Kelompok 3
Oleh:
OKTOBER 2018
2.4 Penggunaan Sifat Aksioma Suprema
2.4.1 Contoh
a) Misalkan S adalah himpunan bagian tak kosong dari ℝ yang terbatas ke atas,
dan misalkan 𝑎 sebarang bilangan di ℝ. Didefinisikan himpunan 𝑎 + 𝑆 ≔
{𝑎 + 𝑠 ∶ 𝑠 ∈ 𝑆}. Kita akan membuktikan bahwa :
sup(𝑎 + 𝑆) = 𝑎 + sup 𝑆.
Bukti :
sup (𝑎 + 𝑆) = 𝑎 + 𝑢 = 𝑎 + sup 𝑆
Bukti :
Ide untuk batas atas dan batas bawah dapat diterapkan pada fungsi
dengan mempertimbangkan daerah hasil fungsi. Diberikan fungsi : 𝑓: 𝐷 → ℝ,
kita katakana bahwa 𝑓 terbatas ke atas jika himpunan 𝑓(𝐷) = {𝑓(𝑥): 𝑥 ∈ 𝐷}
juga terbatas ke atas di ℝ; yaitu ada 𝐵 ∈ ℝ sedemikian hinggaa 𝑓(𝑥) ≤ 𝐵 untuk
semua 𝑥 ∈ 𝐷. Demikian juga, fungsi 𝑓 terbatas ke bawah jika himpunan
𝑓(𝐷) terbatas ke bawah. Kita dapat katakan bahwa 𝑓 terbatas jika terbatas ke
atas dan terbatas ke bawah; ini sama halnya kita katakan bahwa ada 𝐵 ∈ ℝ
sedemikian hingga |𝑓(𝑥)| ≤ 𝐵 untuk semua 𝑥 ∈ 𝐷.
Contoh berikut mengilustrasikan cara kerja suprema dan infima dari suatu
fungsi
2.4.2 Contoh
Misalkan 𝑓 dan 𝑔 fungsi bernilai real dengan daerah asal yang sama 𝐷 ⊆ ℝ.
Kita asumsikan bahwa 𝑓 dan 𝑔 terbatas.
a) Jika 𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑥) untuk semua 𝑥 ∈ 𝐷, maka sup 𝑓(𝐷) ≤ sup 𝑔(𝐷), yang dapat
kita tulis:
sup 𝑓(𝑥) ≤ sup 𝑔(𝑥)
𝑥∈𝐷 𝑥∈𝐷
Bukti :
Pertama kita tulis bahwa 𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑥) ≤ sup 𝑔(𝐷), yang mengakibatkan
bahwa sup 𝑔(𝐷) adalah batas atas untuk 𝑓(𝐷). Sehingga sup 𝑓(𝐷) ≤
sup 𝑔(𝐷).
b) Perhatikan bahwa hipotesis 𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑥) untuk semua 𝑥 ∈ 𝐷 pada bagian (a)
tidak ada hubungan apapun antara sup 𝑓(𝐷) dan inf 𝑔(𝐷).
Contohnya, jika 𝑓(𝑥) ≔ 𝑥 2 dan 𝑔(𝑥) ≔ 𝑥 dengan 𝐷 = {𝑥: 0 ≤ 𝑥 ≤ 1}, maka
𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑥) untuk semua 𝑥 ∈ 𝐷. Tetapi kita lihat bahwa sup 𝑓(𝐷) = 1 dan
inf 𝑔(𝐷) = 0. Karena sup 𝑔(𝐷) = 1, sehingga kesimpulan dari (a) terpenuhi.
c) Jika 𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑦) untuk semua 𝑥, 𝑦 ∈ 𝐷, maka kita dapat menyimpulkan bahwa
sup 𝑓(𝐷) ≤ inf 𝑔(𝐷), yang dapat kita tulis :
sup 𝑓(𝑥) ≤ inf 𝑔(𝑦)
𝑥∈𝐷 𝑦∈𝐷
Bukti :
(Catatan bahwa fungsi di (b) tidak memenuhi hipotesis ini)
Untuk 𝑥, 𝑦 ∈ 𝐷 kita mempunyai 𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑦), sehingga 𝑔(𝐷) adalah batas atas
dari 𝑓(𝐷), jadi sup 𝑓(𝐷) ≤ 𝑔(𝑦). Karena pertidaksamaan terakhir berlaku
untuk semua 𝑔(𝑦) ∈ 𝑔(𝐷), kita lihat bahwa sup 𝑓(𝐷) adalah batas bawah dari
himpunan 𝑔(𝐷). Jadi kita simpulkan bahwa sup 𝑓(𝐷) ≤ inf 𝑔(𝐷).
Bukti :
Karena 𝑆 ≠ ∅ yang terbatas ke bawah oleh 0, maka S memiliki infimum dan
kita misalkan 𝑤 ≔ inf 𝑆. Itu jelas bahwa 𝑤 ≥ 0. Untuk sebarang 𝜀 > 0, sifat
1 1
Archimedes mengakibatkan bahwa ada 𝑛 ∈ ℕ dan 𝑛 ∈ 𝑆 sedemikian hingga 𝜀 <
1 1
𝑛, ini berarti bahwa 𝑛 < 𝜀. Sehingga kita dapatkan 0 ≤ 𝑤 ≤ 𝑛 < 𝜀. Karena 𝜀 >
2.4.5 Akibat
1
Jika 𝑡 > 0, terdapat 𝑛𝑡 ∈ ℕ sedemikian hingga 0 < <𝑡
𝑛𝑡
Bukti :
1
Karena inf {𝑛 ∶ 𝑛 ∈ ℕ} = 0 dan 𝑡 > 0, maka 𝑡 bukan batas bawah dari
1 1
himpunan {𝑛 ∶ 𝑛 ∈ ℕ}. Jadi ada 𝑛𝑡 ∈ ℕ sedemikian hingga 0 < < 𝑡.
𝑛𝑡
2.4.6 Akibat
Jika 𝑦 > 0, terdapat 𝑛𝑦 ∈ ℕ sedemikian hingga 𝑛𝑦 − 1 ≤ 𝑦 ≤ 𝑛𝑦
Bukti :
Sifat Archimedes memastikan bahwa himpunan bagian 𝐸𝑦 ≔ {𝑚 ∈ ℕ: 𝑦 < 𝑚}
untuk ℕ adalah himpunan tak kosong. Berdasarkan sifat urutan 1.2.1, 𝐸𝑦
memiliki elemen terkecil, yang kita notasikan 𝑛𝑦 . Lalu 𝑛𝑦 − 1 tidak termasuk
𝐸𝑦 , sehingga kita mempunyai 𝑛𝑦 − 1 ≤ 𝑦 ≤ 𝑛𝑦 .
Secara kolektif, Akibat 2.4.4-2.4.6 kadang-kadang disebut sebagai Sifat
Archimedes dari R.
Keberadaan √𝟐
Pentingnya sifat supremum terletak pada kenyataan bahwa keberadaan bilangan
real di bawah hipotesis tertentu. Kita akan menggunakan cara ini berkali-kali.
Pada suatu saat, kita akan mengilustrasikan penggunaan ini dengan
membuktikan keberadaan bilangan real positif 𝑥 yaitu 𝑥 2 = 2, akar kuadrat
positif dari 2. Ditunjukkan sebelumnya pada (Teorema 2.1.4) bahwa 𝑥 tersebut
tidak bisa menjadi bilangan rasional; dengan demikian, kita akan menurunkan
keberadaan sedikitnya satu bilangan irasional.
2.4.7 Teorema
Terdapat bilangan real positif 𝑥 sedemikian hingga 𝑥 2 = 2
Bukti :
Misalkan 𝑆 ≔ {𝑠 ∈ ℝ ∶ 0 ≤ 𝑠, 𝑠 2 < 2}. Jelas bahwa 𝑆 ≠ ∅, sebab ada 0 ∈ 𝑆
dan 1 ∈ 𝑆. S terbatas di atas oleh 2. Jika 𝑡 > 2, maka 𝑡 2 > 4 sehingga 𝑡 = 2 ∉
𝑆. Oleh karena itu, dengan menggunakan sifat aksioma supremum, 𝑆 ⊂ ℝ, 𝑆 ≠
∅, 𝑆 terbatas di atas, maka S mempunyai supremum di ℝ, katakan 𝑥 = sup 𝑆
dengan 𝑥 ∈ ℝ . Catatan 𝑥 > 1.
Kita akan buktikan bahwa 𝑥 2 = 2 dengan menanggalkan dua kemungkinan
𝑥 2 < 2 dan 𝑥 2 > 2
Kemungkinan I
Pertama asumsikan 𝑥 2 < 2, akan kita tunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi
dengan fakta bahwa 𝑥 = sup 𝑆 dengan menemukan suatu 𝑛 ∈ ℕ sedemikian
1
hingga 𝑥 + 𝑛 ∈ 𝑆, sehingga menyiratkan bahwa 𝑥 bukan batas atas untuk
1 1
𝑆. Untuk melihat bagaimana memilih 𝑛, catat bahwa 𝑛2 ≤ 𝑛 maka
1 2𝑥 1 1
(𝑥 + 𝑛)2 = 𝑥 2 + + 𝑛2 ≤ 𝑥 2 + 𝑛 (2𝑥 + 1)
𝑛
(2−𝑥 2 )
Karena 0 < 𝑥 dan 𝑥 2 < 2 maka (2𝑥+1) > 0 Kemudian kita bisa memilih 𝑛 ∈ ℕ
2𝑥+1
berdasarkan sifat Archimedes 2.4.5 karena 2−𝑥 2 ∈ ℝ, maka ada 𝑛 ∈ ℕ sehingga
didapat :
2𝑥 + 1
<𝑛
2 − 𝑥2
: (2 − 𝑥 2 )
1
(2𝑥 + 1) < 2 − 𝑥 2
𝑛
1 2−𝑥 2
< 2𝑥+1
𝑛
1
Akibatnya untuk 𝑛 ∈ ℕ berlaku (𝑥 + 𝑛)2 < 𝑥 2 + (2 − 𝑥 2 ) = 2
Langkah-langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa pilihan 𝑛 ini, kita
1
mempunyai 𝑥 + 𝑛 ∈ 𝑆, yang kontradiksi dengan fakta bahwa 𝑥 = 𝑠𝑢𝑝 S.
Kemungkinan II
Sekarang kita asumsikan bahwa 𝑥 2 > 2. Kita akan menunjukkan bahwa hal
1
tersebut dapat ditemukan 𝑚 ∈ ℕ sedemikian hingga 𝑥 − 𝑚 juga merupakan
batas atas dari 𝑆, kontradiksi dengan fakta bahwa 𝑥 = sup 𝑆. Untuk melakukan
ini, catat bahwa
1 2 2𝑥 1 2𝑥
(𝑥 − ) = 𝑥2 − + 2 > 𝑥2 −
𝑚 𝑚 𝑚 𝑚
𝑥 2 −2
Karena 0 < 𝑥 dan 𝑥 2 > 2 maka > 0 Kemudian kita bisa memilih 𝑚 ∈ ℕ
2𝑥
𝑥 2 −2
berdasarkan sifat Archimedes 2.4.5 karena ∈ ℝ, maka ada 𝑚 ∈ ℕ sehingga
2𝑥
didapat :
2𝑥
< 𝑥2 − 2
𝑚
: (2𝑥)
1 𝑥2 − 2
<
𝑚 2𝑥
1
Akibatnya untuk 𝑚 ∈ ℕ berlaku (𝑥 − 𝑚)2 > 𝑥 2 − (𝑥 2 − 2) = 2.
Kita sekarang tahu bahwa ada setidaknya satu bilangan real irasional, yaitu √2.
Sebenarnya ada “lebih banyak” bilangan irasional daripada bilangan rasional
dalm arti bahwa himpunan rasional dapat dihitung (seperti yang ditunjukkan
pada bagian 1.3), sementara kumpulan bilangan irasional tidak dapat dihitung
(lihat bagian 2.5). Namun, selanjutnya kita akan menunjukkan bahwa terlepas
dari perbedaan yang nyata ini, himpunan bailangan rasional “padat” dalam ℝ
yang berarti bila diberikan dua bilangan real maka ada bilangan rasional di
antara mereka (faktanya ada banyak sekali angka rasional seperti itu).
𝑥. Oleh karena itu, kita mempunyai 𝑛𝑥 + 1 < 𝑛𝑦. Jika kita mengaplikasikan
Akibat 2.4.6 untuk 𝑛𝑥 > 0, kita peroleh 𝑚 ∈ ℕ dengan 𝑚 − 1 ≤ 𝑛𝑥 < 𝑚.
Karena, 𝑚 ≤ 𝑛𝑥 + 1 < 𝑛𝑦, dimana 𝑛𝑥 < 𝑚 < 𝑛𝑦. Jadi bilangan rasional 𝑟 ≔
𝑚
memenuhi 𝑥 < 𝑟 < 𝑦.
𝑛
Interval adalah relasi urutan ℝ yang menentukan himpunan bagian ℝ. Notasi dan
istilah untuk interval adalah sebagai berikut:
[𝑎, 𝑏] = {𝑥 ∈ ℝ ∶ 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏}
c. Interval setengah terbuka atau interval setengah tertutup didefinisikan sebagai
𝑎 dan 𝑏 sedemikian hingga
[𝑎, 𝑏) = {𝑥 ∈ ℝ ∶ 𝑎 ≤ 𝑥 < 𝑏} , titik 𝑎 termasuk dalam anggota himpunan dan
titik 𝑏 tidak termasuk dalam anggota himpunan.
atau
(𝑎, 𝑏] = {𝑥 ∈ ℝ ∶ 𝑎 < 𝑥 ≤ 𝑏}, titik 𝑎 tidak termasuk dalam anggota himpunan
dan titik 𝑏 termasuk dalam anggota himpunan.
Ada lima macam interval tak terbatas yang disimbolkan dengan ∞ dan − ∞ yang
digunakan sebagai notasi di titik ujung. Interval terbuka tak hingga didefinisikan
sebagai:
Himpunan yang pertama tidak memiliki batas atas dan himpunan yang kedua tidak
memiliki batas bawah. Sedangkan interval tertutup tak hingga didefinisikan sebagai:
Himpunan ℝ merupakan interval tak hingga. Dalam hal ini dapat dituliskan sebagai
(−∞, ∞) ≔ ℝ. Himpunan tersebut tidak memiliki titik ujung. Perlu ditekankan bahwa
−∞ dan ∞ bukanlah anggota dari ℝ, tetapi hanya untuk penyimbolan yang lebih
mudah.
Sifat-sifat interval
Sifat interval adalah jika dua titik 𝑥, 𝑦 dengan 𝑥 < 𝑦 anggota suatu interval 𝐼, maka
setiap titik yang terletak di antara 𝑥, 𝑦 juga termasuk anggota 𝐼. Jika 𝑥 < 𝑡 < 𝑦, maka
titik 𝑡 anggota interval yang sama dengan 𝑥 dan 𝑦. Dengan kata lain, jika 𝑥 dan 𝑦
anggota interval 𝐼, maka interval [𝑥, 𝑦] termuat di dalam interval 𝐼.
2.5.1 Sifat Teorema
Jika 𝑆 ⊆ ℝ yang memiliki sedikitnya dua anggota dan memiliki sifat
(1) Jika 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑆 dan 𝑥 < 𝑦, maka [𝑥, 𝑦] ⊆ 𝑆 sehingga 𝑆 adalah sebuah interval.
Bukti:
Interval Bersarang
Barisan interval 𝐼𝑛 , 𝑛 ∈ ℕ, disebut interval bersarang (interval susut) jika
Pada kasus ini, 0 anggota 𝐼𝑛 dan sifat archimedes 2.4.3 dapat digunakan untuk
menunjukkan bahwa 0 adalah satu-satunya titik sekutu. Dapat dinotasikan dengan
⋂∞
𝑛=1 𝐼𝑛 = {0}.
Barisan interval bersarang tidak perlu memiliki titik sekutu. Sebagai contoh,
jika
1
𝐽𝑛 ≔ (0, 𝑛) untuk 𝑛 ∈ ℕ, maka barisan interval ini adalah interval bersarang. tetapi
di sini tidak ada titik sekutu, karena untuk setiap 𝑥 > 0, ada 𝑚 ∈ ℕ sedemikian hingga
1
< 𝑥 maka 𝑥 ∉ 𝐽𝑚 . Begitu pula dengan barisan interval 𝐾𝑛 ≔ (𝑛, ∞), 𝑛 ∈ ℕ, adalah
𝑚
interval bersarang tetapi tidak memiliki titik sekutu. Sifat penting dari ℝ bahwa setiap
barisan interval bersarang tertutup, interval terbatas memiliki titik sekutu, seperti yang
kita akan buktikan. Perhatikan bahwa sifat kelengkapan ℝ memiliki peran penting
dalam membangun sifat ini.
Jika 𝐼𝑛 = [𝑎𝑛 , 𝑏𝑛 ], ∀𝑛 ∈ ℕ adalah sebuah barisan bersarang dari interval terbatas dan
tertutup sedemikian sehingga panjang 𝑏𝑛 − 𝑎𝑛 dari 𝐼𝑛 memenuhi inf{𝑏𝑛 − 𝑎𝑛 : 𝑛 ∈
ℕ} = 0, maka bilangan 𝜉 berada di dalam 𝐼𝑛 , ∀𝑛 ∈ ℕ adalah tunggal.
Bukti:
Misal η ∈ 𝐼𝑛 , ∀𝑛 ∈ ℕ. Jika 𝜉 ≔ min{𝜉, η}, dengan 𝜉 ∈ 𝐼𝑛 , ∀𝑛 ∈ ℕ, maka 0 ≤ η − 𝜉 ≤
𝑏𝑛 − 𝑎𝑛 , ∀𝑛 ∈ ℕ. Karena inf{𝑏𝑛 − 𝑎𝑛 : ∀𝑛 ∈ ℕ} = 0, maka untuk sebarang 𝜀 > 0
terdapat bilangan asli 𝑛 sehingga 𝑏𝑛 − 𝑎𝑛 < 𝜀. Oleh karena itu diperoleh 0 ≤ η − 𝜉 ≤
𝑏𝑛 − 𝑎𝑛 < 𝜀. Berdasarkan teorema "𝑑𝑖𝑘𝑒𝑡𝑎ℎ𝑢𝑖 𝑎 ∈ ℝ. 𝑗𝑖𝑘𝑎 ∀𝜀 ∈ ℝ dengan 𝜀 >
0 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢 0 ≤ 𝑎 < 𝜀, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑎 = 0 " , diperoleh η − 𝜉 = 0. Akibatnya η = 𝜉. Jadi
terbukti bahwa 𝜉 adalah tunggal.
Contoh:
a. Untuk 𝜉 tunggal
Konsep dari himpunan yang dapat dihitung telah didiskusikan pada section 1.3
dan himpunan rasional yang dapat dihitung juga telah dijelaskan di sana. Kita sekarang
menggunakan sifat interval bersarang untuk membuktikan bahwa himpunan ℝ
merupakan sebuah himpunan yang tidak dapat dihitung. Pembuktian pertama diberikan
oleh Georg Cantor pada 1874 di jurnal miliknya tentang himpunan yang tidak terbatas.
Dia kemudian mempublikasikan sebuah pembuktian representasi bilangan desimal dari
bilangan real, serta pembuktian pada section ini.
2.5.4. Teorema
Bukti:
Kita akan buktikan bahwa interval satuan 𝐼: = [0,1] adalah himpunan yang
tidak dapat dihitung. Hal ini berarti himpunan ℝ adalah sebuah himpunan yang tidak
dapat dihitung. Jika ℝ dapat dihitung, maka himpunan bagian 𝐼 juga dapat dihitung.
(lihat teorema 1.3.9(a).)
Catatan: himpunan bilangan real juga dapat dibagi menjadi dua himpunan bagian dari
bilangan yang disebut algebraic numbers dan transcendental numbers. Sebuah
bilangan real disebut algebraic jika bilangan real tersebut merupakan solusi dari
persamaan polinomial 𝑃(𝑋) = 0 dimana semua koefisien dari polinomial adalah
bilangan bulat. Sebuah bilangan real disebut transcendental jika selain algebraic
numbers. Hal ini dapat dibuktikan bahwa himpunan dari algebraic numbers merupakan
himpunan yang tak terhingga dapat dihitung , dan himpunan dari transcendental
numbers merupakan himpunan yang tidak dapat dihitung. Bilangan 𝜋 dan 𝑒
merupakan transcendental number, tetapi pembuktian dari fakta ini sangat dalam.
Untuk pengenalan topik ini, kita lihat pembaca yang tertarik pada buku karya Ivan
Niven yang tercantum dalam Referensi
Representasi Biner
Kita akan mendiskusikan tentang representasi biner (dan desimal) dari bilangan real.
Bilangan biner memperhatikan bilangan real antara 0 dan 1, dikarenakan representasi
bilangan real lainnya dapat diperoleh dengan menambahkan suatu bilangan positif atau
negatif.
Jika 𝑥 ∈ [0,1], kita akan menggunakan prosedur repeated bisection (membagi interval
menjadi dua bagian) untuk membuat suatu barisan (𝑎𝑛 ) dari 0 dan 1 sebagai berikut.
1 1
Jika 𝑥 ≠ 2 termasuk dalam subinterval kiri [0, 2] kita ambil 𝑎1 ≔ 0, sedangkan jika x
1 1
termasuk dalam subinterval kanan [2,1] kita ambil 𝑎1 = 1. Jika 𝑥 = 2, maka kita boleh
𝑎1 𝑎1 + 1
≤𝑥≤
2 2
1 1
Kita sekarang membagi dua interval [2 𝑎1 , 2 (𝑎1 + 1)]. Jika 𝑥 bukan titik pembagi dua
dan termasuk dalam subinterval kiri maka kita ambil 𝑎2 ≔ 0, dan jika 𝑥 termasuk
1 3
dalam subinterval kanan maka kita ambil 𝑎2 ≔ 1. Jika 𝑥 = 4 atau 𝑥 = 4, kita dapat
𝑎1 𝑎2 𝑎1 𝑎2 + 1
+ 2≤𝑥≤ +
2 2 2 22
Kita melanjutkan prosedur bisection, dengan langsung menuju pada tahap ke-n, nilai
𝑎𝑛 ≔ 0 jika 𝑥 bukan pada titik bisection dan terletak pada subinterval kiri. Nilai 𝑎𝑛 ≔
1 jika 𝑥 bukan pada titik bisection dan terletak pada subinterval kanan. Dalam hal ini
kita peroleh suatu barisan (𝑎𝑛 ) dari barisan 0 atau 1 yang memperhatikan barisan
bersarang dari interval yang memuat titik 𝑥. Untuk setiap 𝑛, kita memiliki
pertidaksamaan
𝑎1 𝑎 𝑎 𝑎1 𝑎2 +1 𝑎𝑛 +1
(2) + 222 + ⋯ + 2𝑛𝑛 ≤ 𝑥 ≤ + …+ .
2 2 22 2𝑛
𝑚
Jika 𝑥 merupakan titik bisection pada tahap ke-n, maka 𝑥 = 2𝑛 dimana 𝑚 ganjil. Pada
kasus ini, kita boleh memilih salah satu subinterval kiri atau kanan; akan tetapi, ketika
satu subintervaal telah dipilih, maka semua subinterval sub-barisan dalam prosedur
bisection telah ditentukan. [Sebagai contoh, jika kita memilih subinterval kiri sehingga
𝑎𝑛 = 0, maka 𝑥 merupakan titik akhir kanan dari semua subinterval sub-barisan, yang
mengakibatkan 𝑎𝑘 = 1 untuk semua 𝑘 ≥ 𝑛 + 1. Sedangkan jika kita memilih
subinterval kanan sehingga 𝑎 + 𝑛 = 1, maka 𝑥 merupakan titik akhir kiri dari semua
subinterval sub-barisan, yang mengakibatkan 𝑎𝑘 = 0 untuk semua 𝑘 ≥ 𝑛 + 1.
3
Contohnya, jika 𝑥 = 4, maka dua barisan yang mungkin untuk 𝑥 adalah 1,0,1,1,1, …
dan 1,1,0,0,0, …]
(3) 𝑥 = (0, 𝑎1 𝑎2 … 𝑎𝑛 … )2 .
dan menyebut (3) sebagai representasi biner dari 𝑥. Representasi ini unik (satu-
𝑚
satunya) kecuali ketika 𝑥 = 2𝑛 dimana 𝑚 ganjil, dimana dalam kasus ini 𝑥 memiliki
dua representasi
itu, Teorema 2.5.3 mengimplikasikan bahwa ada satu bilangan real 𝑥 yang memenuhi
(2) untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ. Akibatnya, 𝑥 memiliki representasi biner (0, 𝑎1 𝑎2 … 𝑎𝑛 … )2 .
Catatan: Konsep dari representasi biner merupakan hal yang sangat penting di era
digital saat ini. Sebuah bilangan dimasukkan dalam komputer digital pada “bits”, pada
setiap bit dapat dimasukkan dalam satu dari dua pernyataan yang dapat
mengidentifikasi berhasil atau tidak. Masing-masing dari kedua pernyataan ini
berhubungan dengan nilai 0 dan 1. Dengan demikian representasi biner dari suatu
bilangan dapat disimpan dalam komputer digital pada sejumlah bit. Dalam praktik
sebenarnya, karena banyak bit yang dapat disimpan, maka menyebabkan representasi
biner harus terpotong. Jika n merupakan digit biner yang digunakan untuk sebuah
1
bilangan 𝑥 ∈ [0,1], sehingga akurasinya mendekati . Misalnya, untuk memastikan
2𝑛
keakuratan empat bilangan desimal, kita perlu menggunakan setidaknya 15 digit biner
(atau 15 bits).
Representasi Desimal
Representasi desimal dari bilangan real hampir sama dengan representasi biner, kecuali
ketika kita membagi interval menjadi sepuluh subinterval yang sama.
9}. Kemudian dilanjutkan menggunakan aturan biner, kita akan memperoleh barisan
(𝑏𝑛 ) dari bilangan bulat 0 ≤ 𝑏𝑛 ≤ 9 untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ sedemikian hingga 𝑥
memenuhi
𝑏1 𝑏2 𝑏𝑛 𝑏1 𝑏2 𝑏𝑛 + 1
+ 2 +⋯+ 𝑛 ≤ 𝑥 ≤ + 2 + ⋯+
10 10 10 10 10 10𝑛
Dalam masalah ini kita dapat menyebutkan 𝑥 merupakan representasi desimal dengan
𝑥 = (0, 𝑏1 𝑏2 … 𝑏𝑛 … )10
𝑛 ∈ ℕ, 1 ≤ 𝑚 ≤ 10𝑛 . (kita mungkin juga berasumsi bahwa 𝑚 tidak dapat dibagi 10).
Ketiga 𝑥 merupakan titik pembagian pada taham 𝑛, satu pilihan untuk 𝑏𝑛 koresponden
untuk memilih subinterval kiri, yang menyebabkan semua digit selanjutnya menjadi 9,
dan pilihan lainnya koresponden untuk menentukan subinterval kanan yang benar, yang
1
menyebabkan semua digit sub barisan menjadi 0. [Contoh, jika 𝑥 = 2 maka 𝑥 =
38
0,4999 … = 0,5000 …, dan jika 𝑦 = 100 maka 𝑦 = 0,37999 … = 0,38000 … ]
𝑝
Misalnya 𝑥 = 𝑞 dengan 𝑝, 𝑞 ∈ ℕ tidak memiliki faktor bilangan
bulat yang sama. Untuk mempermudah kita juga akan memisalkan 0 < 𝑝 < 𝑞. Kita
ingat bahwa proses dari “pembagian panjang” dari 𝑞 ke 𝑝 memberikan representasi
𝑝
desimal dari 𝑞. Setiap langkah pada proses menghasilkan suatu sisa yang merupakan
bilangan bulat mulai dari 0 hingga 𝑞 − 1. Karena itu, setelah paling banyak 𝑞 tahap,
suatu sisa akan muncul untuk kedua kalinya, pada titik itu, digit dalam hasil bagi akan
mulai mengulang dengan sendirinya dalam sebuah siklus. Karenanya, representasi
desimal seperti itu merupakan bilangan rasional periodik.
Kita sekarang akan menyediakan bukti kedua Cantor dari bilangan real yang
uncountable. Ini adalah pernyataan “diagonal” yang elegan yang didasarkan pada
representasi bilangan real.
Bukti.
2 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑏𝑛𝑛 ≥ 5
𝑦𝑛 ≔ {
7 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑏𝑛𝑛 ≤ 4
Maka 𝑦 ∈ [0,1]. Perhatikan bilangan 𝑦 tidak sama dengan bilangan apapun dengan dua
representasi desimal, karena 𝑦𝑛 ≠ 0,9 untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ. Selanjutnya, karena 𝑦 dan
𝑥𝑛 berbeda di bilangan desimal ke-n, maka 𝑦 ≠ 𝑥𝑛 untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ. Karena itu, 𝑦
tidak termasuk dalam pencacahan dari [0,1], hal ini menyebabkan kontradiksi dengan
hipotesis.
Boleh saja, kita menggunakan huruf yang lain, missal Y = (𝑦𝑘 ) , 𝑍 = (𝑧i) dan sebagainya, untuk
menunjukkan barisan.
Hal yang penting bahwa tanda kurung kurawal untuk menegaskan untuk membedakan
antara himpunan bilangan asli ℕ dan barisan (𝑋𝑛 ∶ 𝑛 ∈ ℕ)
Pada himpunan, urutan keanggotaan tidak diperhatikan dan bila muncul unsur atau
elemen dua kali atau lebih, cukup ditulis sekali saja. Contoh, (𝑥𝑛 ∶ 𝑛 ∈ ℕ) barisan di
daerah hasil barisan yang tidak terurut. Contoh, X := ((-1)n : ∈ ℕ) memiliki tak hingga
banyak suku diantara −1 dan 1, mengingat nilai himpunan ((-1)n : ∈ ℕ) adalah sama
dengan himpunan {−1, 1}, yang hanya memiliki dua elemen.
Barisan sering didefinisikan dengan memberikan suatu bentuk suku ke n pada 𝑋𝑛 . Sering kali suku-
suku dalam barisan ditampilkan secara berurutan, dan berhenti ketikaaturan formasi tampak nyata.
Contoh :
1 1 1 1
𝑋 ≔ (2 , 4 , 8 , … , ) dapat juga dituliskan 𝑋 ≔ (2𝑛 : 𝑛 ∈ ℕ) atau lebih sederhana 𝑋 ≔
1
(2𝑛)
Cara lain untuk mendefinisikan barisan adalah menetapkan nilai 𝑥1 dan membuat suatu formula untuk
𝑥𝑛+1 (𝑛 ≥ 1) dalam bentuk 𝑥𝑛 . Lebih umum, kita tetapkan 𝑥1 dan kemudian memberi suatu
formula untuk mendapatkan 𝑥𝑛+1 dari 𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 , … , 𝑥𝑛 . Barisanyang didefinisikan seperti diatas
dikatakan induktif (atau rekursif)
Contoh 3.1.2 :
(c) Barisan bilangan asli genap (2𝑛 ∶ 𝑛 ∈ 𝑁) dapat didefinisikan secara induktif
dengan
𝑥1 ≔ 2, 𝑥𝑛+1 ≔ 𝑥𝑛 + 2
atau didefinisikan
𝑦1 ≔ 2, 𝑦𝑛+1 ≔ 𝑦1 + 𝑦𝑛
(d) Barisan Fibonacci 𝐹 ∶= (𝑓𝑛 ) dapat didefinisikan secara induktif
𝑓1 ≔ 1 , 𝑓2 ≔ 1, 𝑓𝑛+1 ≔ 𝑓𝑛−1 + 𝑓𝑛 (𝑛 ≥ 2)
Demikian setiap suku-suku harus diketahui oleh dua suku pertama terlebih
dahulu. Sepuluh suku pertama barisan Fibonacci adalah
(1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, … )
Limit Barisan
Defenisi 3.1.3
Barisan 𝑋 = (𝑥𝑛 ) di ℝ dikatakan konvergen ke 𝑥 ∈ ℝ atau 𝑥 dikatakan mempunyai
limit (𝑥𝑛 ), jika untuk setiap 𝜀 > 0 terdapat suatu bilangan asli 𝐾(𝜀) sedemikian hingga
untuk setiap bilangan asli 𝑛 ≥ 𝐾 (𝜀) maka suku-suku 𝑥𝑛 memenuhi |𝑥𝑛 – 𝑥| < 𝜀.
Jika suatu barisan mempunyai limit, maka bahwa barisan tersebut konvergen. Jika tidak
mempunyai limit, maka dikatakan barisan tersebut divergen.
Jika suatu barisan mempunyai limit 𝑥, maka dapat ditulis:
limX = 𝑥 lim(𝑥𝑛 ) = 𝑥 (𝑥𝑛 ) → 𝑥
Notasi 𝐾 (𝜀) secara eksplisit menyatakan bahwa pemilihan K tergantung pada nilai 𝜀 > 0.
Dalam beberapa kasus, nilai “kecil” 𝜀 selalu membutuhkan nilai “besar”
K untuk menjamin bahwa |𝑥𝑛 – 𝑥| antara 𝑥𝑛 dan 𝑥 adalah kurang dari 𝜀 untuk setiap 𝑛 ≥ 𝐾 (𝜀).
1
Contoh: lim =0
𝑛→∞ 2𝑛2 +3
1
Ambil sembarang 𝜀 > 0, sehingga 𝜀 > 0. Menurut sifat Archimedes, ada 𝑘 bilangan asli,
1 1
sedemikian sehingga berlaku 𝜀 < 𝑘, yang ekuivalen dengan 𝑘 < 𝜀.
1
Menurut definisi limit barisan, kita harus membuktikan bahwa |2𝑛2 +3 − 0| < 𝜀.
1 1
Sekarang, ∀𝜀 > 0, ∃𝑘 ∈ N sedemikian hingga untuk 𝑛 ≥ 𝐾 ↔ 2𝑛 ≥ 2𝑘 ↔ ≤
2𝑛 2𝑘
1 1 1 1 1
berlaku |2𝑛2 +3 − 0| < 2𝑛2 +3 ≤ 2𝑛2 ≤ 𝑛 ≤ 𝑘 < 𝜀. Jadi terbukti bahwa limitnya
1
lim =0
𝑛→∞ 2𝑛2 +3
terbukti bahwa untuk setiap 𝜀 > 0 terdapat 𝐾(𝜀) ∈ ℕ sedemikian hingga untuk
1 1
setiap 𝑛 ∈ ℕ dengan 𝑛 ≥ 𝐾(𝜀) berlaku |𝑛2 − 0| < (𝜀), atau lim (𝑛2 ) = 0
𝟑𝒏+𝟐
(c) lim ( 𝒏+𝟏 ) = 𝟑
Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah menyederhanakan bagian kiri:
3𝑛+2 3𝑛+2−3𝑛−3 −1 1 1
| 𝑛+1 − 3| = | | = |𝑛+1| = 𝑛+1 < 𝑛
𝑛+1
1 1
Jika < 𝜀 dipenuhi maka ketaksamaan (1) berlaku. Jika < 𝜀, maka untuk
𝑛 𝐾
1
setiap 𝑛 ≥ 𝐾, kita juga mempunyai 𝑛 < 𝜀. Jadi (1) berlaku. Oleh karena itu limit
barisan adalah 3.
(d) Jika 𝟎 < 𝒃 < 𝟏 maka lim (𝒃𝒏 ) = 𝟎
Dengan menggunakan sifat dasar pada fungsi logaritma natural. Jika 𝜀 > 0
sebarang diperoleh
𝑏 𝑛 < 𝜀 ↔ 𝑛 ln 𝑏 < ln 𝜀 ↔ 𝑛 > ln 𝜀/ln 𝑏 karena ln 𝑏 > 0, pilih 𝐾 sehingga
𝐾 > ln 𝜀/ln 𝑏, maka diperoleh 0 < 𝑏 𝑛 < 𝜀 untuk setiap 𝑛 ≥ 𝐾. Dengan
demikian diperoleh lim (𝑏 𝑛 ) = 0.
Contoh: jika 𝑏 = 0,8 dan diberikan sebarang 𝜀 = 0,01. Maka diperoleh 𝐾 >
ln 0,01/ln 0,8 ≈ 20,6377. Dengan demikian 𝐾 = 21 pilihan yang tepat untuk
𝜀 = 0,01
Catatan Permainan 𝐾(𝜀). Salah satu cara mencari hubungan antara 𝜀 dan 𝐾
dalam kekonvergenan suatu barisan adalah dengan permainan 𝐾(𝜀). Dalam
permainan ini pemain A menyatakan bilangan tertentu 𝑥 sebagai limit barisan
(𝑥𝑛 ). Kemudian pemain B memberi pemain A suatu nilai 𝜀 > 0. Pemain A harus
menentukan bilangan 𝐾 sedemikian hingga untuk setiap 𝑛 ≥ 𝐾, |𝑥𝑛 − 𝑥| < 𝜀.
Jika Pemain A selalu mendapatkan nilai 𝐾 dalam permainan ini, maka dia
menjadi pemenang, dan barisannya konvergen. Tetapi, jika pemain B dapat
memberikan 𝜀 > 0 sedemikian hingga pemain A tidak dapat menentukan nilai
𝐾, maka pemain B pemenangnya, dan kita simpulkan bahwa barisan konvergen
ke 𝑥.
Contoh 3.1.7
Barisan (0, 2, 0, 2, … ,0, 2, … ) tidak konvergen untuk bilangan 0
Jika siswa A menegaskan bahwa 0 adalah limit dari barisan, dia akan kehilangan
permainan 𝐾(𝜀) Ketika siswa B memberikan nilai dari 𝜀 < 2. Untuk kepastian,
siswa B memberi siswa A nilai 𝜀0 = 1. Tidak ada masalah apakah siswa A
memilih nilai untuk 𝐾, jawabannya tidak akan cukup atau memenuhi, untuk
siswa B akan menjawab dengan memilih bilangan genap 𝑛 > 𝐾. Kemudian
korespondensi nilai adalah 𝑥𝑛 = 2 jadi |𝑥𝑛 − 𝑥| = 2 > 1 = 𝜀0 . Bilangan 0
bukan limit suatu barisan.
Ekor Barisan
Ini penting bahwa barisan konvergen atau divergen 𝑋 = (𝑥𝑛 )bergantung pada
“ultimate behavior (perilaku pada akhirnya)” pada bentuknya. Dengan ini kami mengartikan
bahwa untuk sembarang bilangan asli 𝑚, kami meletakkan pertama 𝑚 pada bentuk barisan, kemudian
hasil dari barisan 𝑥𝑚 konvergen jika dan hanya jika barisan asli konvergen dan dikasus ini,
batasannya adalah sama. Kami berangkat dari formula setelah kita mengenalkan ide
dari “ekor” barisan.
Definisi 3.1.8
Misalkan 𝑋 = (𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 , … ) adalah barisan bilangan real dan jika 𝑚 adalah diberi
bilangan asli, kemudian ekor 𝑚 dari 𝑋 adalah barisan
Contoh”:
Teorema 3.1.9
asumsi 𝑋 konvergen ke 𝑥, kemudian diberikan sebarang 𝜀 > 0, jika bentuk dari 𝑋 untuk
𝑛 ≥ 𝐾(𝜀) menyebabkan |𝑥𝑛 – 𝑥| < 𝜀, kemudian bentuk dari 𝑋𝑚 untuk 𝑘 ≥ 𝐾(𝜀) − 𝑚
menyebabkan |𝑥𝑘 – 𝑥| < 𝜀. Kemudian kami dapat mengambil 𝐾𝑚 (𝜀) = 𝐾𝑚 (𝜀) − 𝑚
jadi 𝑋𝑚 juga konvergen pada 𝑥.
Kadang-kadang barisan, 𝑋 pada akhirnya mempunyai sifat jika beberapa ekor dari 𝑋
memiliki sifat itu. Contoh, kami mengatakan bahwa barisan (3, 4, 5, 5, 5, … , 5, … )
adalah pada akhirnya konstanta. Dilain sisi, barisan (3, 5, 3, 5, … , 3, 5, … ) tidak
akhirnya konstanta. Gagasan dari konvergen dapat dimulai menggunakan terminology
ini: sebuah barisan 𝑋 konvergen pada 𝑥 jika dan hanya jika berbentuk daari 𝑋 adalah
akhirnya disetiap 𝜀persekitaran dari 𝑥.
Contoh selanjutnya
Menetapkan nomor yang 𝑥 adalah batas dari barisan (𝑥𝑛 ), Kami sering mencoba
menyederhanakan perbedaan |𝑥𝑛 – 𝑥| sebelum mengingat 𝜀 > 0 dan menemukan 𝐾(𝜀)
seperti yang disyaratkan oleh definisi dari limit. Ini selesai pada beberapa contoh awal.
Hasil selanjutnya adalah lebih pernyataan formal dari ide dan contoh yang mengikuti
pendekatan ini.
Teorema 3.1.10
Diberikan 𝑋𝑛 barisan dari bilangan real dan diberikan 𝑥 ∈ ℝ. Jika (𝑎𝑛 ) adalah barisan
bilangan positif real dengan lim(𝑎𝑛 ) = 0 dan jika beberapa konstanta 𝐶 > 0 dan
beberapara 𝑚 ∈ 𝑁 kami punya |𝑥𝑛 – 𝑥| ≤ 𝐶𝑎𝑛 untuk semua 𝑛 ≥ 𝑚. Kemudian diikuti
bahwa lim(𝑥𝑛 ) = 𝑥
Bukti:
𝜀
Jika 𝜀 > 0 diberikan, kemudian sejak lim(𝑎𝑛 ) = 0, kami tahu terdapat 𝐾 = 𝐾(𝐶) yang
mana 𝑛 ≥ 𝐾 menyebabkan
𝜀
𝑎𝑛 = |𝑎𝑛 – 0| ≤ 𝐶
𝜀
|𝑥𝑛 – 𝑥| ≤ 𝐶𝑎𝑛 < 𝐶 ( ) = 𝜀
𝐶
Contoh 3.1.11
𝟏
a) Jika 𝒂 > 𝟎, Kemudian lim (𝟏+𝒏𝒂) = 𝟎
1 1
Karena 𝑎 > 0, kemudian 0 < 𝑛𝑎 < 1 + 𝑛𝑎, dan karena 0 < 1+𝑛𝑎 < 𝑛𝑎
(1 + 𝑎)n ≥ 1 + 𝑛𝑎 diberikan
1 1
0 < 𝑏 𝑛 = 1/(1 + 𝑎)n ≤ ≤
1+𝑛𝑎 𝑛𝑎
dengan contoh 3.1.10(d) dimana kita memperoleh 𝐾 = 25, kita lihat metode
pendekatan tidak member kita nilai yang terbaik dari 𝐾. Namun, untuk tujuan
menemukan limit, ukuran 𝐾 adalah immaterial.
𝟏
c) Jika 𝒄 > 𝟎, kemudian lim (𝒄𝒏 ) = 𝟏
Kasus 𝑐 = 1 adalah sepele karena yang (𝑐𝑛1 ) adalah barisan konstan (1, 1, … )
1
yang terbukti konvergen untuk, jika 𝑐 > 1 kemudian (𝑐 𝑛 ) = 1 + 𝑑𝑛 untuk
punya
1
1
|𝑐 𝑛 − 1| = 𝑑𝑛 ≤ (𝑐 − 1)( ) untuk 𝑛 ∈ ℕ
𝑛
1
1 1
Sehingga |𝑐 𝑛 − 1| < (𝑐 ) (𝑛) untuk 𝑛 ∈ ℕ
d) lim (𝒏𝟏𝒏 ) = 𝟏
1 1
Karena 𝑛𝑛 = 1 untuk 𝑛 > 1 kita dapat menulis 𝑛𝑛 = 1 + 𝑘𝑛 untuk suatu 𝑘𝑛 >
0 ketika 𝑛 > 1 diberikan 𝑛 = (1 + 𝑘𝑛 )n untuk 𝑛 > 1. Oleh teorema binomial,
jika 𝑛 > 1 kita punya
1 1
𝑛 = 1 + 𝑛𝑘𝑛 + ( ) 𝑛(𝑛 − 1)𝑘𝑛 2 + ⋯ ≥ 1 + ( ) 𝑛(𝑛 − 1)𝑘𝑛 2
2 2
Maka berikut bahwa
1
𝑛 − 1 ≥ ( ) 𝑛(𝑛 − 1)𝑘𝑛 2
2
2
Karenanya 𝑘𝑛 2 ≤ 𝑛 untuk 𝑛 − 1. Jika 𝜀 > 0 diberikan, itu mengikuti dari milik
Archimedean bahwa ada bilangan asli 𝑁𝜀 sehingga 2/𝑁𝜀 < 𝜀 2 . Itu mengikuti
bahwa 𝑛 ≥ sup{2, 𝑁𝜀 } kemudian 2/𝑁𝜀 < 𝜀 2 .Oleh karena itu
1
0 < 𝑛𝑛 − 1 = 𝑘𝑛 ≤ 2/𝑁𝜀 < 𝜀 2
Karena 𝜀 > 0 adalah sebarang, kita menyimpulkan bahwa lim (𝑛1𝑛 ) = 1