Adult Respiratory Distress Syndrome Ards
Adult Respiratory Distress Syndrome Ards
Ditujukan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Keperawatan Kegawat
Daruratan
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Ai Patimah
Ayu Novianti
Indriane Risti
3A
2015
BAB I
PENDAHULUAN
pada penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom Gawat
arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. Dalam sumber lain ARDS
merupakan kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas
berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada
perdarahan dan trauma berbagai bentuk. Dua kelompok yang tampak menjadi
resiko besar untuk sindrom adalah yang mengalami sindrom sepsis dan yang
kasus sepsis yang menyebabkan ARDS dan kegagalan organ multiple karena
infeksi oleh basil aerobic gram negative. Kejadian pretipitasi biasanya terjadi 1
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini
dari 18 mmHg.
ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan
yang benar tentang ARDS masih belum diketahui. Laju mortalitas tergantung
pada etiologi dan sangat berfariasi. ARDS adalah penyebab utama laju mortalitas
di antara pasien trauma dan sepsis, pada laju kematian menyeluruh kurang lebih
50% – 70%. Perbedaan sindrom klinis tentang berbagai etiologi tampak sebagai
2. Untuk mengetahui tentang apa saja yang ada dalam gangguan system
1.4 Manfaat
gangguan ARDS.
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Pengertian
napas mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang
patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak faktor predisposisi seperti syok
karena perdarahan, sepsis, rudapaksa/trauma pada paru atau bagian tubuh lainnya,
atau cedera serius. ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanik yang lebih
tinggi dari tekanan jalan napas normal. Terdapat kisaran yang luas dari faktor
yang berkaitan dengan terjadinya ARDS termasuk cedera langsung pada paru
(seperti inhalasi asap) atau gangguan tidak langsung pada tubuh (seperti syok).
2.1.2 Patologi
terlihat dalam 6 jam pertama. Pada tahap berikutnya didapatkan kongesti kapiler,
membran hialin, hipertrofi dan hiperplasia sel alveoli dan interstitial, proliferasi
fibroblas alveoli dan pada tahap akhir didapatkan pengendapan kolagen yang luas
2.1.3 Etiologi
Mekanisme Etiologi
Kerusakan paru akibat inhalasi Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas
idiopatik,
dengan penambahan cairan dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu edema paru
yang berbeda dari edema paru karena kelainan jantung. Perbedaannya terletak
pada tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi
terjadi peningkatan permeabilitas endotelium kapiler paru dan epitel alveoli yang
banyak mengenai edema paru pada ARDS, penting untuk mengetahui hubungan
Membran alveoli terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel Tipe I (Tipe A), sel
penyokong yang tidak mempunyai mikrovili dan amat tipis. Sel Tipe II (Tipe B)
berbentuk hampir seperti kubus dengan mikrovili dan merupakan sumber utama
surfaktan alveoli. Sekat pemisah udara dan pembuluh darah disusun dari sel Tipe I
Bagian membran kapiler alveoli yang paling tipis mempunyai tebal 0,15
berbagai zat yang terinhalasi. Jika terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95%
dari permukaan alveoli ini, akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah
interstisial, edema, dan perdarahan yang disertai dengan proliferasi sel Tipe II
yang rusak. Keadaan peradangan ini dapat membaik secara lambat atau
A sehingga terjadi perembesan cairan dan unsur-unsur lain darah ke dalam alveoli
dan terjadi edema paru. Mula-mula cairan berkumpul di interstisium dan jika
ARDS adalah fakta adanya granulositopenia yang berat pada binatang percobaan
pengumpulan granulosit yang tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit yang
merusak sel endotelium arteri pulmonalis dan leukosit neutrofil yang teraktivasi
surfaktan dan fosfolipase A. Selain itu, cairan edema terutama fibrinogen akan
(disseminatedintravascularcoagulation-DIC).
kapiler.
interstitial dan alveolar serta atelektasis alveolar, sehingga jumlah udara sisa pada
paru di akhir ekspirasi normal dan kapasitas residu fungsional (FRC) menurun.
2.1.5 Tanda dan Gejala
awal pada paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya
diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral
dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis
meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui
pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya
alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung,
namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada
yang terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik
konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan
indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit
paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru
pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta
jantung dapat dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa
pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg)
pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat
emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien
stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien,
misalnya dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut
2.1.6 Komplikasi
a. Kegagalan Pernafasan
Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna
a. Eksudatif
b. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan
4. Chest X—ray: pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat
interstisial secara bilateral dan infiltrat alveolar, menjadi rata dan dapat
jantung.
timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada
terhadap kemunculan ARDS. Hal-hal penting yang perlu diketahui dan dipahami
dan deteksi dini ARDS. Pengobatan dalam masa laten lebih besar
gejala ARDS.
dalam tingkat yang dapat ditoleransi sampai membran alveoli kapiler utuh
kembali.
disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan
dan memperberat edema paru. Cairan yang diberikan harus cukup untuk
ekstremitas hangat, dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema atau
memperberat edema paru. Jika perlu dimonitor dengan kateter SwanGanz dan
intravena setiap 6 jam sekali lebih disukai, kortikosteroid terutama diberikan pada
syok sepsis.
2.1.10 Pencegahan
jam sebelum operasi - yang akan mendapat anestesia umum - agar lambung
sebelum operasi - pada klien yang akan mendapat anestesia umum - dilakukan
paru akan lebih kecil. Setiap keadaan syok, harus diatasi secepatnya dan harus
antibiotik yang adekuat, dan jika perlu hilangkan sumber infeksi dengan tindakan
operasi. Pengawasan yang ketat harus dilakukan pada klien dengan risiko ARDS
selama masa laten, jika klien mengalami sesak napas, segera lakukan pemeriksaan
A. PENGKAJIAN
a. Primary Survey
Kaji :
3) Distress pernafasan
laring
2. Breathing
Kaji :
3. Circulation
Kaji :
b. Secondary Survey
a) Pengkajian Fisik
1. Mata
2. Kulit
perifer).
d. Edema periorbital
a. Sianosis
b. Clubbing finger
5. Hidung
a. Pernapasan dengan cuping hidung
7. Dada
8. Pola pernafasan
b) Pemeriksaan Penunjang
b. Pemeriksaan PH darah
a. Pemberian oksigen
b. Inhalasi nebulizer
c. Pemberian ventilator
d. Fisioterapi dada
diuretik.
keletihan.
7. Koping keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan kurang
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan tidak
Kriteria evaluasi:
hipoksemia.
(misalnya kandungan
mengakibatkan edemainterstitialdan
ketidakseimbangan cairan.
batuk efektif.
Kriteria evaluasi:
- Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu
mengeluarkan sekresi, catat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak
tinggi dan bantu klien latihan dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi
napas dalam dan batuk efektif. maksimal membuka area atelektasis dan
indikasi:
Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
memudahkan pembersihan.
aliran udara.
Kriteria Hasil :
Paien menunjukan
.
Rencana Intervensi Rasional
usaha bernapas
2. Kaji tanda vital dan tingkat Perubahan pada suatu sitem tubuh agar
tekanan darah.
. .
DAFTAR PUSTAKA