 , maka 𝜑 surjektif.

Jadi 𝜑 bijektif,

sehingga diperoleh 𝑅 2 ≅ ℂ.

Teorema 2.36
Diberikan M,N dan L modul atas gelanggang R.

1) Pemetaan 𝜑 ∶ 𝑀 → 𝑁 adalah homomorfisma atas gelanggang R jika dan


hanya jika
𝜑(𝑟𝑥 + 𝑦) = 𝑟𝜑(𝑥) + 𝜑(𝑦),
untuk semua 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑀 dan semua 𝑟 ∈ 𝑅.
2) Diberikan 𝜑, 𝜓 elemen dari 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁), didefinisikan 𝜑 + 𝜓 dengan
(𝜑 + 𝜓)(𝑚) = 𝜑(𝑚) + 𝜓(𝑚)
untuk semua 𝑚 ∈ 𝑀. Maka 𝜑 + 𝜓 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) dan dengan operasi
penjumlahan ini 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) merupakan grup komutatif. Jika R adalah
gelanggang komutatif, maka untuk 𝑟 ∈ 𝑅 didefinisikan 𝑟𝜑 dengan
(𝑟𝜑)(𝑚) = 𝑟(𝜑(𝑚))
untuk semua 𝑚 ∈ 𝑀, terdapat 𝑟𝜑 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) sehingga 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁)
adalah modul atas gelanggang R.
3) Jika 𝜑 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝐿, 𝑀) dan 𝜓 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) maka 𝜓 ° 𝜑 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝐿, 𝑁).
4) Dengan operasi penjumlahan diatas dan pergandaan yang didefinisikan
sebagai komposisi fungsi, 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑀) adalah sebuah gelanggang dengan
satuan.

Bukti:
1) (⟹) 𝜑: 𝑀 ⟶ 𝑁 homomorfisma modul atas gelanggang R
𝜑(𝑟𝑥 + 𝑦) = 𝜑𝑟(𝑥) + 𝜑(𝑦)
= 𝑟𝜑(𝑥) + 𝜑(𝑦)
(⟸) 𝜑(𝑟𝑥 + 𝑦) = 𝜑𝑟(𝑥) + 𝜑(𝑦), untuk setiap 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑀, 𝑟 ∈ 𝑅.
Akan ditunjukkan 𝜑 homomorfisma
48

a. 𝜑(1𝑥 + 𝑦) = 1(𝜑(𝑥) + 𝜑(𝑦))


= 𝜑(𝑥) + 𝜑(𝑦)
b. 𝜑(𝑟𝑥) = 𝜑(𝑟𝑥 + 0), untuk setiap 𝑦 = 0 ∈ 𝑅
= 𝑟𝜑(𝑥) + (0)
= 𝑟𝜑(𝑥).

Jadi 𝜑 homomorfisma.

2) Diberikan 𝜑, 𝜓 elemen dari 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁), didefinisikan


(𝜑 + 𝜓)(𝑚) = 𝜑(𝑚) + 𝜓(𝑚)
Jika R adalah gelanggang komutatif, maka 𝑟 ∈ 𝑅 didefinisikan
(𝑟𝜑)(𝑚) = 𝑟(𝜑(𝑚)
untuk setiap 𝑥, 𝑚 ∈ 𝑀, 𝑟 ∈ 𝑅.
Akan ditunjukkan bahwa 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) grup komutatif :
(i) Tertutup
𝜑 + 𝜓 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁),

Didefinisikan 𝜑 + 𝜓 ∶ 𝑀 → 𝑁 homomorfisma modul atas gelanggang R.

a) Diambil sembarang 𝑚1 , 𝑚2 ∈ 𝑀,
(𝜑 + 𝜓)(𝑚1 + 𝑚2 ) = 𝜑(𝑚1 + 𝑚2 ) + 𝜓(𝑚1 + 𝑚2 )
= 𝜑(𝑚1 ) + 𝜑(𝑚2 ) + 𝜓(𝑚1 ) + 𝜓(𝑚2 )
= 𝜑(𝑚1 ) + 𝜓(𝑚1 ) + 𝜑(𝑚2 ) + 𝜓(𝑚2 )
= (𝜑 + 𝜓)(𝑚1 ) + (𝜑 + 𝜓)(𝑚2 )
b) Diambil sembarang 𝑚 ∈ 𝑀, 𝑟 ∈ 𝑅,
(𝜑 + 𝜓)(𝑟𝑚) = 𝜑(𝑟𝑚) + 𝜓(𝑟𝑚)
= 𝑟𝜑(𝑚) + 𝑟𝜓(𝑚)
= 𝑟(𝜑(𝑚) + 𝜓(𝑚))
= 𝑟((𝜑 + 𝜓)(𝑚)).
Jadi 𝜑 + 𝜓 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁).
(ii) Assosiatif
Didefinisikan
(𝜑 + 𝜓) + 𝜃 = 𝜑 + (𝜓 + 𝜃).
ambil sembarang 𝑚 ∈ 𝑀, ntuk setiap 𝜑, 𝜓, 𝜃 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁),
49

((𝜑 + 𝜓) + 𝜃)(𝑚) = (𝜑 + 𝜓)(𝑚) + 𝜃(𝑚)


= (𝜑(𝑚) + 𝜓(𝑚)) + 𝜃(𝑚)
= 𝜑(𝑚) + 𝜓(𝑚) + 𝜃(𝑚)
= (𝜑 + (𝜓 + 𝜃))(𝑚)
masing-masing dari 𝑚 ∈ 𝑀 memenuhi
((𝜑 + 𝜓) + 𝜃)(𝑚) = (𝜑 + (𝜓 + 𝜃))(𝑚),
sehingga,
(𝜑 + 𝜓) + 𝜃 = 𝜑 + (𝜓 + 𝜃)
(iii) Elemen identitas
Misal 𝛼 ∶ 𝑀 → 𝑁 yang didefinisikan
𝛼(𝑚) = 0,
untuk setiap 𝑚 ∈ 𝑀.
akan ditunjukan 𝛼 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁)
(1) misal 𝑚1 , 𝑚2 ∈ 𝑀,
𝛼(𝑚1 + 𝑚2 ) = 0
=0+0
= 𝛼(𝑚1 ) + 𝛼(𝑚2 )
(2) misal 𝑚 ∈ 𝑀, 𝑟 ∈ 𝑅
𝛼(𝑟𝑚) = 0
= 𝑟. 0
= 𝑟. 𝛼(𝑚)

untuk setiap 𝜑 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁),

didefinisikan 𝛼 + 𝜑 = 𝜑 + 𝛼 = 𝜑, untuk setiap 𝑚 ∈ 𝑀,

(𝜑 + 𝛼)(𝑚) = 𝜑(𝑚) + 𝛼(𝑚)

= 𝜑(𝑚) + 0

= 𝜑(𝑚)

(𝛼 + 𝜑)(𝑚) = 𝛼(𝑚) + 𝜑(𝑚)

= 0 + 𝜑(𝑚)
50

= 𝜑(𝑚)

karena untuk setiap 𝑚 ∈ 𝑀 memenuhi

(𝜑 + 𝛼)(𝑚) = (𝛼 + 𝜑)(𝑚) = 𝜑(𝑚)

Jadi, 𝜑 + 𝛼 = 𝛼 + 𝜑 = 𝜑

(iv) Invers

Untuk setiap 𝜑 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) mempunyai invers penjumlahan


jika 𝜑 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) dan didefinisikan (𝜑 −1 ): 𝑀 → 𝑁
𝜑 −1 (𝑚) = − 𝜑(𝑚)
Akan ditunjukan 𝜑 −1 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁)
𝜑 −1 (𝑚1 + 𝑚2 ) = −𝜑 (𝑚1 + 𝑚2 )
= (-𝜑(𝑚1 )) + (-𝜑(𝑚2 ))
= 𝜑 −1 (𝑚1 ) + 𝜑 −1 (𝑚2 )
𝜑 −1 (𝑟𝑚) = −𝜑(𝑟𝑚)
= −𝑟(𝜑(𝑚))
= 𝑟(−𝜑(𝑚))
= 𝑟𝜑 −1 (𝑚)
Jadi, 𝜑 mempunyai invers pada operasi penjumlahan.
(v) Jika 𝑁 komutatif, maka (𝜑 + 𝜓) ∈ 𝑁,
(𝜑 + 𝜓)(𝑚) = 𝜑(𝑚) + 𝜓 (𝑚)
= 𝜓 (𝑚) + 𝜑(𝑚)
= (𝜓 + 𝜑)(𝑚)
oleh karena untuk setiap 𝑚 ∈ 𝑀 memenuhi,
(𝜑 + 𝜓)(𝑚) = (𝜓 + 𝜑)(𝑚)
sehingga
(𝜑 + 𝜓) = (𝜓 + 𝜑) ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁)
untuk setiap ∈ 𝑅, 𝜑 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁),
didefinisikan
(𝑟𝜑)(𝑚) = 𝑟(𝜑(𝑚))
akan ditunjukan 𝑟𝜑 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁)
a. (𝑟𝜑)(𝑚1 + 𝑚2 ) = 𝑟(𝜑(𝑚1 + 𝑚2 ))
51

= 𝑟(𝜑(𝑚1 ) + 𝜑(𝑚2 ))
= 𝑟 𝜑(𝑚1 ) + 𝑟 𝜑(𝑚2 )
= (𝑟𝜑)(𝑚1 ) + (𝑟𝜑)(𝑚2)
b. (𝑟𝜑)(𝑠𝑚) = 𝑟(𝜑(𝑠𝑚)
= 𝑟(𝑠(𝜑(𝑚)
= (𝑟𝑠)𝜑(𝑚)
= (𝑠𝑟)𝜑(𝑚) (karena R komutatif)
= 𝑠(𝑟 𝜑(𝑚))
= 𝑠(𝑟𝜑)(𝑚)
Jadi, 𝜑 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁), 𝑟 ∈ 𝑅

Akan ditunjukan 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) sebagai modul atas gelanggang R.


1) Untuk setiap 𝑠, 𝑟 ∈ 𝑅, 𝜑 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁),
(𝑠 + 𝑟) 𝜑 = 𝑠𝜑 + 𝑟𝜑,
untuk setiap 𝑚 ∈ 𝑀
((𝑠 + 𝑟)𝜑(𝑚) = (𝑠 + 𝑟)𝜑(𝑚)
= 𝑠 𝜑(𝑚) + 𝑟 𝜑(𝑚)
= (𝑠𝜑 + 𝑟𝜑)(𝑚).
karena untuk setiap 𝑚 ∈ 𝑀, ((𝑠 + 𝑟)𝜑(𝑚) = (𝑠𝜑 + 𝑟𝜑)(𝑚) sehingga,
(𝑠 + 𝑟)𝜑 = 𝑠𝜑 + 𝑟𝜑
2) Untuk setiap 𝑟 ∈ 𝑅, 𝜑, 𝜓 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁).
didefinisikan
(𝜑 + 𝜓) = 𝑟𝜑 + 𝑟𝜓
ambil sembarang 𝑚 ∈ 𝑀, 𝑟 ∈ 𝑅, 𝜑, 𝜓 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁),
𝑟(𝜑 + 𝜓)(𝑚) = 𝑟((𝜑 + 𝜓)(𝑚))
= 𝑟(𝜑(𝑚) + 𝜓(𝑚))
= 𝑟𝜑(𝑚) + 𝑟𝜓(𝑚)
= (𝑟𝜑)(𝑚) + (𝑟𝜓)(𝑚)
= (𝑟𝜑 + 𝑟𝜓)(𝑚)
karena 𝑚 ∈ 𝑀, 𝑟(𝜑 + 𝜓)(𝑚) = (𝑟𝜑 + 𝑟𝜓)(𝑚) sehingga,
𝑟(𝜑 + 𝜓) = 𝑟𝜑 + 𝑟𝜓
Jadi, 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) sebagai modul atas R.
52

3) Jika 𝜑 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝐿, 𝑀) dan 𝜓 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) maka 𝜓 ° 𝜑 ∈


𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝐿, 𝑁)
Akan ditunjukan (𝜓 ° 𝜑) ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝐿, 𝑁) , ambil sembarang 𝜑 ∈
𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁), 𝜓 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑁) dan untuk setiap 𝑙1 , 𝑙2 ∈ 𝐿, 𝑟 ∈ 𝑅,
a) (𝜓 ° 𝜑)(𝑙1 + 𝑙2 ) = 𝜓(𝜑(𝑙1 + 𝑙2 )
= 𝜓(𝜑(𝑙1 ) + 𝜑(𝑙2 ))
= 𝜓(𝜑(𝑙1 )) + 𝜓(𝜑(𝑙2 ))
= (𝜓 ° 𝜑)(𝑙1 ) + (𝜓 ° 𝜑)(𝑙2 )
b) (𝜓 ° 𝜑)(𝑟𝑙1 ) = 𝜓(𝜑(𝑟𝑙1 )
= 𝜓(𝑟𝜑(𝑙1 )
= 𝑟𝜓(𝜑(𝑙1 )
= 𝑟(𝜓 ° 𝜑)(𝑙1 )
4) 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑀) adalah gelanggang dengan elemen satuan.
Akan ditunjukan 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑀, +, ° ) ring dengan elemen satuan,
a) 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑀, +, ° ) grup komutatif
b) Bersifat assosatif
Untuk setiap 𝜑, 𝜓, 𝜃 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑀), 𝑚 ∈ 𝑀,
didefinisikan
(𝜑 ° 𝜓) ° 𝜃 = 𝜑 ° (𝜓 ° 𝜃),
((𝜑 ° 𝜓) ° 𝜃)(𝑚) = (𝜑 ° 𝜓) (𝜃(𝑚))

= 𝜑 (𝜓(𝜃(𝑚)))

= 𝜑((𝜓 ° 𝜃)(𝑚))
= (𝜑 ° (𝜓 ° 𝜃))(𝑚)
karena 𝑚 ∈ 𝑀, ((𝜑 ° 𝜓) ° 𝜃)(𝑚) = (𝜑 ° (𝜓 ° 𝜃))(𝑚), sehingga
(𝜑 ° 𝜓) ° 𝜃 = 𝜑 ° (𝜓 ° 𝜃)
c) Mempunyai elemen identitas
akan ditunjukan 𝜑 ° 𝜋 = 𝜋 = 𝜋 ° 𝜑
didefinisikan (𝑚) = 𝑚, untuk setiap 𝑚 ∈ 𝑀,
(𝜑 ° 𝜋)(𝑚) = 𝜑(𝜋(𝑚)) = 𝜑(𝑚)
(𝜋 ° 𝜑)(𝑚) = 𝜋(𝜑(𝑚)) = 𝜑(𝑚)
53

d) Distributif
Ambil sembarang 𝜑, 𝜓, 𝜃 ∈ 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑀), 𝑚 ∈ 𝑀,
((𝜑 ° 𝜓) + 𝜃)(𝑚) = (𝜑(𝜓 + 𝜃))(𝑚)
= 𝜑(𝜓(𝑚) + 𝜃(𝑚))
= (𝜑 ° 𝜓)(𝑚) + (𝜑 ° 𝜃)(𝑚)
= ((𝜑 ° 𝜓) + (𝜑 ° 𝜃))(𝑚)
Jadi, (𝜑 ° 𝜓) + 𝜃 = ((𝜑 ° 𝜓) + (𝜑 ° 𝜃))
Jadi 𝐻𝑜𝑚𝑅 (𝑀, 𝑀, +, ° ) gelanggang dengan elemen satuan

Anda mungkin juga menyukai