Anda di halaman 1dari 3

Hoaks Jelang Pilpres 2019 Sistematis dan Sangat Berbahaya

Puguh Hariyanto
Rabu, 28 November 2018 - 20:02 WIB
JAKARTA - Suhu politik jelang Pilpres 2019 dan
Pemilu 2019 kian panas. Hal ini diperkuat dengan
bertebarannya berita bohong (hoaks) sehingga berpotensi
memecah belah masyakarat.

Salah satu yang menjadi momok adalah soal kasus Ratna


Sarumpaet yang mengaku-ngaku dianiaya. Namun
demikian, yang terjadi sebaliknya adalah Ratna telah
menjalani operasi pelastik muka yang mengakibatkan
mukanya lebab seperti habis dipukuli.

"Kami melihat situasi sekarang ini sudah merusak akal


sehat dimana orang sudah sulit membedakan antara
Suhu politik jelang Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 kian panas. Hal ini
diperkuat dengan bertebarannya berita bohong (hoaks) berita benar dan bohong. Ada yang bicara A, kemudian
sehingga berpotensi memecah belah masyakarat. Ilustrasi/SINDOnews diklarifikasi tetapi tetap saja (mereka) bicara, karena itu
(bagi mereka) berita penting, baik itu kebohongan atau
bukan kebohongan," kata Koordinator Jejaring Anti Bohong (JAB), Sinnal Blegur dalam siaran pers yang diterima
SINDOnews, Rabu (28/11/2018).

JAB memposisikan diri untuk melawan kebohongan-kebohongan yang dilakukan kubu Prabowo-Sandi. Terlebih,
kebohongan-kebohongan itu tercatat dalam dokumen yang dimilikinya. "Kami tegas melawan itu," tuturnya.
Mantan Aktivis 98 ini mengatakan, kebohongan-kebohongan yang dilakukan kubu Prabowo-Sandi ini banyak. Selain kasus
Ratna Sarumpaet, ada soal data 25 juta pemilih ganda, tuduhan Jokowi PKI, Jokowi mengkriminalisasi ulama dan anti
Islam. Ini dilakukan menuju Pilpres 2019. Dari kebohongan kecil hingga kebohongan besarnya," tandasnya.
Tim Jokowi-Ma'ruf Sebut Reuni Akbar 212 Bagian dari Ekspresi
Rakhmatulloh
Rabu, 28 November 2018 - 09:32 WIB

Persaudaraan Alumni 212 direncanakan akan menggelar Reuni Akbar di Jakarta pada 2 Desember 2018 mendatang,
direspons Ketua TKN Jokowi, Erick Thohir.

JAKARTA - Persaudaraan Alumni 212 direncanakan akan menggelar Reuni Akbar di Jakarta pada 2 Desember
2018 mendatang. Rencana ini pun menuai komentar dari Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan
nomor urut 01 Jokowi-KH Ma'ruf Amin, Erick Thohir.

"Itu bagian dari ekspresi," kata Erick usai konsolidasi nasional 'Jaringan Matahari' pendukung Jokowi-Ma'ruf di
Kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta, Selasa 27 November 2018.

Erick menganggap, kegiatan tersebut wajar-wajar saja, apalagi kegiatan itu dimaksudkan untuk memperingati
Maulid Nabi Muhammad SAW. Ia berharap, kegiatan tersebut tidak disusupi kepentingan politik tertentu.

Menurutnya, tradisi Maulid Nabi itu baik selama simbol-simbol keagamaan tersebut tetap eksis tanpa campur
dengan kegiatan politik. Ketua Inasgoc itu pun berharap Maulid Nabi tidak hilang makna karena sesuatu hal.
Kubu Prabowo Sebut Jokowi Berlebihan Soal 'Kompor'
Rico Afrido Simanjuntak
Senin, 26 November 2018 - 18:29 WIB
JAKARTA - Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo
Subianto-Sandiaga Uno, Suhud Aliyudin menilai Presiden Joko
Widodo (Jokowi) berlebihan (Lebay, red).Kritikan Suhud
Aliyudin itu menyikapi pernyataan Presiden Jokowi yang menilai
banyak pihak memanfaatkan momentum pilihan politik dengan
membuat situasi menjadi panas alias kompor.
"Pak Jokowi jangan lebay," ujar Suhud Aliyudin dihubungi
wartawan, Senin (26/11/2018).

Sebab, kata Direktur Pencapresan Dewan Pimpinan Pusat Partai


Keadilan Sejahtera (PKS) ini, masyarakat di lapisan bawah saat
Presiden joko Widodo.Foto/Dok/SINDOnews
ini damai-damai saja. "Justru pernyataan Pak Jokowi dengan
istilah kompor menambah daftar diksi yang justru akan memicu kegaduhan di masyarakat," katanya.
Karena, lanjut dia, masyarakat akan saling sindir menggunakan istilah yang dipopulerkan oleh Presiden Jokowi itu. Maka
itu, dia menyarankan agar Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan bisa menggunakan diksi yang
menyatukan masyarakat.

"Karena kenyataannya, masyarakat di lapis bawah damai-damai saja," ungkap dia. Dia pun curiga bahwa Presiden Jokowi
sengaja memunculkan sejumlah istilah baru untuk menghindari tuntutan publik terhadap janji-janji kampanye yang tak
mampu ditepati. "Dan juga menghindari kampanye yang bersifat substantif," pungkasnya.

Anda mungkin juga menyukai