Anda di halaman 1dari 11

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN ATLET MENGENAI

PENGGUNAAN DOPING DAN UPAYA PENCEGAHANNYA PADA


ATLET FUTSAL
SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Dari


Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga

Oleh:
SHALEH ABDURRAHIM
1304793

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA


FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAG DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019
SHALEH ABDURRAHIM

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN ATLET MENGENAI


PENGGUNAAN DOPING DAN UPAYA PENCEGAHANNYA PADA ATLET
FUTSAL

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

ttd.

Nama
NIP

Pembimbing II

ttd.

Nama
NIP

Mengetahui
Ketua Departemen ................

ttd.

Nama
NIP
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Olahraga merupakan suatu gerakan olah tubuh yang memberikan efek pada

tubuh secara keseluruhan. Olahraga dapat membantu merangsang otot-otot dan

bagian tubuh lainnya untuk bergerak sehingga menjadi lebih aktif. Pentingnya

olahraga bagi tubuh dapat diilustrasikan seperti mesin yang tidak pernah digunakan

yang dapat menyebabkan bagian-bagian dari mesin akan mengalami kerusakan

karena tidak terlatih untuk terus bekerja. Demikian pula dengan tubuh manusia, jika

tubuh manusia mengalami kondisi kurang aktif dalam bergerak atau beraktifitas

maka tubuh akan mengalami berbagai masalah dalam kesehatan.

Olahraga dapat menyebabkan otot menjadi lebih aktif dan sirkulasi darah

dapat lebih optimal sehingga dapat menyebabkan penyaluran atau sirkulasi oksigen

ke dalam tubuh terutama bagian otak menjadi lancar sehingga metabolisme tubuh

menjadi optimal. Tubuh akan terasa segar dan otak sebagai pusat saraf pun akan

bekerja menjadi lebih baik karena sirkulasi oksigen kedalam otak menjadi lebih

stabil. Manfaat lain dari berolahraga, diantaranya adalah dapat meningkatkan daya

tahan tubuh, meningkatkan fungsi otak, mengurangi stres, menurunkan kolesterol,

dan menjaga kestabilan tubuh/kebugaran tubuh.

Menurut Renstrom & Roux (dikutip dalam Giriwijoyo dkk, 2012), dalam

memelihara kesehatan tubuh, olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur

dan terencana untuk memelihara gerak (yang berarti mempertahankan hidup) dan

meningkatkan kemampuan gerak (yang berarti meningkatkan kualitas hidup).


Seperti halnya makan, gerak (olahraga) merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya

terus menerus, artinya olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina

kesehatan, tidak dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang

perkembangan fungsional jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-

anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan

intelektual maupun kemampuan bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga

menjadi lebih unggul, khususnya pada generasi muda yang aktif mengikuti kegiatan

olahraga.

Sedangkan menurut Harsono (1988), “Olahraga adalah aktivitas otot besar

yang menggunakan energi tertentu untuk meningkatkan kualitas hidup” maka dapat

disimpulkan bahwa olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan

terencana untuk meningkatkan kualitas hidup dan juga sangat membantu dalam

memenuhi aktivitas hidup.

Dalam memenuhi aktivitas hidup, olahraga juga tidak hanya sebagai

keperluan untuk memelihara kesehatan tubuh tetapi juga sebagai ajang kompetisi

yang dapat mengharumkan nama bangsa dan negara, bahkan sebagian orang

menjadikan olahraga sebagai kebutuhan ekonomi untuk menghidupi keluarganya.

Berbagai kejuaraan olahraga banyak diselenggarakan baik di tingkat daerah,

nasional, hingga internasional.

Banyaknya penyelenggaraan perlombaan dibidang olah raga, dapat

memotifasi seseorang atau masyarakat untuk menjadi seorang atlet, salah satunya

dengan berpartisipasi dalam mengikuti kejuaraan dan menjadikan event olahraga

sebagai arena yang menantang dan menarik. Hal ini dikarenakan pihak-pihak yang
mengikuti kejuaraan olahraga memiliki satu tujuan yaitu untuk memperoleh

kemenangan atau prestasi pada cabang olahraga yang digelutinya.

Prestasi yang cemerlang seakan-akan menjadi kewajiban bagi seorang atlet,

semakin banyak prestasi yang diraih maka semakin banyak pula penghargaan-

penghargaan yang di peroleh seperti ketenaran, kesempatan untuk keluar negeri,

pendapatan yang cukup tinggi dan bahkan di tambah dengan iming-iming bonus

yang menggiurkan jika atlet tersebut dapat memenangkan kejuaran pada

perlombaan yang diselenggarakan

Salah satu contoh, atlet PON XIX dan Peparnas XV di daerah Jawa Barat,

dalam laporannya kepada Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Kepala Dinas Pemuda

dan Olah Raga (Dispora) Jabar Yudha M. Saputra mengatakan, penghargaan

tersebut diberikan kepada 1514 orang kontingen PON XIX dan 302 orang

kontingen Peparnas XV. "Total uang kadeudeuhnya untuk kontingen PON XIX

mencapai Rp.164,02 miliar dan untuk kontingen Peparnas XV Rp 74,01 miliar

untuk kontingen Peparnas XV, sehingga jumlah keseluruhannya mencapai Rp 328

miliar," ujarnya.

Yudha menambahkan, penghargaan itu diberikan untuk meningkatkan

motivasi para atlet agar bisa meraih prestasi lebih tinggi lagi di level internasional

dan mengikat mereka untuk tetap membela Jabar di ajang PON XX dan Peparnas

XVI, Papua 2020. Dalam waktu dekat ini, Yudha mengharapkan penghargaan itu

bisa memotivasi atlet Jabar bisa berprestasi membela bangsa di SEA Games 2017

dan Asian Games 2018.


Penghargaan-penghargaan tersebut membuat para atlet berlomba-lomba

dalam mengukir prestasi, dan tidak dapat di pungkiri bahwa untuk mencapai

prestasi tersebut tidak dibutuhkan usaha yang mudah.

Seorang atlet membutuhkan persiapan yang matang dalam menghadapi

pertandingan, baik persiapan mental maupun fisik. Seringkali seorang atlet

mengalami kekhawatiran menjelang pertandingan yang berdampak pada krisis

kepercayaan diri yang dapat merusak konsentrasi dalam menghadapi pertandingan.

Kekhawatiran-kekhawatiran dalam menghadapi pertandingan seperti keraguan

terhadap kesiapan dan potensi yang dimiliki atlet, rasa takut ketika menghadapi

lawan, desakan untuk menang dari pelatih, orang tua,sponsor, dan lain sebagainya,

emosional atlet seperti mudah panik, mudah marah, dan lain-lain, dan berbagai

kekhawatiran baik yang muncul dari dalam diri maupun lingkungan atlet.

Kekhawatiran tersebut akan berdampak pada kondisi kepercayaan diri dan

dapat merusak konsentrasi atlet dalam menghadapi pertandingan. Berbagai

tantangan tersebut dapat mendorong munculnya keinginan untuk mengatasi

tantangan yang dihadapi atlet secara tidak sportif atau tidak tepat, salah satunya

dengan menggunakan doping.

Doping menurut Menurut Richard V. Ganslen dalam Djoko Pekik Irianto

(2006, hlm. 115) “Doping adalah pemberian obat/bahan secara oral/parenteral

kepada seorang olahragawan dalam kompetisi, dengan tujuan utama untuk

meningkatkan prestasi secara tidak wajar”.

Dalam olahraga, doping merujuk pada penggunaan obat peningkat performa

oleh para atlet agar dapat meningkatkan performa atlet tersebut. Penggunaan doping

dilarang karena berdampak negatif bagi karir dan masa depan seorang atlet. Hal ini
dikarenakan, dampak negatif dari penggunaan doping dalam jangka panjang seperti

menimbulkan ketergantungan, rusaknya organ atau saraf pada tubuh, rentan

terserang penyakit, hilangnya karir dalam dunia olahraga dan lain sebagainya. Oleh

sebab itu penggunaan doping dilarang oleh banyak organisasi olahraga seluruh

dunia.

Manusia telah menggunakan doping sejak zaman dahulu, yaitu untuk

menambah kekuatan fisik dan meningkatkan keberanian, misalnya penduduk

Indian di Amerika Tengah dan beberapa suku di Afrika. Mereka menggunakan zat

– zat dari tumbuhan liar tertentu, ataupun madu yang digunakan untuk persiapan

perjalanan jauh atau berburu. Amfetamin telah digunakan pada perang dunia II

untuk melawan rasa kantuk dan lelah.

Menurut IOC (Komite Olimpiade Internasional) pada tahun 1990, doping

adalah upaya meningkatkan prestasi dengan menggunakan zat atau metode yang

dilarang dalam olahraga dan tidak terkait dengan indikasi medis. Alasannya

terutama mengacu pada ancaman kesehatan atas obat peningkat performa,

kesamaan kesempatan bagi semua atlet dan efek olahraga "bersih" (bebas doping)

yang patut dicontoh dalam kehidupan umum. Selain obat, bentuk lain dari doping

ialah doping darah, baik melalui transfusi darah maupun penggunaan hormon

eritropoietin atau steroid anabolik tetrahidrogestrinon.

Banyak dampak negatif dari penggunaan doping bagi atlet, diantaranya atlet

akan mengalami depresi pernafasan, gangguan pertumbuhan, resiko pembekuan

darah, stroke dan lain sebagainya. Maka dari itu penggunaan obat-obatan

pendongkrak stamina perlu dihindari disamping tidak adanya sikap sportivitas juga

membawa dampak buruk bagi tubuh.


Upaya dalam mengurangi penggunaan doping dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu dengan cara formal dan informal. Contoh cara formal ialah dengan

membentuk suatu organisasi yang menanggulangi permasalahan doping, seperti

WADA (World Anti Doping Agency) dan LADI (Lembaga Anti Doping

Indonesia). Sedangkan contoh cara informal yang digunakan untuk mengurangi

penggunaan doping dapat dilakukan dengan membentuk etika dan karakter atlet

melalui latihan. Konsep fair play harus ditanamkan kepada atlet. Oleh karena itu

sangat tepat bila penghargaan diberikan kepada para atlet apabila dapat

menunjukkan perilaku yang terpuji yang terkandung dalam konsep fair play

Meski larangan penggunaan doping untuk atlet sudah jelas, tetapi masih

banyak atlet yang menggunakan doping sebagai alternatif untuk memenangkan

pertandingan. Sebagai contoh, Ben Johnson seorang atlet pelari (sprinter) dunia dari

Kanada, telah menggunakan doping jenis stanazolol suatu devirat dari androgen

(testosteron) dan pada Olympiade Seoul, 1988 mencatat rekor sprint 100 M yang

amat sensasional pada waktu itu, yaitu dengan catatan waktu 9,78 detik. Satu tahun

sebelumnya yaitu pada tahun 1987 pada kejuaraan dunia Atletik di Roma, Ben

Johnson juga mencatat waktu yang amat sensasional yaitu 9,83 detik untuk sprint

100 M, sedangkan pesaingnya, yaitu Carl Lewis sprinter dari Amerika Serikat

mencatat waktu 9,93 detik; suatu perbedaan waktu yang relatif besar untuk jarak

100 M. Namun oleh karena ia terbukti menggunakan stanazolol, maka rekor dan

medalinya dibatalkan. Pada waktu itu masih amat jarang ada sprinter yang dapat

menembus waktu di bawah 10 detik, apalagi menembus dengan waktu yang begitu

spektakuler. Begitu pula pada PON XIV di Jakarta terdapat enam orang atlet yang

juga terbukti menggunakan doping, yang oleh karena itu medalinya dibatalkan.
Dari fenomena diatas, meskipun sudah diketahui cara pemeriksaan maupun

bahayanya oleh atlet, hingga saat ini penggunaan doping tetap dilakukan oleh atlet

yang disebabkan karena : (1) Kurangnya pemahaman tentang bahaya dari

penggunaan doping. (2) Keinginan atlet untuk menjuarai perlombaan sehingga

menggunakan cara apapun untuk kemenangannya, (3) Keinginan untuk

mendapatkan hadiah, sehingga melakukan berbagai cara untuk mendapatkan hadiah

saat perlombaan, (4) Atlet merasa yakin obat yang mereka pergunakan adalah hal

baru yang tidak dapat dideteksi.

Berdasarkan teori yang dikemukakan diatas, bahwa atlet yang ingin

mempunyai prestasi yang tinggi atau unggul cenderung akan memilih

menggunakan obat-obatan yang memberikan dampak sebagai stimulan, seperti

penggunaan doping salah satu obat stimulan yang dilarang. Dengan demikian

pengetahuan tentang penggunaan doping untuk para atlet dapat lebih jelas sehingga

tidak menyalahgunakan penggunaan doping untuk keperluan olahraga. Maka,

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Gambaran

Tingkat Pengetahuan Atlet Terhadap Penggunaan Doping Dalam Upaya

Pencegahannya Pada Atlet Cabang Olahraga Futsal”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, peneliti

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Seberapa besar tingkat pengetahuan atlet futsal PORDA Kota Bandung

mengenai doping?

2. Apa upaya pencegahan penggunaan doping?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan Atlet Mengenai

Penggunaan Doping Dan Upaya Pencegahannya Pada Atlet Cabang Olahraga

Futsal” diorientasikan untuk mencapai tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui tingkatan pengetahuan atlet futsal PORDA Kota Bandung

mengenai doping

2. Mengetahui upaya pencegahan penggunaan doping

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan Atlet

Mengenai Penggunaan Doping Dan Upaya Pencegahannya Pada Atlet Cabang

Olahraga Futsal” tercapai, maka hasilnya diorientasikan untuk memberikan

manfaat sebagai berikut:

1. Memperoleh informasi, pengetahuan, dan pengalaman terkait dengan

doping dan komposisinya

2. Memperoleh solusi terkait upaya pencegahan penggunaan doping pada

atlet Futsal PORDA Kota Bandung 2018

E. Struktur Organisasi Penelitian

Struktur organisasi berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab

dan bagian bab dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini struktur organisasi

penelitian dirinci sebagai berikut :

BAB I Memuat tentang pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat atau signifikansi

penelitian, dan struktur penelitian.


BAB II Menerangkan tentang konsep, teori, dan pendapat para ahli terkait

dengan masalah yang diteliti dalam menyusun pertanyaan

penelitian, tujuan.

BAB III Berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitan termasuk

komponen yang lainnya seperti populasi dan sampel, variebel, dan

desain penelitian, instrument penelitian, prosedur pelaksanaan tes,

dan analisis data.

BAB IV Membahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang

meliputi pengolahan data untuk menghasilkan temuan yang

berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan

penelitian dan pembahasan atau analisa temuan.

BAB V Menjelaskan tentang kesimpulan dan saran yang memaparkan hasil

analisis temuan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai