Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik muda

maupun tua. Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer karena

termasuk penyakit yang mematikan. Bahkan, Hipertensi tidak dapat secara

langsung membunuh penderitanya, melainkan hipertensi memicu terjadinya

penyakit lain yang tergolong kelas berat dan mematikan serta dapat

meningkatkan resiko serangan jantung, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal

(Pudiastuti, 2013). Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit

degeneratif, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan

seiring bertambahnya umur. (Triyanto, 2014).

Menurut Pudiastuti, (2013) hipertensi dikelompokan dalam 2 tipe

klasifikasi, yaitu : hipertensi primer dan hipertensi sekunder . Tekanan darah

tinggi atau hipertensi dapat diakibatkan oleh stres yang diderita individu,

sebab reaksi yang muncul terhadap impuls stres adalah tekanan darahnya

meningkat. Selain itu, umumnya individu yang mengalami stres sulit tidur,

sehingga akan berdampak pada tekanan darahnya yang cenderung tinggi

(Sukadiyanto, 2010).

Lanjut usia menurut WHO ada empat tahapan yaitu : Usia pertengahan

(middle age) usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun, lanjut

usia tua (old) usia 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) >90 tahun.
Lanjut usia menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI no 25 tahun 2016

yaitu : pra lanjut usia (45-59 tahun), lanjut usia (60-69 tahun), dan lanjut usia

risiko tinggi (lanjut usia >70 tahun). Jenis hipertensi yang khas ditemukan

pada lansia adalah isolated systolic hypertension (ISH), dimana tekanan

sistoliknya saja yang tinggi (diatas 140 mmHg), namun tekanan diastolik

tetap normal (dibawah 90 mmHg) (Arif, 2013). Lansia sering terkena

hipertensi disebabkan oleh kekakuan pada arteri sehingga tekanan darah

cenderung meningkat. (Mardiana, 2014).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013, penyakit terbanyak pada

lanjut usia adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) antara lain hipertensi,

artritis, stroke, Penyakit Paru Obstrukif Kronik (PPOK) dan Diabetes

Mellitus (DM). Hipertensi merupakan penyakit tidak menular terbanyak di

Indonesia dengan prevalensi usia 55-64 tahun (45,9%), 65-74 tahun (57,6%)

dan ≥ 75 tahun (63,8%). Sebaran prevalensi hipertensi di Indonesia sangat

beragam. Provinsi di Indonesia dengan prevalensi hipertensi tertinggi adalah

Bangka Belitung (30,9%) dan yang terendah adalah Papua (16,9%),

sementara prevalensi hipertensi di Sumatra Barat adalah 22,6% (Depkes RI,

2014).

Menurut Dinas Kesehatan Sulsel (2015), Prevalensi hipertensi di

Sulawesi Selatan yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun

sebesar 28,1 persen, tertinggi di Enrekang (31,3%), diikuti Bulukumba

(30,8%), Sinjai (30,4%) dan Gowa (29,2%). Prevalensi hipertensi di Sulawesi

Selatan yang didapat melalui kuesioner yang didiagnosis tenaga kesehatan


sebesar 10,3 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum

obat sebesar 10,5 persen, sehingga ada 0,2 persen yang minum obat sendiri.

Berdasarkan data Survailans Penyakit tidak menular Bidang P2PL Dinas

Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014 terdapat penderita baru

hypertensi esensial (primer) sebanyak 5.902 kasus, penderita lama sebanyak

7.575 kasus, dengan kematian 65 orang, jantung hypertensi penderita lama

1.687 kasus, penderita baru 1.670 kasus dengan kematian 24 orang, ginjal

hypertensi penderita baru sebanyak 58 kasus, penderita lama sebanyak 34

kasus dengan kematian 5 orang, jantung dan dan hypertensi sekunder

penderita lama sebanyak 2.082 kasus dan penderita baru sebanyak 2.081

kasus dengan kematian 18 orang.

Hipertensi memberikan dampak besar pada beban penyakit

kardiovaskular di seluruh dunia (Bromfield dan Muntner, 2013). Morbiditas

dan mortalitas hipertensi sangat tinggi karena dapat merusak sejumlah organ

penting. Penderita hipertensi memiliki risiko dua kali lebih tinggi menderita

Corony Artery Disease (CAD), empat kali lebih tinggi menderita gagal

jantung kongestif, dan tujuh kali lebih tinggi menderita penyakit

serebrovaskular dan stroke dibandingkan dengan orang yang memiliki

tekanan darah normal (Mohan, Seedat, dan Pradeepa, 2013)

Penyakit kardiovaskular menyebabkan sekitar 17 juta kematian per

tahun, termasuk hipertensi yang menyebabkan 9,4 juta kematian per tahun

(WHO, 2013). Menurut Mohan, Seedat, dan Pradeepa (2013), penyakit ini

juga merupakan penyebab angka kematian tertinggi di wilayah Pasifik Barat


dan Asia Tenggara. Sekitar 1 dari 3 penduduk usia dewasa di Asia Tenggara

menderita hipertensi dan sekitar 1,5 juta kematian setiap tahun terjadi akibat

hipertensi. Hipertensi termasuk ke dalam 10 besar penyakit yang

menyebabkan angka kematian tertinggi pada pasien yang dirawat inap di

rumah sakit di Indonesia (Kemenkes, 2012).

Lebih dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer.

Hipertensi primer bersifat idiopatik, namun terdapat beberapa faktor risiko

yang mempengaruhi kejadian penyakit ini. Secara garis besar, faktor risiko

hipertensi dibagi menjadi faktor risiko yang dapat tidak dimodifikasi dan

dapat dimodifikasi (Ibekwe, 2015).

Usia merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang tidak dapat

dimodifikasi. Pembuluh darah menyempit dan menjadi kaku seiring

pertambahan usia (Sun, 2014). Jenis kelamin merupakan faktor risiko

berikutnya yang tidak dapat dimodifikasi. Pria lebih berisiko menderita

hipertensi pada wanita, namun pada usia setelah menopause, risiko hipertensi

pada wanita lebih tinggi daripada pria. Hal ini diduga karena peran hormon

estrogen yang melindungi wanita dari penyakit kardiovaskular (Gray, 2009).

Riwayat hipertensi dalam keluarga juga merupakan faktor yang tidak dapat

dimodifikasi. Berbagai penelitian mendapatkan bahwa hal ini disebabkan gen

tertentu yang mempengaruhi terjadinya hipertensi (Kotchen, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih, dkk (2013),

hampir setengah dari sampel yang di ambil yaitu 47,94% responden

mengalami hipertensi. Sebagian besar responden adalah berumur 70-79 tahun


yaitu sebanyak 34. Sebagian besar responden adalah perempuan yaitu 46

orang (63,02%). Sebagian besar responden tidak ada riwayat keluarga

hipertensi yaitu sebanyak 62 orang (85%). Sebagian besar responden yang

mempunyai kebiasaan merokok sering yaitu sebanyak 46 orang (63%)

sedangkan paling sedikit adalah responden dengan kebiasaan merokok jarang

yaitu sebanyak 0 orang (0%). Sebagian besar responden mempunyai

kebiasaan tidak pernah olah raga, yaitu sebanyak 29 orang (39,7%). Sebagian

besar responden mempunyai kebiasaan tidak pernah minum kopi, yaitu

sebanyak 51 orang (69,8%). Sebagian besar responden yaitu 40 orang

(54,8%) tidak obesitas. Sebagian besar responden mengkonsumsi garam

secara tidak berlebih, yaitu sebanyak 49 orang (67,1%). Sebagian besar

responden tidak mengalami stres, yaitu sebanyak 69 orang (94,5%).

Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan diatas maka rancangan

pengkajian keperawatan komunitas pada kelompok lanjut usia dengan

masalah kejadian hipertensi akan diterapkan model asuhan keperawatan

community as partner dan self care di Desa Toddotoa Kecamatana Pallangga

Kabupaten Gowa.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk menyusun rancangan pengkajian keperawatan komunitas

pada kelompok lanjut usia dengan masalah hipertensi di Desa Toddotoa

Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa.


2. Tujuan Khusus

a. Untuk menerapkan model community as partner dan self care sebagai

framework pengkajian keperawatan komunitas pada kelompok lanjut

usia dengan masalah kejadian hipertensi di Desa Toddotoa Kecamatan

Pallangga Kabupaten Gowa

b. Untuk menyusun instrumen pengkajian pada kelompok lanjut usia

dengan masalah kejadian hipertensi berdasarkan community as partner

dan self care di Desa Toddotoa Kecamatana Pallangga Kabupaten

Gowa.

c. Untuk memperoleh data hasil pengkajian kelompok lanjut usia dengan

masalah kejadian hipertensi dengan menggunakan model community as

partner dan self care di Desa Toddotoa Kecamatana Pallangga

Kabupaten Gowa.

C. Ruang Lingkup

Pengkajian yang dilakukan pada kelompok lanjut usia dengan masalah

kejadian hipertensi ditekankan pada mengidentifikasi masalah kesehatan

berdasarkan model community as partner dan self care.

Pada model community as partner terdapat dua faktor utama yaitu fokus

pada komunitas sebagai mitra dan proses keperawatan (Anderson & Mc

Farlan, 2004). Pada pengkajian komunitas terdapat 4 core dan 8 (delapan)

subsistem dari masyarakat. Core pada lanjut usia dengan masalah kejadian

hipertensi yang terdiri dari riwayat terbentuknya kelompok, demografi, suku,

nilai, dan kepercayaan. Sedangkan pada subsistem terdapat lingkungan fisik,


pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, transportasi dan keamanan, politik

dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan, dan rekreasi yang berkaitan

dengan lanjut usia dengan masalah kejadian hipertensi.

Model self care memberi pengertian bahwa pelayanan keperawatan

dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu dalam

memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan,

terdapat tiga model yang mendasari perawatan diri antara lain madalah teori

self care defisit, teori self care dan nursing system.

Anda mungkin juga menyukai