Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Pengertian Appendiksitis

Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis,

dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.

Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun

perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10

sampai 30 tahun. (Mansyoer, 2003, 307).

Apendisitis akut adalah peradangan pada apendiks

vermiformis (Grace, & Borley, 2006, h. 107). Apendisitis adalah

inflamasi pada apendiks yang dapat terjadi karena obstruksi

apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks dan

pembuluh darahnya (Corwin, 2009, h. 607). Sjamsuhidajat (2004,

h. 640) Apendisitis adalah meruapakan infeksi bakteri pada

apendiks. Apendisitis biasanya disebabkab karena sumbatan lumen

apendiks,hiperplasia jaringan limfa, fekalit, dan cacing askaris yang

menyebabkan sumbatan.

Apendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus

buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan

pemanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa

pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu

dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum).
Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut

kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun,

lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa

mengeluarkan lendir. (Anonim, 2007:23).

2.1.2 Klasifikasi Appendiksitis

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu,

apendisitis akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).

1. Apendisitis akut.

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari

oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda

setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum

lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan

tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium

disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan

kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam

beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini

nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga

merupakan nyeri somatik setempat.

Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara

mendadak pada apendik dan merupakan salah satu kasus akut

abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut

merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor,

diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor


apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan

penyumbatan.

2. Apendisitis kronik.

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika

ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari

2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan

mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah

fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau

total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama

dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis

kronik antara 1-5%.

2.1.3 Anatomi dan Fisiologi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya

kira-kira 10 cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum.

Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian

distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,

lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan

ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada

usia itu (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).

Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar.

Kelenjar submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina

muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar


limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang

berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam

mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup

oleh peritoneum viserale (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah

UGM, 2010).

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang

mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan

persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu,

nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus

(Sjamsuhidajat, 2004).

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang

merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya

karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami

gangrene (Sjamsuhidajat, 2004).

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu

normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir

ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya

berperan pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator

yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang

terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.

Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap

infeksi. Namun Universitas Universitas Sumatera Sumatera Utara

demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem


imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika

dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh

tubuh (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Panjang appendiks lajimnya adalah delapan sampai sepuluh

centi meter pada orang dewasa. Terdapat dua lapisan otot di dalam

dinding appendiks, yaitu lapisan dalam (sirkularis) merupakan

penerusan otot seikum yang sama dan lapisan luar (longitudalis)

dari penyatuan tiga tenia seikum.

2.1.4 Etiologi
Penyebab utama appendiks adalah obstruksi atau

penyumbatan yang dapat disebabkan oleh :

a. Fecalith (massa fecal yang keras).

b. Benda asing.

c. Tumor.

d. Stenosis.

e. Perlekatan.

f. Spasme otot spinchter antara perbatasan appendiks dan seikum.

g. Hiperflasia jaringan limfoid yang biasa terjadi pada anak-anak.

Penyebab lain dari appendicitis adalah infeksi yang

disebabkan oleh kuman-kuman seperti Escherichia Coli (80%),

Streptokokus tapi kuman yang lain jarang terjadi.

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal

berperan sebagai faktor pencetusnya. 2 Sumbatan lumen apendiks


merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Penyebab

lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi

mukosa apendiks karena parasit E.histolytica. penelitian

epidemologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan berpengaruh konstipasi terhadap timbulnya

apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang

berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan

meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon biasa yang

mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, 2004).

2.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut Mansjoer Arif, 2003:309 ada beberapa tanda dan
gejala yang khas, yaitu :

a. Sakit, Kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan

bawah.

b. Nyeri perut.

c. Anoreksia.

d. Demam yang tidak terlalu tinggi, tetapi menjadi hiperpireksi bila

terjadi hiperforasi.

e. Bising usus menurun.

f. Konstipasi.

g. Kekakuan otot rektus.

h. Iritabilitas.
i. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat di diagnosis dalam 4

sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.

Menurut Yusrizal (2012) dalam bukunya Mansjoer (2000),

keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri didaerah umbilikus

atau periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam

nyeri akan beralih kekuadran kanan bawah, yang akan menetap dan

diperberat bila berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise

dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat

konstipasi, tetapi kadang-kadang juga terjadi diare, mual dan

muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan

abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri

abdomen bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan

seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal.

Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu

menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga

muncul. Bila tanda rovsing, psoas, dan obturator positif, akan

semakin meyakinkan diagnosa klinis.

2.1.6 Patofisiologi

Bagan 2.1

Pathway (Proses Terjadinya Appendiksitis)

Obstruksi lumen (fekalit, tumor, dan lain-lain)


Mucus yang di produksi oleh mukosa akan mengalami bendungan

Penekanan tekanan intra lumen / dinding apendiks

Aliran darah berkurang

Ede ma dan ulserasi mukosa Apendiks akut fokal

Terputusnya aliran darah Nyeri epigastrum

Obstruksi vena, edema bertambah Apendik supuratif


akut
dan bakteri menembus dinding

Nyeri daerah
abdomen
Arteri terganggu kanan bawah

Infark dinding apendiks Apendiksitis


ganggrenosa
Ganggren

Apendik dinding rapuh

Infiltrate Perforasi

Infiltrate Apendiksitis
Apendikularis Perforas
(Sumber : Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).

Bagan 2.2

Pathway (Post Apendiktomi)

Apendiks mengalami peradangan

Apendiktomi
Insisi pembedahan

Kerusakan Syaraf nyeri Kurang terpapar informasi


Integritas Perifer terangsang dan tidak mengenal sumber
Jaringan informasi

Nyeri
Port de entree (Akut) Kurang
Kuman Pengetahuan

Resiko Aktivitas terganggu


Tinggi
Infeksi

Intoleransi
Aktivitas

(Sumber : Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA

NICNOC)

Keterangan Patofisiologi :

Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendidks. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang di

produksi mukosa apendiks mengalami bendungan. Semakin lama


mucus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding

apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan

menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulserasi

mukosa. Pada saat itu terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai

dengan nyeri epigastrium. Apendiks menghasilkan lendir 1-2

ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan

selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam

pengaliran lendir tersebut, maka akan dapat mempermudah

timbulnya appendiksitis ( radang pada apendiks ). Di dalam

apendiks, juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap

infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A.

( Murbawani, 2003 ).

Bila sekresi mucus lanjut, tekanan akan terus meningkat.

Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah

dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang

timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan

nyeri pada abdomen kanan bawah yang tesebut disebut

appendiksitis supuratif akut.

Apabila aliran arteri tergantung maka akan terjadi infark

dinding apendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut

appendiksitis ganggrenosa. Bila dinding apendiks rapuh maka akan

terjadi perforasi disebut appendiksitis perforasi. Bila proses


berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak

ke arah apendiks hingga muncul infiltrate appendikularis.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan

apendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut

ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua

mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati

peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan

untuk menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran

kemih. Pada pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan

kandungan diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis kelainan

peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET

(kehamilan diluar kandungan) (Sanyoto, 2007). Pemeriksaan

radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat

membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran

(skibala) didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan USG

(Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dakam menegakkan

adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah

rongga panggul (Sanyoto, 2007).


a. Akan terjadi leukositosis ringan ( 10.000 – 20.000/ml )

dengan peningkatan jumlah neutrofil.

b. Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk

membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran

kemih.

c. Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium

enema, sedangkan pada appendiksitis kronis tindakan ini

dibenarkan.

d. Pemeriksaan USG dilakukan bila terjadi infiltrate

appendikularis.

e. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran

perselubungan mungkn terlihat “ileal atau caecal ileus”

(gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau

ileum).

f. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis

infiltrat.

g. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.

h. Ultrasound : fekalit nonkalsifikasi, apendiks

nonperforasi, abses apendiks. (Mansjoer, 2003:43).

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pada pasien apendisitis menurut

Harnawatiaj, 2008:34.
1. Penatalaksanaan keperawatan pre-operasi :

a. Penderita di observasi.

b. Istirahat dalam posisi semifowler.

c. Sebelum di operasi klien perlu dipersiapkan secara fisik

maupun psikis.

d. Disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan

tentang peristiwa yang akan dialami setelah di operasi dan

diberikan latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan

duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif.

2. Penatalaksanaan keperawatan post-operasi :

a. Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk

mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok,

hipertermi.

b. Baringkan klien dalam posisi semifowler untuk

mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen.

c. Anjurkan klien untuk mobilisasi miring kanan dan kiri.

d. Berikan minum secara bertahap setelah klien di

puasakan.

e. Pemberian cairan intravena dapat diberikan sesuai

indikasi.

f. Pemberian antibiotik.

g. Pemberian analgetik.
h. Berikan makanan bertahap dari mulai yang cair sampai

dengan yang lunak.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

Menurut Shore yang dikutip oleh Doengoes, proses keperawatan

merupakan suatu proses penggabungan unsur dari kiat keperawatan yang

paling diperlukan dengan unsur-unsur teori sistem yang relevan dengan

menggunakan metode ilmiah. Proses ini memasukkan pendekatan

interpersonal atau interaksi dengan proses pemecahan masalah dan proses

pengambilan keputusan. Proses keperawatan ini terdiri dari lima tahap, yaitu :

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Lima tahapan proses keperawatan, yaitu sebagai berikut :

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah proses dimana data yang berhubungan

dengan klien dikumpulkan secara sistematis. Proses ini merupakan

proses yang dinamis dan terorganisir yang meliputi tiga aktivitas

dasar, yaitu mengumpulkan secara sistematis, menyortir, dan

mengatur data yanag dikumpulkan serta mendokumentasikan data

dalam format yang bisa dibuka kembali.

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara

lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah

kesehatan dan keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik,

mental, sosial, maupun spiritual dapat ditentukan. Data-data yang


perlu dikaji pada asuhan keperawatan pada pre- dan post- operasi

apendisitis ialah sebagai berikut :

a. Pre Operasi
Data Dasar Pengkajian Pasien (Doengoes, 2000:46)
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala : Malaise
2) Sirkulasi
Gejala : Takikardi
3) Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan; Diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas,

kekakuan, penurunan bising usus.


4) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual dan muntah
5) Nyeri / Keamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus,

yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik

McBurney (setengah jarak antara umbilikus dan

tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan,

bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-

tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks).


Tanda : Keluhan berbagai rasa nyeri/gejala tidak jelas

(sehubungan dengan lokasi apendiks, contoh

retrosekal atau sebelah ureter), nyeri lepas pada sisi

kiri di duga inflamasi peritoneal.


6) Pernafasan
Tanda : Takipneu, pernafasan dangkal
7) Keamanan
Tanda : Demam yang tidak tinggi
b. Post Operasi
Data Dasar Pengkajian Pasien (Brunner & Suddarth, 2002)
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya

komplikasi dan keberhasilan operasi. Adapun yang harus dikaji

pada pasien appendisitis post operasi adalah sebagai berikut :


1) Adanya nyeri tekan abdomen, demam, muntah, kekakuan

abdomen, dan takikardi, dimungkinkan terjadi peritornitis.


2) Anoreksia, menggigil, demam, diaforesis, diare yang

menunjukkan abses pelvis, abses subfrenik (abses dibawah

diafragma) atau lumbal.

Pengkajian ini berisi :

2.2.1.1 Identitas
a. Identitas klien post appendiktomi yang menjadi dasar

pengkajian meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis, tindakan medis,

nomor rekam medis, tanggal masuk, tanggal operasi, dan

tanggal pengkajian.
b. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan

dengan klien dan sumber biaya.


c. Lingkup Masalah Keperawatan berisi keluhan utama klien saat

dikaji, klien post appendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada

luka operasi dan keterbatasan aktivitas.


2.2.1.2 Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang, ditemukan saat pengkajian yang

diuraikan dari mulai masuk tempat perawatan sampai

dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan

menggunakan PQRST (paliatif and provokatif, quality and

quantity, region and radiasi, severity scale and timing). Klien


yang telah menjalani operasi appendiktomi pada umumnya

mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah saat

digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi

obat dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk

dengan skala nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan

terlokalisasi di area operasi dapat pula menyebar di seluruh

abdomen dan paha lanan dan umunya menetap sepanjang hari.

Nyeri mungkin dapat mengganggu aktivitas sesuai rentang

toleransi masing-masing klien.


b. Riwayat Kesehatan Dahulu, berisi pengalaman penyakit

sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit yang di

derita sekarang serta apakah permah mengalami pembedahan

sebelumnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga, perlu diketahui apakah ada

anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama

seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan

atau menular dalam keluarga.


2.2.1.3 Genogram
Hubungan dengan anggota keluarga meliputi 3 generasi.
2.2.1.4 Kebiasaan Sehari-hari
Klien yang menjalani operasi pengangkatan apendiks pada umunya

mengalami kesulitan dalam beraktivitas karena nyeri yang akut dan

kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan dalam perawatan diri

(mandi, gosok gigi, keramas, dan gunting kuku), karena adanya

toleransi aktivitas yang mengalami gangguan. Klien akan

mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan


kembali ke dalam rentang normalnya. Kemungkinan klien akan

mengalami mual muntah dan konstipasi pada periode awal post

operasi karena pengaruh anastesi. Klien juga akn dapat mengalami

penurunan haluaran urine karena adanya pembatasan masukan oral.

Pola istirahat klien dapat terganggu ataupun tidak itu tergantung

toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.

2.2.1.5 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik klien untuk

menentukan masalah kesehatan klien. Pemeriksaan fisik dapat

dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah :

1. Inspeksi

Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian

tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Hasilnya seperti : Mata

kuning (icteric), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis),

dll

2. Palpasi

Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan

terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya

adanya tumor, oedema, krepitasi (patah/retak tulang), dll.

3. Auskultasi

Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran.

Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-


hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan

bising usus.

4. Perkusi

Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk bagian

tubuh menggunakan tangan atau alat bantu seperti reflek hammer

untuk mengetahui reflek seseorang (dibicarakan khusus). Juga

dilakukan pemeriksaan lain yang berkaitan dengan kesehatan fisik

klien. Misalnya : kembung, batas-batas jantung, batas hepar-paru

(mengetahui pengembangan paru), dll, pemeriksaan fisik juga

mencakup :

a. Keadaan Umum
Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah

beberapa jam kembali dari meja operasi, penampilan

menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat tergantung

pada periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada umumnya stabil

kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang

mengalami perforasi appendiks.


b. Sistem Pernafasan
Klien post appendiktomi akan mengalami penurunan atau

peningkatan frekuensi nafas (takipneu) serta pernafasan

dangkal, sesuai rentang yang dapat di toleransi oleh klien.


c. Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap

stres dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon

terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah baring).


Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan

konjungtiva, adanya sianosis, dan auskultasi bunyi jantung.


d. Sistem Pencernaan
Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat

di palpasi. Klien post appendiktomi biasanya mengeluh mual

muntah, konstipasi pada awitan awal post operasi dan

penurunan bising usus. Akan tampak adanya luka operasi di

abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi.


e. Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah

output urine, hal ini terjadi karena adanya pembatasan intake

oral selama periode awal post appendiktomi. Output urine akan

berangsur normal seiring dengan peningkatan intake oral.


f. Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah

baring post operasi dan kekakuan otot.


g. Sistem Integumen
Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah

karena insisi bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan

awal). Turgor kulit akan membaik seiring dengan peningkatan

intake oral.
h. Sistem Persyarafan
Umumnya klien dengan post appendiktomi tidak mengalami

penyimpangan dalam fungsi persyarafan. Pengkajian fungsi

persyarafan meliputi : tingkat kesadaran, saraf kranial dan

refleks.

i. Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan

kesimetrisan telinga, ada tidaknya peradangan dan fungsi

pndengaran.
j. Sistem Penglihatan
Pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan kesimetrisan

mata, an anemis atau tidak, bentuk pupil, dan fungsi

penglihatan.
k. Sistem Endokrin
Umunya klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan

fungsi endokrin. Akan tetapi tetap perlu dikaji keadekuatan

fungsi endokrin. (thyroid dan lain-lain).


2.2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Haemoglobin yang rendah dapat mengarah kepada anemia

akibat kehilangan darah.


2) Peningkatan leukosit dapat mengindikasikan adanya

infeksi.
b. Radiologi
c. Kimia Klinis
2.2.1.7 Terapi dan Pengobatan
Pada umumnya klien post appendiktomi mendapat terapi analgetik

untuk mengurangi nyeri dan antibiotik sebagai anti mikroba.


2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang

menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko

perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat

secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan

menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah. (Carpenito,

2002:54).
Diagnosa Keperawatan adalah sebuah label singkat,

menggambarkan kondisi pasien yang di observasi di lapangan.

(Judith M Wilkinson, 2007:XV). Perumusan diagnosa keperawatan

sebagai berikut :
a. Actual : Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai

dengan data klinik yang di temukan.


b. Resiko : Menjelaskan masalah kesehatan nyata akan

terjadi jika tidak dilakukan intervensi.


c. Kemungkinan : Menjelaskan bahwa perlu adanya data

tambahan untuk memastikan masalah keperawatan

kemungkinan.
d. Wellness : Keputusan klinik tentang keadaan individu,

keluarga atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera

tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.


e. Syndrom : Diagnosa yang terdiri dari kelompok

diagnosa keperawatan actual dan resiko tinggi yang

diperkirakan muncul / timbul karena suatu kejadian atau situasi

tertentu.
Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, tahap

selanjutnya adalah merumuskan tujuan untuk masing-masing

diagnosis. Tujuan ditetapkan dalam bentuk tujuan jangka

panjang dimaksudkan untuk mengatasi masalah secara umum,

sedangkan tujuan jangka pendek dimaksudkan untuk mengatasi

etiologi guna mencapai tujuan jangka panjang. Rumusan tujuan

keperawatan ini harus SMART:


S : Spesific
Tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda.
M : Measurable
Tujuan keperawatan harus dapat diukur khususnya tentang

perilaku klien (dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan,

dibau).
A : Achievable
Tujuan harus dapat di capai.
R : Reasonable
Tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
T : Time
Tujuan harus mempunyai batasan waktu yang jelas.
2.2.2.1 Diagnosa Keperawatan yang timbul pada klien dengan pre operasi

appendicitis menurut Doengoes, 2000 adalah :


a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

muntah pre-operasi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh

inflamasi.
c. Ansietas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi.
2.2.2.2 Diagnosa Keperawatan yang timbul pada klien dengan post operasi

appendicitis adalah :
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur

invasif dan insisi bedah.


b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan

dengan pembatasan pasca operasi, status hipermetabolik,

inflamasi peritoneum dengan cairan asing.


c. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber

informasi.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Rencana tindakan keperawatan adalah bukti tertulis dari

tahap pengkajian dan identifikasi masalah dan merupakan tahapan

dalam proses keperawatan yang mengidentifikasi masalah atau

kebutuhan klien, tujuan atau hasil dan intervensi serta rasionalisasi

dari intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam

menangani masalah atau kebutuhan klien. (H.Zaidin Ali, 2005:83).


2.2.3.1 Rencana tindakan keperawatan yang dapat ditetapkan pada klien

dengan pre operasi appendicitis adalah :


a. Nyeri berhubungan dengan peradangan appendiks.

Tabel 2.1

Intervensi dan Rasional Diagnosa A (Pre-Operasi)

Tujuan Intervensi Rasional


Setelah dilakukan tindakan - Lakukan pengkajian nyeri - Untuk mengetahui
keperawatan selama 2 x 24 jam, secara komprehensif bagaimana keadaan
diharapkan nyeri berkurang atau termasuk lokasi, nyeri dan berguna
hilang, dengan Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, dalam pengawasan
- Nyeri dari skala 7 menjadi frekuensi, kualitas dan keefisiensian obat,
skala 4 atau 5. faktor presipitasi. dan karakteristik
- Klien bisa diajak bicara. - Observasi tanda-tanda nyeri.
- Klien mampu tidur / vital. - Untuk mengetahui
istirahat. - Ajarkan tentang teknik bagaimana keadaan
- Klien dapat melakukan non farmakologi yaitu umum pasien.
teknik Relaksasi : nafas teknik relaksasi : nafas - Untuk mengurangi
dalam. dalam. rasa nyeri.
- Kolaborasikan dengan - Obat analgetik
dokter jika ada keluhan untuk
dan tindakan nyeri tidak menghilangkan rasa
berhasil. nyeri.

b. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang

kejadian pre – dan post – operasi, takut tentang beberapa aspek

pembedahan.

Tabel 2.2

Intervensi dan Rasional Diagnosa B (Pre-Operasi)

Tujuan Intervensi Rasional


Setelah dilakukan tindakan - Jelaskan semua prosedur - Meningkatkan
keperawatan selama 1 x 24 jam, dan apa yang dirasakan pengetahuan pasien
diharapkan klien tidak cemas lagi, selama prosedur. tentang prosedur
dapat mengontrol koping, dengan - Dorong klien untuk operasi.
Kriteria Hasil : mengungkapkan perasaan, - Mengurangi cemas.
- Klien mampu ketakutan, persepsi. - Untuk mengetahui
mengidentifikasi dan - Bantu klien mengenal apa penyebab dari
mengungkapkan gejala situasi yang menimbulkan kecemasan klien.
cemas. kecemasan.
- Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya
kecemasan.

2.2.3.2 Rencana tindakan keperawatan yang dapat ditetapkan pada klien

dengan post operasi appendicitis adalah :


a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas

jaringan / insisi pembedahan pada appendiktomi.

Tabel 2.3

Intervensi dan Rasional Diagnosa A (Post-Operasi)

Tujuan Intervensi Rasional


Setelah dilakukan tindakan - Lakukan pengkajian nyeri - Untuk mengetahui
keperawatan selama 2 x 24 jam, secara komprehensif bagaimana keadaan
diharapkan nyeri berkurang atau termasuk lokasi, nyeri dan berguna
hilang, dengan Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, dalam pengawasan
- Nyeri dari skala 7 menjadi frekuensi, kualitas dan keefisiensian obat,
skala 4 atau 5. faktor presipitasi. dan karakteristik
- Klien bisa diajak bicara. - Observasi tanda-tanda nyeri.
- Klien mampu tidur / vital. - Untuk mengetahui
istirahat. - Ajarkan tentang teknik bagaimana keadaan
- Klien dapat melakukan non farmakologi yaitu umum pasien.
teknik Relaksasi : nafas teknik relaksasi : nafas - Untuk mengurangi
dalam. dalam. rasa nyeri.
- Kolaborasikan dengan - Obat analgetik
dokter jika ada keluhan untuk
dan tindakan nyeri tidak menghilangkan rasa
berhasil. nyeri.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak

sekunder terhadap nyeri.

Tabel 2.4

Intervensi dan Rasional Diagnosa B (Post-Operasi)


Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan - Bantu klien untuk - Agar klien tidak
keperawatan selama 2 x 24 jam, mengidentifikasi aktivitas hanya diam di
diharapkan klien bisa toleransi yang mampu dilakukan. tempat tidur saja.
aktivitas, dan aktivitas dengan - Bantu untuk mendapatkan - Untuk
mandiri, dengan Kriteria Hasil : alat bantuan aktivitas mempermudah
- Mampu melakukan seperti kursi roda atau klien dalam
aktivitas sehari-hari secara tongkat. melakukan aktivitas
mandiri. - Bantu untuk tanpa bantuan orang
- Mampu berpindah tanpa mengidentifikasi aktivitas lain.
bantuan alat ataupun orang yang disukai klien. - Menjadi motivasi
lain. - Bantu untuk memilih klien untuk dapat
aktivitas konsisten yang bergerak bila
sesuai dengan kemampuan aktivitas sangat
fisik, psikologi, dan sosial. disukai oleh klien.
- Meningkatkan
kormolitas organ
sesuai yang
diharapkan.

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

appendiktomi.

Tabel 2.5

Intervensi dan Rasional Diagnosa C (Post-Operasi)

Tujuan Intervensi Rasional


Setelah dilakukan tindakan - Observasi tanda-tanda - Untuk mengatahui
keperawatan selama 2 x 24 jam, vital. keadaan klien dan
diharapkan tidak terjadi infeksi, dan - Observasi tanda-tanda mendeteksi secara
klien mengetahui tanda-tanda infeksi. dini gejala awal
infeksi, dengan Kriteria Hasil : - Lakukan perawatan luka infeksi.
- Klien bebas dari tanda dan dengan teknik aseptik dan - Diteksi dini
gejala infeksi. anti septik. terhadap infeksi
- Menunjukkan kemampuan - Observasi luka insisi mempermudah
untuk mencegah timbulnya bedah. pengobatan dan
infeksi. terapi.
- Tidak terjadi peradangan. - Menurunkan
terjadinya resiko
infeksi dan
penyebaran bakteri.
- Memberikan deteksi
dini terhadap
infeksi dan
perkembangan luka.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi Keperawatan adalah inisiatif dari rencana

tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik yang tujuannya


membentuk klien dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, yang

mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan dan memfasilitasi koping. (Nursalam, 2001:63).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan

dimana merupakan proses yang kontinyu yang penting untuk

menjamin kualitas dan ketetapan perawatan yang dilakukan dengan

meninjau respon klien untuk menentukan keefektifan rencana

keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien.

(Marilyn.E.Doengoes, 2002:105).
2.2.5.1 Tujuan dari evaluasi antara lain:
a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari

tindakan keperawatan yang telah di berikan.


c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
d. Mendapatkan umpan balik.
2.2.5.2 Macam-macam Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Evaluasi struktur di fokuskan pada perlengkapan

tata cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan

keperawatan diberikan aspek lingkungan secara langsung

atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian

pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio

perawatan klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan

pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area

yang diinginkan.
b. Evaluasi Proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja

perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan


keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai

wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi

proses mencakup jenis informasi yang di dapat pada saat

wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan

diagnosa keperawatan, dan kemampuan teknikal perawat.


c. Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respon dan fungsi

klien. Respon perilaku klien merupakan pengaruh dari

intervensi keperawatan dan akan pada pencapaian tujuan

dan kriteria hasil.


d. Komponen SOAP
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau

memantau perkembangan klien dengan menggunakan

komponen SOAP :
S : Data Subjektif
Menuliskan keluhan klien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.
O : Data Objektif
Berdasarkan hasil pengukuran / observasi perawat secara langsung

kepada klien dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan

keperawatan.
A : Analisa
Suatu masalah atau diagnosa keperawatan yang masih terjadi, yang

dapat di tuliskan masalah / diagnosis baru yang terjadi akibat

perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi data

subjektif dan objektif.


P : Planning
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan., di hentikan,

dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan

yang telah di tentukan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai