Anda di halaman 1dari 17

TUGAS AKHIR PRAKTIKUM

DESKRIPTIF EPIDEMIOLOGI FAKTOR RISIKO KEJADIAN


PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PENGASIH 1 KULON
PROGO TAHUN 2019

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam menyeselsaikan
Tugas akhir praktikum surveilans kesehatan masyarakat

Penyakit Menular

Dianjukan Oleh
Andi Jefry Meirandika
1700029078
Gol.4 / Kelas D

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2019
TUGAS AKHIR PRAKTIKUM

DESKRIPTIF EPIDEMIOLOGI FAKTOR RISIKO KEJADIAN


PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PENGASIH 1 KULON
PROGO TAHUN 2019

Disusun oleh
Andi Jefry Meirandika
NIM 1700029078

Telah disetujui untuk menyelesaikan tugas akhir praktikum


Penyakit menular

Dosen Pengampu

Rokhmayanti. SKM., M.PH

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
laporan akhir ini dapat terselesaikan. Laporan akhir ini berjudul “Faktor Risiko Kejadian
Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas Pengasih 1 Kulon Progo Tahun 2019”. Penyusun laporan
akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan guna menyelesaikan praktikum
Surveilans Kesehatan Masyarakat Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Ahmad Dahlan.

Penulis menyadari tanpa bantuan berbagai pihak tidak banyak yang bisa penulis
lakukan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya selama pelaksanaan dan penyusunan
laporan akhir ini kepada :

1. Ibu Lina Handayani, SKM., M.Kes., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan.
2. Bapak selaku Ketua Program Studi Ilmu kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan.
3. Ibu Rokhmayanti S.KM.,M.PH., selaku ketua dosen pengampu praktikum surveilans
gol.4 yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam
penyusunan tugas akhir ini.
4. Ibu Fatma Nuraisyah S.KM.,M.PH., selaku wakil dosen pengampu praktikum
surveilans gol.4 yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam
penyusunan tugas akhir ini.
5. Assisten praktikum surveilans kesehatan masyarakat yang telah sabar memberikan
materi saat praktikum.
6. Bapak dan Ibu tersayang yang telah memberikan doa tanpa kenal waktu, semangat,
nasihat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Kalian adalah
inspirator terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku.
7. Semua teman – teman seperjuangan kesmas 2017.

iii
Semoga amal baik dari semua pihak mendapat pahala yang berlipat ganda dari
Allah SWT. Penulis hanya bisa berharap semoga laporan akhir ini bermanfaat bagi semua
pihak. Amin.
Wassalamu,alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 1 Juli 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GRAFIK

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pnemonia
1. Epidemiologi Pnemonia
2. Etiologi Pnemonia
3. Patogenesis Pnemonia
4. Klasifikasi Pnemonia
B. Faktor Risiko Pnemonia
1. Faktor Intrinsik
2. Faktor Ekstrinsik
BAB III METODOLOGI

A. Desain Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Pengumpulan Data
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penumonia adalah merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia. Setiap
tahunnya pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun pertama
mereka, lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kematian akbiat penyakit AIDS,
malaria dan tuberkolosis. Hal ini sangat tragis karena pneumonia merupakan penyakit
yang dapat di cegah dan diobati (Ivac, 2011)

Berdasarknn WHO 2014. pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita


di dunia, lebih dari 2 juta balita setiap tahunnya. Pneumonia disebabkan oleh peradangan
paru yang membuat napas menjadi sakit dan asupan oksigen sedikit. Negara berkembang
pneumonia disebut sebagai the forgotten disease atau ”penyakit yang terlupakan" kanena
begitu banyak korban yang meninggal karena pneumonia namun sangat sedikit perhatian
yang diberikan kepada masalah ini (Misnadiarly, 2008).

Tingginya angka kematian balita akibat pneumonia mengakibatkan target


Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 yang bertujuan menurunkan angka kematian
anak sebesar 2/3 dari tahun I990 sampai 2014 tidak tercapai (WHO, 2015). Salah satu
tujuan Millenium Development Goal: (MDGs) adalah menurunkan angka kematian anak.
Angka kematian anak di Indonesia yang disebabknn oleh penyakit pneumonia mempakan
salah sutu penyebab terbesar kematian pada balita (Manuaba, 2013). Untuk mencapai
tujuan tersebut memerlukan jangkauan yang universal dengan kunci yang efektif,
intervensi misalnya untuk perawatan untuk ibu dan bayi, pemenuhan kebutuhan makanan
untuk ibu dan anak, vaksin, pengendalian malaria serta pencegahan dan pengendalian
HIV/AIDS. Negara dengan tingkat kematian tinggi, intervensi ini dapat mengurangi
jumlah kematian lebih dari setengah (WHO, 2010).

Indonesia jumlah kasus pneumonia pada balita di suatu wilayah 10% dari jumlah
wilayah temebut. Angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 1,19%. Pada
balita menurut kelompok umur tahun 2014 yaitu pneumonia umur < 1 tahun terdapat
206.363 kasus, pneumonia umur 1-4 tahun terdapat 419.102 kasus, pneumonia berat umur
< 1 tahun terdapat 15.997 kaus, pneumonia berat umur 1-4 tahun mdapat 16.028 kasus dan
total jumlah kasus pneumonia di Indonesia mencakup 29,47% (Kemenkes RI, 2015).

1
Di Yogyakarta kasus pneumonia pada balita menurut jenis kelamin pada tahun
2012 yaitu pneumonia pada balita yang mempunyai jenis kelamin laki laki terdapat 1.419
kasus dan yang berjenis kelamin perempuan ada 1.351 kasus. Sedangkan menurut umur
yaitu pneumonia umur < 1 tahun terdapat 724 kasus, pneumonia umur 1-4 tahun terdapat
2.183 kasus, pneumonia berat umur < 1 tahun terdapat 53 kasus, pneumonia berat mnur 1-
4 tahun terdapat 36 kasus (Dinkes Kota Yogyakarta, 2013).

Pneumonia merupakan infeksi akut yang mengenai jaringan paru - paru (alveoli).
Pneumonia balita ditandai dengan adanya gejala batuk dan kesukaran bernapas seperti
napas cepat dan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (TTDK). Pneumonia pada
balita paling sering disebabkan oleh virus pernafasan dan puncaknya terjadi pada umur 2-
3 tahun. Pada bayi dan anak - anak penyebab dan puncaknya terjadi pada umur 7,3 tahun.
Pada bayi dan anak - anak penyebab yang paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus
(RSV), adenovirus, virus para influenza, virus influenza, sedangkan pada anak umur
sekolah paling sering disebabkan bakteri Mycoplasma Pneumoniae. Bakteri penyebab
pneumonia yang paling sering adalah Streptococcus pneumoniae (pneumokokus),
Hemophilus influenzae tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus (Saureus) (Kemenkes,
2011).

Hasil penelitian Hartati (2011) menyebutkan terdapat hubungan yang bermakna


antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita, anak
balita yang tidak mendapatkan ASI ekslusif mempunyai peluang mengalami pneumonia
sebanyak 4,47 kali dibanding dengan balita yang mendapatkan ASI ekslusif. Terdapat
hubungan yang bermakna status imunisasi DPI' dengan kejadian penyakit pneumonia,
balita yang tidak mendapatkan imunisasi DPT memiliki peluang mengalami pneumonia
sebanyak 2,34 kali dibanding dengan balita yang mendapatkan imunisasi DPT. Terdapat
hubungan yang bermakna antara status imunisasi campak dengan kejadian pneumonia,
balita yang tidak mendapatan imunisasi campak memiliki peluang mengalami pneumonia
sebanyak 3,21 kali dibanding dengan balita yang mendapatkan imunisasi campak.
Terdapat hubungan yang bermakna kebiasaan merokok dengan kejadian pneumonia, balita
yang mempunyai anggota keluarga dengan kebiasaan merokok di dalam rumah
mempunyai peluang mengalami pneumonia sebanyak 2,53 kali dibanding dengan balita
yang tidak memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok.

2
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui deskriptif epidemoilogi faktor risiko kejadian pneumonia pada balita di
puskesmas pengasih 1 kulon progo tahun 2019

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan riwayat ASI ekslusif dengan kejadian pneumonia pada balita
di Puskesmas Pengasih 1 Kulon Progo.
b. Mengetahui hubungan riwayat BBLR dengan kejadian pneumonia pada balita di
Puskesmas Pengasih 1 Kulon Progo.
c. Mengetahui hubungan status imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita di
Puskesmas Pengasig 1 Kulon Progo.
d. Mengetahui hubungan penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian pneumonia
pada balita di Puskesmas Pengasih 1 Kulon Progo.
e. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian pneumonia pada balita
di Puskesmas Pengasih 1 Kulon Progo.

C. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
Hasil laporan akhir ini dapat digunakan sebagai pengetahuan dan informasi tentang
faktor risiko pneumonia sehingga masyarakat lebih tahu tentang pencegahan
pneumonia.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta
menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh
bakteri, merupakan penyakit Infeksi Salman Pemapasan Akut (ISPA) yang paling
sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia
paling sering adalah Streptococcus pneumonia (pneumokokus), Hemophilus influenza
tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus (Misnadiarly, 2008 : 26-27). Pneumonia adalah
proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru - paru (alveoli), terjadinya pneumonia
pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus biasa disebut
Broncho pneumonia (Suryana, 2005;58).

1. Epidemiologi Pnemonia
Menurut Riskesdas tahun 2007, pneumonia merupakan penyakit penyebab
kematian tertinggi kedua setelah diare pada balita. Hal ini menunjukkan bahwa
pneumonia menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap
tingginya angka kematian pada balita di Indonesia. Kejadian pneumonia pada balita
di Indonesia diperkirakan 10% sampai 20% berakibat kematian setiap tahun. Secara
teoritis penderita pneumonia akan meninggal bila tidak diberikan pengobatan secara
optimal. Diperkirakan akan terdapat 250.000 kematian anak balita akibat pneumonia
setiap tahun (Departemen Kesehatan, 2004).
2. Etiologi Pneumonia
Penyakit saluran napas akut dapat terjadi di semua bagian paru dari bagian
tengah ke hidung lalu ke bagian paru. Pneumonia merupakan bagian dari pernapasan
bagian bawah dan yang sering mengalami infeksi terutama bagian paru. Anatomi
bagian paru terdiri dari saluran (bronkhi) yang kemudian dibagi2 (dua) menjadi
saluran yang lebih kecil (bronkhioles), dan akan berakhir di bagian kantung yang kecil
(alveoli). Alveoli ini akan terisi oksigen yang memberikan tambahan ke darah dan
karbondioksida dibersihkan. Ketika seorang anak menderita pneumonia, didalam
alveoli terisi pus dan cairan, sehingga menganggu pertukaran gas di alveoli, hal ini
mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan dalam bernapas. Salah satu infeksi
saluran napas akut sedang adalah batuk pilke. Pada beberapa anak dengan penyakit

4
infeksi ini dapat berkembang menjadi 17 pneumonia yang sering kali disertai oleh
penyakit diare atau malaria (UNICEF & WHO, 2006).
Streptococcus Pneumoniae atau Pneumokokus adalah diplokokus gram positif,
sering berbentuk-lanset atau tersusun seperti rantai, memiliki kapsul polisakarida yang
digunakan untuk penentuan tipe dengan antiserum spesifik. Pneumokokus membentuk
koloni bulat yang kecil, awalnya berbentuk kubah dan kemudian timbul lekukan
dibagian tengahnya dengan pinggiran yang meninggi. Pertumbuhan dari bakteri ini
ditingkatkan oleh 5-10% CO2 di udara. Bakteri Pneumokokus tumbuh di suhu antara
25oC - 37,5oC. Sebagian besar energi dari 18 bakteri ini didapatkan dari fermentasi
glukosa, proses ini disertai oleh produksi asam laktat secara cepat yang membatasi
pertumbuhan. Pneumonia terjadi akibat gagalnya mekanisme protektif yang mencegah
akses pneumokokus ke alveoli dan bereplikasi. Proliferasi bakteri dalam ruang
alveolar kemudian menyebabkan terjadinya akumulasi cairan eksudat dan leukosit
yang dapat menyebabkan odem paru, hal ini menjadi dasar diagnosis klinis pneumonia
pada pemeriksaan radiografi dimana akumulasi cairan nampak sebagai area
konsolidasi (Jawetz et al, 2008).
Haemophilus influenzae ditemukan pada membran mukosa saluran napas atas
manusia, merupakan penyebab penyakit pneumonia. Dalam spesimen yang berasal
dari infeksi akut, organisme ini mejadi pendek (1,5 μm) basilokokus yang kadang
kadang muncul berpasangan atau berupa rantai pendek. Pada agar coklat, setelah
inkubasi 24 jam akan timbul koloni rata, berwarna coklat keabu-abuan dengan
diameter 1-2 mm. Indentifikasi organisme grup Haemophilus influenzae sebagian
tergantung pada demonstrasi kebutuhan akan faktor-faktor pertumbuhan tertentu yang
disebut faktor X (berfungsi secara fisiologi sebagai hemin) dan faktor V (dapat
digantikan dengan nukleotida adenin nikotinamid (NAD) atau koenzim lainnya).
Karbohidrat difermentasikan dengan tidak sempurna dan tidak teratur. Ketika bakteri
ini masuk ke dalam saluran pernafasan, maka akan menyebabkan peradangan paru
akibat dari infeksi bakteri Haemophilus influenzae (Jawetz et al, 2008).

3. Patogenesis Pneumonia
Proses patogenesis pneumonia terkait 3 faktor yaitu keadaan (imunitas) inang,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama
lain. Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia,

5
berat ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi seara empiris serta
prognosis dari pasien (Dahlan, 2014).
Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan manifestasi dari rendahnya daya
tahan tubuh seseorang akibat adanya peningkatan kuman patogen seperti bakteri yang
menyerang saluran pernafasan. Selain adanya infeksi kuman dan virus, menurunnya
daya tahan tubuh dapat juga disebabkan karena adanya tindakan endotracheal dan
tracheostomy serta konsumsi obat-obatan yang dapat menekan 20 refleks batuk
sebagai akibat dari upaya pertahanan saluran pernapasan terhadap serangan kuman
dan virus (Machmud, 2006).

4. Klasifikasi Pneumonia
Pengelompokan atau klasifikasi pneumonia terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok umur kurang dari 2 bulan dan kelompok umur 2 bulan sampai dengan
kurang dari 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan, dikelompokkan atas
bukan pneumonia dan pneumonia berat. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari
5 tahun, diklasifikasikan atas bukan pneumonia, pneumonia, dan pneumonia berat
(Depkes RI, 2007). Pneumonia berat pada anak umur 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun dilihat dari adanya kesulitan bernafas dan atau tarikan dada bagian bawah ke
dalam, sedangkan pada anak umur kurang dari 2 bulan diikuti dengan adanya nafas
cepat dan/atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

Tabel.1 Klasifikasi Klinis Pneumonia pada Balita Menurut Kelompok Umur


Kelompok Kriteria Pneumonia Gejala Klinis
Umur
Batuk bukan Tidak ada nafas cepat dan tidak ada
pneumonia tarikan dinding dada bagian bawah
2 bulan - < 5 Pneumonia Adanya nafas cepat dan tidak tarikan
tahun dinding dada bagian bawah ke dalam
Pneumonia Berat Adanya tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam
Bukan pneumonia Tarikan nafas cepat dan tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam
yang kuat

6
< 2 bulan Pneumonia berat Adanya nafas cepat dan tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam
yang kuat
Sumber: Ditjen P2PL, Depkes RI, 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia.

B. Faktor Risiko Pneumonia


1. Faktor Intrinsik
a. Umur
Faktor umur merupakan salah satu faktor risiko kematian pada balita yang
sedang menderita Pneumonia. Semakin tua usia penderita yang sedang menderita
pneumonia maka akan semakin kecil risiko akibat meninggal akibat pneumonia
dibandingkan balita yang usia muda. Umur merupakan faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih
besar pada umur dibawah 2 tahun dibandingkan dengan yang lebih tua, hal ini di
karenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen
saluran napas yang masih sempit (Sutami,2011).

b. Jenis Kelamin
Anak dengan jenis kelamin laki-laki lebih berisiko terserang pneumonia
dibandingkan dengan anak dengan jenis kelamin perempuan (Astuti dan Rahmat,
2010). Dalam penelitian Hartati dkk (2012), anak dengan jenis kelamin laki laki
lebih berisiko terkena pneumonia, hal ini disebabkan karena diameter saluran
pernafasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan anak perempuan atau
adanya perbedaan dalam daya tahan tubuh anak laki-laki dan perempuan.

c. Berat Badan Lahir


Pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), pembentukan zat anti
kekebalan kurang sempurna, berisiko terkena penyakit infeksi terutama pneumonia
sehingga risiko kemtian menjadi lebih besar dibanding dengan berat badan lahir
normal (Hartati dkk, 2012). Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko
untuk meningkatnya ISPA, dan perawatan di rumah sakit penting untuk mencegah
BBLR (Kartasasmita, 2010).
7
d. Pemberian ASI Eksklusif
Hal ini secara luas diakui bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif
mengalami infeksi lebih sedikit dan memiliki penyakit yang lebih ringan daripada
mereka yang tidak mendapat ASI eksklusif. ASI mengandung nutrisi, antioksidan,
hormon dan antibodi yang dibutuhkan oleh anak untuk bertahan dan berkembang,
dan membantu sistem kekebalan tubuh agar berfungsi dengan baik. Kekebalan
tubuh atau daya tahan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik akan menyebabkan
abak mudah terkena infeksi. Namun hanya sekitar sepertiga dari bayi di negara
berkembang yang diberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama
kehidupannya. Bayi di bawah enam bulan yang tidak diberi ASI ekslusif berisiko
5 kali lebih tinggi mengalami pneumonia, bahkan sampai terjadi kematian. Selain
itu, bayi 6 - 11 bulan yang tidak diberi ASI juga meningkatkan risiko kematian
akibat pneumonia dibandingkan dengan mereka yang diberi ASI (UNICEF, 2006)

2. Faktor Ekstrinsik
a. Penggunaan Obat Nyamuk Bakar
Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat berasal dari sumber polutan
seperti asap rokok, asap dapur dan penggunaan obat nyamuk bakar. Dengan adanya
sumber polutan dalam ruangan maka semakin mudah kualitas udara Asap dari obat
nyamuk bakar dapat mempengaruhi berlangsungnya penyakit pernapasan karena
dapat menyebabkan gangguan mekanisme penahanan paru-paru (Mukono, 2012).

Obat nyamuk bakar mengandung zat kimia sintetik aktif yang sudah dibentuk
sehingga mampu dihantarkan oleh asap untuk membunuh nyamuk atau serangga
yang lainnya. Karena pemakaiannya yang dipanaskan, maka bahan aktif itu terurai
menjadi senyawa yang lain yang jauh lebih reaktif dari sebelumnya. Apabila obat
nyamuk bakar digunakan dalam ruangan tertutup akan lebih berbahaya karena
bahan kimia sintetik yang dilepas dalam bentuk gas bisa mendesak oksigen,
distribusi oksigen dalam ruangan tidak merata sehingga nafas terasa agak berat
(Yuliarti. 2008).

Asap yang berasal dari obat nyamuk akan menyebabkan rangsangan pada
saluran pernapasan balita, sehingga balita menjadi rentan terinfeksi oleh bakteri

8
atau virus yang menyebabkan terjadinya pneumonia. Obat anti nyamuk bakar
mengandung insektisida yang disebut d-aletrin 0,25%. Apabila dibakar akan
mengeluarkan asap yang mengandung d-aletrin sebagai zat yang dapat mengusir
nyamuk, tetapi jika ruangan tertutup tanpa ventilasi maka orang di dalamnya akan
keracunan d-aletrin. Balita yang keracunan d-aletrin, akan membuat sistem
kekebalan tubuhnya menurun sehingga balita yang pernah terkena pneumonia,
dapat terkena pneumonia kembali atau dapat terkena pneumonia berulang. Selain
itu, yang dihasilkan dari pembakaran juga CO dan CO2 serta partikulat - partikulat
yang bersifat iritan terhadap saluran pemafasan. Jadi penggunaan obat anti nyamuk
bakar mempunyai efek yang merugikan kesehatan, termasuk dapat bersifat iritan
terhadap saluran pernafasan, yang dapat menimbulkan dampak berlanjut yaitu
mudah terjadi infeksi saluran pernafasan (Widodo, 2007).

b. Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga


Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat mendukung
terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi
saluran nafas. lnsiden pneumonia pada anak kelompok umur kurang dari lima tahun
mempunyai hubungan bermakna dengan kedua orang tuanya yang mempunyai
kebiasaan merokok. Anak dari perokok aktif yang merokok dalam rumah akan
menderita sakit infeksi pemafaenn lebih sering dibandingkan dengan anak dari
keluarga bukan perokok (Sutami, 2011).
Efek asap rokok dapat meningkatkan kefatalan bagi penderita pneumonia dan
gagal ginjal serta tekanan darah tinggi, bahkan bahan berbahaya dan racun dalam
rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan kepada perokok juga
kepada orang-orang disekitarnya yang tidak merokok yang sebagian besar adalah
bayi, anak-anak, dan ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif karena ada anggota
mereka yang merokok di dalam rumah (Sartika, Setinni & Endah, 2012).

9
BAB III
METODOLOGI
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian Epidemiologi secara Deskriptif
(analisis berdasarkan karakteristik orang, tempat dan waktu). Epidemiologi deskriptif
mendeskripsikan tentang penyakit pada populasi berdasarkan waktu, tempat,
karakteristik indivindu seperti: umur, jenis kelamin, perkerjaan, kelas sosial, status
perkawinan, dan sebagainya. Dalam epidemiologi dikenal tiga karakteristik utama yang
saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan merupakan variabel-variabel yang selalu
tercantum dalam setiap kegiatan maupun penilaian epidemiologi. Ketiga karakterter
tersebut meliputi karakteristik tentang orang, tempat dan waktu. Ketiga karakteristik
tersebut merupakan dasar pokok epidemiologi deskriptif (Noor,2008).
Kegiatan analisis epidemiologi membutuhkan kesadaran akan adanya interaksi
antara orang, tempat dan waktu dalam menimbulkan penyakit. Berikut ini karakteristik
orang, tempat dan waktu menurut (Syahrul dan Atik, 2007).

1. Orang
Para ahli epidemiologi umumnya menggunakan variabel deskriptif yang meliputi
data mortalitas, mordibitas, dan kependudukan yang secara rutin di kumpulkan oleh
berbagai instansi. Variabel yang dapat menggambarkan karakteristik orang yang
terkena penyakit, misalnya umur, jenis kelamin, golongan etnik, status perkawinan,
dan pekerjaan.

2. Waktu
Variabel waktu menjelaskan waktu seseorang terkena suatu penyakit. Waktu
dapat di ukur dengan satuan apapun (tahun, bulan, minggu, hari atau jam) sesuai
dengan kebutuhan dan jenis penyakitnya. Pengetahuan tentang variabel waktu berguna
untuk :
a. Memahami kecepatan perjalanan penyakit
Pada penyakit yang penyebarannya sangat pesat berarti perjalanan penyakit
tersebut cepat.
b. Memahami lama terjangkitnya penyakit (lama antara timbul dan hilangnya
penyakit).

10
Pola menurut waktu di pengaruhi oleh sifat penyakit yang di temukan, keadaan
tempat terjangkitnya penyakit, keadaan penduduk seperti jumlah dan kepadatan
penduduk, dan keadaan pelayanan kesehatan yang tersedia.

3. Tempat
Sudah lama di ketahui adanya variasi dalam frekuensi penyakit antara satu tempat
dengan tempat yang lainnya. Pengetahuan tentang distribusi penyakit menurut tempat
sangat berguna untuk mengetahui : besar dan jenis masalah kesehatan pada suatu
daerah, hal-hal yang perlu dilakukan untukmengatasi masalah kesehatan di suatu
daerah (perencanaan program), keterangan tentang faktor penyebab timbulnya
masalah kesehatan dengan membandingkan hal-hal khusus yang ada atau tidak pada
suatu daerah (seperti : keadaan geografis, keadaan penduduk dan keadaan pelayanan
kesehatan).
Penyebaran masalah kesehatan (penyakit) menurut tempat dapat di bedakan
menjadi penyebaran satu wilayah (setempat/lokal), beberapa wilayah, satu negara
(nasional), beberapa negara (regional), dan banyak negara (internasional).

B. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di kecamatan pengasih khusus nya puskesmas pengasih 1
kabupaten kulon progo 2019.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi penelitian adalah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk di
pelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Notoatmodjo,2007). Populasi dalam
penelitian ini adalah pengunjung puskesmas pengasih 1 kabupaten kulon progo 2019.

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini di ambil di puskesmas pengasih 1


kecamatan pengasih kabupaten kulon progo 2019.

11
D. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Penelitian ini perlu di dukung dengan adanya data yang akurat dan lengkap. Jenis
data yang di gunakan dalam penelitian ini berdasarkan sumbernya yaitu:

Data primer merupakan sumber dari penelitian yang di peroleh secara langsung
dari sumber aslinya (Umar,2003). Sumber data primer di peroleh dari puskesmas
pengasih 1 kecamatan pengasih kabupaten kulon progo 2019.

2. Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam pembuatan laporan akhir ini dengan
menggunakan analisis data secara deskriptif yang menggambarkan orang, waktu dan
tempat. Pentingnya analisis data secara deskriptif dapat untuk mengetahui dampak
yang telah terjadi khususnya penyakit Pnemonia yang terjadi di Puskesmas Pengasih
1 Kulon Progo. Analisis data secara deskriptif berguna untuk memberikan informasi
tentang distribusi penyakit dan besarnya penyakit pada populasi Pnemonia yang
berguna dalam perencanaan dan alokasi sumber daya untuk investasi kesehatan.
Memberikan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit Pnemonia.

12

Anda mungkin juga menyukai