Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini terkait Permasalahan Tanah Ulayat yang terjadi antara

masyarakat Batu Gadang dengan PT Semen Padang, Berdasarkan permasalahan yang

ingin diteliti maka penulis ingin kaitkan pada pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar

1945 yang berbunyi “Bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Amanat Undang-Undang Dasar 1945 ini merupakan landasan pembangunan

pertambangan dan energi, untuk memanfaatkan potensi kekayaan sumber daya alam

mineral dan energi yang dimiliki secara optimal dalam mendukung pembangunan

nasional yang berkelanjutan.

Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA, yang berbunyi “Seluruh bumi, air

dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam

wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air

dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional“.

Masalah tanah telah menjadi perhatian banyak orang,karena tanah

menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat. Persoalan tanah bahkan

menimbulkan konflik dalam masyarakat.Salah satu diantaranya masalah penguasaan

1
tanah untuk kepentingan ekonomi, seperti konflik yang terjadi di Kelurahan Batu

Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan antara masyarakat setempat dengan PT Semen

Padang.

Keberadaan PT. Semen Padang tidak terlepas dari keberadaan Tanah

masyarakat Kecamatan Lubuk Kilangan. Sebuah Kecamatan yang kaya akan bahan

baku utama untuk industri semen yaitu berupa tanah liat,batu kapur dan silika.

Masalahnya, karena sumber bahan baku semen tersebut merupakan bagian dari tanah

ulayat masyarakat Kecamatan Lubuk Kilangan. Menurut adat Minagkabau,tanah

ulayat tidak bisa dipakai atau dimanfaatkan tanpa seizin penghulu di dalam Kaum.

Pemanfaatan tanah tersebut semestinya dengan izin atau didahului oleh keputusan

KAN (Kerapatan Adat Nagari),ninik-mamak dan masyarakat setempat.

Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan suatu pihak

(orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik

terhadap status tanah, prioritas, izin penggunaan tanah maupun kepemilikannya

dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang menyebabkan terjadinya konflik antara masyarakat Batu


Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan dengan PT Semen Padang?
2. Bagaimana status tanah yang dipersengketakan antara masyarakat Lubuk
Kilangan dangan Perusahaan PT. Semen Padang?
3. Bagaimana upaya penyelesaian sengketanya ?

2
1.3 Tujuan Penulisan

Adapun penelitian ini memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik antara masyarakat setempat


dengan PT. Semen Padang.
2. Untuk mengetahui status tanah yang dipersengketakan.
3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian sengketanya.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis

a. Untuk melatih kemampuan penulis secara ilmiah yang dituangkan

dalam bentuk karya ilmiah berupa proposal.

b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan

yang didapat selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Ekasakti.

c. Dapat memberikan sumbangsih pemikiran baik berupa

pembendaharaan konsep, metode proposisi, maupun pengembangan

teori-teori dalam khasanah studi hukum dan masyarakat.

d. Untuk menambah wawasan dan memperkuat pengetahuan tentang

permasalahan yang dikaji.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat memberikan sumbangan

pemikiran yang berbentuk makalah dalam kaitannya dengan

3
pelaksanaan peraturan perundang–undangan terutama Undang-

undang Dasar 1945 dan terkait dengan Undang-undang No. 4 Tahun

2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam konteks

permasalahan tanah ulayat yang terjadi antara masyarakat batu gadang

dengan PT. Semen Padang serta proses penyelesaian sengketa dalam

kajian perspektif hukum, yaitu yang berkaitan dengan masalah

Penegakan Hukum.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah segala aktivitas seseorang untuk menjawab

permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktisi, baik yang bersifat asas-

asas hukum, norma-norma hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat,

maupun yang berkenaan dengan kenyataan hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu

metode yang diterapkan harus sesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan sejalan

dengan objek yang diteliti. Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Lubuk

Kilangan Kota Padang. Untuk memperoleh data yang maksimal dalam penelitian dan

penulisan ini sehingga tercapai tujuan yang diharapkan maka, metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris.Adapun

pengertian dari pendekatan yuridis adalah Pendekatan yuridis digunakan

untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan di bidang

4
agraria yang merupakan korelasi dan masalah pertanahan.Sedangkan

pendekatan empiris digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat

sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat

yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan.1

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang memaparkan,

mengungkapkan sistem hukum adat setempat ataupun peraturan

perundangan lain, eksistensinya kehidupan masyarakat serta relevansinya,

khususnya dalam pengaturan tanah adat.Hal tersebut kemudian dibahas

atau dianalisis menurut ilmu dan teori-teori atau pendapat peneliti sendiri,

dan terakhir menyimpulkannya.2

3. Sumber dan Jenis Data

a. Sumber Data

1. Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjamg diperoleh

melalui informasi dan pendapat-pendapat dari responden yang

ditentukan secara purpose sampling.3 Wawancara dilakukan

dengan tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui adat setempat

khususnya tentang tanah adat yang di sengketakan.

1
Ronny Hanitijo Soemitro.Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetr, Jakarta; Ghalia
Indonesia,.1999 hlm. 23.

2
Ibid, hlm. 26-27
3
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Rajagrafindo
Persada 2004 hlm 106

5
2. Penelitian Kepustakaan

Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan

yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,

dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.Studi kepustakaan

dilakukan di beberapa tempat, yaitu Pustaka Pusat Universitas Eka

Sakti, dan bahan bacaan lainnya.

b. Jenis Data

1. Data Primer

Berupa data yang langsung didapatkan dalam penelitian di

lapangan.Data yang diperoleh dari wawancara secara mendalam

(depth interview) dan pengamatan (observasi) di

lapangan.Wawancara dilakukan dengan tokoh-tokoh masyarakat

yang mengetahui adat setempat khususnya tentang tanah adat yang

di sekengketakan, dan warga masyarakat yang menguasai tanah

adat tersebut.

2. Data Sekunder

Data sekunder digolongkan menjadi bahan hukum yang terdiri

dari:

a. Bahan hukum primer

1. Undang Undang Dasar 1945.

6
2. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Dasar Pokok Pokok agraria.

3. Undang-undang no. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batu bara.

4. Peraturan Menteri Agraria/Kabupaten BPN Nomor 5

Tahun 1999 tentang Pedoman Masalah Hak Ulayat

Masyarakat Hukum Adat.

5. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat no 13 tahun

1983 Tentang Nagari Sebagai Kesatuan Masyarakat

Hukum Adat.

6. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat no 16 Tahun

2008 Tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, misalnya Rancangan Undang-Undang

(RUU), Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), hasil penelitian

(hukum), hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dan

sebagainya.4

c. Bahan hukum tersier

4
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta; Rajawali Pers, 2013 hlm.114.

7
Bahan hukum tersier yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukumprimer dan sekunder,

misalnya: kamus-kamus (hukum), ensiklopedia, indek kumulatif,

dan sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penulisan ini

adalah :

a. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

secara lisan guna memperoleh informasi dari responden yang erat

kaitannya dengan masalah yang diteliti oleh penulis di lapangan.5

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara

semi terstruktur, karena dalam penelitian ini terdapat beberapa

pertanyaan akan peneliti tanyakan kepada nara sumber, dimana

pertanyaan-pertanyaan tersebut terlebih dahulu penulis siapkan

dalam bentuk point-point. Namun tidak tertutup kemungkinan di

lapangan nanti penulis akan menanyakan pertanyaan pertanyaan

baru setelah melakukan wawancara dengan narasumber.

1.6 Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian penulis adalah di Kelurahan Batu

Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan. Adapun alasan penulis mengambil lokasi

5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta; UI-PREES, 2008 hlm.196.

8
tersebut adalah karena kasus yang penulis angkat berada di wilayah Kota Padang

Sumatera Barat.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN TENTANG PERTAMBANGAN DAN PENAMBANGAN

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 dalam Undang-undang no. 4 Tahun 2009 Tentag

Pertambangan Mineral dan Batubara, “Pertambangan adalah sebagian atau seluruh

tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau

batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,

konstruksi,penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan

penjualan,serta kegiatan pasca tambang”.

Pengertian penambangan dalam Pasal 1 angka 19 dalam Undang-undang no. 4

Tahun 2009 Tentag Pertambangan Mineral dan Batubara, “Penambangan adalah

bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara

dan mineral ikutannya”.

2.2 TINJAUAN TENTANG SENGKETA

Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu ada

konflik. Begitu banya konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik kecil ringan

bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua kalangan.Karena

hidup ini tidak lepas dari permasalahan. Tergantung bagaimana kita menyikapinya.

Dengan cara lapangkah, atau bahkan cara yang kasar dan merugikan orang lain.

Tentu kita harus profesional menyikapi semua ini demi kelangsungan hidup yang

harmonis tentram dan nyaman, dan tentu tidak untuk merugikan orang lain. Kenapa

10
kita harus mempelajari tentang sengketa. Karena untuk mengetahui lebih dalam

bagaimana suatu sengketa itu dan bagaimana penyelesaiannya. Berikut adalah

pengertian dari sengketa itu sendiri, menurut kamus bahasa indonesia dan menurut

para ahli :

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Sengketa berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya

oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau

organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.

2. Winardi

Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau

kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang

sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum

antara satu dengan yang lain.

3. Ali Achmad

Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang

berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak

milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

4. Jhon Collier

perselisihan khusus mengenai fakta, hukum atau kebijakan di mana

klaim atau pernyataan dari salah satu pihak bertemu dengan penolakan,

gugatan balik atau penolakan oleh orang lain.

11
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah

masalah antara dua orang atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan

suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalah pahaman atau perbedaan

pendapat atau persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hukum

bagi keduanya. Jelas kita ketahui bahwa suatu sengketa tentu subjeknya tidak hanya

satu, namun lebih dari satu, entah itu antar individu, kelompok, organisasi bahkan

lembaga besar sekalipun.

Pengertian Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau

lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup. (Pasal 1 Angka 19 UU Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup). Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau

lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan

hidup. (Pasal 1 Angka 25 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan

Lingkungan hidup).

2.3 TINJAUAN TENTANG TANAH ULAYAT DAN HAK ULAYAT

Pengertian tanah ulayat atau tanah adat sebelumnya diatur dalam Peraturan

Daerah Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 1983 tentang Nagari sebagai kesatuan

masyarakat Hukum Adat Dalam Provinsi Daerah Sumatera Barat dalam Pasal 1 huruf

e menyatakan : “Tanah ulayat adalah tanah yang berada di nagari yang dikuasai dan

diatur oleh Hukum Adat”.

12
Peraturan Daerah No. 13 Tahun 1983 dicabut oleh Peraturan Daerah Provinsi

Sumatera Barat No. 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintah Nagari

namun Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2000 Pasal 1 huruf O hanya menyebutkan

pengertian Ulayat Nagari adalah harta benda dan kekayaan nagari di luar kaum dan

suku yang dimanfaatkan untuk kepentingan anak nagari.

Beberapa ahli hukum adat juga memberikan pendapat yang berbeda-beda

terhadap hak atas tanah ulayat masyarakat hukum adat tersebut. Van Vollenhocven

Mengistilahkan dengan “beschikkingsrecht” (hak pertuanan) yaitu hak penguasaan

yang berada ditangan komunitas desa berdasarkan hukum adat atas suatu teritori

tertentu.6 Djojodiegoeno, Hak purba adalah hak yang dipunyai oleh suatu

clan/gens/stam, sebuah serikat desa-desa atau biasanya sebuah desa saja untuk

menguasai seluruh tanah seisinya dalam lingkungan wilayahnya. Kita juga dapat

mengatakan hak ulayat ini semacam hak kekuasaan, hak menguasai bahkan

menyerupai semacam kedaulatan suatu persekutuan hukum adat atas suatu wilayah

tertentu.7 Pengertian tanah ulayat menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

tanah milik yang diatur oleh hukum adat.8

a. Macam-macam Tanah Ulayat di Minangkabau

Menurut ajaran adat Minangkabau tanah ulayat dibagi atas :

6
Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, cet 3, Yogyakarta; Liberty, 1999 hlm 2
7
Ibid, hlm 63
8
Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan keempat, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Balai Pustaka, Edisi Kedua, 1995, hlm 10

13
1. Tanah Ulayat Rajo, ialah tanah ulayat yang penguasanya penghulu dan

letaknya jauh dari kampung dalam bentuk hutan rimba, bukit dan gunung,

padang dan belukar, rawat dan paya, sungai dan danau serta laut dan

telaga. Menurut pendapat Narullah Dt. Pepatih Nan Tuo, dikatakan tanah

ulayat Rajo adalah karena tanah ulayat yang dikuasai oleh beberapa

Nagari. Penguasaan oleh nagari-nagari dapat dilakukan dengan manaruko

atau membuka lahan baru.

2. Tanah Ulayat nagari, ialah tanah yang letaknya dekat dari kampung.

Tanah ini penguasanya penghulu-penghulu dalam nagari. Tanah tersebut

dapat berbentuk padang ilalang, semak belukar atau padang rumput,

sungai, danau dan sebagainya. Batas tanah ulayat Rajo maupun ulayat

nagari ditentukan oleh batas alam.

Dalam adat disebut hutan jauh diulangi (sering dikunjungi), hutan

dakek dikundanoi (dimanfaatkan). Baik tanah ulayat Rajo maupun tanah

ulayat Nagari harus sering dikunjungi. Penguasa tanah ulayat ini

tergantung kepada sistem pemerintahan adat yang berlaku, yaitu sistem

rang koto piliang atau sistem pemerintahan Bodi Caniago. Menurut sistem

pemerintahan Koto Piliang tanah ulayat tersebut dikuasai oleh penghulu

pucuk sedangkan sistem pemerintahan Bodi Caniago penguasa tanah

ulayat ialah penghulu-penghulu dalam nagari.

14
3. Tanah Ulayat Suku ialah tanah yang dipunyai secara bersama oleh seluruh

anggota suku yang diwarisi secara turun temurun dalam keadaan utuh.

Penguasanya adalah Penghulu Suku.

4. Tanah Ulayat Kaum ialah tanah yang dimiliki secara bersama dalam garis

keturunan matrilineal yang diwarisi turun temurun dalam keadaan utuh

yang tidak terbagi-bagi. Penguasanya adalah Penghulu Kaum atau Mamak

Kepala Waris. Dalam kenyataan sekarang tanah ulayat kaum lebih

menonjol dari pada tanah ulayat suku. Tanah ulayat kaum ini sering

disebut tanah pusako tinggi karena tidak dikenal lagi siapa pemiliknya.

b. Yang Berhak Atas Tanah Ulayat

Tanah dalam Adat Minangkabau merupakan harta pusaka yang utama

karena dianggap merupakan suatu kriteria yang menentukan martabat

seseorang dalam kehidupan bernegeri. Seseorang mempunyai tanah asal

dianggap lebih berhak atas kebesaran-kebesaran di dalam negeri.

Tanah dibagi atas 2 macam

1. Hutan Tinggi

2. Hutan Rendah

Hutan tinggi adalah tanah yang belum diolah dan belum dijadikan

lahan pertanian, walaupun tanah ini dapat juga dipungut hasilnya namun hasil

tersebut bukanlah hasil dari perbuatan manusia yang mana telah ada sejak

dulunya.

15
Sedangkan hutan rendah adalah merupakan segala tanah yang telah

digarap dan diusahakan/diolah dijadikan tanah pertanian oleh nenek moyang

terdahulu secara mencancang dan melatih tanah sehingga hasilnya dapat

langsung dimanfaatkan oleh nenek moyang tersebut. Tanah itu diberikan

kepada seluruh anggota keluarga secara kolektif dan dipegang oleh penghulu

dari kaum itu. Hak kaum sebagai masyarakat hukum adat yang melekat pada

tanah itu disebut hak ulayat.

Secara umum dapat dikatakan bahwa tanah ulayat merupakan hak dari

masyarakat hukum adat yang berada di Minangkabau atas penguasaan

seorang penghulu kaum. Menyangkut dengan pengertian ini, Muchtar Naim

menjelaskan : ”Di luar harta pusaka dalam bentuk yang telah menjelma

menjadi ganggam/beruntuk, pagang/bamasing”, artinya : ”Ulayat suku yang

dipegang oleh para penghulu bersama-sama dalam Nagari atau penghulu

dalam suku.”9

Tanah ulayat milik semua anggota masyarakat kaum dipegang oleh

seorang penghulu kaum yang ”ditinggikan seranting didahulukan selangkah”,

maksudnya seorang pemimpin di dalam masyarakat satu kaum untuk

membimbing anak kemenakan di dalam kaum.

Tanah ulayat diperuntukkan bagi seluruh anggota masyarakat kaum

diolah diusahakan dalam memenuhi kebutuhan perekonomian anggota

9
http://zain-informasi.com/2013/06/tanah-ulayat-dalam-hukum-adat. diakses pada hari Rabu
13 Januari 2016 pukul 09:00 WIB.

16
masyarakat dan menikmati hasil dari apa yang telah diusahakan tersebut.

Dengan berkembangnya anggota dalam kaum maka setiap anggota kaum

berhak untuk menambah areal pertanian hutan tinggi itu dengan cara ditaruko

yang memang menurut asalnya berfungsi sebagai cadangan bagi

perkembangan anak cucu di masa yang akan datang. Tanah hutan tinggi yang

ditaruko tersebut akan menjadi hak olah bagi yang menaruko dengan bentuk

ganggam beruntuk sesuai dengan janji dengan penguasa tanah ulayat dalam

hal ini penghulu kaum sewaktu mendapatkan tanah ulayat itu. Dan apabila

tanah ditaruko tersebut tidak dipergunakan lagi maka akan dikembalikan

kepada bentuknya semula yaitu kembali menjadi tanah ulayat kaum, sesuai

dengan pepatah adat : ”Kabau tagak, kubangan tingga” dan ”Tanjung putuih

pulau beralih, ulayat pulang ka nan punyo” yang artinya bahwa apabila orang

yang menggunakan tanah ulayat yang telah dikuasai dan tidak dimanfaatkan

lagi harus dikembalikan kepada kaum adat.

Orang luar (bukan anggota masyarakat) dapat pula menikmati hasil

dan manfaat tanah ulayat dengan hak pakai, hanya dalam hal ini pihak luar

tersebut memenuhi ketentuan adat secara ”Mengisi adat manuang limbago”,

yaitu dengan memberikan imbalan kepada penghulu kaum selaku penguasa

tanah ulayat.

17
2.4 TINJAUAN TENTANG LITIGASI DAN NONLITIGASI

Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut litigasi. Gugatan adalah suatu

tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat, pihak yang

mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan terdakwa,

menuntut upaya hukum atau adil. Terdakwa diperlukan untuk menanggapi keluhan

penggugat. Jika penggugat berhasil, penilaian akan diberikan dalam mendukung

penggugat, dan berbagai perintah pengadilan mungkin dikeluarkan untuk

menegakkan hak, kerusakan penghargaan, atau memberlakukan perintah sementara

atau permanen untuk mencegah atau memaksa tindakan. Orang yang memiliki

kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi non-yudisial yang disebut sadar

hukum.

Jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan.

Jalur non-litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif. Penyelesaian

perkara diluar pengadilan ini diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia.

Pertama, dalam penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan " Penyelesaian perkara di luar pengadilan,

atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan" . Kedua,

dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan " Alternatif Penyelesaian Perkara ( Alternatif

Dispute Resolution) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat

18
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan

dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian para ahli."

19
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penyebab Terjadinya Konflik Antara Masyarakat Batu Gadang dengan PT

Semen Padang

Sumber utama bahan batu kapur dan batu silika yang pada awalnya hanya

berasal dari tanah masyarakat di Bukit Ngalau dan tanah liat yang berada di sekitar

pabrik. Namun, kemudian penambangan batu kapur dipindahkan ke Bukit Karang

Putih Kelurahan Batu Gadang yang mempunyai cadangan cukup banyak, karena

setiap tahunnya produksi semen yang dilakukan oleh PT.Semen Padang terus

meningkat maka terjadilah penambahan kuantitas produksi yang membutuhkan bahan

baku lebih banyak. Namun bahan baku tersebut berada di atas tanah ulayat

masyarakat nagari Kelurahan Batu Gadang. Untuk bisa melakukan penambangan di

atas tanah ulayat masyarakat tersebut dan mendapatkan bahan utama untuk

pembuatan semen, perusahaan mencoba melakukan pendekatan dan musyawarah

dengan pemuka-pemuka adat setempat dan memperoleh kesepakatan bahwa PT.

Semen Padang boleh melakukan penambangan dan memakai tanah disana untuk

keperluan produksi semen tetapi masyarakat setempat berharap jika perusahaan

berkembang dan mengalami kemajuan yang pesat dalam hal penerimaan pegawai

baru supaya lebih mengutamakan anak-anak nagari setempat dan membantu sarana

dan prasarana di Kelurahan Batu Gadang tersebut dan PT. Semen Padang pun

menyetujuinya.

20
Tetapi secara sepihak PT.Semen Padang mengambil lahan masyarakat untuk

perluasan bahan baku industri, tanpa melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan

pemuka-pemuka adat setempat. Tindakan yang dilakukan PT.Semen Padang ini

membuat masyarakat kecewa karena pada awalnya izin menggunakan tanah ulayat di

Kelurahan Batu Gadang dilakukan dengan cara musyawarah bersama pemuka adat

nagari. Inilah yang membuat terjadinya permasalahan antara masyarakat Kelurahan

Batu Gadang dengan PT.Semen Padang. Dan juga perluasan dalam memakai tanah

yang dilakukan PT.Semen Padang tanpa meminta izin terlebih dahulu juga membuat

tanaman-tanaman yang di tanam di ladang masyarakat setempat menjadi rusak, dan

ini menimbulkan kerugian bagi perekonomian masyarakat setempat.

3.2 Status Tanah yang di persengketakan

Status tanah yang di persengketakan ini adalah tanah ulayat masyarakat Nagari

Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan.Yang pada awalnya tanah ini

merupakan sumber mata pencarian masyarakat setempat yang digunakan untuk

perladangan sebelum akhirnya digunakan PT. Semen untuk melakukan penambangan

di kawasan itu.

3.3 Proses penyelesaian sengketa

Proses penyelesaian sengketa yang terjadi antara masyarakat Kelurahan Batu

Gadang dengan PT. Semen Padang dilakukan dengan cara Non Litigasi atau dengan

21
cara musyawarah yang melahirkan kesepakatan bahwa PT. Semen tetap boleh

melakukan penambangan di kawasan tersebut tetapi harus sesuai dengan kesepakatan

awal yang telah di sepakati,PT. Semen juga harus memperhatikan lingkungan sekitar

dalam melakukan penambangan. Dan masyarakat juga meminta agar limbah pasir

dari hasil penambangan diperbolehkan di ambil oleh masyarakat untuk menunjang

perekonomian masyarakat setempat.

Bab IV Penutup

1.1 Kesimpulan

Persoalan tanah di Sumatera Barat merupakan masalah yang relatif rumit untuk

diselesaikan,terutama yang berstatus sebagai tanah ulayat. Hal ini yang terjadi di

Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan.Disini terjadi konflik tanah

antara masyarakat setempat dengan PT Semen Padang. Konflik itu dimulai ketika PT

Semen Padang melakukan eksploitasi bahan baku di atas tanah ulayat Nagari Lubuk

Kilangan yang pada awalnya untuk bisa memakai tanah ulayat tersebut PT Semen

22
melakukan musyawarah dengan pemuka-pemuka adat setempat,tetapi secara sepihak

PT Semen Padang melakukan perluasan lahan dalam menggunakan tanah masyarakat

tanpa melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan pemuka-pemuka adat setempat

yang menyebabkan timbulnya konflik antara masyarakat Kelurahan Batu Gadang

dengan PT Semen Padang.

1.2 Saran

Penyebab utama konflik pertambangan yang terjadi adalah karena proses pengambil

alihan Tanah Ulayat tidak sesuai dengan kesepakatan awal yang telah ditentukan.

Seharusnya PT Semen tidak melanggar kesepakatan awal yang telah disepakati antar

pihak perusahaan dengan masyarakat setempat, agar tidak terjadi lagi konflik antara

masyarakat dengan pihak perusahaan.

23
DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur Buku-buku

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian


Hukum.Jakarta:Rajagrafindo Persada.

Bambang Sunggono, 2013, Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali


Pers.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Imam Sudiyat, 1999, Hukum Adat Sketsa Asas, cet III, Yogyakarta: Liberty.
Ronny Hanitijo, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:
Ghalia Indonesia.

Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta:UI-PREES.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang Undang Dasar 1945.

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok
agraria.

Undang-undang no. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu


bara.
Peraturan Menteri Agraria/Kabupaten BPN Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Pedoman Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat no 13 tahun 1983 Tentang Nagari


Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat no 16 Tahun 2008 Tentang Tanah


Ulayat dan Pemanfaatannya.

24
C. SUMBER LAIN

http://zain-informasi.com/2013/06/tanah-ulayat-dalam-hukum-adat. diakses
pada hari Rabu 13 april 2016 pukul 09:00 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Tanah_ulayat. di akses hari Kamis 14 april 2016


pukul 20:20 WIB.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/c16522/tanah-ulayat. diakses hari


Kamis 14 april 2016 pukul 22:00 WIB.

25

Anda mungkin juga menyukai