PENDAHULUAN
ingin diteliti maka penulis ingin kaitkan pada pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar
1945 yang berbunyi “Bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
pertambangan dan energi, untuk memanfaatkan potensi kekayaan sumber daya alam
mineral dan energi yang dimiliki secara optimal dalam mendukung pembangunan
Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA, yang berbunyi “Seluruh bumi, air
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam
wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air
1
tanah untuk kepentingan ekonomi, seperti konflik yang terjadi di Kelurahan Batu
Padang.
masyarakat Kecamatan Lubuk Kilangan. Sebuah Kecamatan yang kaya akan bahan
baku utama untuk industri semen yaitu berupa tanah liat,batu kapur dan silika.
Masalahnya, karena sumber bahan baku semen tersebut merupakan bagian dari tanah
ulayat tidak bisa dipakai atau dimanfaatkan tanpa seizin penghulu di dalam Kaum.
Pemanfaatan tanah tersebut semestinya dengan izin atau didahului oleh keputusan
(orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik
berlaku.
2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat Praktis
3
pelaksanaan peraturan perundang–undangan terutama Undang-
Penegakan Hukum.
permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktisi, baik yang bersifat asas-
asas hukum, norma-norma hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat,
maupun yang berkenaan dengan kenyataan hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu
metode yang diterapkan harus sesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan sejalan
dengan objek yang diteliti. Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Lubuk
Kilangan Kota Padang. Untuk memperoleh data yang maksimal dalam penelitian dan
penulisan ini sehingga tercapai tujuan yang diharapkan maka, metode yang
1. Pendekatan Masalah
4
agraria yang merupakan korelasi dan masalah pertanahan.Sedangkan
2. Sifat Penelitian
atau dianalisis menurut ilmu dan teori-teori atau pendapat peneliti sendiri,
a. Sumber Data
1
Ronny Hanitijo Soemitro.Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetr, Jakarta; Ghalia
Indonesia,.1999 hlm. 23.
2
Ibid, hlm. 26-27
3
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Rajagrafindo
Persada 2004 hlm 106
5
2. Penelitian Kepustakaan
b. Jenis Data
1. Data Primer
adat tersebut.
2. Data Sekunder
dari:
6
2. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Hukum Adat.
sebagainya.4
4
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta; Rajawali Pers, 2013 hlm.114.
7
Bahan hukum tersier yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk
dan sebagainya.
adalah :
a. Wawancara
5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta; UI-PREES, 2008 hlm.196.
8
tersebut adalah karena kasus yang penulis angkat berada di wilayah Kota Padang
Sumatera Barat.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu ada
konflik. Begitu banya konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik kecil ringan
bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua kalangan.Karena
hidup ini tidak lepas dari permasalahan. Tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Dengan cara lapangkah, atau bahkan cara yang kasar dan merugikan orang lain.
Tentu kita harus profesional menyikapi semua ini demi kelangsungan hidup yang
harmonis tentram dan nyaman, dan tentu tidak untuk merugikan orang lain. Kenapa
10
kita harus mempelajari tentang sengketa. Karena untuk mengetahui lebih dalam
pengertian dari sengketa itu sendiri, menurut kamus bahasa indonesia dan menurut
para ahli :
2. Winardi
3. Ali Achmad
berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak
4. Jhon Collier
klaim atau pernyataan dari salah satu pihak bertemu dengan penolakan,
11
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah
masalah antara dua orang atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan
suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalah pahaman atau perbedaan
pendapat atau persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hukum
bagi keduanya. Jelas kita ketahui bahwa suatu sengketa tentu subjeknya tidak hanya
satu, namun lebih dari satu, entah itu antar individu, kelompok, organisasi bahkan
Pengertian Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau
lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan
Lingkungan Hidup). Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau
lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan
hidup. (Pasal 1 Angka 25 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan hidup).
Pengertian tanah ulayat atau tanah adat sebelumnya diatur dalam Peraturan
Daerah Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 1983 tentang Nagari sebagai kesatuan
masyarakat Hukum Adat Dalam Provinsi Daerah Sumatera Barat dalam Pasal 1 huruf
e menyatakan : “Tanah ulayat adalah tanah yang berada di nagari yang dikuasai dan
12
Peraturan Daerah No. 13 Tahun 1983 dicabut oleh Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Barat No. 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintah Nagari
namun Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2000 Pasal 1 huruf O hanya menyebutkan
pengertian Ulayat Nagari adalah harta benda dan kekayaan nagari di luar kaum dan
terhadap hak atas tanah ulayat masyarakat hukum adat tersebut. Van Vollenhocven
yang berada ditangan komunitas desa berdasarkan hukum adat atas suatu teritori
tertentu.6 Djojodiegoeno, Hak purba adalah hak yang dipunyai oleh suatu
clan/gens/stam, sebuah serikat desa-desa atau biasanya sebuah desa saja untuk
menguasai seluruh tanah seisinya dalam lingkungan wilayahnya. Kita juga dapat
mengatakan hak ulayat ini semacam hak kekuasaan, hak menguasai bahkan
menyerupai semacam kedaulatan suatu persekutuan hukum adat atas suatu wilayah
tertentu.7 Pengertian tanah ulayat menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
6
Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, cet 3, Yogyakarta; Liberty, 1999 hlm 2
7
Ibid, hlm 63
8
Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan keempat, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Balai Pustaka, Edisi Kedua, 1995, hlm 10
13
1. Tanah Ulayat Rajo, ialah tanah ulayat yang penguasanya penghulu dan
letaknya jauh dari kampung dalam bentuk hutan rimba, bukit dan gunung,
padang dan belukar, rawat dan paya, sungai dan danau serta laut dan
telaga. Menurut pendapat Narullah Dt. Pepatih Nan Tuo, dikatakan tanah
ulayat Rajo adalah karena tanah ulayat yang dikuasai oleh beberapa
2. Tanah Ulayat nagari, ialah tanah yang letaknya dekat dari kampung.
sungai, danau dan sebagainya. Batas tanah ulayat Rajo maupun ulayat
rang koto piliang atau sistem pemerintahan Bodi Caniago. Menurut sistem
14
3. Tanah Ulayat Suku ialah tanah yang dipunyai secara bersama oleh seluruh
anggota suku yang diwarisi secara turun temurun dalam keadaan utuh.
4. Tanah Ulayat Kaum ialah tanah yang dimiliki secara bersama dalam garis
menonjol dari pada tanah ulayat suku. Tanah ulayat kaum ini sering
disebut tanah pusako tinggi karena tidak dikenal lagi siapa pemiliknya.
1. Hutan Tinggi
2. Hutan Rendah
Hutan tinggi adalah tanah yang belum diolah dan belum dijadikan
lahan pertanian, walaupun tanah ini dapat juga dipungut hasilnya namun hasil
tersebut bukanlah hasil dari perbuatan manusia yang mana telah ada sejak
dulunya.
15
Sedangkan hutan rendah adalah merupakan segala tanah yang telah
kepada seluruh anggota keluarga secara kolektif dan dipegang oleh penghulu
dari kaum itu. Hak kaum sebagai masyarakat hukum adat yang melekat pada
Secara umum dapat dikatakan bahwa tanah ulayat merupakan hak dari
menjelaskan : ”Di luar harta pusaka dalam bentuk yang telah menjelma
dalam suku.”9
9
http://zain-informasi.com/2013/06/tanah-ulayat-dalam-hukum-adat. diakses pada hari Rabu
13 Januari 2016 pukul 09:00 WIB.
16
masyarakat dan menikmati hasil dari apa yang telah diusahakan tersebut.
berhak untuk menambah areal pertanian hutan tinggi itu dengan cara ditaruko
perkembangan anak cucu di masa yang akan datang. Tanah hutan tinggi yang
ditaruko tersebut akan menjadi hak olah bagi yang menaruko dengan bentuk
ganggam beruntuk sesuai dengan janji dengan penguasa tanah ulayat dalam
hal ini penghulu kaum sewaktu mendapatkan tanah ulayat itu. Dan apabila
kepada bentuknya semula yaitu kembali menjadi tanah ulayat kaum, sesuai
dengan pepatah adat : ”Kabau tagak, kubangan tingga” dan ”Tanjung putuih
pulau beralih, ulayat pulang ka nan punyo” yang artinya bahwa apabila orang
yang menggunakan tanah ulayat yang telah dikuasai dan tidak dimanfaatkan
dan manfaat tanah ulayat dengan hak pakai, hanya dalam hal ini pihak luar
tanah ulayat.
17
2.4 TINJAUAN TENTANG LITIGASI DAN NONLITIGASI
tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat, pihak yang
menuntut upaya hukum atau adil. Terdakwa diperlukan untuk menanggapi keluhan
atau permanen untuk mencegah atau memaksa tindakan. Orang yang memiliki
kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi non-yudisial yang disebut sadar
hukum.
atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan" . Kedua,
18
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan
19
BAB III
PEMBAHASAN
Semen Padang
Sumber utama bahan batu kapur dan batu silika yang pada awalnya hanya
berasal dari tanah masyarakat di Bukit Ngalau dan tanah liat yang berada di sekitar
Putih Kelurahan Batu Gadang yang mempunyai cadangan cukup banyak, karena
setiap tahunnya produksi semen yang dilakukan oleh PT.Semen Padang terus
baku lebih banyak. Namun bahan baku tersebut berada di atas tanah ulayat
atas tanah ulayat masyarakat tersebut dan mendapatkan bahan utama untuk
Semen Padang boleh melakukan penambangan dan memakai tanah disana untuk
berkembang dan mengalami kemajuan yang pesat dalam hal penerimaan pegawai
baru supaya lebih mengutamakan anak-anak nagari setempat dan membantu sarana
dan prasarana di Kelurahan Batu Gadang tersebut dan PT. Semen Padang pun
menyetujuinya.
20
Tetapi secara sepihak PT.Semen Padang mengambil lahan masyarakat untuk
perluasan bahan baku industri, tanpa melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan
membuat masyarakat kecewa karena pada awalnya izin menggunakan tanah ulayat di
Kelurahan Batu Gadang dilakukan dengan cara musyawarah bersama pemuka adat
Batu Gadang dengan PT.Semen Padang. Dan juga perluasan dalam memakai tanah
yang dilakukan PT.Semen Padang tanpa meminta izin terlebih dahulu juga membuat
Status tanah yang di persengketakan ini adalah tanah ulayat masyarakat Nagari
Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan.Yang pada awalnya tanah ini
di kawasan itu.
Gadang dengan PT. Semen Padang dilakukan dengan cara Non Litigasi atau dengan
21
cara musyawarah yang melahirkan kesepakatan bahwa PT. Semen tetap boleh
awal yang telah di sepakati,PT. Semen juga harus memperhatikan lingkungan sekitar
dalam melakukan penambangan. Dan masyarakat juga meminta agar limbah pasir
Bab IV Penutup
1.1 Kesimpulan
Persoalan tanah di Sumatera Barat merupakan masalah yang relatif rumit untuk
diselesaikan,terutama yang berstatus sebagai tanah ulayat. Hal ini yang terjadi di
antara masyarakat setempat dengan PT Semen Padang. Konflik itu dimulai ketika PT
Semen Padang melakukan eksploitasi bahan baku di atas tanah ulayat Nagari Lubuk
Kilangan yang pada awalnya untuk bisa memakai tanah ulayat tersebut PT Semen
22
melakukan musyawarah dengan pemuka-pemuka adat setempat,tetapi secara sepihak
1.2 Saran
Penyebab utama konflik pertambangan yang terjadi adalah karena proses pengambil
alihan Tanah Ulayat tidak sesuai dengan kesepakatan awal yang telah ditentukan.
Seharusnya PT Semen tidak melanggar kesepakatan awal yang telah disepakati antar
pihak perusahaan dengan masyarakat setempat, agar tidak terjadi lagi konflik antara
23
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur Buku-buku
Imam Sudiyat, 1999, Hukum Adat Sketsa Asas, cet III, Yogyakarta: Liberty.
Ronny Hanitijo, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok
agraria.
24
C. SUMBER LAIN
http://zain-informasi.com/2013/06/tanah-ulayat-dalam-hukum-adat. diakses
pada hari Rabu 13 april 2016 pukul 09:00 WIB.
25