Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Persoalan lingkungan hidup adalah persoalan global dan bersifat
universal yang dihadapi seluruh umat manusia. Namun inti dari permasalahan
lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan
lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di
dalamnya manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup
dijelaskan bahwa upaya penanganan terhadap permasalahan pencemaran terdiri
dari langkah pencegahan terhadap permasalahan pencemaran terhadap
permasalahan pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian.
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Pasal 31 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara Sumber Bergerak bahwa penanggulangan pencemaran udara
dari sumber bergerak meliputi pengawasan terhadap penaatan ambang batas emisi
gas buang, pemeriksaan emisi gas buang untuk kendaraan bermotor tipe baru dan
kendaraan bermotor lama, pemantauan mutu udara ambien di sekitar jalan,
pemeriksaan emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan dan pengadaan bahan
bakar minyak bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah sesuai
standar internasional.
Berkaitan dengan undang-undang lingkungan hidup dan peraturan
pemerintah tentang emisi gas buang industri otomotif dituntut untuk berlomba-
lomba membuat teknologi yang ramah lingkungan.
Penggunaan kendaraan bermotor di Indonesia khususnya sepeda motor
selalu menunjukan grafik yang meningkat dari tahun 1987 sampai tahun 2011
(http://www.bps.go.id, 23 Februari 2013), dengan jumlah 68.839.341 unit di tahun
2011. Dengan jumlah sepeda motor yang sebanyak itu tentunya menimbulkan
banyak masalah salah satunya adalah polusi udara. Seperti kita ketahui bahwa

1
2

hasil dari pembakaran bahan bakar dari motor bakar adalah gas buang yang
mengandung unsur Karbonmonoksida (CO), Hidrokarbon (HC), Oksida Nitrogen
(NOx), Karbon (C), Karbondioksida (CO2), Air (H2O), dan Nitrogen (N2).
Dari laporan penelitian A. Tri Tugaswati, bahwa karbon monoksida dapat
terikat dengan haemoglobin darah lebih kuat dibandingkan dari oksigen
membentuk karboksihaemoglobin (COHb), sehingga menyebabkan terhambatnya
pasokan oksigen ke jaringan tubuh. Pajanan CO diketahui dapat mempengaruhi
kerja jantung (sistem kardiovaskuler), sistem syaraf pusat, juga janin, dan semua
organ tubuh yang peka terhadap kekurangan oksigen. Pengaruh CO terhadap
sistem kardiovaskuler cukup nyata teramati walaupun dalam kadar rendah.
Penderita penyakit jantung dan penyakit paru merupakan kelompok yang paling
peka terhadap pajanan CO. Studi eksperimen terhadap pasien jantung dan
penyakit pasien paru, menemukan adanya hambatan pasokan oksigen ke jantung
selama melakukan latihan gerak badan pada kadar COHb yang cukup rendah 2,7
%. Pengaruh pajanan CO kadar rendah pada sistem syaraf dipelajari dengan suatu
uji psikologi. Walaupun diakui interpretasi dari hasil uji seperti ini sulit ditemukan
bahwa kadar COHb 16 % dianggap membahayakan kesehatan. Pengaruh bahaya
ini tidak ditemukan pada kadar COHb sebesar 5%. Pengaruh terhadap janin pada
prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan
kurangnya pasokan oksigen pada ibu hamil yang konsekuennya akan menurunkan
tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat
menyebabkan kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah
dibandingkan normal.
Menurut penelitian dari World Health Organization (WHO), kelompok
penduduk yang peka (penderita penyakit jantung atau paru-paru) tidak boleh
terpajan oleh CO dengan ka dar yang dapat membentuk COHb di atas 2,5%.
Kondisi ini ekivalen dengan pajanan oleh CO dengan kadar sebesar 35 mg/m3
selama 1 jam, dan 20 mg/mg selama 8 jam. Oleh karena itu, untuk menghindari
tercapainya kadar COHb 2,5-3,0 % WHO menyarankan pajanan CO tidak boleh
melampaui 25 ppm (29 mg/m3) untuk waktu 1 jam dan 10 ppm (11,5 mg/mg3)
untuk waktu 8 jam.
3

Sedangkan hidrokarbo (HC) menempati urutan kedua dalam pencemaran


udara yang disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor.
Di Eropa standar emisi gas buang untuk kendaraan bermotor dengan
bahan bakar bensin telah ditetapkan sejak Oktober 1994 dengan Euro 1 dan mulai
September 2009 sampai sekarang sudah berkembang menjadi Euro 5. Untuk di
Indonesia, pemberlakuan aturan semacam Euro 1 ini berlaku sejak Pemerintah
mengeluarkan ketentuan tentang uji emisi kendaraan bermotor baru Euro 1
dengan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup akhir tahun
2002. Namun kini Indonesia telah memberlakukan standar Euro 2, sesuai
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang ambang
batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang
sedang diproduksi, dengan mengacu pada standar UN-ECE (United Nations-
Economic Commisson for Europe). Kepmen tersebut merupakan tindak lanjut
Peraturan Pemerintah No 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
(http://www.unisosdem.org, 23 Febrauri 2013).
Gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dapat dicegah
dengan cara menyempurnakan pembakaran. Pembakaran bahan bakar tidak akan
terjadi secara sempurna apabila bunga api yang dipercikkan oleh busi tidak bisa
membakar bahan bakar secara menyeluruh yang mengakibatkan emisi gas buang
yang dihasilkan tinggi. Pembakaran yang sempurna akan menghasilkan emisi gas
buang yang bersih dan temperatur ideal untuk melakukan pembakaran berkisar
antara 82-99C. Semakin rendah temperatur pembakaran maka pembakaran yang
dilakukan semakin tidak sempurna.
Emisi gas buang tidak hanya dipengaruhi oleh pengapian, ada banyak
faktor yang mempengaruhi, salah satunya dari faktor sistem bahan bakar. Semakin
berkembangnya teknologi otomotif seperti sistem Catalitic converter, Electronic
Fuel Injection, Exhaust Recirculating, dan teknologi lainya. Semua teknologi baru
itu di desain sedemikian rupa sehingga emisi gas buangnya lebih ramah
lingkungan.
Kualitas bahan bakar pun juga ikut berkembang seiring dengan
berkembangnya teknologi. Produsen bahan bakar dalam memenuhi tuntutan
4

konsumen membuat bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Kualitas bahan
bakar dapat ditentukan dari nilai oktannya, semakin tinggi nilai oktannya maka
bahan bakar akan lebih tahan terhadap detonasi dan apabila terjadi pembakaran
maka akan sedikit menghasilkan gas CO. Bahan bakar bensin yang beredar di
Indonesia benilai oktan 88 untuk Premium, 92 untuk Pertamax dan 95 untuk
Pertamax plus. Akan tetapi Pertamax dan Pertamax plus harganya lebih mahal
dari bensin premium, maka timbul inisiatif untuk meningkatkan nilai oktan dari
bensin premium. Munculah produk zat aditif (octane booster) yang berfungsi
untuk meningkatkan nilai oktan dari bensin premium. Salah satu zat aditif yang
akhir-akhir ini sedang tren yaitu dengan penambahan kapur barus (Camphor).
Dengan berkembangnya teknologi sepeda motor di Indonesia yang
beralih dari era karburator ke era injeksi, seperti yang terjadi pada pabrikan Honda
dengan mengeluarkan sepeda motor Supra X 125 PGM-FI pada tahun 2006,
semakin berkembangnya jenis busi di pasaran, dan menjamurnya tren penggunaan
kapur barus, penulis ingin menyelidiki apakah penggunaan jenis busi dan kapur
barus tersebut benar-benar berpengaruh terhadap emisi gas buang terutama gas
karbon monoksida (CO) dan hidro karbon (HC). Penulis memilih karbon
monoksida dan hidro karbon karena kedua gas tersebut merupakan zat
membahayakan kesehatan dan merupakan penyebab pencemaran yang paling
utama apabila dibandingkan dengan pencemaran yang lain.
Dari permasalahan di atas maka peneliti ingin melakukan pemelitian
dengan judul PENGARUH PENGGUNAAN JENIS BUSI DAN VARIASI
PENAMBAHAN CAMPHOR PADA PREMIUM TERHADAP EMISI GAS
CO DAN HC PADA SEPEDA MOTOR HONDA SUPRA X 125 PGM-FI
TAHUN 2006.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
muncullah beberapa masalah yaitu:
1. Lingkungan hidup
2. Pencemaran udara di Indonesia
5

3. Standar emisi gas buang


4. Jenis busi
5. Kualitas bahan bakar
6. Bahan tambah zat aditif kapur barus
C. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memperjelas pengkajian dalam pemecahan masalah, maka
pembahasan dalam penulisan penelitian ini perlu adanya batasan yang terkait
dengan judul penelitian. Adapun batasan-batasannya yaitu:
1. Jenis busi yang digunakan yaitu busi standar, busi platinum, busi iridium.
2. Bahan tambah zat aditif yang digunakan yaitu kapur barus dengan takaran
yang pas (1 gram, 3 gram, 5 gram).
3. Unsur gas buang yang diukur adalah karbon monoksida (CO) dan
hidrokarbon (HC).

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka timbul
beberapa pertanyaan:
1. Adakah pengaruh jenis busi terhadap emisi gas buang CO dan HC pada
sepeda motor Supra X 125 PGM-FI tahun 2006.
2. Adakah pengaruh penambahan kapur barus dalam premium terhadap emisi
gas buang CO dan HC pada sepeda motor Supra X 125 PGM-FI tahun 2006.
3. Adakah pengaruh interaksi penggunaan jenis busi dan penambahan kapur
barus dalam premium terhadap emisi gas buang CO dan HC pada sepeda
motor Supra X 125 PGM-FI tahun 2006.

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Menyelidiki pengaruh jenis busi terhadap emisi gas buang CO dan HC pada
sepeda motor Supra X 125 PGM-FI tahun 2006.
6

2. Menyelidiki pengaruh penambahan kapur barus dalam premium terhadap


emisi gas buang CO dan HC pada sepeda motor Supra X 125 PGM-FI tahun
2006.
3. Menyelidiki pengaruh interaksi penggunaan jenis busi dan penambahan kapur
barus dalam premium terhadap emisi gas buang CO dan HC pada sepeda
motor Supra X 125 PGM-FI tahun 2006.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi peneliti
dan pihak lain yang berkepentingan. Adapun manfaat yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah ilmu pengetahuan tentang pengaruh penggunaan jenis busi
dan variasi penambahan camphor pada Premium terhadap emisi gas
buang CO dan HC pada sepeda motor Honda Supra X 125 PGM-FI tahun
2006.
b. Sebagai pertimbangan dan perbandingan bagi pengembangan penelitian
sejenis dimasa yang akan datang.
c. Sebagai bahan pustaka di lingkungan Universitas Sebelas Maret
Surakarta khususnya di Program Studi Pendidikan Teknik Mesin.
2. Manfaat Praktis
a. Membantu dalam usaha mengendalikan pencemaran udara yang berasal
dari gas buang kendaraan bermotor khususnya sepeda motor.
b. Membantu dalam usaha pengembangan teknologi otomotif yang semakin
ramah lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai