Case Cts Nada
Case Cts Nada
Disusun oleh :
Pembimbing :
Laporan Kasus
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik
senior di Departemen Rehabilitasi Medik RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 2 Mei – 19 Mei 2019.
KATA PENGANTAR
ii
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “CARPAL TUNNEL
SYNDROME” untuk memenuhi tugas laporan kasus sebagai bagian dari sistem pembelajaran
dan penilaian kepaniteraan klinik senior di Departemen Rehabilitasi Medik RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Yenny
Fitrizar, selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, masukan,
kemudahan dan perbaikan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................................. iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
iii
BAB II STATUS PASIEN.......................................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 16
BAB IV ANALISIS KASUS..................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 32
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. HA
Umur : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Kemuning, Palembang
Status : Menikah
Kunjungan : 6 Mei 2019
No. RM : 0000828565
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke Poliklikik Rehabilitasi Medik RSMH dengan
keluhan rasa kebas pada kedua tangan disertai kesemutan sejak ± 3
tahun lalu.
2
bagian Rehabilatasi Medik RSMH untuk dilakukan fisioterapi. Os
sudah melakukan fisioterapi selama satu tahun, dengan frekuensi tiga
kali seminggu, dan merasakan perbaikan pada kekakuan jari-jari tangan,
namun kesemutan dan nyeri masih sering terjadi.
Riwayat hipetensi disangkal. Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat jatuh dengan tumpuan pada kedua tangan disangkal. Os adalah
seorang perokok aktif sejak ±40 tahun yang lalu, mengaku sudah mulai
mengurangi penggunaan rokok dari 2-3 bungkus per hari menjadi 1
bungkus rokok per hari. Os sekarang tidak bekerja, dulunya bekerja ±35
tahun sebagai juru ketik PNS. Pekerjaan os dulu mengharuskan ia untuk
sering mengetik dan menulis. Riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga disangkal.
-riwayat merokok
e. Riwayat Pekerjaan
Pasien mengaku dulunya bekerja sebagai PNS bagian juru ketik selama
30 tahun, dengan aktivitas lain seperti menulis.
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tinggi Badan/Berat Badan : 160 cm/61 kg BMI: 23,8 kg/m2
Cara berjalan/Gait
- Antalgik gait : tidak ada
- Hemiparese gait : tidak ada
- Steppage gait : tidak ada
- Parkinson gait : tidak ada
- Tredelenburg gait : tidak ada
- Waddle gait : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada
Bahasa/ Bicara
Komunikasi verbal : normal
Komunikasi non verbal : normal
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80x/menit, isi cukup irama teratur
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36,5oC
Kulit : normal
Status Psikis
Sikap : kooperatif Orientasi : normal
Ekspresi wajah : wajar Perhatian : normal
b. Saraf-Saraf Otak
4
V. N. Trigeminus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Kepala
Bentuk : normal
Ukuran : normosefali
Posisi
- Mata : konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-)
- Hidung : normal, simetris
- Telinga : normal, simetris
- Mulut : simetris
- Wajah : simetris
- Gerakan abnormal : tidak ada
d. Leher
Inspeksi : statis, simetris, struma (-), trakea di
tengah
Palpasi : dalam batas normal
Luas Gerak Sendi
Ante/retrofleksi (n 65/50) : 65/50
Laterofleksi (D/S) (n 40/40) : 40/40
Rotasi (D/S) (n 45/45) : 45/45
Tes Provokasi
Lhermitte test/Spurling : negatif
Test Valsava : negatif
Distraksi test : negatif
Test Nafziger : negatif
e. Thorax
5
Bentuk : simetris
Pemeriksaan ekspansi thoraks : eks. dan ins. maksimum (tidak
dilakukan)
Paru-paru
- Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
- Palpasi : stem fremitus kanan=kiri, pelebaran sela iga (-)
- Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas-batas jantung normal
- Auskultasi : BJ I & II (+) normal, HR 80x/menit, reguler,
murmur (-), gallop (-)
f. Abdomen
- Inspeksi : datar, simetris
- Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
g. Trunkus
Inspeksi: Simetris
- Deformitas : tidak ada
- Lordosis : tidak ada
- Scoliosis : tidak ada
- Gibbus : tidak ada
- Hairy spot : tidak ada
- Pelvic tilt : tidak ada
Palpasi
- Nyeri tekan (-), spasme otot (-).
Test provokasi
- Valsava test : (-)
- Tes Laseque : (-)
- Test: Bragard dan Sicard : (-)
- Niffziger test : (-)
6
- Test LSR : (-)
- Test: O’Connell : (-)
- FNST : (-)
- Test Patrick : (-)
- Test Kontra Patrick : (-)
- Tes gaernslen : (-)
- Test Thomas : (-)
- Test Ober’s : (-)
- Nachalasknee flexion test : (-)
- Mc.Bride sitting test : (-)
- Yeoman’s hyprextension : (-)
- Mc. Bridge toe to mouth sitting test : (-)
- Test schober : (-)
Palpasi
Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan
Abduksi lengan 5 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Fleksi jari-jari tangan 5 5
Abduksi jari tangan 5 5
7
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada kelainan
8
- Tremor : tidak ada tidak ada
Palpasi
- Nyeri tekan : tidak ada tidak ada
- Diskrepansi : tidak ada tidak ada
Neurologi
Motorik Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Dorsofleksi pergelangan kaki 5 5
Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5
Plantar fleksi pergelangan kaki 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Tidak ada Tidak ada
Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan
9
kaki
Inversi kaki 0º-60º 0º-60º 0º-60º 0º-60º
Eversi kaki 0º-20º 0º-20º 0º-20º 0º-20º
V. EVALUASI
10
Terapi Panas : - Dalam: US carpal tunnel dextra-sinistra
- Superfisial: Paraffin manus-wrist dextra-
sinistra
Terapi Latihan : Pasif, aktif, stretching, dan grip
strengthening
Okupasi Terapi
ROM Exercise : Tidak ada
ADL Exercise : Tidak ada
Ortotik Prostetik
Ortotic : Tidak ada
Prostetik : Tidak ada
Alat bantu ambulansi : Tidak ada
Terapi Wicara
Afasia : Tidak Dilakukan
Disartria : Tidak Dilakukan
Disfagia : Tidak Dilakukan
Edukasi :
Mengedukasi pasien saat di rumah untuk: (1) mengompres kedua
pergelangan sampai telapak dan jari-jari tangan dengan air hangat ±10
menit; (2) meminimalisir penggunaan pergelangan tangan dengan posisi
hiperfleksi dan hiperekstensi; (3) mengistirahatkan kedua tangan saat timbul
nyeri; (4) tidak mengangkat beban berat yang dapat menimbulkan nyeri;
serta (5) tidak memaksakan bekerja secara berlebihan saat tangan terasa
nyeri.
IX. PROGNOSA
- Quo ad Vitam : Bonam
- Quo ad Fungtionam : Bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
11
X. BARTHEL INDEKS
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
13
Canalis carpi atau terowongan karpal secara anatomis terdapat di bagian
dalam dasar dari pergelangan tangan, dibentuk oleh tulang-tulang karpal dan
sebuah pita membranosa yang kuat. Terdapat delapan buah tulang karpal yang
tersusun atas dua baris. Baris proksimal terdiri atas (dari lateral ke medial)
scaphoideum, lunatum, triqutrum, dan pisiforme. Baris distal terdiri atas (dari
lateral ke medial) trapezium, trapezoideum, capitatum, dan hamatum. Secara
bersama-sama, tulang-tulang karpal pada permukaan anteriornya membentuk
cekungan yang akan menjadi dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku.
Sedangkan atapnya dibentuk oleh sebuah pita membranosa yang kuat disebut
flexor retinaculum. Terowongan karpal berukuran hampir sebesar ruas jari jempol
dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke
bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.6,8
14
interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan
dan jempol. Pada carpal tunnel, nervus medianus bercabang menjadi komponen
radial dan ulnar. Komponen radial dar nervus medianus akan menjadi cabang
sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik
m. abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor
pollicis brevis. Komponen ulnaris dari nervus medianus memberikan cabang
sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Saraf
median dapat mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat
bagian distal sendi interphalangeal proksimal.6,8
Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan
tekanan pada struktur yang paling rentan didalamnya yaitu nervus medianus.
Penekanan terhadap nervus medianus menyebabkan nervus tersebut semakin
masuk ke dalam ligamentum carpi transversum sehingga terjadi atrofi eminensia
thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot
abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik
ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal nervus
medianus.6,7
3.3. Epidemiologi
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi
CTS di Amerika Serikat yang dilaporkan sendiri di antara populasi dewasa
sebesar 1.55% (2,6 juta penduduk). Kejadian CTS lebih sering mengenai wanita
daripada pria dengan kisaran usia 25–64 tahun dengan prevalensi tertinggi pada
wanita usia lebih dari 55 tahun. Sindroma tersebut bersifat unilateral pada 42%
kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral. Di Indonesia, urutan prevalensi
CTS dalam masalah kerja belum diketahui akibat minimnya diagnosis penyakit
akibat kerja yang dilaporkan karena sulitnya penegakan diagnosis tersebut.
Penelitian mengenai pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan
tangan menyatakan prevalensi CTS antara 5,6–15%.3,4,5
3.4. Etiologi
15
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan dan mempengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain:7
Kelainan anatomi : kelainan tekanan muskulus fleksor, kista ganglionik,
lipoma, congenitally small carpal canal, trombosis arteri
Infeksi : lyme disease, infeksi mikrobakterial dan septic arthritis
Inflamasi : penyakit jaringan penyangga, gout atau pseudogout, tenosinovitis
fleksor non spesifik, rheumatoid arthritis, osteoarthritis
Kelainan metabolik : akromegali, amiloidosis, diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme
Peningkatan volume kanal : gagal jantung kongestif, edema, obesitas,
kehamilan
Trauma : fraktur tulang pergelangan tangan (tersering akibat fraktur Colle),
dislokasi salah satu tulang karpal, tekanan yang kuat misalnya melindungi diri
dari benda berat dengan menggunakan pergelangan tangan, hematom akibat
pendarahan interna pada pergelangan tangan, deformitas akibat penyembuhan
fraktur lama yang tidak sempurna.
Kebiasaan/aktivitas : mengetik komputer, main video atau alat musik,
mengendarai mobil atau motor atau aktivitas yang terus-menerus dan rutin
seperti ahli bedah dan dokter gigi.
3.5. Patogenesis
Terdapat beberapa hipotesis mengenai patogenesis CTS. Pada umumnya
meliputi faktor mekanik dan faktor vaskular dalam timbulnya CTS. Sebagian
besar CTS terjadi secara perlahan-lahan (kronis) akibat gerakan pada pergelangan
tangan yang terus menerus sehingga terjadi penebalan atau tenosinovitits pada
fleksor retinakulum. Hal ini merupakan penyebab tersering dari CTS. Pada
keadaan kronis terdapat penebalan fleksor retinakulum yang menekan nervus
medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama pada nervus medianus akan
menyebabkan tekanan intrafasikuler meninggi. Keadaan ini menyebabkan
perlambatan aliran vena intrafasikuler. Bendungan atau kongesti ini lama-
kelamaan akan mengganggu nutrisi intrafasikuler, selanjutnya terjadi anoksia
16
yang akan merusak endotel dan menimbulkan kebocoran protein sehingga terjadi
edema epineural. Hipotesis ini dapat menerangkan keluhan yang sering terjadi
pada CTS berupa rasa nyeri dan bengkak terutama pada malam atau pagi hari
yang akan menghilang atau berkurang setelah tangan yang bersangkutan digerak-
gerakkan atau diurut, mungkin karena terjadi perbaikan dari gangguan vaskuler
yang terjadi. Bila keadaan ini berlanjut, akan terjadi fibrosis epineural dan
merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan
jaringan ikat sehingga fungsi nervus medianus terganggu.4,7
Pada CTS akut, biasanya terjadi kompresi yang melebihi tekanan perfusi
kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi saraf dan saraf menjadi iskemik,
selain itu juga terjadi peninggian tekanan fasikuler yang akan memperberat
keadaan iskemik ini. Pelebaran pembuluh darah akan menyebabkan edema dan
menimbulkan gangguan aliran darah pada saraf dan merusak saraf tersebut (sama
seperti kondisi kronis). Pengaruh mekanik atau tekanan langsung pada saraf tepi
dapat pula menimbulkan invaginasi nodus Ranvier dan demielinisasi setempat
sehingga konduksi saraf terganggu.4,7
3.6. Klasifikasi
Berdasarkan gejala yang terjadi, CTS diklasifikasikan menjadi:
Grade 1A : subclinical median nerve irritability
- Tes phalen atau tinel positif
- Tidak ada deficit motorik atau deficit sensorik
- Perlu modifikasi aktivitas yang melibatkan tangan untuk pencegahan
penyakit yang memberat
Grade 1B : mild carpal tunnel syndrome
- Mati rasa singkat
- Kesemutan
- Nyeri pergelangan tangan di malam hari atau dengan nyeri yang berulang
- Tidak ada deficit motorik atau deficit sensorik
- Gejala menghilang dengan pengobatan atau aktivitas yang diperingan
- Terapi bisa memberikan manfaat
Grade 1C : moderate carpal tunnel syndrome
- Gejala sering timbul
- Tanda-tanda iritabilitas nervus medianus
- Ada kelemahan saraf sensorik dan motorik
Grade 2 : moderate-severe carpal tunnel syndrome
- Gejala lebih sering timbul
- Ada tanda deficit motorik dan deficit sensorik
17
- Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
- Bisa membaik dengan dekompresi bedah
Grade 3 : severe carpal tunnel syndrome
- Gejala berkelanjutan
- Ada deficit motorik dan deficit sensorik
- Denervasi pada EMG
- Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
- Dengan terapi bedah, pemulihan lama dan tidak bisa kembali seperti semula
18
terhadap tusukan jarum dan pelebaran diskriminasi 2 titik. Penelitian tentang
hantaran nervus medianus memperlihatkan perlambatan latensi melintasi
pergelangan tangan yang memastikan diagnosis.
19
Diagnosis banding dari CTS antara lain:
1. Osteoartritis (OA)
Penyakit kronis jangka panjang yang ditandai dengan memburuknya
tulang rawan pada persendian yang menyebabkan tulang saling
bergesekan dan menyebabkan kekakuan, nyeri, dan gangguan
pergerakan. Penyakit ini paling sering menyerang sendi di lutut, tangan,
kaki, dan tulang belakang.
2. Thoracic outlet syndrome
Dijumpi atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan
sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.
3.10.Tatalaksana
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi
gejala, dan intensitas kompresi saraf. Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tangan
yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal 2 bulan,
terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat
diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak
efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk
meringankan kompresi. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2
kelompok, yaitu:12
1. Terapi langsung terhadap CTS
20
a. Terapi konservatif
- Istirahatkan pergelangan tangan.
- Obat anti inflamasi non steroid.
NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu menghilangkan
nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan
sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen.
Untuk pilihan lainnya ada ketoprofen dan naproxen.
21
dilakukan operasi bilateral. Pendapat lain menyatakan bahwa tindakan
operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi
otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten.14 Biasanya tindakan operasi CTS
dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah
dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik
memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang
minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih
sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa
penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis
pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.12
2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi,
sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di
mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan
penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain: (a)
mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran
peralatan tangan pada saat bekerja; (b) desain peralatan kerja supaya tangan dalam
posisi natural saat kerja; (c) modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan
variasi gerakan; (d) mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja; serta (e) meningkatkan pengetahuan pekerja tentang
gejala-gejala dini CTS sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih
dini.12
22
3.11. Rehabilitasi Medik pada CTS
Untuk mengatasi nyeri, banyak teknologi fisioterapi dengan modalitas yang
tersedia seperti Micro Wave Diathermy (MWD), Short Wave Diathermy (SWD),
Ultra Sound (US), Infra Red (IR), Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
(TENS) dan Terapi Latihan (TL). Pada penderita CTS, terapi modalitas yang
sering digunakan, antara lain:
1. Micro Wave Diathermy (MWD)
Penggunaan terapi MWD cocok untuk jaringan superficial dan struktur
artikular yang dekat dengan permukaan kulit. MWD ditujukan untuk
memanaskan jaringan otot sehingga terjadi peningkatan aliran darah
intramuskuler. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang
signifikan sehingga akan menimbulkan relaksasi otot dan mengurangi nyeri.
2. Ultra Sound (US)
Penggunaan US pada kasus CTS adalah untuk meningkatkan sirkulasi darah
akibat efek micro massage yang ditimbulkan dan menyebabkan efek thermal
sehingga menyebabkan relaksasi otot.
3. Infra Red (IR)
Penggunaan IR pada kasus CTS ditujukan untuk menaikan temperatur pada
jaringan sehingga menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah. Pemanasan yang
ringan pada otot akan menimbulkan pengaruh sedatif terhadap ujung-ujung
saraf sensoris.
4. Terapi latihan
Terdapat beberapa jenis terapi latihan yang digunakan pada kasus CTS, antara
lain:
a. Active exercise
Gerakan yang dilakukan karena adanya kekuatan otot dan anggota tubuh
sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan
melawan gravitasi.
b. Passive exercise
Gerakan yang dilakukan oleh bantuan dari luar dan bukan merupakan
kontraksi otot yang disadari. Gerakan passive exercise menyebabkan efek
penurunan nyeri akibat aliran darah lancar serta membuat daerah sekitar
23
sendi menjadi rileks sehingga bisa menambah luas gerak sendi dan menjaga
elastisitas otot.
c. Resisted active exercise
Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot, karena jika suatu tahanan
diberikan pada otot yang berkontraksi, maka otot tersebut akan beradaptasi
dengan meningkatkan kekuatan otot akibat hasil adaptasi saraf dan
peningkatan serat otot.
5. Ortose Protesa
Ortose yang dipakai untuk penderita CTS adalah splint atau bidai. Splint atau
bidai pada pergelangan tangan membantu mengurangi rasa kebas dengan
mengurangi fleksi pergelangan tangan. Bidai digunakan pada malam hari
selama 2-6 minggu untuk mereposisi tangan, mencegah fleksi atau ekstensi
tangan saat tidur yang bisa meningkatkan tekanan. Pemakaian bidai ini efektif
jika dilakukan dalam jangka tiga bulan sejak timbul keluhan.
3.12.Pencegahan
Pencegahan untuk CTS bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: (1)
usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisis netral; (2) perbaiki cara
memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-
jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan
telunjuk; (3) batasi gerakan tangan yang repetitive; (4) istirahatkan tangan secara
periodic; (5) kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan
memiliki waktu untuk beristirahat; dan (6) latih otot-otot tangan dan lengan
bawah dengan melakukan peregangan secara teratur.9
3.13.Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang
berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat,
hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik.11
3.14.Prognosis
Prognosis dari terapi yang diberikan pada CTS ringan umumnya baik.
Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian
diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot-otot yang
24
mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan CTS
setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.11
25
BAB IV
ANALISIS KASUS
Tn. HA, 67 tahun, laki-laki, sejak 3 tahun yang lalu mengeluh sering
merasa kebas pada ujung-ujung jari kedua tangan. Terkadang keluhan kebas pada
ujung jari tangan disertai dengan kesemutan dan nyeri di pergelangan kedua
tangan dan sering timbul pagi hari, meningkat ketika beraktivitas. Akibat keluhan
tersebut, pasien mengaku sulit memegang barang karena kekakuan pada jari-jari
tangannya. Keluhan yang dirasakan mengganggu kegiatan harian pasien, seperti
memegang gelas untuk minum, memakai pakaian, mandi, dan sebagainya. Sejak
1,5 bulan yang lalu, pasien mengeluh rasa kebas dan kesemutan dirasakan
semakin hebat terutama pada ibu jari, telunjuk, jari tengah, dan sebagian jari
manis, serta nyeri di pergelangan kedua tangan bahkan tanpa dipengaruhi aktivitas
yang dilakukan. Pasien kemudian berobat ke RS AK Gani sebelum dirujuk ke poli
saraf RSMH dan didiagnosis sebagai Carpal Tunnel Syndrome. Pasien lalu
dikonsulkan ke bagian Rehabilatasi Medik RSMH untuk dilakukan fisioterapi.
Pasien sudah melakukan fisioterapi selama satu tahun, dengan frekuensi tiga kali
seminggu, dan merasakan perbaikan pada kekakuan jari-jari tangan, namun
kesemutan dan nyeri masih sering terjadi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tes
Phallen postif dan tes Tinnel positif.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan test provokasi yang
telah dilakukan, diagnosis Bilateral Carpal Tunnel Syndrome dapat ditegakkan.
Pada kasus ini rasa kebas dan kesemutan yang dirasakan pasien cukup khas yaitu
pada distribusi nervus medianus setinggi pergelangan tangan. Terapi
medikamentosa yang diberikan untuk mengatasi keluhan nyeri adalah ibuprofen
yang diberikan dua kali sehari dan diberikan juga neurodex untuk vitamin
neurotropik yang diminum satu kali sehari. Pada pasien dilakukan terapi ultra
sound dan parafin di bagian Rehabilitasi Medik RSMH Palembang. Pasien juga
diberikan motivasi untuk datang terapi secara rutin dan diedukasi untuk bisa
mengatasi atau mengurangi keluhan kebas dan kesemutan di rumah dengan
26
mengistirahatkan tangan dan tidak menggunakan tangan untuk kegiatan yang
berlebihan seperti mengangkat beban berat dan lain-lain.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Jagga V., Lehri A., et al. Occupation and Its Association with Carpal
Tunnel Syndrome: A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy.
2011. Vol. 7, No. 2: p.68-78.
2. Kurniawan, Bina, et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 2008. Vol. 3, No. 1.
3. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on
the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. Journal of Orthopaedic Surgeons.
2008.
4. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome. The Canadian Journal of CME. 2001,
p.101-117.
5. Tana, Lusianawaty, et al. Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Garmen di
Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: p.73-82.
6. Chammas, M.,J. Boretto, L.M. Burmann, R.M. Ramos, F.C.D.S. Neto, and
J.B.Silva. 2014. Carpal Tunnel Syndrome – Part I (Anatomy, Physiology,
Etiology, and Diagnosis). Rev Bras Ortop. 49(5). p.429-436.
7. Bachrudin, M. 2011. Carpal Tunnel Syndrome. Jurnal saintika medika. 7(14).
Hal 78-87.
8. Snell, Richard S.2007. Clinical Anatomy by Systems. USA: Lippincott
Williams & Wilkins.
9. Barnardo, Jonathan.2004. Carpal tunnel syndrome in hand on practical
advise on management of rheumatic disease. Juni (3): p.1-3.
10. Davis, Larry E, Molly K. King, Jessica L. Schultz. 2005. Carpal tunnel
syndrome in fundamentals of neurologic disease. New York: Demos Medical
Publishing: p.61-63.
11. Aroori, S., Spence, R.A.J. 2008. Carpal tunnel syndrome. Ulster Med J,
77(1): p.6-17.
12. Huldani. 2013. Carpal Tunnel Syndrome. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. (http://eprints.unlam.ac.id/205/1/HULDANI%20-
%20CARPAL%20TUNNEL%20SYNDROM.pdf, diakses 17 April 2018).
28